• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA (PDCI) DITINJAU DARI DEFENSIVE PESIMISIM DAN OPTIMISME SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA (PDCI) DITINJAU DARI DEFENSIVE PESIMISIM DAN OPTIMISME SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA (PDCI) DITINJAU DARI DEFENSIVE PESIMISIM DANOPTIMISME

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Srata Satu Studi (S1) Psikologi

(S.Psi)

Disusun Oleh: Ulin Nuha J71215085

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA TAHUN AKADEMIK 2018 – 2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi berprestasi peserta didik cerdas istimewa ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis dua sampel saling bebas (independent sampel t test) mempunyai taraf signifikansi 0,231, atau lebih dari p- value , yaitu 0,231 > 0,05, maka dapat disimpulkan jika hipotesis ditolak atau tidak terdapat perbedaan motivasi berprestasi ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme. Selain menggunakan analisis dua sampel saling bebas (independent sampel t test), penelitian ini juga menggunakan analisis uji regresi liner ganda adalah jika nilai pengaruh dari defensive pesimism dan optimisme terhadapat motivasi berprestasi adalah tidak cukup kuat untuk memprediksi motivasi berprestasi, oleh karena itu, untuk menilai tinggi rendahnya motivasi berprestasi peserta didik cerdas istimewa (pdci) tidak harus memperhatikan defensive pesimism dan optimisme saja, namun bisa memperhatikan faktor lain.

(7)

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

INTISARI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Keaslian Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi Berprestasi ... 14

2. Aspek Motivasi Berprestasi ... 20

3. Komponen Motivasi Berprestasi ... 21

4. Faktor Motivasi Berprestasi ... 22

5. Cara untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi ... 25

6. Karakteristik Peserta Didik dengan Motivasi Berprestasi ... 28

B. Defensive Pesimism 1. Definisi Defensive Pesimism ... 29

(8)

3. Karakteristik Defensive Pesimism ... 34

4. Aspek Defensive Pesimism ... 35

C. Optimisme 1. Definisi Optimisme ... 36

2. Karakteristik Optimisme ... 38

3. Cara menumbuhkan Optimisme ... 41

4. Aspek Optimisme ... 42

D. Peserta Didik Cerdas Istimewa ... 44

E. Hubungan Antara Defensive Pesimism dan Optimisme Terhadap Motivasi Berprestasi ... 47

F. Kerangka Teoritik ... 51

G. Hipotesis ... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 54

B. Identifikasi Variabel ... 54

C. Definisi Operasional ... 55

D. Populasi, Teknik Sampling, dan Sampel 1. Populasi ... 56

2. Teknik Sampling ... 56

3. Sampel ... 57

E. Instrumen Penelitian 1. Motivasi Berprestasi ... 57

2. Defensive Pesimism Optimisme ... 58

F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas ... 60

2. Uji Reliabilitas ... 61

3. Uji Normalitas ... 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan ... 64

2. Deskripsi Data ... 65 B. Pengujian Hipotesis ... 67 C. Pembahasan ... 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 77

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel Atribusi oleh Weiner (1979)... 53

Tabel 2 Blueprint Motivasi Berprestasi ... 59

Tabel 3 Blueprint Defensive Pessimism dan Optimisme ... 60

Tabel 4 Blueprint Motivasi Berprestasi setelah uji validitas ... 61

Tabel 5 Blueprint Defensive Pessimism dan Optimissetelah uji validitas ... 62

Tabel 6 Hasil Uji Reliabilitas Motivasi Berprestasi ... 63

Tabel 7 Hasil Uji Reliabilitas Defensive Pessimism dan Optimisme ... 63

Tabel 8 Hasil Uji Normalitas ... 64

Tabel 9 Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

Tabel 10 Deskripsi Data Berdasarkan Kelas ... 66

Tabel 11 Deskripsi Data Berdasarkan Defensive Pessimism Dan Optimisme... ... 67

Tabel 12 Hasil Uji Hipotesis Analisis Dua Sampel Saling Bebas. ... 68

Tabel 13 Hasil Uji Hipotesis Analisis Dua Sampel Saling Bebas ... 69

Tabel 14 Korelasi Analisis Regresi Linier Ganda ... 75

Tabel 15 Korelasi Analisis Regresi Linier Ganda ... 76

Tabel 16 Regresi Analisis Regresi Linier Ganda ... 76

Tabel 17 Analisis Regresi Linier Ganda... 77

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Kecemasan ... 33 Gambar 2 Kerangka Teori ... 53

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A (Tabel dan Gambar) ... 83

Lampiran B (Intrumen Penelitian) ... 85

Lampiran C (Hasil Pengolahan Data) ... 88

Lampiran D (Surat Izin Penelitian) ... 92

Lampiran E (Surat Keterangan Penelitian) ... 93

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidkan adalah suatu usaha yang dijalanan untuk mengoptimalkan potensi yang dilimiliki sesorang, dalam hal ini, seperti yang sudah tercatat dalam peraturan perundangan terkait badan standar nasional pendidikan. Menurut Luknato (2018), di Indonesia sendiri sudah banyak peraturan yang terdapat di BSNP (Badan Standard Nasional Pendidikan) yang mengatur tentang pendidikan, terdapat kuramg lebih 800 an pasal dari undang-undang dasar dan dari peraturan presiden serta peraturan menteri pendidikan yang mengatur tentang kebijakan dalam dunia pendidikan, mulai dari kurikkulum pendidikan, buku ajar, usia wajib sekolah, yayasan, dan lain sebagainya. Dari banyaknya peraturan tentang pendidikan, belakangan ini, pembahasan tentang pembaruan kurikulum dan program serta sistem dalam proses pembelajaran menjadi topik yang hangat dibicarakan.

Salah satu peraturan baru yang dikeluarkan BNSP merupakan Sistem Kredit Semester (sks) (BNSP, 2010) program ini dikeluarkan dengan alasan untuk meningkatkan kekayaan inovatif di Indonesia dalam bidang pendidikan yang sebelum tahun tersebut menggunakan sistem paket, yang dengan dikeluarkan kebijakan sks, peserta didik akan mampu menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dipunyai.

(13)

2

Waktu tempuh yang lebih cepat dari program SKS adalah salah satu dari beberapa keuntungan dari program sks bagi peserta didik yang mempunyai bakat dan pitensi yang lebih dari peserta didik lainnya, selain waktu tempuh yang bisa diringkas, bagi peserta didik yang masih mempunyai potensi pada umumnya, maka wajtu tempuh belajar juga bisa diselesaikan dengan waktu yang pada umumnya juga. Dalam program ini, peserta didik akan menentukan sendiri berapa tahun peserta didik ingin menyelesaikan program pendidikan yang akan ditempuh dengan bantuan pihak terkait (seperti guru) dan beberapa persyaratan yang telah ditentukan (BNSP, 2010).

Sesuai dengan pengertian sks, yaitu program pembelajaran berdasarkan semester, dimana peserta didik bisa memilih berapa semester yang akan ditempuh, maka terdapat beberapa pembagian atau penggolongan waktu tempuh sesuai dengan kredit semester yang diambil. Pada tingkat SD/MI, peserta didik bisa memilih menempuh pendidikan dalam waktu 5 tahun dengan total sks 10 semester untuk peserta didik yang mempenyuai potensi dan bakat yang lebih dari rata-rata, serta 6 tahun (umum) dengan total sks 6 semester (BNSP, 2010).

Pada tingkat SMP/MTs serta SMA/MA, program sks dibagi lagi menjadi beberapa sistem (tergantung sekolah atau yayasan yang mengaplikasikan), diantaranya RCP dan AECP yang dapat ditempuh dalam kurun waktu 3 tahun demgan total sks 6 semester; ECP, yaitu kelas unggulan berprestasi yang dapat ditempuh dalam kurun waktu 2,5 tahun

(14)

3

demgan total sks 5 semester; dan PDCI untuk peserta didik cerdas istimewa yang dapat ditempuh dalam waktu 2 tahun dengan total sks 4 semester (Aprilia, 2016).

Gifted-talented merupakan sebutan awal dari peserta didik cerdas dan berbakat istimewa. Gifted-talented sendiri mempunyai arti potensi bawaan yang harus dikembangkan dan diberi pelatihan (Direktorat Pembinaan SLB, 2009). Selain itu, dalam Direktorat Pembinaan SLB tahun 2009 juga dijelaskan jika peserta didik CI (Cerdas Istimewa) adalah yang peserta didik yang sudah diidentifikasi oleh tenaga profesional dan mempunyai hasil kinerja yang bagus.

Dalam menentukan kelas mana yang akan diambil, maka peserta didik harus menentukan apakah memenuhi beberapa syarat yang ditentukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin cepat semester yang ditempuh, maka semakin banyak juga persyaratan yang harus dipenuhi. Selain persyaratan yang dipenuhi harus semakin banyak, peserta didik yang hendak menyelesaikan propgram belajar lebih cepat, maka hal wajib pertama yang harus dipenuhi adalah mempunyai kelebihan dalam bidang bakat, prestasi, dan motivaisi yang lebih tinggi dari pada umumnya.

Layanan pada peserta Cerdas Istimewa merupakan salah satu cara pengoptimalan peserta didik yang mempunyai potensi cerdas di Indonesia. Kebijakan pemerintah unuk mengoptimalkan peserta didik dengan potensi yang istimewa sebenarnya sudah dilakukan sejak 1974, dalam bentuk

(15)

4

PPSP, sekolah unggul, sekolah plus ,sekolah percontohan, dan yang terakhir, sebelum program cerdas istimewa diadakan, yaitu kelas akselerasi (Asosiasi CI+BI Nasional).

Menurut Hawadi (2004), siswa akselerasi merupakam siswa telah teruji secara profesional yang mempunyai kemampuan yang luar biasa. prestasi yang tinggi yang membutuhkan proses pendidikan yang lebih dari pada kelas reguler. Oktaviani (2012) menyatakan jika salah satu karaktersitik PDCI adalah Motivasi Berprestasi.

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik cerdas istimewa (pdci). Hal ini dikarenakan salah satu karakteristik peserta didik cerdas istimewa adalah mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi (Oktaviani, 2012). MA Unggulan Amanatul Ummah Surabaya merupakan madrasah aliyah yang favorit di daerah surabaya serta dalam bidang kurikulum, juga merupaka salah satu sekolahan tingkat SMA sederajat di Surabaya yang sudah menggunakan sistem kelas CI (Cerdas Istimewa) dalam melakukan proses pembelajaran. Dari Alasan tersebut, maka peneliti memilih MA Unggulan Amanatul Ummah Surabaya sebagai tempat penelitian.

Motivasi berprestasi adalah salah satu yang menjadi pendorong pertama peserta didik dalam menyelesaikan tugasnya. Salah satu kunci utama dalam meningkatkan prestasi belajar adalah motivasi (Guay et al., 2010). Penelitian tentang motivasi berprestasi termasuk kedalam salah satu penelitian yang masih hangat untuk dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian tentang motivasi berprestasi dari tahun ke tahun

(16)

5

yang semakin meningkat dengan kajian yang berbeda-beda. Dari beberapa penelitian tentang motivasi, cara berpikir adalah salah satu kajian yang sampai sekarang menjadi trending dari waktu kewaktu.

Berdasarkan pangamatan dilapangan yang dilakukan di lingkungan kampus UIN Sunan Ampel Surabaya, tepatnya pada mahasiswa jurusan Psikologi fakultas Psikologi dan Kesehatan semester enam tahun akademik 2017-2018, beberapa dari mereka mengutarakan jika teman dan dirinya melakuak defensive pesimism untuk memunculkan motivasi untuk mengerjakan tugas dengan optimal. Mereka mengatakan jika mereka tidak dapat mengerjakan yugas dengan optimal jika tidak diiringi dengan membayangkan kemungkinan buruk akan terjadi.

Faktor intrisik dan esktrinsik adalah dua faktor yang mempngaruhi motivasi berprestasi (Santrock, 2014). Motivasi intrisik melibatkan motivasi internal untuk memuculkan minat dari dalam diri demi memenuhi tujuan yang telah ditentukan, sedangkan motivasi ekstrinsik cenderung dipengaruhi oleh intensif dari luar, seperti punishment dan reward (Santrock, 2014).

Menurut Gottfried (2009), motivasi intrinsik lebih berpengaruh dalam meningktakan keinginan untuk mencapai prestasi yang labih bagus dengan catatan orang tua mendampingi ketika belajar dari pada motivasi ekstrinsik dengan cara orang tua memberi imbalan dan hukuman terhadap peserta didik. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ryan (2009), yang mengungkapkan jika motivasi ekstrinsik memiliki

(17)

6

hubungan yang negatif dengan presatsi dan begitu pula sebaliknya, motivasi intrinsik memiliki hubungan yang positif dengan prestasi.

Terdapat empat jenis motivasi intrinsik¸ diantaranya adalah keterlibatan kognitf dan tanggung jawab, pengalaman, minat, dan penentuan nasib (Santrock, 2014). Faktor kognisi atau bagaimana pesertadidik memandang suatu adalah salah satu faktor intrinsik atau faktor dari dalam diri individu (Sobur, 2003), dalam hal ini, peserta didik mempunyai beberapa cara pandang yang unik sesuai dengan kepribadian yang dimiliki, meliputi cara pandang negatif yang cenderung akan menumbuhkan sifat pesimis pada diri, dan cara pandang negatif yang cenderung akan menumbuhkan sifat Optimisme pada diri peserta didik (Seligman,2018).

Memberikan umpan balik yang jelas adalah salah satu dari beberapa prnsip dalam meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik (Slavin 2011). Umpan balik yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah bersifat reward atau punishment, melainkan dalam bentuk pujian yang jelas, hal ini sesuai dengan Kulik dan Kulik (2007) yang mengatakan jika umpan balik atau feedback yang diberikan kepeserta didik akan menjadi sarana motivasi yang efektif jika dilakukan dengan spesifik dan harus dilakukan dengan waktu yang berdekatan dengan waktu kerja.

Dalam melakukan umpan balik, guru atau pihak yang terkait tidak selalu harus memberi umpan balik yang positif, karena terdapat beberapa peserta didik yang motivasinya stagnan pada posisi itu-itu saja jika diberi

(18)

7

motivasi yang positif dan ada pula peserta didik yang motivasinya akan meningkat jika dieri fedback secara negatif (Clifford, 2018), hal ini sesuai dengan atribusi masing-masing peserta didik (Pinthrick & Schunk, 2002).

Setiap cara pandang yang dimiliki peserta didik akan membawa dampak yang harus diterima, jika peserta didik mampu mengoptimalkan dan memanfaatkan cara pandang yang dimiliki, maka kemungkinan besar peserta didik akan mendapat keuntungan, sekalipun cara pandang yang digunaka adalah cara pandang yang negatif (Norem dan Cantor. 2012), begitu pula jika pesrta didik yang mempunyai cara pandang yang positif namun tidak mengoptimalkan hal tersebut menjadi sebuah motivasi, maka terdapat kemungkinan peserta didik akan meremehkan apa yang akan terjadi.

Optimisme dan pesimis dalam memandang tugas oleh peserta didik menjadi salah satu hal yang masih menjadi perbincangan yang baru dikalangan peneliti di Indonesia, hal ini dikarenakan pandangan tentang optimisme yang selalu membawa dampak poitif dan pesimis yang selalu menjadi dampak negatif adalah suatu hal yang pasti (Scheier & Carver, 1985), padahal anggapan ini sudah pernah dibantah oleh Norem dan Cantor (2012).

Menurut Norem dan Cantor (2012), pemikiran negatif akan berdampak pesimis dan membawa dampak yang negatif juga jika tidak dioptimalkan menjadi motivasi, namun pemikiran yang negatif akan menguntungkan jika pemikiran ini mampu dijadikan sebagai dorongan

(19)

8

untuk memunculkan motivasi dan akhirnya akan membawa dampak yang positif bagi yang melakukannya, dan hal ini disebut dengan defensive pesimism.

Teori atribusi adalah salah satu dari beberapa teori tentang motivasi berpresatsi. Teori atribusi menerangkan tentang bagaimana individu termotivasi untuk menemukan penyebab perilaku yang dilakukan dan perfoma individu tersebut (Santrock, 2014). Dalam pembahasan motivasi berprestasi, Weiner (2010) menggambarkan jika peserta didik bagaikan ilmuan, hal ini dikarenakan peserta didik yang berprestasi akan mencari sebab dari suatu kondisi yang terjadi.

Weiner (2010) mengatakan jika terdapat tiga dimensi atribusi, diantranya adalah lokus, stabilitas, dan pengendalian. Pengendalian adalah sejauh mana peserta didik mampu mengonrol penyebab dari suatu tugas, seperti penyebab peserta didik yang terbiasa dengan membayangkan hal-hal yang negatif pada suatu tugas (pesimis) jika tidak mampu mengontrol bayanganya tersebut menjadi sebuah motivasi berprestasi, maka hasil yang akan diterima adalah sesuai dengan ekspektasi yang dihasilkan sebelumnya (Santrock, 2014).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti memilih tema tentang perbedaan motivasi ditinjau dari defensif pesimism dan optimisme. Salah satu alasan peneliti memilih tema ini adalah berkaca pada penelitian yang dilakujkan oleh Suarez yang dilakukan (2012) dengan judul yang sama, dan dilakukan di Spanyol namun dengan kajian

(20)

9

tambahan yaitu cara belajar peserta didik yang berpikir secara defensive pesimism dan optimisme, perbedaan lainnya yaitu terletak pada usbjek penelitian, jika subjek penelitian yang dilakukan oleh Suarez (2014) adalah mahasiswa, sedangkan subjek dalam penelitian yang akan penelit lakukan adalah peserta didik cerdas istimewa (PDCI) dalam tingkatan Madrasah Aliyah. Hasil dari penelitian Suarez (2014) adalah beberapa pesertadidik melakukan defensive pesimism dan optimisme berdasarkan dari lingkungan. Peserta didik defensive pesimism akan bertambah motivasi belajarnya jika tidak diberi harapan positif dan tidak dalam keadaan terkondisikan, sedangkan peserta didik optimisme akan termotivasi jika diberi harapan positf dan dalam keadaan yang terkondisikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dibahas sebelumnya, peneliti membuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan motivasi berprestasi Peserta Didik Cerdas Istimewa (PDCI) ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme?

C. Keaslian Penelitian

Pemillihan tema penelitian berupa kajian terhadap perbedaan motivasi berprestasi peserta didik cerdas istimewa ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme berawal dari tanggapan hal layak tentang pemikiran pesimis yang dihubungkan dengan hal yang negatif dari pada cara berpikir optimisme yang selalu diibaratkan dengan hal yang positif

(21)

10

(King, 2017) yang ternyata dalam kenyataannya tidak selamanya pesimis membawa dampak yang buruk.

Smith, Snyider dan Handelsmen (1982) telah membuktikan jika ternyata kecemasan dapat dijadikan alasan individu untuk meningkatkan motivasi bekerja. Selain dari Smith dkk., (1982), penelitian yang sampai sekarang menjadi salah satu dasar tentang defensive pesimism adalah penelitian yang dilakukan oleh Norem & Cantor (2012) bahwa individu yang defensive pesimism biasanya melakukan pertahanan diri dengan menetapkan harapan yang rendah yang dilakkan untuk memotivasi diri agar lebih maksimal dalam melaksanakan tugas, serta untuk mencegah kegagalan dan melindungi diri mereka dari kegagalan yang telah dibayangkan.

Penelitian tentang perbedaan antara defensive pesimism dan optimisme pernah dilakukan oleh Ura dan Terada (2015) di Otemon Gakuin University, Osaka, Japan namun dengan tema utama cara berpikir positif dan self regulated learning antara defensive pesimism dan optimisme. Dalam penelitian ini, Ura dan Terada (2015) mendapat kesimpulan jika terdapat perbedaan dalam cara berpikir positif, jika defensive pesimism akan muncul cara berpikir positif jika pada situasi yang tidak terkendali, dan sebaliknya, optimisme akan muncul jika pada situasi yang terkendali.

Salah satu alasan peneliti memilih tema ini merujuk pada penelitian oleh Suarez (2014) dengan judul yang sama, dan dilakukan di

(22)

11

Spanyol namun dengan kajian tambahan cara belajar antara peserta didik yang berpikirr secara defensive pesimism dan optimisme. Hasil dari penelitian ini adalah peserta didik melakukan defensive pesimism dan optimisme berdasarkan dari lingkungan. Pesertadidik defensive pesimism akan bertambah motivasi belajarnya jika tidak diberi harapan positif dan tidak dalam keadaan terkondisikan, sedangkan peserta didik optimisme akan termotivasi jika diberi harapan positf dan dalam keadaan yang terkondisikan. Jadi, kesimpunlan dari penelitian yang dilakukan oleh Suarez (2014) adalah terdapat perbedaan dalam hal motivasi belajar serta cara belajar anatara pesertadidik defensive pesimism dan pesertadidik optimisme.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suarez (2014) terdapat pada topik kajian yang diteliti, jika pada penelitian tersebut melakukan penelitian tentang perbedaan cara belajar dan motivasi antara defensive pesimism dan optimisme, maka dalam penitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini hanya akan berfokus pada perbedaan motivasi antara defensive pesimism dan optimisme. Selain perbedaan dalam fokus kajian, subjek dalam penelitian Suarez (2014) adalah mahasiswa, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah Peserta Didik Cerdas Istimewa (PDCI).

D. Tujuan Penelitian

Meninjau dari rumusan masalah yang telah dibuat oleh peneliti, maka tujuan dar penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan

(23)

12

motivasi berprestasi Peserta Didik Cerdas Istimewa (PDCI) ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan : 1. Segi teoritis :

Hasil penelitiani ini diharapkan mampu memberi sumbangan terhadap dunia psikologi pendidikan adalah memberi wawasan jika tidak terdapat perbedaan motivasi berprestasi peserta didik cerdas istimewa (PDCI) ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme. 2. Segi praktis

Dari penelitian ini, peneliti berharap jika penelitian ini mampu bermanfaat bagi lingkungan MA Unggulan Amanatul Ummah Surabaya:

a. Memberi informasi terhadap pendidik jika tidak terdapat perbedaan motivasi berprestasi Peserta Didik Cerdas Istimewa (PDCI) ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini yaitu:

Bab pertama yaitu berisikan tentang pendahuluan. Pada bab ini peneliti mennguraikan tentang wawasan umum mengenai arah penelitian tentang perbedaan motivasi peserta didik cerdas istimewa ditinjau dari defensive pesimism dan optimisme. Dalam bab ini terdapat beberapa sub,

(24)

13

diantaranya yaitu: konteks penelitian yang berisi tentang latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

Kajian Pustaka terdapat pada bab dua, pembahasan pada bab ini berfokus pada teori, hasil penelitian, dan beberapa pendapat ahli tentang fokus penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan tentang motivasi berprestasi, defensive pesimism, optimisme, peserta didik cerdas istimewa dan hubungan atau keterkaitan antara motivasi dengan defensive pesimis dan optimisme pada peserta didik cerdas istimewa atau PDCI. Selain teori tersebut, pada bab ini juga akan dijelasakan tentang kajian pusataka atau teori utama yang akan digunakan oleh penliti selama melakukan penelitian.

Bab tiga adalah bab yang menjelaskan tentang metode dan langkah-langakah yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian secara umum, diantaranya yaitu tentang pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

Bab ke empat berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan, uraian tentang data tentang hasil penelitian yang sesuai dengan prosedur yang dijelaskan pada bab tiga akan dijelaskan pada bab ini. Uraian pada bab ini diantaranya yaitu: setting penelitian yaitu peneliti menjelaskan kondisi dan situasi saat melakukan penelitian; hasil penelitian, yaitu membahas tentang deskripsi temuan penelitian dan hasil analisis data yang

(25)

14

dilakukan oleh peneliti; dan pembahasan yaitu uraian secara lengkap yang dapat mengulas analisis data. Pembahasan yang dimaksud adalah pembahasan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya sudah dibuat peneliti dan juga telah dicantumkan dalam rumusan masalah.

Bab terakhir atau bab lima adalah penutup yang menjelaskan tentang kesimpulan atau temuan pokok, implikasi, dan tindak lanjut penelitian dan saran atau rekomendasi dari peneliti untuk peneliti-peneliti selanjutnya.

(26)

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi Berprestasi

1. Definisi Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi terdiri dari dua suku kata, yaitu motivasi dan berprestasi. Dalam beberapa pengertian yang digunakan untuk mendefinisikan motivasi, ada beberapa ahli yang menggunakan istilah motif, diantaranya yaitu Sherif & Sherif (2009), yang menjelaskan jika motif adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal, seperti kebutuhan yang berasala dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera sosial yang berasal dari sumber-sumber tersebut.

Selain Sherif & Sherif (2009) mengartikan motif sebagai rangsangan dari dalam suatu dorongan hati, dan lain sebagainya yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Jadi, motif adalah tujuan yang intensif, yang menjadi arah suatu kegiatan yang bermotif (Sobur, 2003).

Secara etimologi, motif atau dalam bahasa Inggris motive yang berasal dari kata motion, yang memiliki arti gerakan,yang dalam psikologi diartikans sebagai dorongan, rangsangan, atau pembangkit tenaga dalam melakukan sesuatu. Menurut Sobur (2003), sebenarnya motivasi merupakan istilah yang lebih umum untuk menunjuk pada

(27)

16

suatu proses gerakan, dorongan, tingkahlaku, dan tujuan yang menjadi pemicu sebuah dorongan. Oleh karena itu, Motivasi merupakan pembangkit motif, membangkitkan daya gerak (Sobur, 2003).

Motivasi adalah Proses yang membrikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku (Santrock, 2014). Sedangkan menurut Slavin (2011), motivasi adalah pengaruh kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku.

Menurut Sobur (2003) terdapat banyak sekali pendapat tentang motivasi dalam bidang psikologi, pada dasarnya terdapat kesaman makna dalam mengartikan motivasi itu sendiri, titik temu dari kesamaan makna tersebut yaitu bahwa motif adalah kondisi indivdiu yang mendorong untuk mencari sebuah kepuasan atau suatu tujuan. Jadi, motif adalah suatu doronngan atau alasan yang dimiliki oleh individu yang menyebabkan individu melakukan sesuatu atau bersikap tertentu.

Menurut Djaali (2011), prestasi (achievment) berkaitan erat dengan harapan (ekspectation), yaitu harapan seseorang yang terbentuk dari proses belajar dari lingkungannya, yang mengandung suatu standar keberhasilan yang tumbuh dari orang tua, lingkungan atau yang lainnya. Standar yang dimilliki oleh individu disusun sedemikan bagus sebagai acuan ketika individu tersebut mendapatkan sebuah tugas, memecahkan masalah, dan mempelajari ketrampilan lainnya (Djaali, 2011).

(28)

17

The Affective Arousal Model (konsep tentang motif yang berasal dari perubahan afeksi) merupakan teori motivasi yang dikembangkan oleh McCelland, Atkinson, Clark dan Lowel (2012), empat ahli tersebut adalah ahli yang sudah tidak jarang dimunculkan ketika membahas tentan motivasi berprestasi (Djaali, 2011). Konsep tentang motif berdasarkan dari perubahan afeksi berasal dari standar yang ditetapkan secara mandiri oleh peserta didik, hal ini dikarenakan perubahan secara bertahap akan dirasakan peserta didik melalui evaluasi yang dilakukan setelah mengetahui hasil yang telah dilakukan (McClland., dkk., 2012)

Menurut McClelland (2012), Motivasi berprestasi adalah motivasi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan yang telah ditentukan peserta didik terhadap suatu keahlian. Motivasi berprestasi merupakan dorongan yang terdapat pada diri peserta didik yang berusaha meningkatkan dan mengoptimalkan dengan sebaik mungkin kemampuan dengan standar keunggulan yang dimiliki (Heckhausen, 1967).

Bruner (1974), pernah meneliti hubungan antara peserta didik yang mempunyai prestasi dan motivasi berprestasi dan mendapatkan hasil jika peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi saat dewasa akan mempunyai prestasi yang lebih dari yang lainnya. Dari dua teori yang sudah disebutkan tentang motivasi berprestasi, Djaali (2011) menyebutkan jika motivasi berorestasi

(29)

18

merupakan kondisi phisyc dan psikis (keiginan untuk berprestasi) yang ada pada diri peserta didik, yang mendorong untuk melakukan tugas atau kondisi tertentu dengan tujuan akhir mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu mendapat prestasi setinggi mungkin.

Djaali (2011) mengungkapkan jika tingkat motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya prestasi peserta didik, dorongan untuk mengerjakan suatu tugas dengan sebaik-baiknya berdasarkan standar prestasi yang telah ditetapkan sendiri oleh peserta didik.

Menurut Santrock (2004), terdapat empat perspektif teori yang membahas tentang motivasi berprestasi, yaitu perspektif perilaku, perspektif humanistik, perspektif kognitif, dan perspektif sosial. Sedangkan menurut menurut Slavin (2011) lima teori motivasi berprestasi, diantaranya yaitu:

a. Motivasi dan teori pembelajaran perilaku oleh Bandura (2012) yang mengatakan jika motivasi berprestasi berkaitan erat dengan pengalaman masalalu (punishmen dan reward), selain pda pengalaman masalalu, teori ini juga membahas tentang sejauh mana peserta didik termotivasi untuk berprestasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

b. Motivasi dan kebutuahan manusia oleh Maslow (1954) , yaitu teori motivasi yang mengatakan jika individu mempunyai lima tingkat kebutuhan, diantaranya yaitu kebutuhan psikis, keamanan,

(30)

19

cinta dan kebersamaan, penghargaan dan aktualisasi diri, yang akan dipenuhi secara bertahap mulai dari tahap paling bawah. Jadi, peserta harus memenuhi kebutuhan dasar sebelum berlanjut ke tahap memunculkan motivasi berprestasi.

c. Motivasi dan teori atribusi, yaitu teori yang mengatakan jika peserta didik akan memunculkan motivasi berprestasi dengan cara mengeveluasi dari sebuah tugas (Slavin, 2011).

d. Motivasi dan pengendalian diri, yaitu motivasi berprestasi yang berasala dari pemikiran dan pemikiran dan perilaku yang dihasilkan oleh peserta didik, yang secara sistematis telah diarahkan ke sasaran pembelajaran peserta didik tersebut (Schunk & Zimmerman, 2013).

e. Motivasi dan teori pengharapan, yaitu teori yang mengatakan jika motivasi berprestasi peserta didik berdasarkan apa yang telah mereka harapkan, dan hal ini akan berbanding lurus dengan motivasi yang akan muncul. Jika harapan mereka tentang suatu tugas itu buruk, maka motivasi yang akan muncul juga akan buruk (Slavin, 2011).

Menurut Slavin (2011), mindset atau cara berpikir peserta didik dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap minat untuk menyelesaikan tugas. Jika suatu pelajaran dirasa peserta didik sangat bermanfaat dan membawa ketertarikam, maka peserta didik tersebut akan dengan senang hati menyeleseasikan tugas yang

(31)

20

berhubungan dengan mata pelajaran walau tanpa ada imbalan apapun (hal ini dilakukan untuk memenuhi kepuasan psikis peserta didik).

Peserta didik yang dengan senang hati mengikuti ekstrakurikuler tentang fotografi, hal ini dilakukan tidak untuk mendapatkan nilai rapor yang lebih tinggi, namun karena adanya ketertarikan tentang fotografi. Sesuatu hal yang favorit bagi peserta didik ini adalah salah satu contoh dari nilai intensif intrinsik (intrinsic incentivy) ( Slavin, 2011).

Kecenderungan peserta didik yang hanya akan memiliki lebih sedikit mata pelejaran yang disukai dan hanya akan menganggap mata pelajaran hanya akan bermanfaat dalam waktu jangka pendek, (Gottfried & Fleming, 2001) yang mengatakan jika motivasi intrinsik peserta didik akan menurun seiring dengan tahapan sekolah yang dialami, dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Karena alasan tersebut, beberapa sekolah juga mengimbangi dengan berbagi jenis insentif ekstrinsik.

Intensif ekstrinsik (ekstrinsik intensive) yaitu imbalan atas pembelajaran yang telah dilakukan, seperti pujian, penghargaan, nilai, hadiah, dan lain sebagainya (Slavin, 2011). Menurut Lepper (1998), Guru hendaknya berusaha membuat segala sesuatu yang diajarkan kepada peserta didik menjadi lebih menarik secara intrinsik, dan enggan untuk memberikan imbalan atau hukyman (punishment and reward) jika itu memang tidak dibutuhkan.

(32)

21

Jadi, motivasi berprestasi adalah motivasi yang bertujuan untuk mencapai standar prestasi yang telah diteteapkan sebelumnya yang terbentuk dari proses belajar dan lingkungan..

2. Aspek Motivasi Berprestasi

Menurut McClelland.(2012), terdapat tiga motivasi berprestasi, yaitu: a. Need for achiefment (Kebutuhan akan berprestasi).

n-Ach adalah simbol yang digunakan oleh McCleland (2012) untuk menggambarkan kebutuhan akan berprestasi. Menurut McCleland (2012) semakin baik sikap peserta didik terhadap suatu tugas, maka akan semakin baik pula hasil yang diterima oleh peserta didik tersebut.

Menurut McClleland (2012), peserta didik yang mempunyai nAch yang tinggi akan merasa puas dengan hasil yang telah dilakukan tidak karena imbalan yang diterima atau menghindari suatu hukuman, namun karena peserta didik tersebut telah menyelesaikan suatu tugas dengan baik dan optimal.

b. Need for power (Kebutuhan untuk menguasai sesuatu).

Peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi akan cenderung ingin untuk menjadi pribadi yang berpengaruh dan mampu mengendalikan apa yang terdapat pada sekitar peserta didik. Hal ini dilakukan karena mampu mengendalikan sesuatu yang ada disekitar atau mampu menjadi individu yang berpengaruh menurut peserta didik adalah salah satu

(33)

22

cara untuk meningkatkan reputasi dan harga diri yang dimiliki oleh peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi (McClelland, 2012).

c. Need for afilistive (Kebutuhan untuk berteman)

Peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi yang baik akan mudah beradaptasi, ramah dengan lingkungan, mampu bekerja baik dengan tim, merasa ingin disukai oleh individu lain. Mnurut McCllland (2012), semakin tinggi motivasi berprestasi peserta didik, maka semakin tinggi juga rasa ingin berada dilingkungan yang ramah.

3. Komponen Motivasi Berprestasi

Standard keunggulan peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi baik menurut Heckhausen (1967) terbagi menjadi tiga komponen, yaitu:

a. Standard keunggulan akan tugas, yaitu ketetapan peserta didik untuk mendapatkan nilai sebaik-baiknya.

b. Standar keunggulan diri, yaitu standar yang ditetapkan dengan tujuan untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi pada setiap tugas baru yang diterima dari pada tugas yang lama.

c. Standar mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai peserta didik lainnya.

(34)

23

Sedangkan Howe (1984), mengungkapkan jika komponen motivasi terdiri dari:

a. Dorongan kognitif, yaitu keinginan peserta didik agar mempunyai kemampuan dan tanggung jawab dalam setiap tugas dan situasi yang sedang dialami, serta meneyelesaikan tugas yang dihadaoi dengan sebaik mungkin.

b. An ego-enhancing one, yaitu keinginan pesesrta didik untuk meningkatkan status harga diri yang dimiliki dari sebelumnya (self esteem).

c. komponen afiliasi, yaitu usaha peserta didik untuk menjalin hubungan baik dengn peserta didik yang lain atau biasa disebut juga dengan faktor relasi.

4. Faktor Motivasi Berprestasi

Faktor motivasi berprestasi peserta didik dibagi menajdi dua, yaitu motivasi berprestasi secara intrinsik dan motvasi berpresttasi secara ekstrinsik, untuk lebih jelasnya akan dijelaskan:

a. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik untuk melakukan sesuatu dengan tujuan mencapai standar yang telah ditetapkan (Santrock, 2014). Sedangkan menurut Slavin (2011), faktor intrinsik aspek kegiatan yang dinikmati peserta didik karena itu dirasakan memberi informasi.

b. Faktor ekstrinsik yaitu faktor untuk melakukan sesuatu dengan tujuan menapatkan sesuatu yang lain (sarana untuk mencapai

(35)

24

tujuan) (Santrock, 2014). Sedangkan menurut Slavin (2011), faktor ekstrinsik yaitu imbalan yang berada diluar kegiatan, seperti penghargaan atau nilai yang baik.

Menurut McClelland (1987), terdapat beberapa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi peserta didik, diantranya yaitu:

a. Pengalaman masa lalu. b. Latar belakang budaya.

Jika peserta didik sudah terbiasa dengan kompetisi, pentingnya kerja keras, serta hasrat untuk menyelesaikan suatu masalah, maka peserta didik tersebut akan mempunyai motivasi berprestasi yang cenderung baik.

c. Modelling (peniruan tingkah laku)

Setiap peserta didik akan menjadikan sosok menjadi model dalam kehidupannya, hal ini kan berdampak pada intensitas motivasi berprestasi yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.

d. Lingkungan tempat proses belajar

Situasi dan kondisi yang nyaman dan aman secara tidak langsung akan memberi dampak terhadap motivasi berprestasi peserta didik. e. Harapan orang tua

Motivasi ekstrinsik dilakkukan peserta didik karena menghindari sutau punishment atau untuk mendapatkan suatu reward, seperti contoh peserta didik belajar dengan tekun untuk mendapatkan

(36)

25

nilai yang baik. nilai yang baik tersebut muncul bukan karena standar yang dia tentukan bukan karena diri sendiiri (Santrock, 2014).

Menurut Slavin (2011), pemberian reward dan punishment adalah salah satu cara memunculkan motivasi secara eksternal, namun jika motivasi secara instrinsik sudah muncul (rasa senang dan minat yang tinggi pada suatu mata pelajaran atau tugas), maka pemberian reward dan punishment bisa ditinggalkan.

Santrock (2014) juga menggambarkan tentang motivasi intrinsik yang kedalam empat bentuk, diantaranya yaitu:

a. Atas keinginan sendiri b. Atas dasar pengalaman c. Minat

Yang dimaksud minat dalam hal ini adalah seperti minat dalam menghafakan rumus, menjawab pertanyaan, dan lain sebagainya. d. Keterlibatan kognitif

Yaitu bagaimana peserta didik mampu menyelesaikan tugas yang telah diberikan serta bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakan.

Keterlibatan kognitif dalam motivasi berprestasi adalah bagaimana cara pandang peserta didik terhadap sesuatu (Sobur, 2003), dengan cara pandang yang berbeda-beda yang dimiliki setiap individu, seperti cara pandang negatif (pesimis) yang akan cenderung

(37)

26

berdampak negatif, serta cara pandang positif (optimis) yang cenderunng akan membawa dampak yang positif.

Weiner (2010), mengatakan jika setiap cara pandang yang dimiliki oleh individu akan mempunyai dampak sesuai dengan bagaimana cara individu terhadap cara pandang tersebut. Jika cara pandang yang dimiliki bisa dimanfaatkan menjadi sebuah motivasi maka akan berdampak positif.

Beberapa peneliti terdahulu mengungkapan jika faktor intrinsik lebih berpengaruh dalam memunculkan motivasi berprestasi, diantaranya penelitian yang menghasilkan jawaban jika minat motivasi disekolah cenderung dipengaruhi oleh perspektif kognitif (faktor interna) (Anderman, 2010; Wene & Nesbit, 2010).

Lepper, Corpus, dan Lyengar (2005) juga mengungkapkan jika faktor ekstrinsik cenderung tidak memiliki hubungan yang positif dalam meningkatkan motivasi beprprestasi peserta didik, begitu pula sebaliknya, faktor intrinsik cenderung memiliki hubungan yang positif dalam meningkatkan motivasi berprestasi peserta didik.

5. Cara Meningkatkan Motivasi Berprestasi

Cara meningkatkan motivasi berpresatsi peserta didik dapat dilihat berdasarkam faktor yang mengikuti, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinisk. Menurut Slavin (2011), Guru dapat meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik dengan cara:

(38)

27

Cara yang dapat diaplikasikan oleh guru untuk membangkitkan ketertarikan peserta didik dalam pelajaran adalah dengan memberi tahu manfaat peserta didik melakukan suatu pembelajaran (Bergin, 1999; Tomlinson, 2002). Selain itu, gguru atau pembimbing juga bisa melakukan dengan memberi pilihan terhadap peserta didik tentang pelajaran apa yang ingin dipelajari dan bagaimana cara peserta didik melakukannya (Cordova & Lepper, 1996; Stipek, 2002).

b. Mempertahankan keingintahuan.

Guthrie & Cox (2001) mengatak jika mengajak peserta didik terlibat langsung dalam suatu pembelajaran dan memberikan pengalaman tentang hal teresebut mampu meningkatkakan dan mempertahankan rasa keingintahuan peserta didik. Selain dengan cara itu, Botge (2001) juga mengatakan jika membuat peserta didik merasa terkejut, tertantang, tidak dapat menyelesaikan atau menyempurnakan tugas dengan baik juga bisa meningkatkan rasa keingin tahuan peserta didik terhadap pembelajaran

c. Menggunakan berbagi cara penyajian yang menarik.

Guru atau pembimbing bisa melakukan dengan menyelang-nyelingi proses belajar mengajar dengan penggunaan film, pengajar tamu, peragaan permainan dan lain sebagainya yang tidak menjadikan peserta didik merasakan bosan saat melakukan proses pembelajaran (Slavin, 2011).

(39)

28

d. Membantu peserta didik menentukan standar pencapaina secara mandiri.

Menentukan standar pencapaian peserta didik secara mandiri dapat dibantu oleh guru atau pembimbing dengan cara memberi tahu kegagalan sebelumnya, dan mengajak peserta didik untuk menentukan sasaran baru yang ambisius dan realistis untuk tugas yang akan datang (Slabin, 2011).

Motivasi intrinsik memang lebih utama dari pada motivasi ekstrinsik, namun guru atau pembimbing tetap tidak boleh melupakan akan adanya sumbangan intensif ekstrinsik dalam meningkatkan motivasi berprestasi peserta didik (Brophy, 1998; Hidi & Harackiewicz, 2000). Menurut Slavin (2011), terdapat beberapa prinsip untuk meningkatkan motivasi ekstrinsik peserta didik antara lain:

a. Mengungkapkan harapan yang jelas.

Hal ini dikarenakan peserta didik perlu mengetahui apa yang sebenarnya yan harus dilakukan, apa tugas yang harus dikerjakan, apa yang harus dievaluasi dan apa konsekuensi dari setiap kegiatan yang peserta didik lakukan (Brophy, 1998)

b. Memberikan feedback yang jelas.

Menurut Slavin (2011), umpan balik atau feedback merupakan salah satu hal yang berperan sebagai insentif dengan catatan harus

(40)

29

menyesuaikan atribusi yang akan dilakukan oleh peserta didik tersebut.

c. Memberikan feedback segera.

Memberikan umpan balik dengan segera sangat berperan penting, hal ini dikarenakan bisa membuat peserta didik tidak sadar jika telah diberi umpan balik oleh pembibing atau guru (Kulik & Kulik, 1988).

d. Memberikan feedback dengan sering.

Untuk mempertahankan motivasi berprestasi peserta didik bisa dilakukan dengan pemberian feedback atau umpan balik dengan sering (Slavin, 2011)

e. Meningkatkan nilai dan sarana ketersediaan motivasi ekstrinsik. 6. Karakteristik Peserta Didik dengan Motivasi Berprestasi

Menurut Djaali (2011), karakterisitik peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, diantaranya yaitu:

a. Menyukai tugas atau keadaan yang menuntut suatu tanggungjawab.

b. Menyukai tantangan.

c. Memilih situasi yang memberi timbalbalik akan usaha yang dilakukan.

d. Individual dan suka bersaing.

(41)

30

f. Mengutamakan mendapat label peserta didik yang berprestasi. dari pada reward lainnya.

Sedangkan menurut Alwisol (2009), karakteristik peserta didik dengan motivasi berprestasi baik yaitu:

a. Lebih kompetitif

b. Lebih bertanggung jawab

c. Senang dengan menetapkan standar yang menantang namun tetap realistik

d. Memiliki tugas dengan tingkat kesulitan yang cukup sulit

e. konsep diri positif dan bangga atau puas dengan hasil yang telah dikerjakan.

B. Defensive Pesimism

1. Definisi Defensive Pesimism

Defensive pesimism adalah strategi pencegahan yang digunakan oleh individu tertentu dalam persiapan menghadapi situasi yang memiliki potensi keberhasilan atau kegagalan. Para defensive pesimism biasanya melakukan pertahanan dengan menetapkan harapan yang rendah untuk memotivasi diri sendiri agar bekerja lebih maksimal untuk mencegah kegagalan dan melindungi diri dari kegagalan yang telah dibayangkan (Norem & Cantor, 2012).

Pintrich & Schunk (2002), yang mengatakan jika sumber utama kecemasan sekolah adalah ketakutan akan kegagalan yang akan

(42)

31

seorang peserta didik. Bandura (1979) menggambarkan jika efikasi diri merupakan faktor penting dalam menentukan prestasi peserta didik.

Salah satu tujuan peserta didik melakuakan defensive pesimism adalah untuk melindungi harga diri atau self efficacy, hal ini sejalan dengan Schunk (2011) yang mengatakan jika konsep efikasi diri atau harga diri telah banyak digunakan oleh peserta didik yang dalam hal ini akan mempengaruhi kegiatan peserta didik.

Menurut Norem & Cantor (2012) peserta didik yang melakukan defensive pesimism adalah peserta didik yang mempunyai keyakinan diri atau self efficac rendah sehingga peserta didik tersebut mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki untuk melindungi image peserta didik di kemudian hari jika peserta didik mendapat hasil yang rendah.

Hasil penelitian lain dari Norem dan Cantor (2012) adalah peserta didik yang melakukan defensive pesimism bukanlah peserta didik yang mempunyai masalah dalam nilai, biasanya adalah peserta didik yang pernah mendapat nilai yang bagus dalam ujian sebelumnya, dan cara berpikirr ini dignakan hanya untuk memunculkan motivasi serta mengoptimalkan motivasi yang telah muncul karena harapan negatif yang telah dibayangkan.

(43)

32

Berperilaku secara defensve pesimim telah dianggap sebagai perilaku yang adaptif dan mampu memberi manfaat bagi yang melakukannya (Norem, 2001). Dalam berbagai eksperimen yang telah dilakukan, berpikir secara defensve pesimim mampu membawa manfaat dan berkinerja secara baik, meskipun hars memunculkan bayangan ata ekspektasi negatif terlebih dahulu . menurut Norem dan Cantor (2012) hal ini dilakukan mungkin karena mereka mampu menyesuaikan motivasi sesuai dengan apa yang diinginkan.

Penelitian tentang kecemasan akan membawa dampak yang positif terhadap hasil belajar juga pernah dilakukan sebelumnya oleh Woolfolk & McCuna-Nicolich (1984). Menurut Jamaris (2013), trait anxiaty adalah keadaan diamana individu merasakan kecemasan bahkan dalam keadaan yang tidak perlu dicemaskan. Keadaaan trait anxiaty jika dikorelasikan dengan proses belajar mengajar, maka kemunngkinan peserta didik yang mengalami trait anxiaty akan mempengaruhi pencapaina prestasi seperti pencapaian hasil belajar.

Berpikir secara positif atau optimisme tidak selalu lebih baik dari pada defensive pesimism, Seperti yang dikatakan oleh karena peserta didik yang melakukan defesive pesimism akan merasa sangat cemas jika diminta untuk meninggalkan cara berpikirr pesimis (Norem & Illingworth, 1993). Menurut Yiona (2002) defensive pesimism adalah perilaku pesimis yang membawa dampak posiitif, adaptif dan

(44)

33

Peserta didik yang melakukan defensive pesimism adalah peserta didik yang takut akan kegagalan dan secara aktif akan berusaha untuk menghindari kegagalan tersebut. Kekhawatiran akan kegagalan dimunculkan sebagai motivasi, bukan sebagai ajang ketidak mampuan (Norem & Cantor, 2012).

Jamaris (2013) mengatakan jika kecemasan yang dapat dikelola dengan baik maka bisa meningkatkan prestasi peserta didik. yaitu dengan ketrampilan, pengetahuan dan pengelolaan emosi, yang akan memunculkan perhatian peserta didik pada proses, tindakan, dan informasi. Sedangkan Konsekuensi yang diterima adalah kepuasan, ketidakpuasan, dan kurang puas. Berikut adalah gambaran kecemasan menurut Jamaris (2013).

Gambar 1

Model kecemasan menurut Jamaris (2013) harapan atau tujuan tindakan analisis hasi konsekuensi MOTIVASI KECEMASAN

(45)

34

2. Cara Megubah Kecemasan menjadi Motivasi

Menurut Jaramis (2013), terdapat tiga cara yang bisa dilakukan oleh individu yang mengalami trait anxiaty (sering merasa cemas dalam semua keadaan) bisa diubah menjadi defensive pesimism (kecemasan yang membawa manfaat) dengan cara:

a. Menguraikan tujuan yang realistik.

Yaitu dengan membagi tujuan yang telah ditetapkan kedalam bagian-bagian yang sederhana (tahapan), dan dilanjutkan dengan melakukan tuugas tanggung jawab tersebut secara bertahap. Hal ini dilakukan dengan tujuan meringankan tujuan yang telah ditetapkan. b. Konsentrasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan.

Konsentrasi adalah prerequisete (prasyarat) dalam melakukan segala bentuk kegiatan. Jika konsentrasi tidak dilakukan, maka individu akan cenderung mengalami hambatan dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

c. Memahami berbagai informasi yang diperlukan dengan baik.

Pemahaman ini dilakukan unuk dijadikan alat sebagai pengelola kecemasan yang dimiliki menjadi sebuah motivasi.

3. Karakteristik Defensive Pesimism

Menurut peneliti, karakteristik dari defensive pesimism yang diambil dari beberapa penelitian sebelumnya antara lain:

a. Memunculkan ekspektasi negatif atau kegagalan atau harapan rendah ((Norem & Cantor, 2012)

(46)

35

b. Tidak didasarkan pada pengalaman masa lalu (Norem & Cantor, 2012)

c. Untuk melindungi harga diri

d. Perilaku adaptif dan bermanfaat (Norem & Cantor, 2012). e. Memunculkan motivasi afektiv

f. Dalam dua penelitian yang dilakukan oleh Suárez dan Fernández (2005), berbagai jenis strategi motivasi afektif dapat digunakaan oleh dua karakter peserta didik, yaitu siswa defensive pesimism,dan peserta didik yang optimisme.

g. Takut akan kegagalan

h. Menganggap semua tugas adalah sulit (Toumanis, Taylor, & Standage, 2010).

4. Aspek Defensive Pesimism

Terdapat dua komponen yang mendasari proses defensive pessimism, yakni: ekspektasi pertahanan (defensive expectations) dan reflektivitas (reflec-tivity) (Martin dkk., 2001):

a. Ekspektasi pertahanan dilakukan dengan membuat pernyataan-pernyataan dan pemikiran-pemikiran tentang kegagalan, hal ini dapat dilakukan dengan memunculkan bayangan jika akan mengalami kegagalan pada suatu ujian kenaikan kelas. Hal ini sesuai dengan prinsip untuk meningkatkan motivasi intrinsik dengan cara mempertahankan keingintahuan sisiwa (Slavin, 2011).

(47)

36

b. Refleksitivitas dilakukan dengan mengembangkan pemikiran-pemikiran untuk meyakinkan diri untuk mengembangkan standar yang cukup agar tidak terlalu mengalami kecemasan dalam mencapai standar tersebut. Refleksivitas bisa dilakukan dengan meyakinkan diri jika ekspektasi buruk yang telah dibuat sebelumnya akan terjadi. Dari keyakinan ini, peserta didk akan melakukan upaya semaksimal mungkin dalam menyelesaikan tugas dengan tujuan agar ekspektasi yang telah dibuat “kegagalan” tidak terjadi.

C. Optimisme

1. Definisi Optimisme

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), optimisme adalah sifat yang melekat pada individu yang mempunyai paha, atas segala sesuatu dari sisi yang baik dan menyenangkan atau sikap yang dimiliki oleh individu dengan memandang segala sesuatu dengan harapan yang baik. Dalam pengkajian optimis dan optimisme, maka harus digaris bawahi perbedaan dari dua kata tersebut, jika Optimisme adalah sifat, maka optimis adalah individu yang sedang melakukan atau individu yang memeiliki sifat optimisme (KBBI).

Kata optimisme diambil dari bahasa latin optimus yang berarti terbaik, dan isme yang pandangan dalam metafisi oleh Gottfried (2012), yang pada saat itu, di Jerman menyatakan jika optimisme

(48)

37

adalah suatu doktrin yang mengatakan bahwa dunia sekarang adalah dunia yang terbaik dari kemungkinan yang ada).

Secara umum, optimisme diartikan sebagai pandangan yang baik, harapan yang baik dan percaya diri yang baik. optimisme juga dapat diartikan sebagai pelajaran bagi individ untuk meyakini akan kehidupan yang lebih bagus dan menetapakan harapan dan batin yang bagus untuk peristiwa yang mempunyai hasil yang lebih bagus (Goldrak, 2012).

Menurut Goleman (1995), optimisme adalah salah satu sifat yang mencerminkan rasa kekaguman pada diri sendiri, keyakinan jika diri sendiri mampu menguasai, dan dapat mengahadpai berbagai masalah atau tugas yang akan dihadapi. Maghfiroh (2013) juga mengatakn gambaran yang sama tentang optimisme, yaitu keyakinan tentang ekspektasi dimasa yang akan datang adalah hal-hal yang baik dan juga akan membawa dampak yang baik pula bagi individu yang melakukan optimisme.

Menurut Segerestrom (1998), individu yang optimisme akan berpikir secara realistis dan positif dalam memandang suatu masalah, selain itu, individu dengan seifat optimisme yang bagus juga akan berusaha mencapai hasil yang baik dalam keadaan buruk.

Safaria (2007), mengatakan jika optimisme dangat penting diterapkan dan dikembangkan kedalam diri anak-anan sejak dini, sebagai bekal dalam menjalani kehidupan dimasa yang akan datang,

(49)

38

Jika anak sudah dilatih sejak dini tentang optimisme, maka dimasa depan anak akan mempunyai sikap yang sama.

Individu yang optimisme jika mengalami kegagalan tidak akan mengakui kegagalan yang telah diterima adalah hasil dari kebodohan atau kesalahan individu tersebut, namun karena hal yang lain. Salain itu, kegagalan bagi individu yang optimisme adalah hal yang sementara, tidak akan berlaku untuk selamanya, dan kegagalan yang diterima pasti bisa diubah menjadi sebuah keberhasilan (Seligman, 1995).

2. Karakteristik Optimisme

Goleman (1995) telah menentuntukan beberapa karakteristik individu yang melakukan optimisme, diantaranya yaitu:

a. Ekspektasi positif.

Individu dengan ekspektasi atau harapan yang positif adalah indiividu yang yakin jika setiap kondisi atau situasi yang akan datang akan membawa dampak positif.

b. Pantang menyerah.

Yaitu jika individu dengan ciri-ciri ini mengalami kegagalan dalam suatu hal, maka akan terus mencoba dan mencoba sampai mendapatkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi yang telah dbuat. Hal ini dikarenakan mereka meyakini jika kegagaln yang terjadi bukanlah kesalahan dari dalam diri, melainkan dari luar.

(50)

39

Selain itu, kegagalan adalah bersifat sementara saja, dan hal ini pasti akan diperbaiki.

c. Termotivasi secara mandiri.

Individu dengan optimisme akan memunculkan motivasi dengan mandiri, hal ini dikarenakan cara berpikir jangka panjang yang diterapkan.

d. Banyak akal.

Individu yang optimisme mempunyai imajinasi yang tinggi, dan hal ini akan dimanfaatkan dengan membuat bermacam-macam plan dalam setiap tugas. Jika cara satu gagal, maka akan mempunyai plan yang lain yang sudah disiapkan.

e. Kepercayaan diri yang tinggi. f. Tidak mudah pasrah

g. Keyakinan jika kegagalan bukanlah kesalahan dari diri sendiri dan hanya akan bersifat sementara.

Selain Goleman (1995), Kerley (2012) juga menggambarkan karakteristik optimisme adalah:

a. Tidak terpuruk dalam kegagalan.

Hal ini dikarenakan individu dengan optimisme lebih berpikir tehadap masa yang akan datang.

(51)

40

Individu dengan optimisme pada dasarnya selalu berpikir positif dalam setiap hal, oleh karena itu, mereka tyakin jika setiap masalah yang dihadapi selalu ada jalan keluar masing-masing.

c. Yakin mampu mengendalikan masa yang akan datang.

Yakin mampu mengendalikan masa yang akan datang menuurut individu dengan optimisme akan membawa manfaat, karena hal ini adalah landasan untuk tetap semangat dari pada individu yang lain. d. Mengambil tindakan secara sadar dan teratur.

Yaitu dengan menentukan keputusan terhadap suatu tugas atau keadaan dalam keadaan sadar dan sudah teratur secara logika (realistis).

e. Membuang pikiran negatif.

Karena pada dasarnya individu dengan optimisme adalah individu yang memandang setiap segala sesuatu adalah positif. Jika pemikiran negatif muncul, makan akan memunculkan kecemasan dan mengakibatkan penurunan motivasi untuk melakukan suatu tugas.

f. Meningkatkan apresiasi.

Yaitu memunculkan pemikiran jika masih banyak hal kegiatan di dunia yang akan membawa kemanfaatan bagi individu dengan optimisme.

g. Melatih imajinasi untuk bekal kesuksesan. h. Selalu gembira.

(52)

41

i. Suka bertukar pikiran tentang hal-hal yang baik. . j. Menyukai keharmonisan.

k. Menerima apa yang tidak bisa diubah

Hal ini dikarenakan individu dengan optimimisme mudah beradaptasi dengan lingkungan, dan adanya prinsip untuk mengubah apa yang bisa diubah, dan tidak mengubah apa yang tidak bisa diubah.

l. Yakin jika kemampuan yang dimiliki tidak terbatas.

Yaitu keyakinan jika kemampuan yang dimiliki tidak dibatasi oleh sesuatu, seperti waktu, individu dengan optimisme yakin jika sampai tua, akan tetap bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat. Selain waktu, individu dengan optimisme juga yakin jika mampu melakukan segala sesuatu.

3. Cara Menumbuhkan Optimisme

Terdapat beberapa cara untuk menumbuhkan optimisme (Seligman, 2002), diantara lain yaitu:

a. Mengenali atau menetahui pesimisme dan membuang jauh-jauh tentang hal itu.

Kunci utama untuk menumbuhkan optimisme adalah membuang jauh jauh pikiran negatif yang ada pada diri, anggap saja hal ini adalah tuduhan dari orang lain.

b. Melawan pesimisme dengan metode ABCD, yiaitu: 1) Adversity, untuk setiap kesulitan yang dimiliki.

(53)

42

2) Believ, yaitu dengan memunculkan keyakinan atau optimisme dalam diri sendiri secara otomatis ketika adversity muncul. 3) Consequence, yaitu sebuah konsekuensi dari dalam diri yang

muncul berupa prasangka ketika memunculkan keyakinan atau optimisme.

4) Disputaition, dengan cara menghilangkan atau menentang prasangka buruk yan ada.

5) Energisasi, yaitu energi yang secara otomatis keluar ketika keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesuksesan muncul. 4. Aspek Optimisme

Explanatry style adalah sikap yang dimiliki oleh individu berdasarkan cara pandang yang digunakan (Selignan, 1995). Individu yang optimisme secara tidak langsung akan menggunakancara pandang yang positif terhadap sesuatu dan cenderung akan melakukan hal yang posutuf juga. Dari kemungkinan tersebut, maka kemungkinan besar individu tersebut akan mendapatkan hail yang positif.

Dilihat dari karakter individu yang optimisme, cara pandang yang negatif atau harapan yang negatif jika terdaoat pada mindset atau pada dalam diri, maka hal ini akan ditolak dan dianggap adalah sebuah faktor dari luar, bukan dari dalam diri, faktor khusus, atau sebuah harapan yang bersifat sementara.

(54)

43

Menurut Seligman (2001), terdapat tiga aspek dalam optimisme, yaitu:

a. Permanence (permanen).

Yaitu bagaimana cara pandang individu terhadap sesuatu. Individu dengan optimisme akan menganggap jika keberuntungan atau sebuah keberhasilan yang telah dicapai akan bersifat permanen atau selamanaya, sedangkan jika mengalami sebuah kegagalan hanya akan bersifat sementara dan pasti akan bisa dirubah, karena individu yang optimisme menganggap kegagalan bukanlah kesalahan dari dalam diiri, namun adanya faktor luar yang mengakibatkan sebuah kegagalan yang bersifat sementara terjadi. b. Persavisenes (ruang lingkup).

Individu yang optimisme percaya jika kegagalan yang menimpa pada suatu tugas hanya akan berlaku pada suatu tugas tersebut, tidak akan mengakibatkan tugas yang lain akan menjadi gagal juga. Hal ini disebabkan individu yang optimisme yakin dan merasa bisa dalam melakukan berbagai macam tugas yang menjadi tanggung jawab. Jadi, jika terdapat kegagalan, maka itu bukanlahk keselahan dari dalam diri, melainkan dari faktor luar, dan selanjjutnya akan yakin tugas yang lain pasti terselesaikan dengan hasil yang baik. c. Personalitazion (Sikap).

Yaitu tentang sikap yang berasal dari dalam diri (internal) dan dari luar (eksternal) berupa keyakinan individu yang Optimisme

(55)

44

terhadap suatu keberhasilan atau kegagalan adalah akibat dari faktor internal dan faktor eksternal. Jika mendapat keberhasilan dari suatu tugas, maka keyakinan terhadap kemampuan dan kesanggupan tentang suatu tugas tersebut adalah berasala dari dalam diri (internal). Namun jika mengalami suatu kegagalan, maka keyakinan terhadap faktor luar (eksternal), seperti nasib yang memang buruk pada waktu tersebut, orang lain, dan lain sebagainya adalah yang menjadi faktor penyebab terhadap kegagalan yang telah dialami.

D. Peserta Didik Cerdas Istimewa (PDCI)

Seperti yang yang dinyatakan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, tentang definisi sistem SKS (Sistem Kredit Semester) adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan”.

Pada tingkat SMP/MTs serta SMA/MA, program sks dibagi lagi menjadi beberapa sistem (tergantung sekolah atau yayasan yang mengaplikasikan), diantaranya:

a. RCP dan AECP yang dapat ditempuh dalam kurun waktu 3 tahun demgan total sks 6 semester;

b. ECP, yaitu kelas unggulan berprestasi yang dapat ditempuh dalam kurun waktu 2,5 tahun demgan total sks 5 semester; dan

(56)

45

c. PDCI untuk peserta didik cerdas istimewa yang dapat ditempuh dalam waktu 2 tahun dengan total sks 4 semester.

PDCI adalah singkatan dari Pendidikan Khusus Peserta Didik Cerdas Istimewa, yaitu wujud layanan pendidikan yang dapat berupa program pengayaan dan gabungan dari program percepatan dan pengayaan. Peserta didik dengan Program PDCI mempunyai hak istimewa, yaitu untuk pendidikan tingkat SD atau MI, dapat ditempuh dalam jangka waktu 5 tahun (10 semester) dan untuk tingkatan SMP atau MTs dan SMA atau MA dapat ditempuh dalam waktu 2 tahun (4 semester) (Aprilia, 2016).

Gifted-talented adalah sebutan awal dari peserta didik cerdas dan berbakat istimewa. Gifted-talented sendiri mempunyai arti potensi bawaan yang harus dikembangkan dan diberi pelatihan (Direktorat Pembinaan SLB, 2009). Selain itu, dalam Direktorat Pembinaan SLB tahun 2009 juga dijelaskan jika peserta didik CI (Cerdas Istimewa) adalah yang peserta didik yang sudah diidentifikasi oleh tenaga profesional dan mempunyai hasil kinerja yang bagus.

Renzuli dalam Direktorat Pembinaan SLB tahun 2009 mengatakan jika individu yang mempuyai keistimewaan dalam tingkat kecerdasan dan bakat adalah individu yang mempunyai gabungan kemampuan yang umum atau khusus, diatas rata-rata, dan kreativitas yang tinggi. Dalam hal ini, Renzuli (Direktorat Pembinaan SLB, 2009), terdapat beberapa

(57)

46

komponen yang mendukung peserta didik cerdas istimewa, diantaranya yaitu:

1. Optimism (keyakinan tentang keberhasilan pasti ada dimasa depan dengan bekerja keras)

2. Courage (keberanian menghadapi berbagai kesulitan)

3. Romance with a topic or discipline (Keinginan yang kuat terhadap sesuatu, sehingga menumbuhkan komitmen motivasi berprestasi yang tinggi)

4. Sensitivity to human concerns (peka terhadap lingkungan sekitar, mampu berkomunikasi dengan baik)

5. Physical/mental energy (mempunyai energi fisik dan mental yang baik)

6. Vision/sense of destiny (mempunyai rencana untuk mencapai target yang telah ditentukan)

Dalam menentukan kelas mana yang akan diambil, maka peserta didik harus menentukan apakah memenuhi beberapa syarat yang ditentukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin cepat semester yang ditempuh, maka semakin banyak juga persyaratan yang harus dipenuhi. Selain persyaratan yang dipenuhi harus semakin banyak, peserta didik yang hendak menyelesaikan propgram belajar lebih cepat, maka hal wajib pertama yang harus dipenuhi adalah mempunyai kelebihan

Gambar

Gambar 1 Model Kecemasan  ............................................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Sumber: Olahan Data Lapangan, 2017 Tabel di atas dapat di lihat bahwa respon narapidana terhadap sarana olahraga di Rumah Tahanan (RUTAN) Teluk Kuantan adalah 64

Pengujian Bakteri Golongan Coliform Dengan Metode MPN pada Es Jeruk di Kota Pontianak Berdasarkan hasil uji MPN yang diperoleh menunjukan bahwa semua sampel uji

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut; 1) Proses terbentuknya motivasi berprestasi dalam diri peserta didik adalah

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.Data yang akan diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisa SWOT, yaitu dengan melihat kekuatan, kelemahan ,

Semua objek dan benda yang digunakan oleh manusia adalah diperbuat daripada bahan semula jadi dan bahan buatan manusia.. Sesetengah objek berasal daripada kedua-duanya: bahan

Sehingga lovelock menyimpulkan bahwa struktur organisasi harus dibuat dengan mendukung perkembangan aktivitas pemasaran tradisional dan aktivitas interactive marketing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen pengelolaan arsip dinamis sudah baik, kendala yang dihadapi yaitu hilangnya arsip berupa surat yang diambil