PROPOSAL KERJA PRAKTIK
PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH ”X”
MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003
Oleh
ALMAS GEDIANA
H1E012020
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN MIPA
PRODI FISIKA
PURWOKERTO
PROPOSAL KERJA PRAKTIK
PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH ”X”
MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003
Oleh
ALMAS GEDIANA
H1E012020
Diterima dan disetujui pada tanggal...
Dosen Pembimbing Kerja Praktik Pembimbing Teknis
Mengetahui, Ketua Jurusan
Bilalodin, S.Si, M.Si NIP. 19680112 199512 1 001
I. JUDUL
Pengolahan Data Seismik 2D Marine Daerah ”X” Menggunakan Software Promax 2003
II.
PENDAHULUAN
Eksplorasi dengan menggunakan metode seismik sangat popular di industri perminyakan. dengan data interpretasi seismik maka kita dapat mencitrakan kondisi geologi bawah permukaan bumi. Metoda seismik akan memberikan gambaran yang cukup baik tentang bawah permukaan bila tiga hal pokok yang menjadi tahapan dalam metoda ini dilakukan dengan baik. Tahapan ini tersebut adalah acqusition, processing, dan interpretation. Dari ketiga tahapan ini, tahap processing merupakan tahap yang sangat berpengaruh. Untuk processing dilakukan koreksi untuk mendapatkan penampang seismik dengan S/N (signal to noise ratio) yang tinggi tanpa mengubah bentuk kenampakan refleksi dengan kata lain meredam noise dan memperkuat sinyal.
Ada beberapa koreksi yang dapat digunakan untuk mengolah data seismik, salah satunya adalah koreksi migrasi. Migrasi bertujuan untuk mengembalikan titik reflector (pemantul) pada kondisi sebenarnya. Migrasi sendiri dapat dilakukan dengan cara sebelum stack (pre-stack migration) dan sesudah stack (post-stack migration). Migrasi sebelum stack jarang dilakukan karena banyak memakan waktu, sedangkan migrasi setelah stack sudah biasa dilakukan. Keunggulan dengan melakukan migrasi sebelum stack adalah proses migrasi dilakukan pada masing-masing titik tembak sehingga meningkatkan S/N dari data. Dengan menggunakan metode migrasi pada data seismik akan didapatkan gambar bawah permukaan dengan citra gambar yang lebih baik.
PSTM merupakan teknik migrasi data seismik yang diterapkan sebelum proses stacking. Dibandingkan dengan Post Stack Time Migration, Pre Stack Time Migration memberikan hasil yang lebih baik terutama untuk didalam pencitraan
struktur yang cukup kompleks seperti conflicting dips structure dan pengurangan energi dari titik refleksi akibat side swipe.
III. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan gelombang seismic ?
2. Apa yang dimaksud dengan migrasi pada pengolahan data seismik ? 3. Bagaimanakah proses untuk mengolah data seismic menggunakan analisa
PSTM ?
IV. TUJUAN PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK
Tujuan Umum
Tujuan umum dari Kerja Praktik ini adalah sebagai berikut :
1. Menjalin kerjasama yang baik antara Universitas Jenderal Soedirman dengan Elnusa.Tbk
2. Mengaplikasikan teori yang didapat di universitas dengan praktek di laboratorium tempat pelaksanaan kerja praktek.
3. Meningkatkan, serta memantapkan ketrampilan yang dapat membentuk kemampuan sebagai bekal untuk memasuki lapangan kerja di kemudian hari.
4. Meningkatkan wawasan mahasiswa pada aspek-aspek yang potensial dalam dunia kerja, antara lain struktur organisasi, disiplin lingkungan, dan sistem kerja.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus Kerja Praktik ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pengolahan data seismik 2d land menggunakan analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM).
V. KEGUNAAN
1. Memperoleh pengalaman kerja sebelum benar-benar terjun di dunia industri, sehingga dapat berbekal pengalaman ini setelah nanti terjun di dunia industri.
2. Menambah relasi untuk melakukan penelitian. 3. Mengetahui proses pengolahan data seismic 2D.
4. Mengetahui prinsip – prinsip dari analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM).
VI.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gelombang seismik
Gelombang merupakan getaran yang merambat dalam suatu medium. Medium disini yang dimaksudkan adalah bumi. Sehingga gelombang ini dinamakan gelombang seismik.
Energi yang merambat dan menjalar ke segala arah akan dipantulkan atau dibiaskan pada suatu batas lapisan dimana batas lapisan tersebut merupakan batas antara dua lapisan yang mempunyai impedansi akustik yang berbeda cukup signifikan. Nilai – nilai impedansi akustik tersebut adalah kecepatan rambat gelombang pada suatu perlapisan dikalikan dengan massa jenis masing - masing perlapisan batuan tersebut. Hubungan antara kecepatan rambat gelombang dengan massa jenis batuan dapat dinyatakan dengan sebagai Koefisien Refleksi (R) dan Koefisien Transmisi (T). Persamaannya adalah sebagai berikut :
dan (2. 1) Dimana : R = Koefisien Refleksi T = Koefisien Transmisi ρ = Massa Jenis (kg/m3)
v = Kecepatan rambat gelombang (m/s) ρ.v = Impedansi akustik (kg/m2
s)
Sebagian energy tersebut akan diterima oleh serangkaian detector (geophone/hydrophone) yang kemudian direkam dalam suatu magbnetic tape. Parameter yang direkam adalah waktu perambatan gelombang seismic dari sumber menuju detektor.
Dalam seismic, kita juga sering mendengar istilah wavelet. Wavelet adalah tubuh gelombang dari gelombang yang menjadi sumber dalam eksplorasi seismic refleksi. Ada dua properti penting dalam sebuah wavelet, yaitu polaritas dan fasa.
Terdapat dua jenis polaritas dalam wavelet, yaitu polaritas normal (normal polarity) dan terbalik (reverse polarity). Pada polaritas normal, kenaikan impedansi akustik akan digambarkan sebagai lembah (trough) pada trace seismic, sedangkan pada polaritas terbalik, kenaikan impedansi akustik akan digambarkan sebagai dengan puncak (peak) pada trace seismic (berdasarkan konvensi SEG,Yilmaz,O.1990).
Ada dua jenis fasa dalam wavelet yang paling banyak dipakai di pengolahan data seismic dan interprestasi, yaitu fasa minimum (minimum phase) dan fasa nol (zero phase). Wavelet fasa nol memiliki amplitudo maksimum pada waktu sama dengan nol dan berimpit dengan spike refleksi. Sedangkan fasa minimum memiliki amplitude maksimum pada waktu minimum.
2.2 Pemantulan dan Pembiasan Gelombang
Pemantulan dan pembiasan gelombang pada saat mencapai bidang batas antar lapisan yang berbeda sifat fisikanya, memenuhi tiga hukum penjalaran gelombang yang dinyatakan dengan istilah sinar. Hukum penjalaran gelombang tersebut sebagai berikut :
1. Hukum penjalaran lurus
Sinar dalam medium homogen menjalar mengikuti garis lurus. 2. Hukum pemantulan
Pada bidang batas antara dua medium homogeny dan isotropis yang berbeda, sebagian sinar dipantulkan dan pantulannya berada pada bidang datang yang dibuat oleh garis sinar datang dan garis normal terhadap permukaan pantul. Sudut pantul yang dihasilkan sama dengan sudut datang.
3. Hukum pembiasan
Pada permukaan antara dua medium yang mempunyai sifat berbeda, sebagian sinar dibiaskan ke medium kedua. Sinar bias tersebut berada pada bidang datang dan membuat sudut dengan garis normal yang mengikuti Snellius.
2.3 Common Depth Point (CDP)
CDP adalah bidang refleksi horizontal yang merupakan kumpulan titik – titik yang menjadi titik pantul oleh beberapa sinyal gelombang seismic saat dilakukan perekaman. Tetapi pada umumnya keadaan bidang refleksi tidak horizontal melainkan memiliki sudut kemiringan tertentu akan membentuk kemiringan sehingga pasangan titik tembak dan detector penerima tidaklah sama (titik tengah antara sumber dan detector di bawah permukaan bumi), maka titik pantul tersebut lebih tepat dinyatakan sebagai Common Mid Points (CMPs). Posisi CMP akan sama dengan CDP apabila lapisan struktur bawah permukaan mempunyai sudut kemiringan.
2.4 Konsep Dasar Migrasi
Migrasi dilakukan pada pengolahan data seismic dengan tujuan untuk dapat memindahkan posisi pemantul semu (hasil rekaman) ke posisi pemantul yang sebenarnya (pemantul geologi) dan mengumpulkan titik difraksi ke puncak kurva difraksi yang diakibatkan oleh sesar, kubah garam, pembajian, dan lain – lain (Yilmaz,1987).
Apabila terdapat suatu reflector miring pada penampang seismic yang berkoordinat kedalaman, maka posisi sesungguhnya dari reflector tersebut tidaklah berada di tempat itu. Karena penggambaran penampang seismic tersebut menggunakan asumsi atau rumus perambatan gelombang Snelius pada bidang datar. Perpindahan posisi pemantul pada data hasil perekaman dapat disebabkan oleh pemantul miring dan patahan. Perpindahan ini erat kaitannya dengan kesalahan anggapan yang diambil pada proses pemantulan (gambar 2.1). pada penampang seismic dengan offset nol (zero offset seismic section), gelombang yang diterima oleh penerima dianggap sebagai penggambaran bentuk lapisan tepat dibawah sumbeh (source) dan penerima (geophone).
2.5 Prinsip Migrasi Secara Geometri
Proses migrasi secara geometri adalah melakukan pendistribusian semua kemungkinan titik pemantul dengan jarak tertentu dari titik offsed nol (zero offsed) (Berkout. Aj, 1984).
Secara geografis proses migrasi untuk model bidang miring dengan kecepatan tunggal dapat didekati dengan menggunakan persamaan hubungan kemiringan yaitu :
(2. 2)
Pada gambar dibawah ini, nilai dari tan θ pada persamaan (2.1) menunjukkan besarnya kecepatan langsung, karena proses migrasi berada dalam domain offset terhadap waktu. Sehingga untuk memindahkan reflector dari kondisi perekaman ke kondisi migrasi, nilai dari tan θ merupakan nilai kecepatan yang dibutuhkan.
2.6 Analisa Kecepatan
Didalam geofisika kata kecepatan mempunyai banyak arti, paling tidak mempunyai tujuh pengertian yang berbeda, yaitu (Sismanto, 1996) :
a. Kecepatan sesaat v , adalah laju gelombang yang merambat melalui satu titik dan diukur pada arah rambatan gelombang ditulis sebagai
(2. 3)
b. Kecepatan interval vi, adalah laju rata – rata antara dua titik yang diukur
tegak terhadap kecepatan lapisan yang dianggap sejajar, ditulis sebagai
(2. 4)
c. Kecepatan rata – rata v, adalah perbandingan jarak vertical (∆zf) terhadap waktu perambatan gelombang (∆tf) yang menjalar dari sumber ke kedalaman tersebut, ditulis sebagai
∑ ∑
∑ ∑
(2. 5)
Dimana dalam ∆zf adalah perubahan jarak vertical yang menjalar dari
sumber ke kedalam.
d. Kecepatan semu vA, adalah kecepatan yang teramati disepanjang
bentangan rekaman, sebagai contoh pada lapisan miring dengan sudut kemiringan (ϕ), ditulis sebagai
( )
(2. 6)
Dimana θc adalah sudut kritis, dan v1 adalah kecepatan sebenarnya dari
e. Kecepatan RMS, adalah kecepatan total dari sistem perlapisan horizontal dalam bentuk akar kuadrat pukul rata. Apabila waktu rambat vertical ∆t1,
∆t2, … , ∆tn dan kecepatan masing – masing lapisan v1, v2, …. , vn maka
kecepatan rms-nya untuk n lapisan adalah
√
∑ ∑
(2. 7)
f. Kecepatan stacking (stacking velocity atau vNMO), adalah nilai kecepatan
empiris yang memenuhi dengan tepat hubungan antara Tx dengan T0 pada
persamaan NMO,
(
)
(2. 8)
Secara umum kecepatan NMO sama dengan kecepatan stacking untuk lapisan horizontal. (Yilmaz, 1987)
Dalam suatu reflector yang miring, besarnya kecepatan stacking adalah besar kecepatan NMO dibagi dengan cosines sudut kemiringan lapisan yang bersangkutan.
g. Kecepatan migrasi, adalah nilai atau besarnya kecepatan yang memberikan hasil terbaik ketika digunakan dalam perhitungan migrasi.
Bisa didapat dari besarnya NMO ataupun DMO, baik sebelum maupun sesudah stack, dalam domain waktu ataupun kedalaman.
Analisa kecepatan penting untuk diketahui karena dengan analisa kecepatan akan diperoleh nilai kecepatan yang cukup akurat untuk menentukan kedalaman, ketebalan, kemiringan (dip) dari suatu reflector atau refraktor.
VII. METODOLOGI
Data seismic yang digunakan dalam penelitian berbentuk data refleksi 2D yang terdiri dari1692 CDP dengan kedalaman 6000 m. Data tersebut telah mengalami proses tahap awal (pre – processing) dan ketika dmasukkan dalam perangkat lunak sudah dalam bentuk CMP gather.
VIII. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja Praktek ini dilaksanakan pada :
Waktu : 1 Februari – 30 Februari 2015 Tempat : PT. Elnusa Tbk.
Jl.T.B. Simatupang Kav. 1B Jakarta, Indonesia
IX. RENCANA KEGIATAN KERJA PRAKTIK
Tahapan-tahapan kegiatan kerja praktik dan waktu pelaksanaannya adalah sebagai berikut : Kegiatan Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Pelaksanaan KP X X X X X 2. Pembuatan Laporan KP X X X X
X. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Agus.2007.EnsiklopediSeismikOnline.
(http//: ensikolpediseismik.blogspot.com). Diakses tanggal akses : 4 september 2014 pukul 19.40
Djoko Sunarjanto,dkk.,2007, PEMUTAKHIRAN CEKUNGAN SEDIMEN TERSIER INDONESIA, Laporan Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi, Jakarta, 2007 (tidak dipublikasikan).
Russell, B, H., 1991, Introduction to Seismic Inversion Methods, third edition, Volume 2 SN, Domenico, Editor Course Notes Series.
Sismanto. 1999. Modul: 3, Interpretasi Data Seismik. Geofisika FMIPA UGM.Jogjakarta Sukmono Sigit, 2001, Karakterisasi Reservoar Seismik, Laboraturium Teknik Geofisika ITB:
Bandung.
Tarner, M.T., Koehler, F., dan Sheriff, R.E., 1979, Complex Seismic Trace Analysis, Geophysics, Vol. 44 No. 6, 1041–1063.
Sukmono Sigit, 2009 Seismic Atribut Analysis, Laboratory of Reservoir Geophysics: Bandung., Advance