• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah LANSIA Farklin.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah LANSIA Farklin.pdf"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Penduduk dengan usia di atas 65 tahun hanya merupakan sebagian kecil dari populasi penduduk di Indonesia, yaitu 4,3% tetapi jumlahnya terus meningkat dan mereka merupakan pengguna obat yang paling utama. Timbulnya penyakit yang menetap, seperti : arthritis, penyakit kardiovaskuler, penyakit parkinson dan diabetes, akan meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit-penyakit tersebut biasanya ditangani dengan penggunaan terapi obat. Oleh karena itu, pasien lanjut usia memerlukan lebih banyak obat, terutama bagi mereka yang menderita bermacam-macam penyakit yang menetap. Perubahan dalam penatalaksanaan obat seringkali terjadi akibat faktor-faktor farmakokinetik dan farmakodinamik yang terkait dengan bertambahnya usia. Banyaknya obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia akan menimbulkan banyak masalah termasuk polifarmasi, peresepan yang tidak tepat dan juga kepatuhan.

Lanjut usia membawa perubahan dalam struktur dan fungsi tubuh yang dapat mengubah kerja obat secara signifikan. Sistem pencernaan yang rusak dapat memengaruhi absorpsi obat. Kapasitas hati dan ginjal yang berkurang untuk metabolisasi dan mengeliminasi obat, dapat mengakibatkan akumulasi obat dalam tubuh sampai ke tingkat toksis. Dengan mengganggu kemampuan tubuh untuk mempertahankan suatu “keadaan mantap” (Steady

(2)

State) (homeostasis), proses penuaan dapat meningkatkan sensitivitas banyak jaringan terhadap kerja obat-obatan. Dengan demikian mengubah dengan sangat daya responsif sistem saraf dan sistem sirkulasi terhadap dosis baku obat. Jika penuaan menyebabkan kemunduran pengertian, ingatan, penglihatan, atau koordinasi fisik, orang dengan kemunduran demikian, penggunaan obat dapat tidak selalu aman dan efektif.

Reaksi merugikan terhadap obat, tiga kali lebih sering dalam populasi orang yang lebih tua. Suatu respons obat yang tidak dikehendaki dapat membuat seseorang usia lanjut yang berfungsi serta berdiri sendiri dan kesehatannya pada tingkat batas (marginal), dapat menjadi bingung, tidak mampu atau tidak berdaya. Dalam berbagai alasan ini, pengobatan dengan obat untuk lanjut usia harus selalu disertai pertimbangan yang sangat hati-hati terhadap kesehatan dan toleransi individu, seleksi obat, dan jadwal dosis serta kemungkinan kebutuhan untuk bantuan dalam pengobatan rutin.

(3)

BAB II

PENATALAKSANAAN OBAT

I. Epidemiologi Penuaan

Status kesehatan dari populasi lansia Amerika sangat bervariasi dan heterogen. Demografis dan karakteristik kesehatan orang berusia 65 tahun dan 74 tahun berbeda dari yang berusia 85 tahun keatas, begitu juga antara orang yang pernah dirawat disuatu lembaga dan yang tinggal dalam masyarakat biasa. Dengan memisahkan kondisi antara sehat dan sakit, ketergantungan dan ketidaktergantungan, fungsi dan disfungsi, maka data demografis dan status kesehatan yang ada saat ini relevan untuk praktek klinis. Dengan memahami perbedaan dan pertumbuhan dari populasi lansia, akan membantu masyarakat menyusun rencana untuk pelatihan, penelitian, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk praktek klinik di masa depan, dan perawatan kesehatan yang memadai.

Pada tahun 2000, orang berusia 65 tahun atau lebih mencakup 12,4% (35 juta) dari populasi total AS. Peningkatan jumlah orang tua bukan hanya disebabkan oleh tingginya tingkat kelahiran setelah PD2, namun juga karena penurunan tingkat kematian, dan secara umum karena kesehatan lansia yang lebih baik. Penurunan dari kematian dini dan kesehatan lansia yang lebih baik terjadi karena beberapa alasan :

(4)

1. Tindakan kesehatan masyarakat terhadap semua kelompok umur (contohnya imunisasi, perawatan sebelum melahirkan)

2. Perkembangan pada obat dan prosedur medis 3. Peningkatan gaya hidup sehat

4. Perbaikan pada lingkungan hidup masyarakat

Hal yang lebih relevan saat ini bagi para penyedia pelayanan kesehatan adalah harapan hidup pada usia 65 tahun. Bersamaan dengan perubahan pada harapan hidup lansia di masa depan, akan terjadi juga perubahan komposisi ras/etnis.

Tujuan penting dari perawatan terhadap lansia adalah untuk menjaga kemandirian dan mencegah perlunya perawatan di rumah sakit selama mungkin. Hilangnya fungsi atau ketidakmampuan merupakan jalur umum dari kebanyakan masalah klinis pada lansia, terutama usia lebih dari 75 tahun. Pada tahun 2000, 28,6% dari lansia dilaporkan mengalami ketidakmampuan secara fisik (contoh berjalan, menaiki tangga, menjangkau, mengangkat dan membawa sesuatu), dan 9,5% dilaporkan tidak mampu melakukan perawatan diri dan aktivitas dasar kehidupan sehari-hari (contoh: memakai baju, mandi, bergerak dalam rumah, makan, pergi ke toilet dan merawat diri). Ketidakmampuan meningkat seiring meningkatnya umur dan lebih tinggi pada orang yang pernah di rawat di RS. Sekitar 80% mengalami masalah pergerakan, dan 65% sulit mengatur aktivitas pencernaannya.

(5)

Suatu kondisi kronis, didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan yang tidak dapat disembuhkan, seringkali merupakan penyebab ketidakmampuan pada lansia. Populasi lansia jika dibandingkan dengan yang lebih muda lebih mudah terpengaruh kondisi kronis karena beberapa factor seperti :

1. Tipe kondisi kronik yang terdapat pada lansia lebih dapat menyebabkan ketidakmampuan (contoh: artritis, penyakit jantung). 2. Kondisi menjadi lebih parah seiring bertambahnya usia.

3. Beberapa kondisi lebih mungkin terjadi.

II. Penuaan Manusia Dan Perubahan Dalam Farmakokinetika Dan Farmakodinamika Obat

Terdapat penurunan fungsi yang progresif pada berbagai system organ dengan bertambahnya umur.

Tabel 93.1 perubahan fisiologis dengan bertambahnya umur Sistem organ Manifestasi

Komposisi tubuh

Cairan tubuh total

Lean body mass

Peningkatan lemak tubuh Penurunan albumin serum

(6)

penyakit)

kardiovaskular Penurunan sensitivitas miokardial terhadap stimulasi beta adrenergik

Aktivitas baroreseptor Penurunan Cardiak output

Peningkatan resistensi perifer total System saraf

pusat

Penurunan bobot dan volume otak Perubahan dari beberapa aspek kognitif

Endokrin Atrofi kelenjar tiroid dengan bertambahnya umur. Peningkatan insiden DM, penyakit tiroid menopause. Gastrointestinal Peningkatan pH saluran cerna

Penurunan aliran darah GI

Pengosongan lambung yang tertunda Transit intestinal yang diperlambat

Genitourinari Atropi vagina karena penurunan estrogen

Hipertropi prostat karena perubahan hormone androgen

Perubahan karena umur dapat memberi kecenderungan incontinence

Sistem imun Penurunan imunitas yang diperantarai sel Hati Penurunan ukuran hati

(7)

Penurunan aliran darah hati Mulut Perubahan pertumbuhan gigi

Penurunan kemampuan untuk merasakan manis, pahit, dan asam

Pulmonari Penurunan kekuatan otot respirasi Penurunan pemenuhan dinding dada Penurunan permukaan alveoli total Penurunan kapasitas vital

Penurunan pernapasan maksimal Renal Penurunan laju filtrasi glomerulus

Penurunan aliran darah renal Peningkatan fraksi filtrasi

Penurunan fungsi sekresi tubular Penurunan massa ginjal

Indera Penurunan akomodasi dari lensa mata, menyebabkan rabun dekat

Presbycusis (kehilangan ketajaman pendengaran) Penurunan kecepatan konduksi

Rangka Kehilangan massa tulang (osteopenia)

Kulit/ rambut Kekeringan kulit, keriput, perubahan pigmentasi, penipisan epithelial, kehilangan ketebalan dermal

(8)

Penurunan jumlah folikel rambut

Penurunan melanosit di kuncup rambut

1. PERUBAHAN PENATALAKSANAAN OBAT

Perubahan fisiologi yang terkait lanjut usia akan memberikan efek serius pada banyak proses yang terlibat dalam penatalaksanaan obat. Efek pada saluran pencernaan, hati dan ginjal dapat dlihat pada tabel 1.1 (Walker & Edwards, hal. 120).

Tabel 1.1 Perubahan fisiologi yang terkait usia pada saluran pencernaan,hati, dan ginjal

Reduksi sekresi asam lambung Penurunan motlitas gastrointestinal Reduksi luas permukaan total absorpsi Reduksi aliran darah jaringan (splanchnic) Reduksi ukuran hati

Reduksi aliran darah hati Reduksi filtrasi glomerulus Reduksi filtrasi tubuler ginjal

Kapasitas fungsional organ vital yang berubah, menyertai usia lanjut dan penyakit kelemahan dapat sangat memengaruhi respon tubuh terhadap obat. Pasien demikian, cenderung tidak tahan (menoleransi) obat-obat dengan toksis kuat; yang biasanya adalah perlu bagi mereka menggunakan dosis yang lebih kecil pada jarak waktu yang lebih lama. Efek obat pada

(9)

lanjut usia dan berpenyakit berat, sering tidak dapat diramalkan. Kebutuhan yang sering untuk menyesuaikan dosis atau perubahan dalam seleksi obat memerlukan pengamatan berkelanjutan terhadap pasien ini, jika efek merugikan akan dicegah atau diminimalkan

1.1 Farmakokinetik

Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat untuk mencapai efek terapeutik yang diharapkan. Perubahan-perubahan farmakokinetik pada pasien lanjut usia memiliki peranan penting dalam bioavailabilitas obat tersebut.

1.1.1 Absorpsi

Penundaan pengosongan lambung, reduksi sekresi asam lambung dan aliran darah jaringan (splanchnic), semuanya secara teoritis berpengaruh pada absorpsi. Tetapi pada kenyataannya, perubahan-perubahan yang terkait dengan usia ini tidak berpengaruh secara bermakna terhadap bioavailabilitas total obat yang terabsorpsi. Beberapa pengecualian termasuk digoksin maupun obat dan substansi lain dengan mekanisme aktif yang absorpsinya berkurang, contohnya adalah tiamin, kalsium, besi, dan beberapa jenis gula. Beberapa obat memerlukan transport aktif utnuk absorbsinya, dan karena itu bioavailabilitasnya dapat berkurang (contohnya kalsium pada kondisi hiperklorida). Namun, ada beberapa bukti penurunan first-past effect pada metabolisme di hati atau saluran cerna yang menyebabkan peningkatan bioavailabilitas dan konsentrasi plasma obat

(10)

seperti propranolol dan morfin. Peningkatan bioavailabilitas juga dapat terlihat dengan pemakaian bersama jus grapefruit. Konstituen dari produk ini dapat menghambat isoenzim 3A4 sitokrom P450 (CYP450), sehingga mengurangi first-pass metabolism dan menghasilkan efek farmakologi yang lebih besar dari seharusnya.

1.1.2 Distribusi

Faktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan plasma protein dan aliran darah organ.Semuanya akan mengalami perubahan dengan bertambahnya usia, akibatnya konsentrasi obat akan berbeda pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda pada pemberian dosis obat yang sama.

• Komposisi Tubuh

Total air dalam tubuh dan massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) mengalami penurunan dengan bertambahnya usia sehingga menyebabkan penurunan volume distribusi obat yang larut air. Akibatnya, konsentrasi obat tersebut dalam plasma akan meningkat, sebagai contohnya adalah digoksin dan simetidin. Sebaliknya, peningkatan total lemak dalam tubuh akan mengakibatkan meningkatnya volume distribusi obat yang larut lemak. Selanjutnya, konsentrasi obat dalam plasma akan turun, tetapi lama kerja obat diperpanjang, contohnya adalah golongan benzodiazepin seperti diazepam.

(11)

• Ikatan Plasma-Protein

Jumlah albumin plasma berkurang dengan bertambahnya usia. Obat-obat yang bersifat asam (contoh : simetidin, furosemid, warfarin) berikatan dengan protein tersebut, jadi konsentrasi obat-obat tersebut dalam keadaan bebas akan meningkat pada pasien lanjut usia. Jumlah asam α1 glikoprotein plasma (di mana obat-obat basa, seperti lidokain, terikat) tidak berubah atau meningkat sampai jumlah tidak bermakna secara klinis.

(12)

• Aliran Darah Organ

Perubahan aliran darah organ akan mengakibatkan penurunan perfusi pada anggota gerak hati, mesenterium, otot jantung, dan otak. Perfusi menurun sampai dengan 45% pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien usia 25 tahun. Bukti klinis tidak menunjukkan secara jelas tentang adanya perubahan dalam distribusi obat, tetapi secara teoritis setidaknya penurunan kecepatan distribusi ke jaringan harus diperhitungkan.

1.1.3 Eliminasi

Metabolisme hati dan sekresi ginjal adalah mekanisme penting yang terlibat dalam pemindahan obat dari tempat kerjanya. Efek dosis obat tunggal akan diperpanjang dan konsentrasi keadaan jenuh (steady state) akan meningkat jika kedua proses tersebut menurun.

• Metabolisme hati

Setelah diabsorpsi, obat-obat yang diberikan secara oral akan melewati sirkulasi portal ke hati. Substansi yang larut lemak akan termetabolisme secara ekstensif disini sehingga mengakibatkan penurunan bioavailabilitas sistemik. Oleh karena itu, adanya penurunan metabolisme disini ( metabolisme lintas pertama – first pass metabolism) akan meningkatkan bioavailabilitas sistemik obat. Pada pasien lanjut usia tampak adanya gangguan metabolisme lintas pertama untuk beberapa macam obat, termasuk klormetiazol, labetolol, nifedipin, nitrat, propanolol dan verapamil.

(13)

Terdapat reduksi massa hati sebanyak 35% mulai usia 30 sampai 90 tahun, sehingga menurunkan kapasitas metabolisme interinsik hati pada pasien lanjut usia. Keadaan tersebut bersama-sama dengan penurunan aliran darah hati, menjadi penyebab utama dalam peningkatan bioavailabilitas obat yang mengalami metabolisme lintas pertama. Sebagai contohnya, adalah efek hipotensif dari nifedipin yang meningkat secara bermakna pada usia lanjut usia.

Faktor utama lain yang berpengaruh pada metabolisme obat oleh hati terkait dengan perubahan enzimatik yang muncul dengan bertambahnya usia. Contohnya, kecepatan metabolisme oleh sistem sitokrom P450 dapat menurun

sampai 40% jika dibandingkan dengan dewasa muda. Pada obat-obat dengan indeks terapeutik sempit, perubahan seperti ini dapat bermakna secara klinis.

• Eliminasi ginjal

Penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ, filtrasi glomeruler dan fungsi tubuler, semuanya merupakan perubahan yang terjadi dengan tingkat berbeda pada lanjut usia. Kecepatan filtrasi glomeruler menurun sekitar 1% per tahun dimulai pada usia 40 tahun. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan beberapa obat dieliminasi lebih lambat pada lanjut usia, seperti pengaruhnya pada fungsi ginjal. Beberapa bukti menunjukkan bahwa konsentrasi

(14)

obat dalam jaringan meningkat sebanyak 50% sebagai akibat perubahan-perubahan tersebut.Ekskresi renal merupakan rute primer eliminasi dari banyk obat. Walaupun pengurangan dari laju filtrasi glomerulus karena usia telah diketahui, sebanyak sepertiga dari subjek lansia normal dapat tidak memiliki pengurangan, jika dihitung dari klirens kreatinin. Selain itu, data yang baru muncul menunjukkan bahwa proporsi sekresi tubular mungkin tidak berkurang dibandingkan terhadap proses renal lainnya. Perkiraan dari klirens kreatinin, walaupun tidak sepenuhnya akurat dapat menjadi perkiraan skrining yang berguna. Salah satu dari persamaan yang paling umum digunakan untuk orang dewasa dengan fungsi renal yang stabil dan bobot badan dalam rentang 30% dari bobot ideal mereka telah diciptakan oleh Cockroft dan Gault :

Klirens kreatinin (pria)

= 140 ℎ

72 (kreatinin serum dalam mg/dl)

Untuk wanita, hasil dikalikan dengan 0,85.

Pengobatan dengan ekskresi utama melalui ginjal dan terbukti mengalami penurunan berkaitan dengan umur di ginjal dan klirens total tubuh

(15)

di ginjal dan klirens total tubuh termasuk amantadine, aminoglikosida, atenolol, kaptopril, simetidin, digoksin, litium, dan vankomisin. Beberapa obat yang mengalami metabolism di hati dapat menghasilkan metabolit yang aktif dan diekskresikan terutama melalui renal seperti N-asetilprokainamida, normeperidin, dan morfin-6-glukuronida, dan dapat terakumulasi dengan bertambahnya umur karena penurunan fungsi ginjal.

Pada prakteknya, fungsi ginjal sangat bervariasi pada lanjut usia. Oleh karena itu, dosis obat-obatan yang diekskresi secara primer oleh ginjal harus disesuaikan untuk masing-masing individu. Obat-obatan dengan indeks terapeutik sempit harus diberikan dengan pengurangan dosis, contohnya adalah digoksin dan aminoglikosida dan pengurangan dosis sebanyak 50% sebagai dosis awal dianjurkan pada banyak kasus. Penyesuaian dosis dapat tidak diperlukan untuk obat dengan indeks terapeutik yang luas, contoh : penisilin. Bagaimanapun, farmasis harus waspada terhadap obat-obat yang potensial menimbulkan masalah pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. 1.2 Farmakodinamik

Perubahan-perubahan farmakodinamik pada pasien lanjut usia dapat merubah respons terhadap obat. Penurunan dalam kemampuan menjaga keseimbangan homeostatik, perubahan pada reseptor-reseptor spesifik dan tempat sasaran akan dipertimbangkan di sini.

(16)

• Penurunan kemampuan dalam menjaga keseimbangan homeostatik

Kemampuan pengaturan yang memadai dan tepat mengenai keadaan fisiologi tubuh sangat diperlukan dalam homeostatis. Endokrin, transmisi neuromuskuler dan respons organ, semuanya akan menurun dengan bertambahnya usia, yang berakibat pada ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan homeostatik. Sistem yang biasanya mengalami gangguan termasuk :

Pengaturan temperatur

Hipotermia yang tidak diharapkan dapat terjadi pada pasien lanjut usia yang mendapat beberapa macam obat. Yang terlibat adalah obat-obatan yang menyebabkan sedasi, gangguan kepekaan subyektif terhadap temperatur, penurunan mobilitas maupun aktivitas otot dan vasodilatasi. Obat-obat yang dimaksudkan di sini termasuk benzodiazepin, opioid, alkohol dan antidepresan trisiklik.

Fungsi usus dan kandung kemih

Konstipasi sering muncul pada lanjut usia akibat penurunan motilitas gastrointestinal. Obat-obat antikolinergik, opiat, antihistamin dan antidepresan trisiklik dapat memperburuk masalah tersebut. Obat-obat antikolinergik juga dapat mengakibatkan retensi urin pada pria lanjut usia, terutama yang dengan hipertrofi prostat. Ketidakstabilan kandung kemih juga sering terjadi, terutama pada wanita lanjut usia dengan disfungsi

(17)

uretra.Diuretika kuat (loop diuretics) dapat mengakibatkan tercirit (incontinence) pada pasien-pasien tersebut.

(18)

Pengaturan tekanan darah

Pada pasien lanjut usia terdapat penumpulan refleks takikardia yang normal terlihat pada pasien dewasa muda ketika berdiri. Oleh karena itu, hipotensi postural merupakan masalah yang sering terjadi pada lanjut usia. Hal ini mengakibatkan obat-obat dengan efek antihipertensi cenderung memperparah masalah ini.

Keseimbangan cairan / elektrolit

Pada lanjut usia terjadi penurunan kemampuan untuk mengekskresikan kelebihan air. Obat-obat yang dapat mengakibatkan retensi cairan, seperti kortikosteroid dan anti inflamasi non steroid (AINS), dapat menyebabkan masalah bagi pasien lanjut usia.

Fungsi kognitif

Sistem saraf pusat mengalami sejumlah perubahan struktur dan kimiawi saraf (neurochemical) dengan bertambahnya usia. Aktivitas enzim kholin asetiltransferase menurun pada lanjut usia dan hal ini mengindikasikan penurunan transmisi kolinergik. Transmisi ini sangat berkaitan dengan fungsi kognitif normal. Obat-obat seperti antikolinergik, hipnotik dan penghambat adrenoseptor beta dapat memperburuk efek tersebut sehingga menimbulkan ‘kebingungan’ pada pasien lanjut usia.

(19)

• Perubahan pada reseptor-reseptor spesifik dan tempat sasaran

Sebagian besar obat akan memberikan efek setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik. Perubahan densitas reseptor atau afinitas molekul obat pada reseptor akan merubah responsnya terhadap obat. Gangguan aktivasi enzim atau perubahan respons jaringan sasaran itu sendiri juga dapat menyebabkan perubahan respons terhadap obat.

Adrenoseptor alfa

Responsitivitas adrenoseptor alfa-1 tidak mengalami perubahan pada lanjut usia, sebaliknya terjadi penurunan responsivitas pada adrenoseptor alfa-2.

Adrenoseptor beta

Fungsi adrenoseptor beta menurun dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu, terapi beta bloker pada lanjut usia dapan menjadi kurang efektif, kemungkinan akibatnya adalah penurunan efek antihipertensi. Ada juga beberapa bukti yag mengarah pada penurunan densitas adrenoseptor beta Benzodiazepin

Pasien lanjut usia lebih sensitif terhadap efek sedasi obat golongan benzodiazepin jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah atau afinitas tempat ikatan benzodiazepin. Mekanisme efek ini tidaklah diketahui.

(20)

2. PERMASALAHAN TERKAIT OBAT (DRUG RELATED PROBLEMS) PADA LANSIA

Walaupun pengobatan yang digunakan oleh lansia dapat menyebabkan peningkatan pada kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan, hasil negative karena masalah yang berkaitan dengan pengobatan perlu dipertimbangkan. Tiga efek negatif yng penting dan mungkin terjadi pada lansia karena masalah yang berkaitan dengan obat dalah:

1. Efek samping penarikan obat (adverse drug withdrawal events, ADWE), merupakan serangkaian gejala atau tanda-tandda yang terjadi saat obat berhenti digunakan.

2. Kegagalan terapeutik (terapi yang tidak sesuai atau tidak cukup, dan tidak berkaitan dengan progresi alami penyakit).

3. Efek samping obat (adverse drug reaction, ADR), didefenisikan sebagai reaksi yang tidak diinginkan dan mengganggu yang timbul pada pemakaian dosis normal pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi.

A. Faktor resiko

Beberapa faktor dipercaya meningkatkan resiko masalah terkait obat pada lansia, termasuk pemberian resep yang kurang optimal (pemakaian berlebih pada obat atau polifarmasi, pemakaian tidak sesuai, dan pemakaian yang kurang), kesalahan pengobatan (baik

(21)

masalah pemberian resep dan administrasi), dan ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat (baik disengaja maupun tidak disengaja).

B. Penggunaan Berlebih

Polifarmasi dapat didefenisikan sebagai penggunaan bersamaan dari banyak obat atau pemakaian lebih banyak obat dari yag diindikasikan secara klinis. Polifarmasi umum dan semakin meningkat kejadiannya pada lansia. Survey berbasis masyarakat mengungkapkan bahwa lansia menggunakan rata-rata 2,7 hingga 4,2 resep dan non-resep setiap harinya. Polifarmasi juga merupakan masalah untuk pasien lansia karena hal tersebut dapat meningkatkan sindrom geriatric (contohnya jatuh, gangguan kognitif), hilangnya status fungsional dan peningkatan biaya kesehatan.

C. Penulisan Resep yang Tidak Sesuai

Penulisan Resep yang Tidak Sesuai dapat didefenisikan sebagai penulisan resep pengobatan diluar batas-batas standar medis yang dapat diterima. Fenomena ini muncul umumnya pada pasien rawat jalan lansia. Penulisan resep yang tidak sesuai dapat memberikan resiko penting terhadap kesehatan. Sebuah data retrospektif terbatas menduga bahwa penulisan resep yang tidak sesuai berkaitan dengan perawatan di rumah sakit yang berkaitan

(22)

dengan obat (drug-related hospital admission), serta perawatan kembali di rumah sakit (readmission).

Diperkirakan bahwa setidaknya 25% obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia tidak efektif atau tidak diperlukan. Sering kali dijumpai obat sekunder yang kemungkinan diresepkan untuk mengatasi efek samping obat yang lain. Contohnya, peresepan L-Dopa untuk mengatasi tremor pada pemberian obat-obatan yang menginduksi tremor, atau fenotiazin untuk mengatasi pusing yang disebabkan hipotensi postural akibat penggunaan obat lain. Praktek ini sangat bertolak belakang dengan raktek kefarmasian yang baik dan farmasis dalam pemantauan peresepan. Beberapa masalah yang sering kali dijumpai pada evaluasi pengobatan pasien usia lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:

Ketidaksesuaian dalam jumlah yang diresepkan Item yang sebenarnya sudah tidak diperlukan Petunjuk yang tidak memuaskan

Frekuensi, interval, atau kekuatan dosis yang tidak tepat Duplikasi dalam terapi

Interaksi obat-obat

Polifarmasi merupakan masalah utama dalam kelompok pasien ini. Semakin banyak jumlah obat yang diterima pasien maka semakin besar pula resiko efek samping obat, interaksi obat-obat dan interaksi obat-penyakit. Resiko

(23)

rendahnya tingkat kepatuhan pasien juga meningkat. Sejumlah besar obat menimbulkan masalah-masalah tertentu pada pasien lanjut usia dan peresepan obat-obat tersebut dapat menambah masalah yang telah didiskusikan diatas. Tabel berikut adalah daftar obat yang dapat menimbulkan masalah pada pasien lanjut usia

Kelompok Obat Alasan Meningkatnya Risiko Bermasalah Antidepresan trisiklik Menyebabkan gangguan kognitif

Peningkatan distribusi ke jaringan adipose Reduksi metabolisme

Antipsikotik Menyebabkan gangguan kognitif Reduksi metabolisme

Opioid Menyebabkan gangguan kognitif

Digoksin Reduksi ekskresi

Penghambat ACE Reduksi ekskresi

Warfarin Peningkatan sensitivitas Levodopa Reduksi sensitifitas Benzodiazepin aksi panjang Reduksi metabolism

AINS Peningkatan toksisitas pada lambung Sulfonilurea aksi panjang Reduksi eliminasi

Beta bloker Reduksi khasiat

Reduksi ekskresi ginjal Kortikosteroid Gangguan kognitif

Peningkatan toksisitas pada lambung Antimuskarinik Peningkatan sensitivitas

Beberapa sefalosporin Reduksi ekskresi ginjal

(24)

D. Kontroversi Klinis

Kriteria Beers baru saja diperbaharui. Saat ini, tidak jelas cara apakah yang paling benar untuk mengukur penulisan resep yang tidak sesuai. Tindakan global untuk mendeteksi polifarmasi atau penggunaan obat yang tidak perlu, serta penggunaan pengobatan penting yang kurang sangatlah diperlukan. Selain itu, diperlukan juga penelitian tambahan mengenai interaksi antara penyakit dan obat, dan juga dampak kesehatan lain.

E. Pemakaian Yang Tidak Mencukupi (Underuse)

Masalah yang penting dan semakin dikenal pada lansia adalah pemakaian obat yang tidak mencukupi. Hal itu didefenisikan sebagai penghilangan dari sebuah terapi obat yang diindikasikan untuk perawatan atau pencegahan suatu penyakit/kondisi. Satu penelitian menemukan bahwa 50% dari 236 pasien ambulans memiliki satu atau lebih pengobatan yang dihilangkan karena kurangnya penulisan resep dari dokter.Tinggal di masyarakat mempelajari apakah gangguan yang tidak berhubungan lebih tidak mungkin dirawat pada pasien dengan penyakit kronis. Mereka menemukan bahwa pasien dengan diabetes mellitus lebih sulit menerima terapi penggantian estrogen, pasien dengan emfisema pulmonari lebih sulit menerima pengobatan penurunan lipid, dan bahwa pasien dengan sindrom psikotik lebih sulit

(25)

menerima pengobatan untuk artritis. Peneliti lain memfokuskan pada penghilangan perawatan terhadap kondisi tertentu seperti asma, penyakit kardiovaskular, dislipidemia, osteoporosis, rasa sakit, hipertensi, kemoterapi kanker, depresi, dan kekurangan penggunaan pengobatan inhibitor ACE (Angiotensin Converting Enzyme) untuk pasien dengan gagal jantung kongestif, antikoagulan pada pasien dengan fibrilasi atrial, dan terapi pencegahan setelah infark miokardial.

Pemakaian yang tidak mencukupi dapat mempunyai hubungan yang penting dengan hasil negatif pada lansia, termasuk cacat fungsional, kematian, dan penggunaan layanan kesehatan. Risiko dari penggunaan pengobatan yang tidak mencukupi jika dilihat dari sisi dana bantuan medis yang terbatas adalah meningkatkan lebih dari dua kali lipat kemungkinan untuk keharusan dirawat dipanti jompo. Tamblin dan rekan mempelajari efek dari pengurangan 25% dana asuransi untuk obat yang digunakan lansia di Kanada. Reformasi ini menghasilkan pengurangan dari jumlah pengobatan esensial (contohnya furosemid, antikoagulan, dan inhibitor ACE) yang digunakan oleh lansia, dan meningkatkan biaya karena adanya efek samping dan perlunya perawtan UGD.

(26)

F. Ketidakpatuhan Penggunaan Obat

Ketidaktaatan penggunaan obat merupakan masalah umum pada lansia. Prevalensinya berkisar Antara 40% hingga 80% pada pasien (rata-rata sekitar 50%). Secara umum, lansia taat terhadap sekitar 75% dari pengobatan mereka. Lansia memiliki ketaatan yang sama dengan pasien yang lebih muda jika jumlah obat yang digunakan hampir sama. Sebenarnya, ada beberapa bukti bahwa ketaatan mungkin lebih baik pada lansia untuk kondisis tertentu. Sesuatu yang sepertinya berbeda adalah ketidaktaatan yang disengaja lebih umum terjadi pada lansia. Hal ini dapat dikaitkan dengan kemunculan dari efek samping dan dapat juga ketidaktaatan yang berkaitan dengan intelegensia. Sebuah penelitian oleh Fincke da rekan menemukan bahwa lansia yang menganggap bahwa mereka diberikan terlalu banyak pengobatan lebih mungkin menajdi tidak taat. Data retrospektif yang terbatas menunjukkan bahwa ketidaktaatan terkait dengan peningkatan penggunaan layanan kesehatan dan efek samping obat. Suatu meta-analisis dari penelitian yang dipublikasikan oleh Sullivan dan rekan dengan melibatkan pasien dari semua usia menentukan bahwa tingkat rawat inap di rumah sakit karena ketidaktaatan penggunaan obat adalah 5,5%. Sebush penelitian oleh Col dan rekan mengevaluasi 315 pasien lansia yang dirawat inap di rumah sakit dan menentukan bahwa 11,4% dari perawatan disebabkan oleh ketidaktaatan.

(27)

Gurwitz dan rekan menemukan bahwa 21% dari semua efek samping yang sebenarnya dapat dicegah pada lansia yang menjalani rawat jalan terjadi karena adanya ketidaktaan.

3. KETENTUAN PADA PENILAIAN OBAT GERIATRI KOMPREHENSIF

Jika dianggap bahwa permasalahan terkait obat adalah umum, memakan biaya dan penting secara klinis, bagaimana caranya agar dapat mencegahnya ?solusinya mungkin terletak pada penilaian obat geriatri komprehensif. Istilah penilaian obat geriatri komprehensif telah dipergunakan pada manajemen dan evaluasi geriatri (GEM), dimana pada GEM ahli klinis menangani pasien dan untuk penilaian obat geriatri konsultatif, saat tim multidisipliner geriatri memberikan rekomendasi kepada ahli klinis yang lain untuk manajemen pasien. Penilaian obat geriatri komprehensif telah menjadi salah satu landasan pada perawatan lansia; efektivitasnya baru-baru ini dirangkum dalam analisis-meta dari 28 penelitian terkontrol dan sebuah penelitian terandomisasi, multi-senter, dan terkontrol terhadap lansia veteran yang sudah cukup renta.

Apoteker dapat memainkan peran penting dalam mengoptimalkan farmakoterapi bagi lansia. Sebuah artikel baru-baru ini merangkum hasil dari 13 penelitian terandomisasi dan terkontrol bahwa intervensi apoteker klinis dapat menurunkan masalah yang terkait dengan obat dan meningkatkan kesehatan pada lansia. Subbagian berikut

(28)

akanmemberikan pendekatan bagaimana cara farmasis pada praktek apapun dapat mengoptimalkan penggunaan pengobatan lewat penggunaan penilaian obat geriatri komprehensif.

A. Pengambilan Riwayat Pengobatan

Beberapa kesulitan dapat muncul saat mengambil riwayat pengobatan dari lansia. Masalah-masalah tersebut termasuk : 1. Masalah komunikasi (gangguan pendengaran dan penglihatan) 2. Kesalahan laporan ( kepercayaan terhadap kesehatan, gangguan

kognitif)

3. Gejala yang nonspesifik ( presentasi klinis yang berubah) 4. Penyakit lebih dari satu, atau pengobatan yang lebih dari Satu 5. Ketergantungan pada perawat untuk memberikan sejarah

6. Kekurangan dari data rekam medis untuk mengkonfirmasi penemuan

Dibalik semua kemungkinan kesulitan ini, pekerja kesehatan professional akan menemukan nilai dari hasil mencari koleksi data informasi pengibatan yang penting ini. Kepentingan dari mencari tahu tentang pengobatan tanpa resep yang digunakan lansia tidak bias cukup ditekankan, karena sepertiga dari semua pengobatan yang digunakan pada lansia yang memerlukan bantuan ambulans dijual tanpa resep, terutama laksatif dan analgesik. Lebih dari itu, dengan

(29)

jalur dari Dietary Supplement Health and Education Act of 1994, sangat penting untuk menandai semua penggunaan suplemen makanan, termasuk vitamin dan mineral, obat herbal, dan produk seperti glukosamin dan khondroitin.

Menanyakan lansia dan perawat mereka tentang merode yang mereka gunakan untuk mengingat penggunaan obat juga penting. Hal ini akan membantu mendesain solusi untuk masalah yang dideteksi dan mencegah pamakaian kembali metode yang pernah digunakan dan tidak efektif.

Pasien dan perawat juga perlu ditanyakan mengenai factor risiko untuk masalah penulisan resep (contoh jumlah dokter dan apoteker yang dikunjungi banyak) dan juga masalah ketidaktaatan (cacat pendengaran, penglihatan, kognitif, dan kemampuan membuka tutup pengaman, membayar obat, dan menelan obat).

B. Menilai dan Memonitor Terapi Obat

Kesesuaian dari setiap pengobatan yang diresepkan sebaiknya dinilai menggunakan berbagai metode. Satu pengukuran terstandarisasi yang telah terbukti dapat diandalkan dan valid adalah Indeks Kesesuaian Pengobatan (Medication Appropriateness Index, MAI). MAI terdiri dari 10

(30)

pertanyaan yang sebaiknya ditanyakan tentang setiap pengobatan (Tabel 93.5).

Beberapa factor lain yang tidak termasuk dalam MAI perlu juga dinilai :

1. Pemilihan pengobatan yang kurang optimal (berdasarkan efektivitas, keamanan, harga, dan efek terhadap kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan

2. Alergi (terutama untuk resep baru) 3. Perawatan yang kurang

4. Interasi obat dengan makanan atau tes laboratorium.

Beberapa factor tambahan untuk dipertimbangkan selama peninjauan regimen obat termasuk ketaatan, masalah penyimpanan obat, monitoring laboratorium, titik akhir terapeutik, dan efek samping obat.

C. Kontroversi Klinis

Saat ini semakin banyak penelitian klinis yang mendaftarkan pasien lansia. Contohnya, saat ini kita memiliki bukti untuk mendukung keuntungan penggunaan pravastatin terhadap jantung pada lansia. Ahli klinis perlu mempertimbangkan risiko dan keuntungan dari penambahan terapi obat kepada regimen obat pasien karena jumlah obat yang bertambah dapat menurunkan ketaatan penggunaan obat dan menyebabkan peningkatan risiko efek samping obat. Lebih jauh lagi, ahli

(31)

klinis juga perlu memutuskan apakah etis untuk menambahkan terapi obat kepada pasien yang mungkin tidak hidup cukup lama untuk merasakan keuntungan dari pengobatan tersebut.

D. Permasalahn Dokumentasi Dan Memformulasikan Rencana Terapi Ahli klinis perlu mendokumentasikan masalah yang telah dideteksi, mengembangkan rencana terapeutik untuk mengatasinya, dan menetapkan titik akhir terapeutik yang masuk akan jika belum ada yang ditetapkan sebelumnya. Poin penting yang perlu diingat adalah titik akhir yang masuk akal untuk pasien berusia 40 tahun belum tentu masuk akal untuk pasien berusia 80 tahun saat adanya penyakit lain, status fungsional, dan harapan hidup perlu dipertimbangkan.

E. Berkonsultasi Dengan Dokter Mengenai Masalah Dan Hal Yang Diperhatikan

Pada beberapa kasus, farmasis atau pekerja kesehatan profesional lain harus mengontak dokter pasien mengenai masalah dan perhatian yang telah dideteksi atau didokumentasikan. Saat mendiskusikan pasien pada konteks ini, kepentingan dari megoptimasi penulisan resep bagi lansia sebelum mengimplementasikan straregi untuk meningkatkan ketaatan mereka bias perlu ditekankan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan membahayakan pasien. Mirip dengan hal tersebut, pada kondisi institusional, strategi untuk mengurangi kesalahan

(32)

administrasi pengobatan dapat tidak membantu hasil pada pasien jika penulisan resep tidak diperbaiki sebelumnya.

F. Konseling Dan Bantuan Kepatuhan

Beberapa faktor umum untuk dipertimbangkan, sebelum obat diramu, hal yang dilakukan untuk meningkatkan ketaatan pada lansia termasuk memodifikasi jadwal pengobatan untuk cocok dengan gaya hidup pasien, mempertimbangkan obat generik untuk mengurangi biaya, menggunakan botol yang mudah dibuka dan bentuk sediaan yang mudah ditelan, serta menggunakan label petunjuk dengan ukuruan tulisan yang lebih besar. Saat menyerahkan obat (terutama obat baru, atau obat lama yang mengalami perubahan penampilan atau petunjuk pemakaian), informasi lisan dan tertulis harus diberikan kepada pasien dan perawat.

Untuk meningkatkan potensi ketaatan, pekerja kesehatan profesional juga perlu merekrut keterlibatan pasien aktif dan perawat, menekankan kepentingan ketaatan, dan mempertimbangkan penggunaan alat eningkat ketaatan (contohnya kemasan spesial, rekaman pengobatan, kalender obat, kotak obat, kaca pembesar untuk siring insulin, alat pengukur dosis, dan spacers untuk inhaler dengan dosis terukur). Pada kondisi institusional, diskusi dari pertimbangan special (contohnya pengobatan yang dapat dihancurkan, dan diberikan melalui selang makanan) dengan pekerja kesehatan professional yang bertanggung jawab untuk memberikan obat juga perlu dilakukan.

(33)

G. Mendokumentasikan Intervensi Dan Memonitor Progres Pasien

Semua intervensi perlu didokumentasikan, dan langkah-langkah yang baru dipaparkan kepada lansia perlu diulangi dari waktu ke waktu kepada pasien lansia. Selama kontak lanjutan, harus ditanyakan apakah pasien memiliki pertanyaan atau sesuatu yang dikhawatirkan mengenai obat dan menentukan apakah titik akhir yang telah ditetapkan sebelumnya telah tercapai. Lebih jauh lagi, tanyakan pasien apakah mereka sedang, atau pernah mengalami efek sampin apapun, reaksi yang tidak diinginkan, atau masalah lain dengan pengobatan mereka agar dapat menilai efek samping obat.

H. Mentargetkan Lansia Berisiko Tinggi

Pada praktek yang padat, pendekatan yang dipaparkan disini mungkin tidak dapat dilakukan kepada semua pasien. Oleh karena itu praktisi perlu mempertimbangkan menargetkan aktivitas ini kepada pasien yang berisiko tinggi mengalami masalah terkait obat. Ahli geriatri telah mengidentifikasi 18 faktor risiko untuk masalah terkait obat pada pasien rumah jompo. Factor risiko ini termasuk :

1. Polifarmasi (contohnya 9 atau lebih pengobatan atau lebih dari 12 dosis per hari)

2. Menggunakan obat berisiko tinggi tertentu (contohnya benzodiazepine dengan waktu paruh menengah atau tinggi, obat sedatif-hipnotik, obat

(34)

antipsikotik, pengobatan antikolinergik, analgesic opioid, dan klorpropamid)

3. Karakteristik pasien tertentu (bobot badan rendah, usia 85 tahun keatas, penurunan fungsi renal)

4. Penggunaan dari obat dengan indeks terapi yang sempit (contohnya lithium, digoksin, warfarin, dan antikonvulsan)

5. Memiliki sejarah efek samping sebelumnya 6. Adanya 6 atau lebih penyakit sekaligus

Keterpakaian dari kriteria di atas bagi pansien lansia pada kondisi perawatan lain hubungan antara identifikasi pasien lansia dengan faktor risiko ini dan hasil kesehatan yang nyata masih harus ditentukan.

4. tUJUAN TERAPI OBAT

Bahwa pengetahuan yang menyeluruh tentang perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada lanjut usia sangat penting dalam upaya memberikan pelayanan kefarmasian yang terbaik. Disamping itu, ada beberapa hal lain yang perlu dibahas dalam rangka optimalisasi terapi obat pada pasien lanjut usia.

• Hindari terapi obat yang tidak diperlukan

Apakah penambahan obat lain benar-benar diperlukan? Pertnyaan ini harus ditanyakan setiap kali ada obat baru yang hendak diberikan pada psien usia lanjut. Perlu dicermati danya kemungkinan alternatif

(35)

terapi pada penggunaan obat. Sebagai contoh, pada hipertensi ringan mungkin dapat diberi diberikan petunjuk tentang pola hidup sehat terlebih dahulu, misalnya berhenti merokok. Petunjuk diet juga dapat menjadi alternatif. Hal ini terutama berguna bagi pasien dengan hiperlipidemia yang ringan.

Pada kasus-kasus lain, pemberian obat-obatan tidak diperlukan sama sekali, salah satu contoh yang baik adalah peresepan obat-obat hipnotik. Pasien lanjut usia sering kali mengharapkan tidur melebihi kebutuhannya. Hal ini dapat mendorong untuk mereka mencari terapi hipnotik yang tidak tepat. Dalam usaha meningkatkan kualitas tidur, sebenarnya ada beberapa cara sederhana yang dapat dilakukan, termasuk buang air kecil sebelum tidur dan optimalisasi keadaan dalam ruangan tidur.

Kualitas hidup

Sangatlah muda untuk melihat tujuan pemberian obat pada psien lanjut usia, yaitu untuk memperpanjang masa harapan hidup. Walaupun demikian, tanggung jawab untuk memperbaiki kualitas hidup pasien tetap ada. Sebagai contohnya seseorang wanita, lanjut usia dengan osteoporosis dipinggulnya, akan lebih baik diatasi dengan operasi pinggul daripada terapi jangka panjang dengan obat AINS dan resiko efek sampingnya.

(36)

Mengobati penyebab bukan sekedar gejala

Ketika seorang pasien lajut usia menunjukkan suatu gejala, sangatlah penting mencari penyebabnya. Meruapakan tindakan yang tidak tepat jika hanya mengobati gejalanya yang malah mungkin menutupi masalah sebenarnya yang lebih serius. Seorang pasien dapat menunjukkan gejala gangguan pencernaan tetapi ternyata menderita tukak lambung. Mengobati pasien ini dengan antasid jelas tidak tepat dan potensial menimbulkan bahaya karena penyakit yang lebih serius tidak diobati. Oleh karena itu, penyebab dari gejala tersebut harus diketahui terlebih dahulu, kemudian pengobatan diberikan secara tepat.

• Riwayat pengobatan

Mengetahui riwayat pengobatan pasien akan sangat membantu dalam seleksi obat. Dari sini dapat diketahui jika pasien mengalami alergi atau toleransi terhadap obat tertentu pada masa lalu. Diamping itu, efek samping obat dan interaksi obat yang potensial terjadi juga lebih mudah untuk dihindari.

Titrasi dosis

Perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada lanjut usia biasanya menjadi sebab mengapa dosis yang lebih rendah diperlukan untuk memperoleh efek terapeutik yang ikehendaki. Pada

(37)

sebagian besar kasus merupakan hal yang rasional untuk memulai terapi dengan dosis serendah mungkin, kemudian jika diperlukan dapat ditingkatkan secara bertahap dosis atau frekuensi pemberiannya.

Penyakit medis yang bersamaan

Pasien lanjut usia seringkali menderita lebih dari satu kondisi medis. Hal ini dapat mengakibatkan kontra-indikasi atau perlunya perhatian khusus terhadap obat-obat tertentu. Gangguan fungsi ginjal dan disfungsi hati merupakan kondisi-kondisi yang sering muncul pada psien lanjut usia sehingga diperlukan perhatian khusus dalam pemilihan terapi obat.

• Pemilihan obat dan bentuk sediaan yang tepat

Jika telah diputuskan untuk melakukan terapi obat, selanjutnya sangatlah penting untuk memastikan bahwa obat yang terpilih adalah obat yang paling tepat. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah efek samping yang kemungkinan terjadi dan kondisi medis pasien pada saat itu. Juga termasuk pertimbangan bentuk sediaan yang akan digunakan. Pasien lanjut usia seringkali lebih tepat umtuk endapat sirup, suspensi, atau tablet terlarut. Untuk menelan tablet atau kapsul yang besar seringkali menimbulkna kesulitan atau kecemasan tersendiri yang nantinya dapat mengurangi tingkat kepatuhan.

(38)

5. EFEK SAMPING OBAT

Telah terbukti dengan jelas bahwa efek samping obat muncul dengan frekuensi yang lebih tinggi pada populasi lanjut usia. Sejumlah penelitian yang mempelajari kecenderungan ini, pada akhirnya membuat beberapa kesimpulan yang menarik :

- Pasien lanjut usia tiga kali lebih besar kemungkinannya untuk masuk ke rumah sakit karena efek samping obat.

Laporan tentang efek samping obat yang serius pada pasien lanjut usia ditemukan dua kali lebih sering daripada mereka yang masih di bawah usia 40 tahun.

- Efek samping obat juga telah terbukti sebagai alasan bermakna untuk masuk rumah sakit, dan menjadi satu-satunya alasan bagi 2,8 % pasien lanjut usia untuk masuk rumah sakit. Efek samping obat juga menjadi faktor pada 7,7 % berikutnya untuk masuk rumah sakit.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan pasien lanjut usiacenderung mengalami efek samping obat. Polifarmasi, penggunaan bermacam-macam terapi obat, sering terjadi pada pasiea lanjut usia dan memberikan pengaruh yang besar pada insiden efek samping obat. Bagaimanapun juga ada faktor-faktor lain yang turut terlibat,misalnya keadaan patologi yang bermacam-macam, penatalaksanaan obat yang berubah dan presepan yang tidak tepat. Perubahan dalam penatalaksanaan obat dan mekanisme homeostatik akan meningkatkan

(39)

sensitivitas pasien lanjut usia terhadap efek terapi obat yang mereka peroleh. Oleh karena itu, pada pasien lanjut usia proporsi efek samping yang tergantung dosis sangat tinggi.

Diketemukan bahwa dua pertiga efek samping obat pada pasien lanjut usia disebabkan oleh dua kelompok obat, yaitu abat-abat kardiovaskular dan obat-obat yang bekerja di sistem saraf pusat. Oleh karena itu, perlu diberikan perhatian khusus penggunaan obat-obat seperti ; digoksin, diuretik, hipertensi, hipnotik, psikotik, dan anti-depresan.

Walaupun telah diketahui bahwa efek samping obat lebih seringterjadi pada populasi lanjut usia, namun ada beberapa faktor yang mempersulit deteksinya. Pasien lanjut usia sering kali menderita beberapa penyakit bersamaan sehingga lebih sulit untuk mengorelasikan gejala yang tampak dengan penyebab yang spesifik. Masalah yang sama juga muncul pada pasien yang mendapat bermacam-macam terapi obat. Hal ini yang membuat pendeteksian penyebabnya menjadi lebih sulit. Lagi pula, harapan yang rendah akan kesehatan yang baik sering kali menyebabkan efek samping obat tidak dilaporkan oleh pasien ataupun tenaga kesehatan profesional.

6. KEPATUHAN PASIEN

Meskipun telah dibuat rencana pelayanan kefarmasian terbaik dan peresepan paling tepat, tetapi jika pasien tidak patuh terhadap

(40)

pengobatannya maka hasil terapi yang optimal tidak akan tercapai. Penelitian menunjukkan, apabila tidak ada penurunan kemampuan maka tingkat kepatuhan pasien lanjut usia akan sama halnya dengan pasien dewasa muda. Tetapi kenyataanya, penurunan itu terjadi pada kebanyakan pasien lanjut usia. Sebagian basar pasien lanjut usia mengalami penurunan kemampuan kognitif dan kemungkinan untuk mendapat bermacam-macam pengobatan dengan aturan dosis yang rumit. Hal ini dapat mengakibatkan persoalan kepatuhan yang rendah sehingga menjadi kemungkinan penyebab kegagalan pengobatan dan memperpanjang waktu pengobatan. Pada penyakit-penyakit yang menetap, seperti epilepsi atau hipertensi yang parah, diperlukan tingkat kepatuhan sampai dengan 90 % atau lebih untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memuaskan.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidakpatuhan pasien lanjut usia dapat disimpulkan sebagai berikut:

• Tidak memahami tujuan pengobatan

• Hanya memperoleh sedikit atau tidak memperoleh mafaat dari terapi pengobatan sebelumnya

• Kemungkinan efek samping tidak dijelaskan dan sangat mengganggu bagi pasien

(41)

• Ketika melakukan pengobatan sendiri, tidak memahami instruksi dosis. Hal ini dapat disebabkan kesulitan dalam membaca, bahasa, atau mendengar. Ketidakmampuan dalam membuka kemasan juga menjadi masalah bagi pasien yank mengalami penurunan ketangkasan, misalnya: penderita artritis.

Faktor ketidakpatuhan tidak hanya mempengaruhi hasil pengobatan pada pasien, tetapi juga mempengaruhi secara finansial. Laporan yang berasal dari Amerika Serikat menyimpulkan bahwa lebih dari 11% alasan masuk rumah sakit terkait langsung dengan ketidakpatuhan. Hal ini melibatkan 2 juta alasan masuk rumah sakit yang bernilai lebih dari $ 7 miliar.

Jadi jelaslah bahwa masalah kepatuhan perlu diperhatikan, baik dari segi terapeutik maupun dari segi finansial. Farmasis dapat memegang peranan penting disini, yaitu dengan memberikan informasi yang benar kepada pasien, sering kali melalui orang yang merawatnya, untuk mendorong kepatuhan yang benar pula.

• Motivasi Pasien

Farmasis harus menunjukan ketertarikan yang nyata terhadap kesehatan pasien. Dalam hal ini nantinya akan melibatkan atmosfer empati, pengertian tentang problem-problem yang dihadapi pasien dan

(42)

memperbolehkan pasien untuk ambil bagian dalam mengambil keputusan tentang pengobatan ( ‘concordance’ ).

• Informasi tentang obat

Hasil penelitian menunjukan bahwa pembekalan beberapa informasi tertentu kepada pasien akan membantu meningkatkan kepatuhan: nama obat, untuk apa, mengapa diberikan, bagaimana dan kapan harus diberikan, apa efeknya, efek samping apa yang dapat terjadi, dan apa yang harus dilakukan jika ada dosis yang terlewatkan. Informasi secara lisan dari farmasi akan memperkuat informasi yang telah ada secara tertulis. Jawaban yang diberikan farmasis untuk pertanyaan pasien harus ringkas dan jelas, sehingga pasien atau orang yang merawatnya akan lebih mudah untuk mengingatnya.

• Aturan pemberian obat

Aturan pemberian obat yang sederhana akan berakibat pada kepatuhan yang lebih baik. Sebagai bagian dari aktivitas pemantauan peresepan, farmasis idealnya menepatkan diri sebagai penasihat dokter dalam hal perbaikan aturan pemakaian obat yang ada. Sebagai contohnya adalah modifikasi aturan pemakaian fenitoin dari satu tablet tiga kali sehari menjadi tiga tablet pada malam hari. Hal ini tidak hanya akan mengurangi jumlah frekuensi pemberian, tetapi juga akan mengurangi kemungkinan terjadinya efek sedatif sepanjang hari.

(43)

Beberapa tindakan lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tingkat kepatuhan pasien lanjut usia. Dapat dilihat pada Tabel 13.4.

Tabel 13.4 Sarana bantu kepatuhan ( ‘compliance aids’ )

7. DAFTAR PEMERIKSA DALAM PERESEPAN

Bab ini menitikberatkan pada sejumlah persoalan yang perlu diperhatikan dalam pemantauan peresepan untuk pasien lanjut usia. Suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap prose pemantaun peresepan pada kelempok pasien ini hanya dapat meningkatkan layanan kefarmasian mereka. Di bawah ini adalah contoh yang dapat digunakan dalam praktek:

• Pastikan bahwa peresepan sudah tepat • Hindarkan polifarmasi

• Pertimbangkan penangan obat yang berubah • Pemeriksaan kepatuhan

• Pencatatan dan pelaporan efek samping obat Sarana bantu kepatuhan ( ‘compliance aids’ )

Catatan harian peresepan ( ‘prescription diaries’ )

Sistem dosis yang terpantau ( ‘monitored dosage system’ ) Peralatan audio, alarm

Penandaan warna pada wadah Konseling oleh farmasis

Mengubah rute pemberian obat Evaluasi aturan dosis

(44)

• Evaluasi peresepan secara teratur

• Apakah tujuan terapi obat sedang dicapai?

8. PEDOMAN PENGGUNAAN OBAT UNTUK LANJUT USIA

1. Pastikan bahwa pengobatan dengan obat diperlukan. Banyak masalah kesehatan lanjut usia dapat dikelola tanpa penggunaan obat. 2. Jika mungkin, hindari penggunaan banyak obat pada satu waktu. Disarankan, menggunakan obat tidak lebih dari tiga obat secara bersamaan.

3. Jadwal dosis sedapat mungkin tidak rumit. Apabila mungkin, dosis tunggal sehari dari tiap obat lebih dikehendaki.

4. Untuk menetapkan toleransi individu, pengobatan dengan kebanyakan obat biasanya dimulai dengan penggunaan dosis yang lebih kecil dari dosis baku. Dosis pemeliharaan seringkali lebih kecil untuk orang dengan umur di atas 60 tahun daripada orang yang lebih muda.

5. Hindari tablet dan kapsul besar, jika bentuk sediaan lain tersedia. Sediaan cair lebih mudah bagi lanjut usia atau orang yang sulit menelan.

6. Minta apoteker mengemas obat dalam wadah yang mudah dibuka. Hindari tutup “tahan anak”.

(45)

7. Semua wadah obat diberi etiket dengan nama obat dan petunjuk penggunaan dalam huruf besar, dan mudah dibaca.

8. Jangan mengambil obat dalam gelap. Kenali tiap dosis obat secara berhati-hati dalam cahaya yang memadai, pastikan bahwa saudara mengambil obat yang dimaksudkan.

9. Hindari mengambil obat keliru atau dosis ekstra, jangan simpan obat di atas meja sisi tempat tidur. Obat-obat untuk penggunaan darurat, seperti nitrogliserin adalah suatu perkecualian. Disarankan hanya satu obat demikian di atas meja sisi tempat tidur, untuk digunakan selama malam hari.

10. Penggunaan obat oleh orang lanjut usia memerlukan pengawasan. Amati efek obat secara terus-menerus untuk memastikan penggunaan yang aman dan efektif.

Ingat peribahasa: “Mulai dengan lambat, pergilah perlahan-lahan dan (apabila sesuai) belajar mengatakan tidak.

(46)

BAB III PENUTUP KESIMPULAN

Sebagai akibat dari meningkatnya populasi usia lanjut secara terus menerus maka kebutuhan khusu kelompok pasien ini akan terapi obat perlu diperhatikan. Farmasis harus memahami perubahan-perubahan yang memiliki efek bermakna terhadap hasil terapi obat, seperti perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Evaluasi pengobatan, bersama-sama dengan pencegahan polifarmasi yang tidak perlu terjadi, sangatlah penting untuk meningkatkan layanan kefarmasian pada pasien lanjut usia.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Aslam.M., Farmasi Klinik, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 2003,Siregar, C.J.P. 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. EGC : Jakarta.

Sukandar EY, Andrajai Rm Sigit JI, Adnyana IK, Setiadi AP, Kusnandar, ISO Farmakoterapi 2. Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta. 2011. Hal 125-8; 212-228.

Gambar

Tabel 93.1 perubahan fisiologis dengan bertambahnya umur  Sistem organ  Manifestasi
Tabel 1.1 Perubahan fisiologi yang terkait usia pada saluran pencernaan,hati, dan ginjal
Tabel 13.4 Sarana bantu kepatuhan ( ‘compliance aids’ )

Referensi

Dokumen terkait

Topik yang dianalisa dalam analisa pekerjaan meliputi tujuh topik yaitu tujuan / sasaran pekerjaan, kegiatan yang dilakukan beserta proses pelaksanaan, keahlian

Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fisik seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami kegemukan atau

Masukkan Pertanyaan Indikator variabel dependen maupun independen dan Jumlah dari data variabel dependen maupun independen satu per satu satu per satu klik symbol ke

Tujuan dari penelitian adalah (1) untuk mengetahui fluktuasi perubahan bobot serasah lantai hutan selama proses dekomposisi dan kecepatan dekomposisi serasah lantai

Lokasi pasti bangunan tempat tinggal Ki Ageng Pemanahan sampai saat ini masih belum dapat diketahui, namun mengacu dari legenda yang ada, maka kelompok bangunan yang

Perkembangan luas panen cabai besar pada tahun 2013 dan 2012 (Gambar 2) menunjukkan pola yang sama-sama mengalami peningkatan pada triwulan II, dan mengalami penurunan di

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh perceived ease to use dan subjective norm terhadap intention to use dengan perceived usefulness

Berdasarkan rumusan masalah tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan mengkaji; (1) tingkat kelayakan isi Buku Sekolah Elektronik (BSE) Penjasorkes SD Kelas 4 yang