• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guide Book Ekskursi Geologi Regional 2018 Ciletuh Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Guide Book Ekskursi Geologi Regional 2018 Ciletuh Sukabumi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

EKSKURSI REGIONAL TAHUN 2018

EKSKURSI REGIONAL TAHUN 2018

“..Memahami Bumi

“..Memahami Bumi

Mengayuh sampai Ciletuh..”

Mengayuh sampai Ciletuh..”

Bandung - Sukabumi;

Bandung - Sukabumi;

12-14 Oktober 2018

12-14 Oktober 2018

PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS TEKNIK

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGIGEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

BANDUNG

Ilustrasi penyebaran

(2)

Halaman: Halaman: 1.

1. Daftar Daftar Isi Isi ... ... 11 2.

2. Tata Tata TertiTertib b ………...……… ………...……… 22 3.

3. PendahPendahuluan uluan ………...……….. ………...……….. 22 4.

4. Jadwal Jadwal Kegiatan Kegiatan ………...………. ………...………. 33 5.

5. FisiogrFisiografi afi Jawa Jawa Barat Barat ………...……… ………...……… 55 6.

6. Stratigrafi Stratigrafi Regional Regional ... ... 77 7.

7. Struktur Struktur Geologi Geologi Regional Regional …………..………..……… ………… 1212 8.

8. Pengamatan Pengamatan ………...……… ………...……… 1313 a.

a. Stop Stop site site 1 1 ………...………. ………...………. 1313  b.

 b. Stop site 2 Stop site 2 ………...………...……….. ……….. 1414 c.

c. Stop Stop site site 3 3 ………...……….. ………...……….. 1414 d.

d. Stop Stop site site 4 4 ………...……….. ………...……….. 1515 e.

e. Stop Stop site site 5 5 ………...……….. ………...……….. 1616 f.

f. Stop Stop site site 6 6 ………...……….. ………...……….. 1717 g.

g. Stop Stop site site 7 7 ………...……….. ………...……….. 1717 h.

h. Stop Stop site site 8 8 ………....………... ………....………... 1818 i.

i. Stop Stop site site 9 9 ………...……… ………...……… 1818  j.

 j. Stop site 10 Stop site 10 ……… ……… 1919 9.

9. Referensi Referensi ... ... 2020 10.

10. Dosen Dosen dan dan pendampipendamping…...ng…...……….………. ...……….………. 2121 11.

11. Peserta Peserta Ekskursi Ekskursi ……...……...……...……….. ….. 2222 12.

12. Dosen Dosen dan dan Mahasiswa Mahasiswa Pasca Pasca Peserta Peserta Ekskursi Ekskursi ... ... 2323 Sponsorship

(3)

2. Tata tertib

Hal-hal yang harus dipedomani dan menjadi perhatian bagi seluruh peserta Ekskursi Regional Pasca Sarjana Fakultas Teknik Geologi UNPAD ini adalah:

a. Menjaga nama baik almamater,

 b. Mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, c. Menjaga ketertiban selama kegiatan, d. Menjaga kebersihan selama kegiatan

e. Di lapangan dilarang: mengambil sesuatu kecuali gambar dan meninggalkan sesuatu kecuali jejak kaki

3. Pendahuluan

Ekskursi Regional merupakan salah satu kuliah wajib bagi mahasiswa yang Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung. Kegiatan Ekskursi Regional kali ini merupakan mahasiswa Pasca Sarjana Angkatan 2017 dengan tema: "

untuk mengenal dan mempelajari sebagian objek geologi yang ada di Zona Bandung, Cekungan Bogor dan Tinggian Bayah. Beberapa objek pengamatan dan pengenalan Ekskursi Regional kali ini meliputi Formasi Ciletuh, Formasi Bayah, Formasi Rajamandala, Formasi Batuasih, Formasi Jampang, Formasi Cimandiri, Formasi Walat, Formasi Bantargadung, Formasi Cibulakan, Formasi Parigi, termasuk Komplek Melange di Ciletuh.

Beberapa fenomena-fenomena geologi akan dikunjungi dan diamati di kegiatan Ekskursi Regional ini. Fenomena geologi yang diamati diantaranya aspek sedimentologi, stratigrafi, struktur geologi, lingkungan pengendapan masing-masing satuan batuan (formasi), hubungan satu formasi dengan formasi lainnya. Selain itu, pengamatan dan pengenalan aspek geologi lingkungan, panas bumi dan geologi ekonomi juga akan dilakukan.

Kegiatan ekskursi regional ini dengan tema: "

dapat terselenggara karena dukungan berbagai fihak. Peran serta mahasiswa Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Juga fihak Rektorat Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi beserta seluruh jajaran dan Sponsorship.

Memahami Bumi....

Mengayuh Sampai Ciletuh

". Tujuan kegiatan Ekskursi Regional ini adalah

Memahami Bumi....

Mengayuh Sampai Ciletuh

"

(4)

4. Jadwal Kegiatan

Rencana kegiatan dan perjalanan Ekskursi Regional Pasca Sarjana Fakultas Teknik Geologi UNPAD Tahun 2018 untuk "

Jumat, 12 Oktober 201

Waktu

8

Uraian Kegiatan

07.00 : Kumpul peserta kuliah lapangan di Kampus Pascasarjana DU 07.00 – 09.30 : Perjalanan ke lapangan Citatah (Stop Site 1)

09.30 – 11.30 : Perjalanan menuju Sukabumi 11.30 – 13.00 : Ishoma : makan siang – sholat

13.00 – 15.00 : Gunung Walat Sukabumi (Stop Site 2) 15.00 – 15.30 : Fm. Bantargadung (Stop Site 3)

15.30 – 17.00 : Menuju Cisolok / Palabuhanratu Sukabumi 18.00 – 19.00 : Ishoma 20.00 – 21.30 : Diskusi 21.30 - : Istirahat Sabtu – 13 Oktober 201 Waktu 8 Uraian Kegiatan

07.00 - 09.00 : Sarapan + Perjalanan ke lapangan

09.00 - 12.00 : Briefing + kuliah lapangan fenomena geologi di airpanas Cisolok (Stop Site 4)

: Briefing + kuliah lapangan bentang alam, batuan dan struktur geologi di Puncak Darma (Stop Site 5)

12.00 – 14.00 : Briefing + kuliah lapangan batuan dan struktur geologi Air terjun Cimarinjung, dan Makan siang (Stop Site 6)

14.00 – 15.00 Kuliah lapangan Amphiteater Panenjoan (Stop Site 7) 15.00 – 16.00 : Bakti sosial

Memahami Bumi....

Mengayuh Sampai Ciletuh

" disusun sebagai berikut:

(5)

16.00 – 18.00 : Ciletuh Geopark Festival 18.00 – 19.00 : Ishoma 20.00 – 22.00 : Diskusi 22.00 - : Istirahat Minggu – 14 Oktober 201 Waktu 8 Uraian Kegiatan 06.00 - 07.00 : Sarapan 07.00 - 08.00 : Perjalanan ke lapangan

08.00 - 08.30 : Ujung Sodong Cikepuh (Stop Site 8)

08.30 - 11.00 : Briefing + kuliah lapangan fenomena geomorfologi di Ciletuh Melange (volk, peridotit metamorf, gabro, plagiogranit,  pillow lava, Fm. Ciletuh) (Stop Site 9)

11.30 – 13.00 Briefing + kuliah lapangan bentang alam, batuan dan struktur geologi Ofiolit di Pulau Kunti (Stop Site 10)

13.00 – 14.00 : Istirahat + sholat + makan siang + Penutupan kegiatan 14.00 – 20.00 : Perjalanan ke Bandung

(6)

5.

Fisiografi Jawa Barat

Berdasarkan karakter sedimen dan tektoniknya, Martodjojo (1984) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat blok, yaitu (Gbr.1):

Gambar 1. Fisiografi Jawa Bagian Barat (Martodjojo, 1984)

1. Blok Banten

Merupakan zona yang relatif stabil selama Tersier, ditandai dengan  berkembangnya endapan paparan dan endapan volkanik di bagian selatan. Batuan tertua pada blok ini berupa batupasir kuarsa konglomeratik berselingan dengan batulempung dengan sisipan tipis batubara. Kelompok ini dikenal sebagai Formasi Bayah yang berumur Eosen dengan pengendapan sistem delta. Secara tidak selaras ditutupi oleh Formasi Cicarucup yang terdiri atas volkanoklastik sisipan batugamping. Pada Oligosen Akhir blok ini mengalami masa transgresif   sehingga menyebabkan terbentuknya batugamping terumbu yang dikenal sebagai Formasi Cijengkol. Pada saat regresif  diendapkan batuan volkaniklastik yang dikenal sebagai Formasi Citarate (N4) yang secara tidak selaras ditutupi oleh endapan Formasi Cimapag (N5-N6). Pada Miosen Awal (N8) Formasi Sarewah yang berupa batugamping diendapkan pada lingkungan

neritik . Terakhir diendapkan batupasir gampingan dari Formasi Baduy (N10) dan batupasir tufaan dari Formasi Cimanceuri pada lingkungan fluviatil.

(7)

 2. Blok Bogor

Dicirikan oleh endapan turbidit yang terbentuk pada Miosen Awal dengan  pola progradasi yang semakin muda ke arah utara. Hal ini diperkirakan  berkaitan dengan mekanisme tektonik berupa sesar anjakan pada zona back-arc basin. Stratigrafi Blok Bogor diawali oleh Formasi Citarum (N4-N8), Formasi Saguling (N9-N13), Formasi Cinambo (N14-N17), Formasi Cantayan (N17-N18) dan Formasi Bantarujeg (N19). Formasi Cinambo yang memiliki stratotipe di daerah Cadangampar, Sumedang, khususnya di Sungai Cinambo anak Sungai Cimanuk. Formasi Cinambo ini sinonim dengan Cimanuk series (Koolhoven, 1936 dalam Djuhaeni dan Martodjojo, 1989), Upper Pemali Beds

(Bemmelen, 1949), dan Halang Beds (Marks, 1957).

 3. Blok Pengunungan Selatan

Kelompok melange yang berumur Kapur Akhir-Eosen dan terdiri atas  basalt, gabro, serpentinit, serta batuan metamorfik merupakan batuan tertua  pada blok ini. Secara tidak selaras pada regresif   diendapkan fasies turbidit ( flysch) berupa batupasir kuarsa yang berumur Eosen yang dikenal sebagai Formasi Ciletuh/Formasi Bayah. Pada Awal Miosen (N5) diendapkan Formasi Rajamandala yang menjemari dengan breksi volkanik dari Formasi Jampang. Facies breksi dan lava dari Formasi Jampang secara lateral berubah kearah cekungan menjadi endapan volkaniklastik turbidit dari Formasi Citarum dan Formasi Saguling. Pada Miosen Tengah, pegunungan selatan merupakan daratan, berlanjut dengan fase transgresif   yang mengendapkan batugamping Formasi Bojonglopang. Selanjutnya pada saat regresif   diendapkan  batulempung yang kaya akan moluska dan breksi volkanik Formasi Beser  pada Miosen Tengah. Pada Pliosen diendapkan batupasir tufaan dari Formasi

Bentang.

 4. Blok Jakarta-Cirebon

Blok ini merupakan paparan yang dialasi oleh basement pra-Tersier berupa sekis-gneiss (213-125My), granit (87-53 My) dan endapan terestrial volkanik Formasi Jatibarang. Diatasnya diendapkan sedimen tipe paparan mulai dari  batupasir kuarsa sistim fluviatil dari Formasi Talangakar, Batugamping

Formasi Baturaja, batupasir glaukonit Formasi Cibulakan, Batugamping Formasi Parigi, batulempung Formasi Cisubuh dan Formasi Subang. Pada Pliosen-Pleistosen diendapkan batulempung yang mengandung moluska dan  batupasir glaukonit pada zona transisi dari Formasi Kaliwangu.

Daerah Gunung Badak-Ciletuh menurut pembagian fisiografi di atas, termasuk dalam Blok Pegunungan Selatan bagian barat. Ciletuh yang berada  pada ujung barat dari Plateau Jampang  memperlihatkan morfologi amphiteater, yang membentuk cekungan mirip sepatu kuda, terbuka ke arah

(8)

 barat-daya. Hal ini sangat jelas terlihat dari citra satelit, maupun morfologi lembah Teluk Ciletuh.

6.

Stratigrafi Regional

Martodjojo (1984) membagi daerah Jawa Barat menjadi 3 mandala sedimentasi yaitu Mandala Paparan Kontinen, Mandala Cekungan Bogor dan Mandala Banten. Stratigrafi Jawa Barat dapat dikelompokan dalam dua kategori umur, yaitu kelompok batuan yang berumur Pra-Tersier dan Tersier (Sukamto, 1975). Formasi yang ada di Jawa Barat dari bawah ke atas sebagai  berikut (Gbr 2):

Gambar 2. Urutan stratigrafi Cenozoic di Cekungan Jawa Barat dimodifikasi dari Sujanto and Sumantri (1977), Martodjojo (2003), Suyono et al. (2005) dalam Abdurrokhim (2017)

-

Basement Pra-Tersier (Melange)

Terdiri atas kerabat ofiolit (peridotit, gabro, basal), batuan metamorfik (serpentinit, sekis, filit, kuarsit), dan batuan sedimen (rijang, serpih hitam, graywacke, gamping). Seluruh batuan ini berupa bongkah-bongkah yang

(9)

tercampur secara tektonik (mélange) dalam matriks serpih tergerus. Umur Kelompok batuan ini adalah Pra-Eosen Tengah (Suhaeli dkk., 1977).

Batuan kelompok melange ini di kawasan Ciletuh tersingkap cukup  baik di daerah Gunung Badak dan sekitarnya, Gunung Beas, Pasir Luhur, Sungai Citisuk, Cikopo, Cikepuh dan Citireum. Singkapan lain juga dijumpai di sekitar Tegal Cicalung, Tegal Butak yang kesemuanya didominasi oleh batuan peridotit, gabro, lava basalt berstruktur bantal,  batulempung merah, filit, sekis dan graywacke (Thayib dkk, 1977).

Peridotit merupakan masif-masif besar dan kecil, batuan ultra basa terbentuk sebagai intrusi secara genetika saja, belum dapat diklasifikasikan apakah sill, dike atau bentuk lain. Pada batas tubuh masif ini sering terlihat  batuan yang hancur karena gesekan, biasanya merupakan punggungan  bukit kecil yang ditumbuhi rumput-rumput kecil, tidak terdapat alang-alang atau tanaman pohon besar. Jejak tektonik berupa penggerusan secara kuat yang ditandai oleh kekar-kekar yang membentuk jaring dan diisi oleh kuarsa atau kalsit, terutama pada gabro di kawasan Ujung Sodong, peridotit dan lava bantal di kawasan Gunung Badak.

-

Formasi Ciletuh

Formasi Ciletuh berupa endapan laut dalam, tepatnya pada lereng  bawah atau  pond deposit dengan litologi terdiri dari batulempung dan  batupasir kuarsa dengan sisipan breksi, kaya fragmen batuan metamorf dan  batuan beku ultrabasa. Formasi ini diperkirakan berumur Eosen Awal.

-

Formasi Bayah

Formasi Bayah mengandung batupasir kuarsa dan batulempung dengan sisipan batubara. Formasi Bayah berumur Eosen Tengah-Eosen Akhir dengan lingkungan pengendapan darat sampai laut dangkal menutupi secara selaras Formasi Ciletuh. Diperkirakan merupakan puncak  pendangkalan dari system akrasi di Pulau Jawa, dengan sebagian atau

mungkin seluruh Jawa merupakan daratan waktu itu.

-

Formasi Batuasih

Litologi Formasi Batuasih terdiri atas batuserpih karbonatan. Pada  beberapa horizon terdapat napal yang kaya foram plangton, bentos, dan  juga moluska. Bagian teratas dari Formasi Batuasih lebih bersifat karbonatan dan mengandung lensa-lensa batugamping kalkarenit. Formasi Batuasih secara tidak selaras di atas Formasi Bayah diendapkan pada Oligosen Akhir. Dari ciri batuannya disimpulkan bahwa lingkungan  pengendapannya adalah transisi sampai laut dangkal.

-

Formasi Rajamandala

Formasi Rajamandala diendapkan pada Oligosen Akhir sampai Awal Miosen. Terdiri dari dua anggota, yakni Anggota Batugamping Tagogapu

(10)

Anggota Batulempung-Napal-Batupasir Kuarsa. Bagian bawah formasi ini menjemari dengan Formasi Batuasih dan keduanya terletak tidak selaras di atas Formasi Bayah. Formasi ini didominasi oleh batugamping, kadang-kadang berkembang sebagai terumbu. Penyebaran dari satuan ini hanya terdapat pada jalur tertentu, memanjang dari Citarate di Bayah-Sukabumi, dan menerus ke Rajamandala, sehingga disimpulkan pada waktu Formasi Rajamandala diendapkan daerah poros Citarante-Sukabumi-Rajamandala merupakan pinggir dari suatu cekungan, berbatasan dengan daratan di selatan Ciletuh. Dari system terumbu yang ada menunjukkan arah laut terbuka ke utara.

-

Formasi Citarum

Formasi Citarum terletak secara selaras di atas Formasi Rajamandala dengan lokasi tipenya di Sungai Cinongnang, Pasir Guha Perbukitan Rajamandala. Formasi ini dicirikan oleh litologi bersifat tufaan terdiri  perselingan lanau, lempung lanau pasiran dengan pasir greywacke. Pasir

greywacke sering menunjukkan ciri lapisan bersusun. Bagian terbawah dari lapisan bersusun sering terdiri dari breksi polimik yang mengandung fragmen basalt, andesit dan batugamping. Perlapisan pada formasi ini umumnya sangat baik, hampir tidak pernah ditemukan gejala longsoran

(slumping), serta tidak ditemukan bentuk lapisan yang berpotongan. Umur Formasi Citarum adalah N4 - N7, di Sukabumi didapatkan data bahwa umurnya N8. Formasi Citarum ini dapat ditafsirkan sebagai suatu bagian luar dari sistem kipas laut dalam, dimana sebagai kipas bagian dalamnya adalah Formasi Jampang.

-

Formasi Jampang

Pada Miosen Awal di daerah selatan dari Cekungan Bogor diendapkan Formasi Jampang yang terdiri dari breksi dan tuf, sedangkan di utaranya diendapkan Formasi Citarum yang terdiri dari tuf dan batupasir greywacke. Kedua satuan ini merupakan satu sistem kipas laut dalam, Formasi Jampang adalah bagian dalam dan Formasi Citarum merupakan bagian luar.

-

Formasi Jatibarang

Formasi ini diendapkan pada fasies fluvial/non marine-marine, terutama dijumpai di bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara.

-

Formasi Saguling atau Formasi Jatiluhur

Formasi Saguling terdiri dari 3 sub-satuan utama. Ciri umumnya adalah  banyaknya sisipan breksi atau breksi konglomeratan yang berbeda dengan Formasi Citarum, dimana yang terakhir ini umumnya dicirikan oleh fragmen berukuran pasir. Sub-satuan terbawah dan sub-satuan teratas diawali breksi yang tebal (>25 m), makin ke atas breksi makin tipis. Breksi  bersifat polimik dengan fragmen andesit dan basalt yang amygdaloidal

(11)

tetap sebagai komponen utama, beberapa dijumpai fragmen gamping dan fragmen lempung berlapis. Pada bagian breksi ini, banyak dijumpai  perlapisan yang saling memotong, diartikan telah terjadinya erosi, sehingga dapat pula diperkirakan sebagai alur pada kipas laut dalam. Sub-satuan yang di tengah, juga sebagai Anggota Cibanteng Formasi Saguling, dicirikan oleh breksi lempung dan gamping. Breksi ini sering membentuk suatu lekuk (channel), tidak kurang ada 4 channel dengan ketebalan breksi longsoran mencapai 6 sampai 8 m, dan kemudian diikuti oleh lempung  berlapis. Kemiringan lempung pada lekuk ini berbeda dengan besar

kemiringan dari lempung berlapis yang tertoreh lekuk tersebut, Perbedaan kemiringan sekitar 10° antara keduanya ditemukan di lokasi Cibanteng (jalan Rajamandala - Saguling). Struktur longsoran, lempung sering didapatkan pada Anggota Cibanteng ini. Pada selingan lempung ditemukan foraminifera plangton yang menunjukkan umur N8 - N12. Dari ciri struktur dan tekstur batuan satuan ini diendapkan oleh mekanisme kipas laut dalam dimana sub-satuan di bawah dimulai oleh timbulnya suatu “suprafan” baru. Sub-satuan di tengah (Anggota Cibanteng) dapat ditafsirkan sebagai endapan bagian kipas atas ditandai oleh kacaunya sedimentasi yang terdiri dari breksi, gamping dan bongkah lempung akibat gerak longsoran. Sub-satuan breksi atas dapat ditafsirkan, sebagai kembalinya aktifitas kipas laut dalam di daerah ini, dengan dimulai oleh longsoran di daerah ini.

Formasi Jatiluhur yang setara dengan Formasi Saguling memiliki ketebalan lebih dari 1000 m. Formasi ini disusun oleh percampuran batuan sedimen silisiklastik dan batugamping, yang diendapkan pada lingkungan

slope–shelf system  (Abdurrokhim & Ito, 2013), yang diinterpretasikan sebagai hasil dari single relative sea level cycle. Umur batuan berkisar antara N12–N16 ( planktonic foraminiferal zones) dengan durasi waktu sekitar 3.7 juta tahun.

-

Formasi Cibulakan

Formasi ini tersusun atas perselingan antara serpih dengan batupasir dan  batugamping. Pada umumnya merupakan batugamping klastik dan terumbu

yang berkembang secara setempat-setempat.

-

Formasi Bantargadung

Formasi Bantargadung terdiri atas perselingan antara lempung dan pasir

greywacke yang cukup kaya akan kuarsa (30%) berumur N13 -N14. Struktur sedimen menunjukkan endapan aliran gravitasi. Sebaran formasi ini dari Lembah Cimandiri - Sukabumi sampai Purwakarta sesuai jalur Fisiografi Bogor.

-

Formasi Bojong Lopang

Formasi Bojonglopang tersusun atas batugamping yang diendapkan  pada laut dangkal seumur dengan Formasi Cimandiri. Formasi

(12)

Bojonglopang hanya tersebar di tepi baratlaut Pegunungan Jawa Barat Selatan, yang berbatasan dengan sedimen laut dalam (Formasi Bantargadung). Formasi Bojonglopang ini tidak selaras terhadap Formasi Jampang yang berada di bawahnya. Diperkirakan diendapkan pada laut dangkal dimana ia berbatasan dengan laut dalam dari Cekungan Bogor di utaranya pada umur N13 - N14

-

Formasi Cimandiri

Formasi Cimandiri hanya tersebar di tepi dari lereng utara dari Paparan Pegunungan Jawa Barat Selatan. Satuannya diendapkan di laut transisi  pada waktu N13 - N14, yakni umur Formasi Cimandiri, daerah selatan sudah menjadi laut dangkal. Daerah laut dangkal ini berbatasan dengan laut terbuka serta dalam di utara yakni Cekungan Bogor.

-

Formasi Parigi

Formasi Parigi terdiri dari batugamping klastik maupun batugamping terumbu. Pengendapan batugamping ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa Barat Utara dan pada umumnya berkembang sebagai batugamping terumbu. Menumpang secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas

-

Formasi Cigadung

Formasi Cigadung ini berumur N15 - N16 mengandung selingan breksi  jauh lebih kasar daripada Formasi Bantargadung yang ada di bawahnya. Breksi umum ditemukan sebagai sisipan, menipis ke atas. Fragmen gamping yang berukuran sampai 1 m sering pula ditemukan dalam breksi. Dari ciri batuan dan struktur sedimennya yang diendapkan sebagai endapan turbidit. Asal dari endapan adalah dari daerah Tinggian Jampang dan pada fragmen gamping mengandung fosil sama dengan Formasi Bojonglopang.

-

Formasi Cantayan

Formasi Cantayan adalah satuan termuda di Cekungan Bogor dimana satu umur dengan Formasi Cigadung, kedua mempunyai ciri yang hampir sama. Formasi Cantayan mengandung lebih sedikit breksi, serta kandungan  pasir kwarsa sudah mulai banyak. Dari ciri batuan dan strukturnya Formasi Cantayan merupakan endapan turbidit berasal dari selatan, sedangkan atasnya merupakan suatu endapan yang ditafsirkan dari utara.

-

Formasi Subang

Formasi Subang dicirikan oleh batulempung yang mengandung lapisan  batugamping napalan, berumur Pliosen (N18-N21) diendapkan di

lingkungan transisi-shallow marine,

-

Formasi Kaliwangu

Litologi Formasi Kaliwangu berupa batulempung, batupasir, terkadang sisipan lignit, ciri umumnya kaya akan fosil moluska. Berdasarkan fosil-fosil yang diperkirakan Pliosen Awal (Martodjojo, 1984).

(13)

7.

 Struktur Geologi Regional

Secara struktural kawasan Ciletuh merupakan hasil kegiatan tektonik tumbukan antar lempeng di bagian selatan, dicirikan dengan kehadiran batuan campur aduk (melange). Meski ada sebagian peneliti berpendapat bahwa kumpulan batuan tersebut bukan produk subduksi, tetapi kumpulan batuan tersebut lebih mencerminkan komposisi batuan basement  yang menjadi dasar dari Cekungan Jawa Barat. Satuan yang lebih muda, Formasi Jampang yang menutupinya mengalami suatu mega slump atau longsoran yang cukup besar, sehingga menggakibatkan batuan menjadi tersingkap. Kenampakan amphiteater baik dari citra landsat maupun peta topografi memperlihatkan keunikan sebuah kawasan dengan produk geologi yang beragam pula. Bentuk amphiteater dengan latar belakang tinggian (perbukitan Jampang) yang  berbentuk cekung memanjang dari arah barat ke arah timur (Gbr.3).

Secara regional daerah Gunung Badak juga telah terkena pengaruh struktur sesar mendatar (Martodjojo, 1984) yang terjadi setelah pengendapan batuan melange. Kemungkinan sesar ini terjadi seiring dengan adanya terobosan  berupa retas-retas dike oleh gabro.

Struktur geologi yang  berkembang di blok Citisuk-Cikepuh bagian tengah Ciletuh dapat dilihat pada kontak antara  batuan ofiolit dan melange serta  batuan sedimen dari Formasi Ciletuh. Umumnya berupa sesar-sesar mendatar yang berarah  baratlaut tenggara dan sesar-sesar naik yang berarah baratdaya timurlaut serta antiklin dan sinklin yang berarah hampir sama dengan sesar naik. Sesar-sesar tersebut menjadi batas kontak antara satuan  batuan kompleks melange yang  berumur Pra-Tersier dengan batuan fasies daratan yang berupa  batupasir hingga konglomerat yang merupakan bagian dari Formasi Ciletuh dan Formasi Bayah.

Gambar 3.  Struktur Geologi Regional Kawasan Ciletuh (Martodjojo, 1984)

(14)

8.

Pengamatan

Peta pengamatan (route) masing-masing stop-site dalam rangka Ekskursi Regional 2018 seperti pada gambar 4 berikut:

Gambar 4. Peta field-trip Ekskursi Regional 2018

Stop site 1. Citatah Padalarang

Lokasi pemberhentian ini (Gbr 5) merupakan pengamatan batupasir,  batulempung, napal dengan kenampakan struktur sedimen, kontak satuan  batuan maupun struktur geologi yang menarik untuk dipelajari. Kontak antar satuan batuan dengan kenampakan struktur yang berkembang sehingga memperlihatkan sejarah struktur geologi yang berkembang. Selain itu, dapat mengamati morfologi perbukitan batugamping dan perbukitan vulkanik.

(15)

Stop site 2.

Gunung Walat lokasi tipe Formasi Walat

Formasi Walat pada umumnya terdiri atas batupasir kuarsa dengan strukur sedimen cross-laminasi, konglomerat kuarsa, batulempung karbonan, lignit, dan lapisan tipis-tipis batubara dimana makin ke atas ukuran butir makin kasar. Lokasi tipe Formasi Walat ini terletak di Gunung Walat Sukabumi. Pada lokasi singkapan pada Daerah Gunung Walat, lithofacies utama batupasir konglomeratan memperlihatkan pelapisan cukup baik dengan ketebalan lapisan berkisar antara dari 50 cm–lebih dari 2 m. Lithofacies lainnya adalah interbed batupasir dengan sisipan batulanau dan batulempung karbonan, serta  batulempung berlaminasi tipis (shales), batulempung kaolinitik dan

konglomerat. Berdasarkan karakteristik fisiknya didominasi oleh endapan sedimen yang merupakan produk dari lingkungan pengendapan fluvial.

Formasi Walat yang tersingkap di Sukabumi adalah equivalent dari Formasi Bayah (Martodjojo, 1984) yang berumur Oligosen. Penyelidik terdahulu memberikan nama Formasi Walat (Effendi, 1974) untuk singkapan di G. Walat dan Pasir Bongkok. Di selatan Sukabumi, singkapan Formasi Walat yang terluas terdapat di G. Walat. Ketebalan minimum dari satuan ini adalah sekitar 700 m (Baumann, 1972). Singkapan Formasi Walat lain yang agak terpisah berada di sebelah tenggara G. Walat yang juga sering dikenal sebagai Kompleks Pasir Aseupan.

Gambar 6. Lokasi pemberhentian 2 di Gunung Walat

Stop site 3. Formasi Bantargadung

Endapan terbawah Cekungan Bogor dimulai oleh Formasi Bayah, terdiri dari pasir kuarsa dan lempung dengan sisipan batubara (tebal maksimal 80 cm), berumur Eosen Tengah sampai Akhir dengan lingkungan pengendapan darat sampai laut dangkal. Satuan ini ditutupi secara tidak selaras oleh

(16)

Gambar 7. Hot-spring dan geyser  Cisolok

endapan laut dangkal, Formasi Batuasih tebal 150 m yang terdiri dari lempung dan Formasi Rajamandala yang terdiri dari gamping, tebal 90 m, umur Oligo-Miosen. Di atas endapan ini berupa endapan aliran gravitasi, dimulai oleh Formasi Jampang terdiri dari breksi dan tufa, tebal 1000 m, umur Miosen Awal. Nama Andesit Tua sering diberikan untuk satuan ini. Di daerah utaranya seumur dengan Formasi Jampang adalah Formasi Citarum, terdiri dari tufa dan greywacke tebal 1250 m. Kedua satuan ini merupakan satu sistem kipas laut dalam, dimana Formasi Jampang adalah bagian dalam dan Formasi Citarum merupakan bagian kipas luar. Di atas Formasi Citarum diendapkan Formasi Saguling (nama baru) terdiri dari breksi, tebal lebih dari 1500 m, umur Miosen Tengah. Diatasnya ditutupi oleh Formasi Bantargadung  (nama baru), terdiri dari lempung dan greywacke berumur Miosen Tengah bagian akhir, tebal 600 m, banyak mengandung fosil.

Stop site 4.

 Hot spring

 Cisolok dan potensi geothermal.

Pemandian Cipanas terletak di Desa Cisolok yang berjarak 15 km dari Kota Palabuhanratu. Di Air panas Cisolok ini ada tiga titik sumber air panas. Selain air panas keluar dan mengalir lewat rekahan, airpanas-nya dapat menyembur keluar dari sela-sela bebatuan yang disusun mencapai ketinggian 3 meter (Gbr.7). Air panas di Cisolok ini dipercaya dapat mengobati rematik dan penyakit kulit. Manifestasi panas bumi terbagi menjadi dua wilayah yaitu manifestasi Cisolok dan Cisukarame. Pada wilayah Cisolok terdapat manifestasi geyser yang memancar dengan ketinggian sekitar 3 meter, dengan  pH sekitar 8 dan suhu berkisar 92 – 98˚C.

Air Panas bersumber dari geyser yang berada di aliran Sungai Cisolok. Geyser terbentuk karena uap air panas yang naik menembus celah atau retakan, dan mendorong air keluar ke permukaan. Pelepasan air di  permukaan menyebabkan turunnya tekanan air panas di kedalaman. Sehingga air yang sangat panas menguap dan volumenya terus mengembang. Uap air tersebut akan mendorong air di permukaan sehingga terjadi semburan.

Geologi Cisolok – Cisukarame didominasi oleh produk vulkanik Kuarter breksi vulkanik dan lava andesit yang menutupi batuan Tersier batugamping diikuti terobosan dasit dan tuf. Pemunculan manifestasi diinterpretasikan akibat struktur sesar normal yang berarah sekitar Utara – Selatan (Gbr. 8). Sistem panasbumi ini berasal

(17)

dari kompleks Gunung Halimun, termasuk sistem panas bumi entalpi sedang dengan pendugaan suhu reservoar berdasarkan geothermometer berkisar 150 – 214˚C. (Abdillah dkk, 2017)

Gambar 8. Pemodelan sistem air panas Cisolok (Abdillah dkk, 2017).

Stop site 5. Puncak Darma.

Dari Puncak Darma yang merupakan salah satu titik tertinggi yang ada di kawasan Ciletuh pelabuhan ratu Geopark dapat memandang bentang alam setengah lingkaran Teluk Ciletuh dan Pantai Palangpang. Kawasan Ciletuh  pelabuhan ratu Geopark, dari Puncak Darma ini seperti sebuah tapal kuda

yang berbentuk setengah lingkaran. Puncak Darma yang terletak pada ketinggian sekitar 230 mdpl. Dari titik ini nampak ragam penggunaan lahan,  barisan rumah dan sawah terlihat membentuk sebuah petak-petak kecil

layaknya sebuah diorama mini. Bentang alam hasil produk alam dan proses struktur yang sudah berlangsung dapat diamati dari titik ini (Gbr. 9).

(18)

Stop site 6. Air terjun/Curug (Cimarinjung, Sodong dan Awang)

Dilokasi ini dijumpai air terjun dengan tiga susunan, terdiri dari Curug Sodong, Curug Ngelay dan Curug Cikanteh. Batuannya merupakan bagian dari breksi sedimen dan batupasir dari Formasi Jampang.

Gambar 10. Curug Cimarinjung di Kawasan Ciletuh

Gambar 11. Curug Sodong yang bertingkat di Kawasan Ciletuh

Stop site 7. Amphiteater Panenjoan

Morfologi amphiteater Ciletuh yang terbuka ke arah laut yang indah akan  bisa dinikmati di lokasi ini. Di sisi kanan nampak dataran tinggi Jampang yang merupakan bagian dari Formasi Jampang, terbentuk dari batuan sedimen  breksi dan batupasir graywacke (Gbr. 12).

(19)

Bentuk amphiteater ini diyakini terbentuk karena adanya struktur geologi  berupa sesar mendatar normal, sehingga menghasilkan lembah yang luas dan

tebing yang curam. Pada tebingnya dapat dijumpai beberapa air terjun yang terdiri dari Curug Sodong, Curug Ngelay, Curug Cikanteh dan Curug Cikaret, serta beberapa curug kecil yang hanya berair pada musim hujan.

Gambar 12. Morfologi amphiteater Ciletuh dari Panenjoan

Stop site 8 Ujungsodong – Cikepuh

Dilokasi ini dapat diamati komplek batuan ultrabasa (bagian dari ofiolit)  berupa peridotit, gabro, horblendit (kelompok amfibol) yang dibeberapa

tempat dipotong oleh dike plagiogranit (anortosit). Sebagian kecil dari  peridotite telah mengalami serpentinisasi.

Stop site 9 Melangé pantai Gunung Badak.

Dilokasi ini dapat diamati singkapan batuan ofiolit yang terdiri atas batuan ultrabasa (peridotit), batuan basa (gabro dan basalt) serta batuan metamorfik (serpentinit) yang bercampur menjadi satu, dan umumnya berupa bongkah- bongkah berukuran besar.

Gambar 13. Bongkahan peridotit yang terkekarkan (kiri) dan basalt di sekitar kaki Gunung Badak (kanan). (Foto: Rosana, 2006)

(20)

Dibagian selatan dari Gunung Aseupan ini dapat dijumpai bongkah  berkomposisi batugamping nummullites  seperti yang dijumpai sebagai

fragmen dalam breksi polimik di sekitar Pulau Kunti.

Gunung Badak (Gunung Badag, disebut oleh masyarakat sekitar), disusun oleh dominasi basalt yang telah terkena tektonik yang kuat, hal ini dapat dilihat dari kekar-kekar yang banyak dijumpai pada bongkah-bongkah yang  berukuran besar, sehingga terlihat seperti breksi monomik. Di bagian puncak,

tidak terlihat adanya struktur bantal pada basalt tersebut.

Stop site 10. Pulau Kunti

Di Pulau Kunti (Gbr. 14a) dijumpai singkapan batuan yang terdiri atas  breksi polimik dengan ukuran fragmennya lebih besar dari pasir kasar hingga  bongkah (Gbr. 14b). Disini juga dijumpai matrik berupa batulempung yang  bertekstur seperti tergerus. Selain itu juga dijumpai breksi dengan fragmen lebih bervariasi, seperti: batugamping nummulites, filit, serpentinit, lempung merah, gabro, basalt, kuarsit dan peridotit. Singkapan breksi polimik dan  batupasir graywacke ini diperkirakan merupakan bagian dari Formasi Ciletuh.

Di bagian Teluk Pulau Kunti, terdapat singkapan lava basalt bertekstur  bantal dengan ukuran bongkah mencapai 1 m. Terdapat banyak lubang-lubang seperti vesikuler dan kekar-kekar yang sebagian telah diisi oleh mineral kalsit, kuarsa dan juga batupasir berukuran halus dan berwarna kehijauan. Sebagian  peneliti menyebutkan sebagai ”Lava Basalt Spilitik” karena komposisi  plagioklasnya yang bersifat asam. Lava basalt ini diperkirakan merupakan  bagian dari batuan melange yang menjadi basement. Dating yang dilakukan  pada basalt sebagai komponen dalam breksi polimik menunjukkan umur 89.6

Ma (Schiller et al, 1991).

Gambar 14 Morfologi P. Kunti (a) dan salah satu singkapan breksi polimik dalam matrik batulempung (b) di Pulau Kunti (Foto: Rosana, 2006)

(21)

9. Referensi

Abdillah MR, Aditio M, Alamsyah MS, Haryanto AD dan Mega Fatimah Rosana, 2017, Hidrogeokimia Air Manifestasi Panas Bumi di Daerah Cisolok - Cisukarame, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat,

Padjadjaran Geoscience Journal, Vol. 1 No. 3, Des 2017, ISSN: 2597-4033.

Abdurrokhim, 2017, Stratigrafi Sikuen Formasi Jatiluhur di Cekungan Bogor, Jawa Barat, Bulletin of Scientific Contribution, Fakultas Teknik Geologi UNPAD, Volume 15, Nomor 2, Agustus 2017 : 167 – 172, e-ISSN 2541-514x.

Abdurrokhim, & Ito M. (2013), The role of slump scars in slope channel initiation: A case study from the Miocene Jatiluhur Formation in the Bogor Trough, West Java. Journal of Asian Earth Sciences, 73, 68–86. http://dx.doi.org/10.1016/j.jseaes.2013.04.005.

Bemmelen van, 1949. The Geology of Indonesia. Government Printing Office, Den Haag, Vol I, IA and IB, 732 hal.

Djuhaeni dan S. Martodjojo, 1989, Stratigafi daerah Majalengka dan hubungannya dengan tatanama satuan litostratigarfi di Cekungan Bogor, Geologi Indonesia, vol 12, h 227-252.

Martodjojo, S, 1984, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat . Institut Teknologi Bandung. Disertasi, tidak dipublikasi.

Rosana MF., 2006. Panduan Ekskursi Geologi: Kompleks Batuan Melange (Umur Pra-Tersier ~ Tersier) Di Gunung Badak ~ Ciletuh Sukabumi-Jawa Barat, Jurusan Geologi, Universitas Padjadjaran, Desember, 2006. Schiller, D.M., Garrard, R.A., Prasetyo Ludi, 1991,  Eocene Submarine fan

(22)
(23)
(24)

12. Dosen dan Mahasiswa Pasca Peserta Ekskursi Regional 2018

 NO NAMA DOSEN PENGAMPU

1 Prof.Dr. Ir. Nana Sulaksana, MSP Geologi Terapan

2 Prof. Ir. Mega F. Rosana, M.Sc., Ph.D Geopark Ciletuh dan Petrologi Batuan Metamorf

3 Dr. Ir. Iyan Haryanto, MT. Geologi Struktur 4 Billy Gumelar Adhiperdana, ST., MT.,

Ph.D

Stratigrafi dan Sedimentologi

5 Euis Tintin Yuningsih, ST., MT., Ph.D. Petrologi Batuan Beku dan Geologi Panasbumi

NO NPM NAMA Jenis L/P

1 270120170501 Yoqi Ali Taufan Laki-laki 2 270120170502 Saidina Abdel Aziz Laki-laki 3 270120170503 Shahnaz Noveta Bastira Perempuan 4 270120170504 Arief Daryanto Laki-laki 5 270120170505 Arini Dian Lestari Perempuan 6 270120170506 Anto Kadyanto Laki-laki 7 270120170507 Priyo Hartanto Laki-laki 8 270120170508 Faishal Aziz Laki-laki 9 270120170509 Faizal Muhamad Haryanto Laki-laki 10 270130170501 Edison Sirodj Laki-laki

(25)

Sponsorship EKSKURSI REGIONAL TAHUN 2018 Pasca Sarjana 2017Genap Teknik Geologi - UNPAD

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan masyarakat yang kerap mendapatkan palayanan dalam proses persalinan menyatakan bahwa bersyukur dengan adanya kerjasama antara bidan dan dukun bayi dalam

membantu mempertahankan ketersediaan air tanah.Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis dan mengevaluasi Kebutuhan luasan RTH terhadap suhu udara mikro di

Hasil uji statistik uji t untuk variabel latar belakang pendidikan diperoleh T hitung sebesar 0,832 < dari nilai T tabel sebesar 2,365 dan untuk variabel

izin operasi kegiatan angkutan orang dan/atau barang dengan kereta api umum untuk pelayanan angkutan antar Kota dan perkotaan yang lintas pelayanannya melebihi satu

2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang.. luas dan

°117.. apabila suatu saat diperlukan infonnasi maka data base tersebut langsung dapat diakses secara otomatis. Untuk mencapai maksud clan tujuan di alas maka perlu dibuat suatu

%atu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian baah atau terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian baah atau memang terbentuk

Setiap antibodi memiliki dua tempat ikatan antigen atau domain, yang masing-masing domain dibentuk oleh daerah variabel dari satu rantai ringan dan rantai