BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Anggaran Negara
2.1.1 Pengertian Anggaran Negara
Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-macam kegiatan terpadu, baik menyangkut penerimaannya maupun pengeluarannya yang dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu tertentu. Negara Indonesia menetapkan anggaran negaranya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggaran negara merupakan salah satu alat politik fiskal untuk mempengaruhi arah dan percepatan pendapatan nasional. Adapun mengenai anggaran yang akan digunakan tergantung pada keadaan ekonomi yang dihadapi. Dalam keadaan ekonomi yang normal dipergunakan anggaran negara yang seimbang, kemudian dalam keadaan ekonomi yang deflasi biasanya dipergunakan anggaran negara yang defisit dan sebaliknya dalam keadaan ekonomi yang inflasi dipergunakan anggaran negara yang surplus.
Umumnya anggaran negara dapat diklasifikasikan atas 2 kategori: 1. Anggaran Berimbang (Balanced Budgeting)
Anggaran berimbang disusun sedemikian rupa sehingga setiap pengeluaran pemerintah dapat dibiayai oleh penerimaan dari sektor pajak atau sejenisnya, yaitu suatu kondisi dimana penerimaan pemerintah sama
2. Anggaran Tidak Seimbang (Unbalanced Budgeting)
Anggaran tidak seimbang terdiri dari anggaran surplus dan anggaran defisit. Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan sedangkan anggaran defisit yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan. Anggaran belanja yang tidak seimbang biasanya akan mempunyai pengaruh yang berlipat ganda terhadap pendapatan nasional.
2.1.2 Fungsi Anggaran Negara
Anggaran yang dimiliki oleh suatu negara mengandung tiga fungsi fiskal utama yaitu:
1. Fungsi Alokasi
Pemerintah mengadakan alokasi terhadap sumber-sumber dana untuk mengadakan barang-barang kebutuhan perseorangan dan sarana yang dibutuhkan untuk kepentingan umum. Semuanya itu diarahkan agar terjadi keseimbangan antara uang beredar dan barang serta jasa dalam masyarakat.
2. Fungsi Distribusi
Pemerintah melakukan penyeimbangan, menyesuaikan pembagian pendapatan dan mensejahterahkan masyarakat.
3. Fungsi Stabilitas
Pemerintah meningkatkan kesempatan kerja serta stabilitas harga barang-barang kebutuhan masyarakat dan menjamin selalu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mantap.
2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2.2.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam menyusun suatu anggaran harus berkaitan antara dana-dana yang akan dikeluarkan dan tujuan yang akan dicapai. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berisikan daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). Namun ada juga yang dimulai dari 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Pola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan realisasinya adalah untuk melaksanakan tugas sehari-hari (rutin) dalam rangka pelaksanaan kegiatan dibidang pemerintahan
2.2.2 Perumusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh presiden dalam bentuk rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah melalui pembahasan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Berdasarkan perkembangannya jika ditengah-tengah tahun anggaran yang berjalan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat mengalami perubahan. Pada kondisi tersebut pemerintah harus mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) kembali. Perubahan
yang akan dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan Anggaran DPR. Khusus untuk kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya seperti bencana alam, pemerintah dapat melakukan perubahan anggaran yang belum tersedia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibedakan menjadi anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Suatu anggaran rutin yang terdiri dari:
a. Anggaran penerimaan rutin (dalam negeri) b. Anggaran belanja (pengeluaran) rutin
Sedangkan untuk melaksanakan tugas pembangunan (non rutin) disusun anggaran pembangunan yang terdiri dari:
a. Anggaran penerimaan pembangunan
b. Anggaran belanja (pengeluaran) pembangunan
2.2.3 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki enam fungsi dalam rangka membentuk struktur perekonomian negara antara lain:
1. Fungsi Otoritas
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja negara pada tahun yang bersangkutan, dengan demikian pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi Perencanaan
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun
tersebut. Bila pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan tersebut. Misalnya telah direncanakan atau dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan, maka pemerintah dapat mengambil tindakan untuk persiapan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Bahwa suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus diarahkan untuk mengurangi penggangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi
Bahwa kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilitas
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2.3 Penerimaan Negara
Penerimaan negara adalah penerimaan pemerintahan yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa
yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak uang dan sebagainya (Suparmoko, 1986:93).
Penerimaan negara baik dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri sangat penting bagi proses keberhasilan proses pembangunan nasional, terutama penerimaan pemerintah dari dalam negeri yaitu berupa penerimaan pajak dan bukan pajak serta penerimaan migas dan non migas. Penerimaan ini digunakan untuk menutupi pengeluaran rutin pemerintah dan sisanya akan menjadi tabungan pemerintah. Kelebihan dana tersebut yang kemudian akan menjadi sumber pembangunan apabila tidak tersedia, maka pembangunan harus dibiayai dengan pinjaman luar negeri.
Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan Negara dibedakan menjadi (Soetrisno, 1982:97) :
a. Sumber-sumber penerimaan rutin
b. Sumber-sumber penerimaan pembangunan
2.3.1 Penerimaan (Rutin) Dalam Negeri
Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak.
Penerimaan perpajakkan
Penerimaan perpajakkan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis, yaitu: 1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan merupakan biaya atau tarif yang ditetapkan sesuai dengan besarnya penghasilan seseorang.
2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pajak pertambahan nilai barang dan jasa merupakan tarif yang dikenakan atas nilai tambah barang dan jasa sedangkan pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah yang diimpor dari luar negeri.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak bumi dan bangunan merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang didirikan di atasnya. Hasil pemungutan tersebut 90% dikembalikan kepada daerah setempat dan sisanya 10% digunakan untuk pemerintah pusat.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan jenis penerimaan pajak yang dikenakan atas nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru. 5. Pajak Lainnya
Pajak lainnya terdiri bea materai dan cukai. Bea materai merupakan tarif yang dikenakan atas dokumen, dokumen terutang dan tidak terutang. Cukai merupakan pemungutan atas barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir.
6. Cukai
Kebijaksanaan pemungutan cukai tidak semata-mata dilaksanakan untuk mengisi kas negara tetap juga bertujuan sebagai alat pengatur
dalam rangka perlingungan bagi masyarakat. Dasar perhitungan besarnya tarif cukai tergantung kepada jumlah barang kena cukai, tarif, dan harga dasar.
7. Bea Masuk
Bea masuk merupakan tarif yang dikenakan atas barang-barang yang di impor dari luar negeri. Selain sebagai penerimaan negara bea masuk yang bertujuan untuk memproteksi produksi dalam negeri.
8. Tarif Ekspor
Tarif ekspor merupakan tarif atas beberapa komotidi yang akan di ekspor.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD)
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) merupakan penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) dapat dikelompokan menjadi:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah 2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA)
3. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan 4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal pengenaan denda administrasi
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah 7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri
2.4 Pengeluaran Negara
Pengeluaran negara diartikan sebagai pengeluaran pemerintah dalam arti yang seluas-luasnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaran negara tergantung pada macam dan sifat dari pengeluaran pemerintah tersebut baik untuk kebutuhan harian atau rutin maupun untuk memenuhi pencapaian pembangunan. Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi (Seotrisno, 1982:339) :
a. Pengeluaran (belanja) rutin
b. Pengeluaran (belanja) pembangunan
2.4.1 Pengeluaran (Belanja) Rutin
Pengeluaran rutin merupakan pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Pengeluaran rutin digunakan untuk menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasinal dan pemeliharaan asset negara, pemenuhan kewajiban kepada luar negeri, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian.
Terjadinya kenaikan pengeluaran rutin pemerintah yaitu pada belanja pegawai, subsidi serta pembayaran bunga utang luar negeri yang menyebabkan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus meningkat. Dana yang dialokasikan kepada belanja pegawai berupa peningkatan gaji pegawai dan dana untuk pensiunan, sementara kondisi lonjakan harga minyak mentah dunia mengakibatkan pemerintah melakukan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berawal di tahun 1997/1998 semakin membengkakkan dana yang
harus dikeluarkan oleh pemerintah. Kemudian semakin meningkatnya jumlah utang luar negeri serta merta mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah pembayaran bunga utang. Hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah utang luar negeri yang jatuh tempo serta perubahan nilai tukar rupiah fluktuatif terhadap mata uang lain.
2.4.2 Klasifikasi Pengeluaran Negara
Menurut Suparmoko pengeluaran negara secara garis besar dapat diklasifikasikan ke dalam:
a. Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa mendatang.
b. Pengeluaran yang langsung memberikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
c. Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap pengeluaran masa mendatang.
d. Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan menyebarkan daya beli yang lebih luas.
2.4.3 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah menurut beberapa para ahli ekonomi, (Basri dan Subri, 2005:49) antara lain:
1. Model Pembangunan Tentang Pengeluaran Pembangunan
Model ini dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan
tahap-PkPP1 PPKt < PkPP2 PPK2 < PkPPn PPKn < …….
tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut.
a. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan lainnya.
b. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta yang sudah semakin besar akan menimbulkan kegagalan pasar dan menyebabkan pula pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. c. Pada tahap lebih lanjut aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan
prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya.
2. Hukum Wagner
Wagner mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Teori Wagner didasarkan pada teori organis mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
Dimana:
Pk PP adalah Pengeluaran Pemerintah Pekapita
PPK adalah Pendapatan Perkapita (GDP/jumlah penduduk) 1,2,….. n adalah jangka waktu (tahun)
3. Teori Peacock dan Wiseman
Teori Peacock dan Wiseman (1961) didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar.
a. Perkembangan ekonomin menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat yang kemudian menyebabkan penegeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh akrena itu meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. b. Apabila terjadi keadaan tidak normal misalnya perang, maka
pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang, karena itu penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat dan juga harus meminjam dari negara lain untuk membiayai perang. Setelah keadaan normal, tarif pajak belum dapat diturunkan oleh karaena harus mengembalikan bunga pinjaman dan angsuran utang byang digunakan. Adanya gangguan sosial akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta.
2.5 Utang Negara
Sumber-sumber penerimaan pemerintah yang paling utama adalah dari pajak, pinjaman, dan pencetakan uang. Di samping itu ada sumber penerimaan lain yang memainkan peranan penting yaitu utang negara. Utang negara merupakan sumber-sumber dana tambahan pemerintah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang berupa pinjaman negara. Sumber pendanaan ini digunakan untuk menutupi kekurangan dana yang mampu diciptakan oleh pemerintah.
Berdasarkan sumber perolehannya, utang negara dapat dibedakan menjadi menjadi dua (Suparmoko, 1992:243) yaitu:
1. Utang dalam negeri
Utang dalam negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga sebagai penduduk negara itu sendiri atau dalam lingkungan negara itu sendiri. Utang luar negeri dapat bersifat terpaksa maupun bersifat sukarela.
2. Utang luar negeri
Utang luar negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga negara lain. Utang luar negeri biasanya bersifat sukrela, terkecuali bila ada suatu kekuasaan dari suatu negara atas negara lain.
Badan atau lembaga yang menjadi sumber utang atau pinjaman negara dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:
a. Individu Dalam Masyarakat
Pemberian pinjaman oleh para individu dengan cara membeli obligasi negara. Ini dapat mempengaruhi pola konsumsi dan pola tabungan para individu yang bersangkutan.
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
Pemerintah dapat pula menjual surat obligasi negara kepada perusahaan asuransi dan sebagainya yang bukan bank. Pembelian obligasi oleh perusahaan jenis ini dilakukan dengan menggunakan dana yang mengganggur yang dimiliki.
c. Bank-Bank Umum
Dengan pembelian obligasi negara maka bank umum mempunyai tambahan reserve requirement 20%. Kondisi ini memampukan bank umum untuk menciptakan uang giral sebanyak lima kali lipat dan tidak menurunkan pendapatan nasional.
d. Bank Sentral
Pemerintah dapat menjual obligasi kepada Bank Sentral. Tindakan ini juga menciptakan tenaga lebih seperti halnya bila pemerintah menjual obligasi kepada bank umum.
2.5.1 Utang Luar Negeri
Utang luar negeri adalah pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga negara lain, yaitu mencakup pemindahan kekayaan (dana) dari negara yang meminjamkan (kreditur) ke Negara peminjam (debitur) pada saat terjadinya pinjaman (Basri dan Subri, 2005:27).
Utang luar negeri yang harus di penuhi oleh pemerintah melalui anggaran rutin setiap tahunnya adalah berupa pembayaran bunga utang beserta cicilan pokok utang. Pemerintah menggunakan utang luar negeri adalah sebagai alat pelengkap dalam memenuhi kekurangan dari sumber dana pembangunan.
2.5.2 Klasifikasi Utang Luar Negeri
Bentuk-bentuk utang luar negeri dapat dibedakan atas: 1. Pinjaman/Kredit Bilateral/Multilateral
a. Pinjaman/Kredit Bilateral: misalnya bantuan/kredit yang diperoleh dari negara CGI.
b. Pinjaman/Kredit Multilateral: misalnya bantuan/kredit dari peserta IBRD, IDA, UNDP, ADB, dan lain-lain. Jangka waktu dan syarat pengembalian bantuan/kredit bilateral/multilateral adalah berdasarkan perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pihak-pihak yang memberikan bantuan/kredit.
2. Pinjaman/Bantuan menurut kategori ekonomi, barang/jasa
a. Bantuan Program: yaitu berupa pangan, misalnya dalam rangka PL 480 atau dalam bentuk devisa kredit.
b. Bantuan Proyek: yaitu bantuan yang diperoleh untuk pembiayaan dan pengadaan barang/jasa pada proyek-proyek pembangunan.
c. Bantuan Teknik: yaitu berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri atau tenaga-tenaga Indonesia yang dilatih diluar negeri.
2.5.3 Negara dan Lembaga Donor Utama Indonesia
Kebijakan utang luar negeri tidak hanya tergantung pada kebijakan negara peminjam dalam mengelola utang luar negeri tetapi hingga tingkat tertentu juga dipengaruhi ole kebijakan dari pihak pemberi. Pemberian utang luar negeri secara ketat akan membuat ketergantungan kepada negara atau lembaga pendonor rendah atau tingkat efektivitas penggunaannya tinggi. Adapun negara-negara atau lembaga pendonor utama Indonesia (Tulus, 2008:269) antara lain :
1. Lembaga-Lembaga Donor
a. Internasional Bank of Reconstruction and Development (IBRD)
Awal berdirinya IBRD (Bank Dunia) hingga sekarang memiliki fokus pemberian utang untuk memerangi kemiskinan di dunia. Untuk mencapai tujuan ini, IBRD memberi bantuan atau pinjaman kepada banyak negara termasuk Indonesia. Indonesia menggunakan dana IBRD untuk mendanai aspek-aspek pembangunan diantaranya pendidikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), infrastruktur dan fasilitas transportasi serta komunikasi, pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan dan banyak lainnya.
b. Asian Development Bank
Fungsi awal ADB adalah sebagai pemberi pinjaman proyek yang mendukung investasi negara berkembang anggota ADB di sektor pertanian, industri, dan infrastruktur. Namun sejak pertengahan 1980-an ADB juga telah mendukung reformasi kelembaga1980-an d1980-an kebijak1980-an yang lebih luas berupa pinjaman proyek dan pinjaman program.
c. Japan Bank for Internasional Cooperation (JBIC)
Pinjaman lunak yang diberikan oleh pemerintah Jepang ke negara berkembang termasuk Indonesia disalurkan dalam kerangka Official
Development Assistance (ODA), yang disalurkan lewat JBIC. Asia
Tenggara merupakan wilayah perhatian khusus ODA dengan jumlah hampir 60% dari bantuan bilateral Jepang ke negara berkembang berupa pengembangan SDM dan pembangunan infrastruktur sosial and ekonomi.
2. Negara-Negara Donor a. Pemerintah Jepang
Berbeda dengan prioritas ODA secara umum, untuk pemerintah Indonesia, pemerintah Jepang memprioritaskan pendanaan oleh pinjaman yen pada pembangunan infrastuktur ekonomi untuk menciptakan iklim investasi yang nyaman dan didukung oleh reformasi pada setiap sektor, dua diantaranya adalah tenaga listrik dan transportasi.
b. Pemerintah Jerman
Pemerintah Federal Jerman menyalurkan bantuan atau pinjaman luar negerinya ke negara berkembang seperti Indonesia melalui
German Technical Cooperation (GTZ) dengan tujuan mendukung
pelaksanaan proyek-proyek kerja sama teknik yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi.
Pinjaman luar negeri pemerintah Perancis disalurkan lewat France
Protocol Loan yang membiayai proyek-proyek di 16 negara
berkembang termasuk Indonesia. Sejak tahun1960-an hingga tahun1995 Indonesia penerima kedua terbesar yaitu US$ 150 juta namun pada masa krisis ekonomi hingga tahun 2001 pinjaman dari pemerintah Perancis terhenti akibat situasi politik yang tidak menentu di Indonesia.
d. Pemerintah Korea Selatan
Seperti pemerintah Jepang, pemerintah Korea Selatan juga memberikan pinjaman kepada Indonesia dalam kerangka ODA yang disalurkan melalui the Economic Development Cooperation Fund (EDCF) yang dibentuk pada tahun 1987. Bantuan yang diberikan terutama untuk pembangunan industry dan stabilitas ekonomi di negara-negara peminjam.
2.5.4 Pertumbuhan Utang Luar Negeri Indonesia
Menurut Tulus T. H. Tambunan, masalah utang luar negeri Indonesia tidak lagi menjadi hal baru. Hal ini dikarenakan Indonesia sudah memiliki utang luar negeri bahkan sejak masa penjajahan Belanda. Namun utang luar negeri muncul sebagai masalah serius setelah terjadi transfer negatif bersih pada pertengahan dekade 80-an, yakni utang baru yang diterima lebih kecil daripada cicilan pokok dan bunga yang harus dibayar setiap tahunnya. Utang luar negeri yang baru sama sekali tidak bisa digunakan sesuai tujuannya selain untuk membayar sebagian cicilan pokok dan bunganya.
Utang luar negeri pemerintah Indonesia pada tahun 1950 sebesar US$ 7,8 miliar yaitu berupa warisan utang pada masa pemerintahan Hindia Belanda sebesar US$ 4 miliar dan utang baru US$ 3,8 miliar. Kondisi ini disebabkan sektor swasta yang belum berkembang sehingga pemerintah hanya memiliki utang luar negeri saja.
Pada masa pemerintahan Soekarno jumlah keseluruhan utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 6,3 miliar, jumlah tersebut merupakan kumulatif dari utang luar negeri masa penjajahan sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh dua hal pendorong utama yaitu:
1. Pemerintahan Orde Baru pada saat itu menganggap utang luar negri sebagai salah satu langkah tepat untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan melalui pembangunan yang sebagian besar dibiayai oleh utang luar negeri.
2. Pada masa pemerintahan Orde Baru banyak perusahaan swasta yang melakukan peminjaman dana dari luar negeri selain pemerintah.
Pertumbuhan negatif utang luar negeri Indonesia baru terjadi tahun 1999 yakni 0,2% pemicunya adalah sejak terjadinya krisis ekonomi tahun1998. Pada saat itu perekonomian Indonesia mencapai titik terburuk. Para konglomerat di zaman Orde Baru dituduh sebagai salah satu penyebab jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat itu.
2.6 Peranan Utang Luar Negeri Dalam APBN
Utang merupakan salah satu alternatif yang dipilih sebagai sumber pembiayaan karena adanya kebutuhan yang perlu diselesaiakan segera. Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utang luar negeri dimaksudkan sebagai penerimaan pembangunan yang berasal dari pinjaman program dan pinjaman proyek. Dana luar negeri yang diperoleh kemudian digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan di berbagai sektor kehidupan negara.
Dapat dikatakan bahwa utang luar negeri pemerintah Indonesia hanya berfungsi sebagai pelengkap dalam pengeluaran pembangunan maupun total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun semua utang luar negeri pemerintah tetap dan terus saja semakin besar setiap tahunnya pada masa lalu sejak Pelita I hingga Pelita VI.
Selain dari sisi pengeluaran, dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan negara sebagai aspek terpenting dalam pembentukkan tabungan pemerintah. Apabila pemerintah mampu membiayai pembangunan dari tabungan pemerintah yang tersedia yaitu sisa dari penerimaan dalam negeri setelah dikurangi pengeluaran pembanguan, maka Indonesia tidak lagi memerlukan utang dari luar negeri. Namun kenyataannya tabungan pemerintah tidak mampu untuk membiayai semua kegiatan pembangunan, untuk itu pemerintah harus mengusahakan kekurangan dari sumber lain salah satunya dengan fasilitas utang luar negeri yang berperan hanya sebagai pelengkap.
Namun peran pelengkap ini semakin mengkhawatirkan karena adanya beberapa rintangan dan pembatasan. Batasan umum adalah mengenai kapasitas
negara peminjam tersebut untuk membayar kembali pinjaman dan bunganya di masa yang akan datang. Di negara-negara berkembang oleh karana lambannya pertumbuhan ekspor dan penerimaan devisa yang dapat dipakai untuk mambayar kembali utang beserta bunganya, pemerintah harus menyusun anggaran yang lebih rasional dan bertanggung jawab agar polemik utang luar negeri tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
2.7 Hubungan APBN terhadap Pembayaran Cicilan Utang Luar Negeri Pembayaran cicilan utang luar negeri beserta bunganya atas pinjaman luar negeri merupakan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memberatkan tahun-tahun fiskal mendatang, karena semakin besarnya jumlah pinjaman luar negeri setiap tahunnya dan semakin berakumulasi.
Sampai sekarang kemungkinan untuk menghentikan pinjaman luar negeri dalam pemeliharaan daya gerak pembangunan belum terlihat pasti. Pinjaman yang diperoleh Indonesia masih berperan dominan dalam beberapa hal dan sepanjang anggaran masih tetap defisit bila tanpa bantuan dari luar negeri.
Semakin besar jumlah pengeluaran pembangunan yang harus dipenuhi oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka penyediaan dana untuk pengeluaran rutin akan semakin membengkak. Pembengkakan yang terjadi salah satunya berupa pembayaran bunga utang beserta cicilan pokok utang luar negeri. Sedangkan jumlah bunga utang luar negeri yang harus dibayar pemerintah cenderung lebih besar dari cicilan pokok utang itu sendiri, bahkan penyediaan dana untuk kewajiban utang luar negeri termasuk komponen terbesar dalam anggaran. Keseluruhan hal tersebut akan semakin
memperberat pengeluaran rutin pemerintah. Sehingga pemerintah harus memperkuat komponen lainnya seperti penerimaan dalam negeri dan mengefisiensikan jumlah pengeluaran rutin, agar jumlah kewajiban utang tidak perlu diperberat melalui pembentukan utang yang baru.
Anggaran yang semakin ketergantungan akan kemampuan utang luar negeri akan semakin mempersulit perekonomian negara yang bersangkutan untuk memulihkan pembangunan.