• Tidak ada hasil yang ditemukan

apendisitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "apendisitis"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

SBAB III PEMBAHASAN 3.1 APPENDISITIS

3.1.1 Anatomi Appendix

Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.1

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.1

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.1

(2)

3.1.2 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.2

3.1.3 Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.2

3.1.4 Etiologi

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:

1. Hiperplasia folikel lymphoid 2. Carcinoid atau tumor lainnya 3. Benda asing (pin, biji-bijian) 4. Kadang parasit 1

(3)

Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica.Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7:

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

 Escherichia coli  Viridans streptococci  Pseudomonas aeruginosa  Enterococcus  Bacteroides fragilis  Peptostreptococcus micros  Bilophila species  Lactobacillus species 3.1.5 Patofisologi

Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari. Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia.3,4

Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/

3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu

(4)

Apendisitis gangrenosa (kematian jaringan) Apendisitis dengan nekrosis setempat

Apendisitis mukosa

Apendisitis flegmentosa (radang akut jaringan mukosa)Sembuh

Perforasi

cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendisitis.3,4

(5)

Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendisitis, khususnya pada anak-anak.4

Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.4

Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi.4

Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.5

(6)

Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik.5

Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.5

3.1.6 Gambaran Klinis

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.2,3,4

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.2,4

(7)

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

 Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).

 Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.2,3

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidak jelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.5

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,

(8)

menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.5

Gambaran klinis apendisitis akut

 Tanda awal  nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai mual dan anoreksia

 Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local dititik McBurney

 Nyeri tekan  Nyeri lepas  Defans muskuler

 Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

 Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)

 Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign)

 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam, berjalan, batuk, mengedan

Gejala Appendicitis Akut

Gejala Appendicitis Akut Frekuensi

(%) Nyeri perut 100 Anorexia 100 Mual 90 Muntah 75 Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke

(9)

RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi) *-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam 3.1.7 Pemeriksaan

Pada Apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 7

 Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.6

 Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.6,7

(10)

 Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi. 4

(11)

 Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.

 Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ)

 Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.  Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.

 Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix.  Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau

Appendix letak pelvis.

 Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.  Dunphy sign: nyeri ketika batuk.

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.6

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

(12)

Gejala Adanya migrasi nyeri 1 Anoreksia 1 Mual/muntah 1 Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas 1 Febris 1 Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:

1.4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.8

3.1.8 Diagnosa

Meskipun pemmeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diasgnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologikk lainnya.8

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitiis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita dirumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. USG bisa menigkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.8

3.1.9 Pemeriksaan Penunjang  Laboratorium

(13)

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.10

Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter. 10

 Ultrasonografi

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. 10

False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix. 10

 CT-Scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. 10

Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”. 10

(14)

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin.

1. Pada anak-anak balita

- Intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.

Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses.10 2. Pada anak-anak usia sekolah

- Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.

Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.10

3. Pada pria dewasa muda

Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s disease, kolitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.10

4. Pada wanita usia muda

Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya

(15)

bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.10

5. Pada usia lanjut

Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

3.1.11 Penatalaksanaan

Untuk pasien yang dicurigai Appendisitis : - Puasakan

- Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala . - Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan

gejala saat pemeriksaan fisik.

- Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.

- Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy

Perawatan appendisitis tanpa operasi

- Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi

- Rujuk ke dokter spesialis bedah.

- Antibiotika preoperative, pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi. Diberikan antibiotika broadspectrum

(16)

dan juga untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. Teknik operasi Appendectomy

A. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit: horizontal Oblique 3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

- Pararectal/ Paramedian

Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis.

- Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot. B. Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.

3.1.12 Komplikasi

Beberpa komplikasi yang dapat terjadi:10 1. Appendicular infiltrat:

(17)

Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

2. Appendicular abscess:

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.

3. Perforasi 4. Peritonitis

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan, iskemia, trauma atau perforasi peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.11

5. Lain-lain: syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum, demam, distensi abdomen, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis, bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya, nausea, vomiting, penurunan peristaltik, syok septik, mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar, gangguan peristaltik, iIleus.11

(18)

Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.10

1.1.14 Pencegahan

Sering makan makanan berserat dan menjaga kebersihan.10 1.2 HEART FAILURE

3.2.1 Anatomi jantung

Jantung terletak miring didalam thorax, lebih ke kiri dari bidang tengah dengan axis longitudinal yang berjalan dari belakang ke depan, ke kiri, dan ke bawah. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu epicardium, myocardium dan endocardium. Epicardium terbentuk oleh lamina visceralis dari pericardium serosa yang sering tertutup oleh lapisan lemak. Myocardium terdiri dari otot jantung yang berisi skeleton dari jaringan ikat. Skeleton ini merupakan tempat lekat otot dan menyokong otot jantung. Otot ventriculus lebih tebal daripada otot atrium dan otot ventriculus sinistra lebih tebal daripada ventrikulus dextra. Endocardium melapisi permukaan dalam jantung yang terdiri dari lapisan endothel.12

Apex cordis dibentuk oleh ujung ventriculus sinister yang mengarah ke bawah ke depan dan ke kiri, terletak pada ICS V sinistra dan letaknya bervariasi tergantung pada

(19)

posisi tubuh dan fase respirasi. Basis cordis atau facies posterior dibentuk oleh kedua atria terutama atrium sinistra. Basis cordis terletak paling tinggi dan dari bagian ini muncul aorta, truncus pulmonalis dan vena cava superior. Basis cordis terpisah dari facies diaphragmatica oleh bagian belakang sulcus coronarius. Apex cordis tidak selalu sama dengan denyut apex dan letaknya lebih rendah serta lebih medial daripada denyut apex.12

Anatomi Jantung

Facies sternocostalis mempunyai batas sebagai berikut: batas atas merupakan garis yang menghubungkan pinggir bawah cartilago costae II kiri (3cm dikiri garis tengah) sampai pinggir bawah cartilago costae II kanan (2cm dari garis tengah). Batas kanan mulai dari sela iga ke III kanan (2cm dari garis tengah) sampai cartilago costae VI kanan (2 cm dari garis tengah) dengan bentuk garis agak konvek. Batas bawah mulai dari ujung bawah margo inferior sampai satu titik pada sela iga V kiri dekat linea midclavicularis kiri.12

(20)

Gambar, Sistem Sirkulasi

Gambar, Preload, Afterload, Kontraktilitas Jantung.13

Tekanan darah manusia dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel setiap menit. Setiap

(21)

periode tertentu volume darah yang mengalir melalui sirkulasi pulmonalis di periode tertentu ekuivalen dengan volume darah yang mengalir ke sirkulasi sistemik. Faktor yang mempengaruhi curah jantung yaitu frekuensi denyut jantung dan volume sekuncup (Stroke volume). Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa keluar oleh ventrikel dalam sekali berdenyut. Volume sekuncup dipengaruhi oleh kontraktilitas otot jantung, volume darah yang kembali ke jantung atau aliran balik vena menuju atrium (preload) serta volume darah yang diejeksikan dari ventrikel (afterload).13

3.2.2 Definisi Heart Failure (HF) atau Gagal Jantung

Heart Failure (HF) atau Gagal Jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan HF harus memiliki kriteria sebagai berikut 12:

1. Gejala-gejala (symptoms) dari HF berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga.

2. Tanda-tanda (sign) dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema tungkai 3. Dan objective, ditemukannya abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung.

Tabel 1. Heart Failure is clinical syndrome in which patients have the following features

Symptoms typical of heart failure

(breathlessness at rest or on exercise, fatique, tiredness, ankle swelling) and

Sings typical of heart failure

(tachycardia, tachypnoea, pulmonary rates, pleural effusion, raised jugular venous pressure, peripheral oedema, hepatomegaly)

and

Objective evidance of structural or functional abnormality of heart at rest

(cardiomegaly, third heart sound, cardiac murmur, abnormality on the echocardiogram, raised natriuretic peptide concentration)

(22)

Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot jantung karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi, atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial). Pada dasarnya semua kondisi yang menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel kiri merupakan predisposisi untuk gagal jantung. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab terbanyak (60-75%), diikuti penyakit katup (10%) dan kardiomiopati (10%). Dewasa ini studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar setengah pasien gagal jantung memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) ventrikel kiri yang baik (EF 40-50%), sehingga tidak lagi dipikirkan bahwa gagal jantung secara primer terjadi akibat penurunan fraksi ejeksi ventikel kiri.14

Gambar, Etiologi Heart Failure (HF)

Pada prinsipnya perbedaan dapat dibuat antara HF yang disebabkan oleh penurunan ejeksi sistolik (kegagalan sistolik atau forward failure), yang dapat terjadi karena peningkatan beban volume, penyakit miokardium, atau peningkatan beban tekanan, dengan HF yang disebabkan oleh gangguan pengisian diastolik (kegagalan diastolik atau backward failure) misalnya akibat kekakuan dinding ventrikel berat. Pada

(23)

forward HF, volume sekuncup dan curah jantung tidak tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Pada backward HF, hal ini hanya dapat diatasi melalui peningkatan tekanan pengisian diastolik.15

HF yang disebabkan oleh beban volume, misalnya regurgitasi aorta dan mitral, ditandai oleh volume regurgitan yang menambah volume sekuncup yang efektif dan miokardium harus meningkatkan kekuatannya untuk mencapai volume sekuncup yang normal, tetapi karena peningkatan kekuatan miokardium tidak adekuat, volume sekuncup dan CO akan menurun dan terjadi penurunan tekanan darah. Perangsangan simpatis terjadi sebagai mekanisme pengaturan yang menetralkan sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi perifer. Jika beban volume berlangsung lama, ventrikel yang berdilatasi akan mengalami hipertrofi. Jika gangguan yang mendasari tidak ditanggani secara cepat akan terjadi remodelling.15

HF yang disebabkan oleh penyakit miokardium. Pada penyakit jantung koroner (iskemia) dan setelah infark miokard, beban miokardium yang yang tidak terkena akan meningkat, sehingga terjadi forward HF akibat menurunnya kontraktilitas. Hipertrofidari miokardium yang tersisa, kekakuan jaringan parut miokardium serta berkurangnya pengaruh ATP pada pemisahan aktin-miosin dimiokardium yang mengalami iskemia akan menyebabkan backward HF. Kardiomiopati dapat menyebabkan HF dengan beban volume menjadi gambaran utama pada bentuk yang melebar dan backward HF pada bentuk hipertrofi dan restriktif. 15

HF yang disebabkan oleh beban tekanan. Tegangan dinding ventrikel kiri juga meningkat pada hipertensi atau stenosis aorta karena membutuhkan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Terjadi forward HF dengan penurunan kontraktilitas. Bila beban tekanan yang tinggi, remodelling miokardium dan suplai darah kapiler tidak adekuat (iskemia koroner relatif), dapat dicapai “berat jantung kritis” sekitar 500g yaitu pada keadaan ketika struktur miokardium menyebabkan dekompensasi.10

(24)

Akibat neurohumoral dari HF. Selain mempengaruhi jantung secara mekanis, HF menyebabkan sejumlah mekanisme kompensasiyang terutama untuk memperbaiki kembali curah jantung dan tekanan darah. Pengaktifan adrenoreseptor –β dijantung akan menyebabkan:

 Peningkatan frekuensi denyut jantung (gejala takikardi)  Peningkatan kontraktilitas (inotropik positif)

Vasokonstriksi adrenergik-α1 akan menimbulkan:

 Penurunan aliran darah yang melalui otot rangka (gejalanya adalah kelelahan), kulit (gejalanya adalah pucat), dan ginjal, dengan akibat

(25)

penurunan curah jantung sehingga darah lebih banyak disebarkan ke arteri yang menyuplai jantung dan otak.

 Penurunan perfusi ginjal sekarang akan mengaktifkan sistem renin-angitensin- aldosteron, meningkatkan fraksi filtrasi, dan meningkatkan pelepasan ADH sehingga menyebabkan peningkatan absorpsi garam dan air.16

Remodelling miokardium. Penyebabnya adalah (1) peningkatan tegangan dinding yang diantaranya meningkatkan berbagai efeknya meningkatkan konsentrasi ca2+ disitosol, (2) sinyal pertumbuhan sistemik (katekolamin, ADH, Angiotensin II; Insulin pada diabetes tipe II) dan lokal (endotelin,TGF, Platelet-derived growth factor (PDGF), Fibroblast GF (FGF), dan penurunan penghambat pertumbuhan (NO dan PGI2). Sel miokardium membesar (hipertrofi), tetapi terjadi ketidakpekaan terhadap katekolamin (penurunan jumlah reseptor pada adrenoreseptor-β1) dan penurunan aktivitas ca2+-ATPase. Akibatnya, potensial aksi miokardium memanjang (akibat penurunan arus repolarisasi) dan potensial istirahat menjadi kurang negatif. Hal ini dapat menyebabkan aritmia (reentry, after-potensial, pacu jantung ektopik dan pada beberapa keadaan menyebabkan fibrilasi ventrikel). Secara keseluruhan kontraktilitasnya melemah serta kemampuan relaksasi miokardium menurun (peningkatan konsentrasi Ca2+ disitosol saat diastole). Pengaktifan fibroblast juga berperan pada hal ini dan menyebabkan peningkatan penimbunan kolagen di dinding ventrikel serta fibrosis pada miokardium dan pembuluh darah.17

Akibat dan gejala sistemik HF kronis terutama disebabkan oleh retensi air dan garam. HF kiri, tekanan kapiler paru akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan dispnea, takipnea dan edema paru dengan hipoksia dan hiperkapnia sistemik. Pada HF kanan akan terjadi edema perifer (terutama di kaki bagian bawah seharian; dan pada malam hari terjadi pengeluaran air dengan diuresis nokturnal).18

(26)
(27)

3.2.4 Penegakan Diagnosis Heart Failure (HF) A. Tanda dan Gejala Klinik

Gambar, Algoritma penegakan diagnosis Heart Failure (HF)

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif dalam praktek dokter umum dengan diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.18

Mayor Minor

Paroxismal Nocturnal Dispneu edema ekstremitas

distensi vena leher batuk malam hari

ronkhi paru dispneu de effort

Kardiomegali Hepatomegali

edema paru akut efusi pleura

gallop S3 Takikardi

peninggian tekanan vena jugularis penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal refluks hepatojugular

Klasifikasi berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA) tertera pada tabel.12,13

(28)

B. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi denyut jantung, irama jantung, sistem konduksi dan kadang etiologi dari HF. Kelainan segmen ST; berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI. Gelombang Q petanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertrofi, budle brach block, disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang, disritmia atau perimiokarditis.19

2. Foto Thorax

Foto thorak harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk pada semua pasien untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali. Pada pemeriksaan foto toraks biasanya ditemukan kardiomegali (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.19

(29)

3. Analisa Gas Darah Arterial

Analisa gas darah arterial, memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi, fungsi respirasi dan keseimbangan asam basa dan harus dinilai pada setiap pasien dengan respiratory distress berat. Asidosis pertanda perfusi jaringan yang buruk atau retensi CO2 dikaitkan dengan prognose buruk.20

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, creatinin, gula darah, albumin, enzyme hepar dan INR harus merupakan pemeriksaan awal pada semua pasien. Kadar sodium rendah, urea dan creatinin yang tinggi memberikan prognose buruk.20

5. Natriuretic Peptide

B-Type natriuretic peptide (BNP dan NT-pro BNP) yang diperiksa pada fase akut dapat diterima sebagai prediktif negative untuk evaluasi HF. Pada saan serangan (flash) edema paru atau mitral regurgitasi akut, kadar natriuretic peptide bisa masih normal.20

6. Ekokardiografi

Ekokardiografi berperan untuk evaluasi kelainan struktural dan fungsional dari jantung yang berkaitan dengan HF. Pencitraan echo/doppler harus diperiksakan untuk evaluasi dan memonitor fungsi sitolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan global, fungsi diastolik, struktur dan fungsi valvular, kelainan perikard, komplikasi mekanis dari infark akut, adanya disikroni, juga dapat menilai semi kuantitatif, non invasive, tekanan pengisian dari ventrikel kanan dan kiri, stroke volume dan tekanan arteri pulmonalis, yang dengan demikian dapat menentukan penatalaksanaan.20

3.2.5 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung 21: 1. Terapi simtomatis

2. Menghilangkan faktor pencetus 3. Mengontrol penyakit yang mendasari 4. Mencegah remodeling jantung

(30)

T

erapi non farmakologi

• Edukasi mengenal gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan

• Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari

• Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alcohol

• Monitoring berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan secara tiba-tiba • Mengurangi berat badan pada obesitas

• Hentikan kebiasaan merokok • Konseling mengenai obat.22 Terapi Farmakologi

(31)

Gambar

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis
Foto thorak harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk pada semua pasien untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini, yaitu: (1) untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar ditinjau dari model pembelajaran REACT dan PMRI, (2) mengetahui perbedaan

Kamus liii berhasil disusun temtama atas kepercayaan Pemimpin Pro-. yek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Pu sat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Untuk itu,

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa Administrasi Penyusunan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Bupati Karanganyar menggunakan berbagai

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Praja tersebut berstatus sebagai pengganti raja, maka menurut bahasa Gayo disebut Reje Bedel bertugas atas nama Kejurun Patiamang, karenanya Kejurun harus memberi semacam

[3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan Pengaduan Pengadu adalah terkait dengan dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang dilakukan oleh para Teradu; [3.2]

Dalam pengujian ini sistem diberikan sebuah pembangkit terdistribusi dengan lokasi dan besar kapasitas yang dioptimasi menggunakan algoritma genetika.. Dari lima

Untuk yang non-residual, dapat berupa penyemprotan udara ( space spray ) seperti pengkabutan panas ( thermal fogging ), dan pengkabutan dingin ( cold fogging ) / ultra