• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-XII/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-XII/2014"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 15/PUU-XII/2014

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999

TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI DARI

PEMERINTAH

(V)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 15/PUU-XII/2014 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa [Penjelasan Pasal 70] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Darma Ambiar dan Sujana Sulaeman

ACARA

Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi dari Pemerintah (V) Selasa, 26 Agautus 2014, Pukul 11.06 – 11.40 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Hamdan Zoelva (Ketua)

2) Arief Hidayat (Anggota)

3) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota)

4) Muhammad Alim (Anggota)

5) Anwar Usman (Anggota)

6) Aswanto (Anggota)

7) Wahiduddin Adams (Anggota)

8) Maria Farida Indrati (Anggota)

9) Patrialis Akbar (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon:

1. Darma Ambiar

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Andi Syafrani 2. M. Ali Fernandes 3. Rivaldi

4. Yupen Hadi

C. Ahli dari Pemohon:

1. Satya Arinanto

2. Aidul Fitriciada Azhari

D. Pemerintah: 1. Agus Hariadi 2. Budijono 3. Liana Sari 4. Tri Rahmanto 5. Mualimin Abdi

E. Ahli dari Pemerintah:

1. Huala Adolf 2. Mieke Komar F. Pihak Terkait: 1. Harianto Sunidja 2. Madjedi Hasan 3. Arif Sempurno 4. Agus Kartasasmita 5. Priatna 6. Husein Umar

(4)

1. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 15/PUU-XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Pemohon, silakan dulu perkenalkan dulu siapa saja yang hadir?

2. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI

Terima kasih, Yang Mulia. Kami dari Pemohon hadir. Pertama adalah dari Prinsipal kami, Bapak Darma Ambiar yang ada di belakang. Dan kemudian kami para Kuasa Hukum yang hadir di sini saya, Andi Syafrani, Yupen Hadi, Rivaldi, dan Muhammad Ali Fernandes, Yang Mulia. Terima kasih.

3. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, terima kasih. Dari Pemerintah? Silakan, perkenalkan siapa saja yang hadir.

4. PEMERINTAH: BUDIJONO

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari Pemerintah yang mewakili, sebelah kiri saya, Bapak Dr. Mualimin Abdi, sebelah kiri pejabat Plt. dari Dirjen Peraturan Perundang-Undangan, saya sendiri Budijono dari Kementerian Hukum dan HAM, yang sebelah kiri ujung, Bapak Husein Umar, dan sebelah kanan saya Saudara Liana, dan di belakang kawan-kawan dari Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia. Dan maaf, Yang Mulia, kami akan menghadirkan 2 orang ahli. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, baik. Terima kasih. Selanjutnya, Pihak Terkait, ini para senior semua hadir. Prof. Priyatna, hadir? Ada? Ada, ya. Pak Harianto, hadir, ya. Pak Husein Umar? Pak Madjedi? Hadir. Agus?

Baik. Terima kasih. Hari ini kita lanjutkan sidang untuk mendengarkan keterangan ahli dari pemerintah. Dan hari ini dibawakan 2 ahli, Prof. Huala Adolf, ya silakan langsung maju ke depan Pak Huala.

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.06 WIB

(5)

Kemudian, Ibu Prof. Mieke Komar, silakan ke depan untuk diambil sumpah dulu. Agama dua-dua Kristen, ya, Pak Huala? Ibu Mieke? Islam, ya. Baik. Ibu Maria, silakan.

6. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Bapak, Katolik atau Protestan? Kristen. Mohon ikuti saya.

“Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.” Terima kasih.

7. AHLI DARI PEMERINTAH: HUALA ADOLF

Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.

8. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI

Silakan, Ibu mengikuti saya untuk bersumpah menurut agama Islam, ya. Dimulai.

“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”

9. AHLI DARI PEMERINTAH: MIEKE KOMAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.

10. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Terima kasih. Kembali ke tempat duduk, Prof.

11. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI

Izin, Yang Mulia, Pemohon. Terkait dengan 2 orang ahli yang diusulkan oleh pemerintah, dalam sidang ini kami ingin menyampaikan, Yang Mulia. Yang pertama adalah untuk Prof. Huala Adolf, setahu kami beliau juga bagian dari Prinsipal karena sejak dari sidang … 2 sidang yang terakhir beliau ikut duduk hadir mewakili Pihak Terkait.

Yang kedua, untuk Ibu Prof. Mieke Komar, dalam cv beliau juga, beliau menyatakan bahwa beliau adalah arbiter di Bani yang artinya juga menjadi bagian dari Pihak Terkait. Nah, mohon ini dipertimbangkan,

(6)

Yang Mulia karena dua-dua ahli ini adalah bagian integral dari pihak yang bersengketa di sini, khususnya adalah Pihak Terkait.

12. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, keberatannya akan dicatat dan kita dengarkan saja dulu keterangan ahlinya.

13. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI

Terima kasih, Yang Mulia.

14. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Silakan, siapa yang lebih dulu dari Pemerintah?

15. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI

Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Prof. Huala, saya persilakan.

16. AHLI DARI PEMERINTAH: HUALA ADOLF

Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang saya muliakan. Keterangan berupa pendapat hukum yang saya buat di bawah ini menitikberatkan pada prinsip arbitrase.

Prinsip yang pertama, yaitu prinsip nonintervensi pengadilan, salah satu prinsip universal arbitrase yang penting adalah prinsip nonintervensi pengadilan. Prinsip ini menyatakan bahwa pengadilan harus sedapat mungkin tidak mencampuri sengketa yang para pihak telah terikat pada suatu perjanjian arbitrase. Prinsip ini bersifat universal, prinsip ini dalam hukum nasional tampak dalam Pasal 3 dan Pasal 11 Undang-Undang Arbitrase. Prinsip nonintervensi pengadilan harus juga diterapkan pada aspek pembatalan putusan arbitrase. Pengadilan harus sedapat-sedapatnya menjaga jarak untuk tidak mencampuri sengketa para pihak yang telah terikat pada arbitrase, termasuk mengeluarkan putusan yang membatalkan putusan arbitrase.

Dewasa ini masih terdengar pandangan dari pengusaha luar negeri bahwa negeri Indonesia dipandang sebagai unfriendly country untuk arbitrase. Istilah unfriendly country di sini mengacu kepada pemahaman mereka bahwa negeri Indonesia tidak ramah terhadap arbitrase.

Alasan sejatinya putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat ternyata dibatalkan. Pembatalan suatu putusan arbitrase melukai perasaan atau melu … melu … maaf, melukai perasaan suatu

(7)

pihak yang telah beritikad baik di dalam menyelesaikan sengketanya di arbitrase.

Menurut Yang Mulia Hakim Agung Bismar Siregar, “Putusan arbitrase adalah mahkota seorang arbiter karena itu pembatalan suatu putusan arbitrase sejatinya melukai pula perasaan seorang arbiter yang memutus suatu sengketa.”

Kedua. Prinsip final dan mengikat putusan arbitrase. Putusan arbitrase adalah putusan yang dikeluarkan oleh majelis arbitrase atau seorang arbiter. Prinsip universal yang berlaku terhadapnya adalah putusan yang bersifat final dan mengikat. Final artinya paling akhir. Mengikat artinya para pihak yang bersengketa terikat secara hukum untuk melaksanakan putusan arbitrase.

Sifat final dan mengikat putusan arbitrase secara hukum tidaklah dapat diajukan perlawanan. Tetapi prinsip universal member kelonggaran terhadap prinsip final dan mengikat ini. Putusan arbitrase berdasarkan Konvensi New York 1958 dan Model Arbitration Law Uncitral 1985 dapat dimintakan penolakan pelaksanaannya. Penolakan pelaksanaan putusan ini karena adanya aturan dasar yang dilanggar, misalnya kepentingan umum atau public policy.

Dalam undang-undang suatu putusan arbitrase dimungkinkan pembatalan meskipun ketentuan undang-undang berbeda dengan ketentuan Konvensi New York 1958 dan Model Arbitration Law Uncitral. Menurut hemat saya berdasarkan dua prinsip di atas, yaitu prinsip nonintervensi pengadilan dan prinsip final dan mengikat putusan arbitrase pembatal ini haruslah sangat hati-hati dilakukan.

Alasannya pertama, pembatalan hanya dapat dilakukan apabila ada hal-hal yang sifatnya sangat teramat fundamental telah dilanggar oleh suatu arbitrase. Kedua, pembatalan menimbulkan atau melahirkan dampak negatif yang sangat teramat fundamental pula.

Pembatalan putusan arbitrase hanya akan melahirkan kesanksian bahwa keraguan … bahkan keraguan masyarakat di dalam dan di luar negeri terhadap arbitrase di Indonesia.

Berdasarkan prinsip-prinsip arbitrase tersebut, ketentuan dalam Undang-Undang Arbitrase khususnya Pasal 70 beserta penjelasannya haruslah dipandang sebagai suatu ketentuan yang harus membatasi dengan tegas agar putusan arbitrase tidak dengan mudah dibatalkan.

Yang Mulia, demikian keterangan saya yang saya buat dengan … sesuai dengan keahlian saya sepanjang mengenai arbitrase. Terima kasih.

17. KETUA: HAMDAN ZOELVA

(8)

18. AHLI DARI PEMERINTAH: MIEKE KOMAR

Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, beserta seluruh Anggota Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan dan saya hormati.

Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera.

Keterangan Ahli ini saya buat atas permintaan Pemerintah Republik Indonesia dan seterusnya. Saya mohon, Bapak Ketua, boleh saya persingkat keterangan Ahli saya dengan tidak membacakan semua kalimat secara lengkap.

Keterangan Ahli ini juga saya buat dalam kapasitas saya sebagai Akademisi Guru Besar Emeritus dari Universitas Negeri Padjadjaran, juga sebagai Mantan Hakim Agung Anggota Kamar Perdata Khusus, dan sebagai pemerhati tentang perkembangan hukum arbitrase nasional dan internasional.

Adapun petitum Pihak Pemohon saya kutip di sini dan saya akan … tidak akan membacakan lagi.

Majelis Mahkamah Konstitusi yang dimuliakan. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam berbagai putusan dapat menunjukkan arah penyelesaian Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 beserta penjelasannya. Terlebih lagi putusan-putusan Mahkamah Agung sebagai bahan peradilan yang tertinggi merupakan jurisprudence tentang penerapan hukum dalam keadaan riil yang menjadi pegangan atau pedoman bagi badan-badan peradilan di bawah ini … di bawahnya. Oleh karena itu, perkenanlah saya mengutip beberapa perkara yang bisa memperjelas kedudukan dari permasalahan di depan Mahkamah Agung. Saya tidak akan mengutip lagi Pasal 70 dan penjelasannya.

Putusan Nomor 1 Arbitrer BTL-2 Nomor 2006, Mahkamah Agung di sini dengan jelasan mengatakan bahwa alasan-alasan pembatalan adalah bertentangan dengan isi Pasal 70 dan penjelasannya. Alasan-alasan Pasal 70 telah ditentukan secara limitatif.

Berikut putusan Tahun 2008. Dalam perkara ini Mahkamah Agung juga mengatakan bahwa tipu muslihat kebohongan bukan hanya tafsir dari salah satu pihak dan kemudian menerapkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 dan penjelasannya.

Ketiga. Keputusan MARI Tahun 2008 di situ juga dengan jelas dikatakan oleh Mahkamah Agung bahwa putusan itu harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang terkurung dalam perkara pidana dan seterusnya. Dan kemudian dikatakan bahwa permohonan pembatalan harus dinyatakan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklaard.

Putusan Tahun 2010 pada pokoknya juga menolak permohonan berdasarkan adanya tipu muslihat yang dilakukan oleh termohon banding, dan dikatakan atau ditegaskan bahwa tidak dapat dibuktikan adanya unsur tipu muslihat tersebut, dan tidak disertai dengan bukti

(9)

berupa putusan pidana yang menyatakan telah terjadi tipu muslihat dan seterusnya.

Beberapa cuplikan putusan di atas ini mempertegas bahwa isi dari Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 harus dibaca dan diterapkan bersamaan dengan penjelasannya. Alasan-alasan pembatalan dalam Pasal 70 mengandung unsur pidana dan penjelasannya memuat uraian dan penjabaran lebih lanjut dari norma dalam Pasal 70, yaitu bahwa alasan-alasan permohonan pembatalan harus dibuktikan dengan putusan pengadilan (pidana).

Menurut hemat saya adalah tidak tepat untuk berpendapat bahwa penjelasan Pasal 70 di atas mengandung suatu norma baru seperti didalilkan oleh Pihak Pemohon. Perjanjian arbitrase dan putusan arbitrase berada dalam ranah hukum perdata, tetapi unsur-unsur Pasal 70 harus diperiksa oleh peradilan pidana sebab peradilan perdata tidak berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang diduga berisi unsur-unsur pidana.

Sidang yang saya muliakan. Menurut hemat saya kedudukan penjelasan pada Undang-Undang Nomor 30 tidak bertentangan dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005 Tahun 2005, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dalam lampiran butir Nomor 148 sampai dengan 155 yang undang-undang ini telah disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Lain daripada itu apabila penjelasan dicabut dan dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 maka Pasal 70 akan berdiri sendiri, tetapi akan tetap menghasilkan kerancuan dalam penyelesaiannya di peradilan perdata yang akan bertentangan dengan hukum acara Indonesia.

Sidang yang saya hormati. Suatu kenyataan bahwa ketentuan pembatasan waktu seperti yang diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yaitu mengenai permohonan pembatalan putusan harus diajukan secara tertulis dan waktu paling lama 30 hari dan seterusnya. Menurut hemat saya menghambat bagi penerapan isi Pasal 70 beserta penjelasan sebagaimanamestinya. Apakah menghapus, mencabut baik Pasal 70 beserta penjelasannya merupakan jawabannya? Juga perlu dipertanyakan apakah apabila hal itu terjadi apakah absennya upaya permohonan pembatalan dalam Undang-Undang Nomor 30 tidak bertentangan dengan perintah, maksud, dan tujuan dari Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945?

Sidang yang saya muliakan. Mengacu pada hukum internasional yang mengikat Republik Indonesia, yaitu konvensi Tahun 1985 mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase di dalam Pasal 5 ayat (1e), mohon dimaklumi pengertian side a side itu sama dengan to a null, sama dengan membatalkan. Jadi menurut butir e, antara lain putusan mengikat para pihak, atau telah dibatalkan, atau set a side oleh badan

(10)

yang berwenang dari negara dimana atau berdasarkan hukum mana putusan tersebut dibuat. Jadi contohnya putusan arbitrase Indonesia yang diputuskan di Indonesia dapat dibatalkan di Indonesia atau menurut hukum Indonesia. Konvensi internasional ini memang tidak menetapkan syarat-syarat pembatalan suatu putusan arbitrase asing karena konvensi ini adalah mengenai arbitrase asing. Namun demikian, kewenangan menentukan syarat-syarat pembatalan suatu putusan arbitrase, baik putusan arbitrase asing maupun domestik adalah tetap wewenang penuh dari negara yang bersangkutan. Menggarisbawahi apa yang telah dikemukakan terlebih dahulu oleh Wakil Ketua Bani, yaitu mengenai Pasal 34 unstrauw modelaw.

Kiranya sidang yang terhormat boleh saya kemukakan ini tanpa maksud ingin mengajari ataupun menggarisbawahi. Namun demikian, Pasal 34 ucitral model law berisikan tentang alasan-alasan pembatalan putusan arbitrase di berbagai negara, yaitu satu. Satu atau para pihak tidak cakap.

b. Pemberitahuan yang kurang wajar mengenai pengangkatan arbiter atau proses arbitrase atau tidak dapat mempresentasikan perkaranya.

c. Putusan dijatuhkan atas perkara yang tidak dalam lingkup arbitrase. Atau berisi putusan-putusan di luar kewenangan arbitrase.

d. Penunjukkan Majelis Arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan kesepakatan para pihak.

e. Pengadilan menemukan bahwa pokok-pokok perkara dalam sengketa tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase menurut peraturan undang-undang di negara tersebut atau putusan bertentangan dengan ketentuan umum public policy dari negara tersebut.

Seperti diketahui secara luas, isi uncitral model law ini telah diadopsi oleh banyak negara. Sekalipun RI belum mengadopsinya, tetapi kita lihat banyak negara tetangga kita sudah. Sehingga kiranya butir-butir di atas dapat menjadi acuan bagi aturan pembatalan putusan domestik maupun asing.

Boleh saya tambahkan. Bahwa unsur pidananya itu dalam konsep uncitral ini tidak … kurang ada begitu, tidak ada. Jadi tidak akan membawa kita dalam kontroversi yang kita hadapi sekarang.

Kesimpulan:

1. Penjelasan Pasal Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak dapat

dipisahkan dari penjelasan Pasal 70.

2. Penjelasan tidak memuat norma baru, tetapi memuat penjabaran lebih lanjut dari norma yang terdapat dalam Pasal 70.

3. Penjelasan Pasal 70 mempertegas bahwa syarat-syarat pembatalan dalam Pasal 70 masuk ke ranah pidana (pengadilan pidana) dan harus dibuktikan terlebih dahulu dengan putusan pengadilan pidana, seperti dipertimbangkan Mahkamah Agung dalam berpuluh-puluh putusannya.

(11)

4. Dibatalkan penjelasan Pasal 70 akan memberikan ketidakpastian, terutama dapat dianggap bahwa pengadilan perdata memiliki wewenang untuk memeriksa unsur-unsur pidana yang terkait dengan permohonan pembatalan tersebut. Yang kita semuanya mengetahui bahwa hal tersebut akan sangat bertentangan dengan hukum acara Indonesia.

5. Pasal 70 beserta penjelasan, menurut hemat saya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Namun demikian, terkait dengan persyaratan dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30 menimbulkan suatu ketidakpastian.

6. Mekanisme pembatalan putusan arbitrase harus diatur dalam suatu undang-undang tentang arbitrase untuk menguatkan hak warga negara sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat diterapkan secara efektif.

Demikian, terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.

19. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Terima kasih. Pemerintah ada pertanyaan untuk Ahli?

20. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI

Cukup.

21. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Cukup, Pemohon?

22. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI SYAFRANI

Terima kasih, Yang Mulia. Pada prinsipnya kami tetap menyatakan pada keberatan kami mengenai kehadiran dua orang Ahli ini. Akan tetapi karena beliau sudah hadir, kami juga ingin mendapatkan pencerahan dari dua orang Ahli ini terkait dengan persoalan yang kita ajukan.

Nah, yang kami ingin ajukan kepada Prof. Mieke Komar. Yang pertama, terkait dengan kesimpulan Ibu di dalam keterangan Nomor 4 mengenai korelasi antara Pasal 70 dan penjelasannya dengan persyaratan yang ditetapkan mengenai limitasi waktu yang ada dalam Pasal 71. Di sini Ibu menyatakan bahwa itu tetap menimbulkan ketidakpastian yang menurut kami ini adalah salah satu argumen kami dalam permohonan. Nah, kami ingin mendapatkan elaborasi lebih lanjut dari Ibu tentang bagaimana penerapan Pasal 70 dan penjelasannya ini dikaitkan dengan penerapan Pasal 71, di mana di situ ada pembatasan waktu 30 hari untuk pengajuan proses pembatalan ke pengadilan,

(12)

sedangkan ini adalah dua ranah yang berbeda. Seperti Ibu bilang tadi ini ada ranah perdata, ada ranah pidana. Dan dalam praktiknya kita tahu untuk mencapai proses putusan pidana apalagi inkracht, waktu 30 hari adalah waktu yang sangat tidak mungkin dalam proses yang kita lakukan saat ini. Nah, itu kami minta penjelasan lebih lanjut dari Ibu.

Nah, yang kedua adalah terkait dengan yurisprudensi beberapa putusan Mahkamah dan juga putusan pengadilan. Nah, berdasarkan dari pengalaman Ibu selama ini memproses putusan-putusan di Mahkamah Agung, apakah menurut Ibu adakah putusan-putusan pengadilan dan juga Mahkamah Agung yang berisi berbeda pandangan terkait dengan penerapan norma dalam penjelasan Pasal 70, begitu? Karena menurut pengalaman kami dan juga kami sampaikan di dalam argumentasi permohonan kami, ini terjadi beberapa persoalan terkait dengan putusan-putusan, baik itu dari sejak level pengadilan negeri sampai kemudian Mahkamah Agung adanya beberapa putusan yang kontradiktif, begitu.

Di satu sisi ada putusan yang berisi tidak menerima norma penjelasan Pasal 70. Artinya, stick pada kata-kata diduga yang itu adalah kata-kata yang digunakan dalam Pasal 70-nya, bukan penjelasannya. Meskipun kami tahu mayoritas putusan Mahkamah Agung itu berisi penegasan tentang norma penjelasan itu. Meskipun kami juga mencatat ada satu putusan, yaitu Putusan Nomor 03/ARB.BTL/2005 tanggal 17 Mei 2005 yang itu isinya justru berbeda dengan beberapa putusan-putusan Mahkamah Agung lainnya. Kami mohon penjelasan itu. Terima kasih.

23. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Dicatat dulu, Bu, masih ada lagi dari Majelis Hakim. Silakan, Yang Mulia Pak Patrialis.

24. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Terima kasih, Ketua. Saya mau memperdalam dari tadi Ahli Prof. Huala Adolf. Sudah lama enggak ketemu, Prof. Ini guru saya. Prof., mengenai alasan pembatalan yang disampaikan tadi, saya ingin mendapatkan satu gambaran yang lebih luas barangkali, Prof., tentang alasan pembatalan itu antara lain hanya dapat dilakukan apabila ada hal-hal yang sifatnya sangat teramat fundamental telah dilanggar oleh suatu arbitrase. Kami mohon sifatnya yang sangat amat fundamental itu yang bagaimana?

Yang kedua, bagaimana kalau yang sangat amat fundamental itu sebetulnya adalah di luar pengetahuan dari para arbiter, tetapi ditemukan sesuatu hal-hal yang memang sangat luar biasa? Saya tanya sama Prof. saja. Terima kasih.

(13)

25. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya. Silakan, Prof. Mieke dulu.

26. AHLI DARI PEMERINTAH: MIEKE KOMAR

Terima kasih, Bapak Ketua. Pertanyaan yang pertama mengenai nomor 4. Sebetulnya, itu sudah dijawab juga oleh Saudara sendiri ya di dalam baik permohonan Saudara.

Jadi, yang kita lihat di sini dan menurut saya itu sebenarnya yang harus mempertanggungjawabkan adalah pembuat undang-undang itu sendiri. Di mana Pasal 70 disusun sedemikian rupa dengan penjelasan. Kemudian, Pasal 70 memberikan pembatasan waktu dan itu yang meninbulkan ketidakpastian. Dan hal ini menurut pengetahuan saya menjadi juga alasan, mengapa kalau perkara itu sudah sampai di Mahkamah Agung, kemudian menjadi niet ontvankelijk verklaard. Itu alasannya.

Kemudian, kalau saya boleh lebih lanjut dari situ, tetap saya berpendapat bahwa penjelasan dengan Pasal 70 itu satu-kesatuan. Jadi, dalam petitum Anda, Anda minta penjelasan yang dihapuskan? Jadi, apa ayam dulu atau telurnya dulu? Karena ayam dan telur ini di sini satu. Maaf, Bapak Ketua, kira-kira begitulah. Jadi, kenyataan itu saya konstatir. Dan sebagai Ahli, saya tahu bahwa itu konstatasi itu memang ada.

Kalau saya sebagai Ahli boleh lebih lanjut, Saudara Ketua, maka mungkin apakah bukan lebih pantas? Tapi di sini prima … ini di luar petitum. Apa bukan Pasal 71 saja yang dianulir supaya karena tetap Pasal 70 itu memang mengandung pidana, jadi tidak bisa tidak. Semua orang tahu kalau pidana itu harus dengan putusan pembuktian dan pembuktian itu harus dilampirkan, begitu. Jadi, Pasal 70 dengan penjelasan itu jangan coba-coba dipotong dua menurut saya. Karena itu adalah satu-kesatuan.

Kemudian, mengenai yurisprudensi. Setahu saya, memang sedikit sekali perkara yang di … yang diterima, saya kira ada berapa … tiga kalau enggak salah. Jadi, saya berpendapat bahwa Mahkamah Agung membuatkan keputusan dengan tadi saya hanya mengutip beberapa … empat atau lima. Sebetulnya banyak sekali, tapi kan bukan … tidak pantaslah kalau di sini semuanya disebut. Jadi, memang harus NO kalau itu menggunakan Pasal 70 dan penjelasannya.

Bahwa di tingkat pengadilan negeri, kemudian berbeda dengan Mahkamah Agung, saya kira Anda juga tahu. Bahwa apa pun yang di (suara tidak terdengar jelas) pada akhirnya jalan terakhir adalah di Mahkamah Agung, kan? Itu yang mengikat dan final, kecuali kalau ada PK tentunya ya, menurut saya itu bukan kontroverse. Itu adalah tingkat

(14)

bagaimana proses peradilan kita itu berjalan. Saya kira demikian Bapak Ketua. Terima kasih.

27. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Silakan Professor Huala.

28. AHLI DARI PEMERINTAH: HUALA ADOLF

Terima kasih, Yang Mulia. Mengenai … terima kasih, Yang Mulia dan Majelis Anggota Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, mengenai alasan pembatalan tentang putusan … terhadap putusan aditrase. Undang-undang kita yang menyebutkan bahwa salah satu asalan pembatalan yang dimungkinkan adalah adanya … pertama adanya alasan pelanggaran terhadap ketertiban umum dan yang menjadi permasalahan di dalam pelak … praktik adalah acuannya yang kesimpulan dari keselurahan adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Mengapa saya bilang kesimpulan? Karena di dalam pelaksanaannya, istilah kepentingan umum ini sangat luas ditafsirkan.

Kemudian, Yang Mulia. Mengenai pengetahuan di luar pengatahuan yang dimiliki arbitrer, apabila terjadi pelanggaran terhadap kepentingan umum atau undang-undang ini, maka itu pun dapat dijadikan alasan untuk pembatalan sepanjang pengetahuan arbitrer yang bersangkutan tidak mengetahui atau tidak menyadari adanya peraturan perundang-undangan yang dilanggar ini.

Begitu, Yang Mulia. Jawaban saya, terima kasih.

29. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Baik, terima kasih, cukup, ya? Pemohon, Pemerintah masih ada ahli atau saksi?

30. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI

Selesai, (suara tidak terdengar jelas)

31. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Selesai. Pihak Terkait apakah akan mengajukan Ahli? Karena Pihak Terkait ini sudah Ahli. Cukup, ya? Pihak Terkait itu diberikan hak yang sama dengan Pemohon dan Pemerintah untuk mengajukan bantahan atau ahli, tapi nampaknya cukup, baik.

Dengan demikian, sidang pemeriksaan pembuktian dalam perkara ini selesai. Selanjutnya Saudara Pemohon dan Pemerintah dapat

(15)

mengajukan kesimpulan paling lambat hari Kamis tanggal 4 September 2014 pukul 14.00 WIB, langsung di Lepaniteraan Mahkamah, ya? Sekali lagi hari Kamis tanggal 04 September 2014, pukul 14.00 WIB, langsung di Kepaniteraan Mahkamah.

Dengan demikian sidang dalam perkara ini selesai dan tinggal menuggu panggilan Mahkamah untuk pengucapan putusan. Sidang selesai.

Jakarta, 26 Agustus 2014

Kepala Bagian Tata Usaha Kepaniteraan dan Risalah,

t.t.d.

Makhmudah

NIP. 19620419 199003 2001 SIDANG DITUTUP PUKUL 11.40 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Soal selidik dibina (lihat lampiran 1) untuk kajian yang akan diisi sendiri oleh responden merangkumi perkara penting yang berkaitan iaitu status sosioekonomi, persepsi terhadap

Sedangkan tanah (soil) berarti bahan atau material di permukaan atau di bawah permukaan yang menyusun dan membentuk lahan di permukaan bumi. Berdasarkan pengertian tersebut,

bahwa dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XII/2014 yang menyatakan bahwa penjelasan Pasal 124 Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Siswa dalam kelompok menggunakan bahan yang tersedia untuk melakukan pembuktian sesuai instruksi yang ada dalam LK dengan mencari garis tinggi sampai

SUB POKOK PEMBAHASAN NILAI EKSPEKTASI RATAAN VARIANS MOMEN FUNGSI PEMBANGKIT MOMEN 15 DAFTAR PUSTAKA 5 April 2017 Terima Kasih. Chandra

Akan tetapi, sebelum mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh pemohon, Sebelum masuk ke tahap persidangan di Pengadilan

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 102/PUU-XIII/2015 perihal pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan

Bersedia untuk dilakukan peninjauan terhadap sarana dan alat yang akan digunakan dalam proses Pemeriksaan Kesehatan Berkala oleh pihak PT PJB UP Gresik