• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

58 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi

1. Jumlah Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III

Hasil pengamatan jumlah mortalitas larva ulat tritip instar III yang telah disemprot dengan pestisida nabati ekstrak tapak liman adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pe rla ku an Dosis (%) Mortalitas hama pengamatan ke-1 27 Oktober 2016 Mortalitas hama pengamatan ke-2 29 Oktober 2016 Mortalitas hama pengamatan ke-3 31 Oktober 2016 Jumlah Morta litas % Morta litas 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 P0 0 0 0 1 1 1 3 4 0 0 0 0 0 0 0 0 10 40 P1 2,5 0 3 0 1 2 1 1 1 1 1 4 2 4 2 2 11 44 P2 5 2 2 1 2 2 1 2 0 0 0 2 2 4 3 3 12 48 P3 7,5 1 1 1 1 0 3 2 0 1 3 1 2 4 3 2 13 52 P4 10 0 1 1 0 1 2 3 3 3 0 3 1 1 3 3 14 56 P5 Sintetik 5 5 5 5 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 100 Keterangan :

P0 : Kontrol negatif (air/0%)

P1 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 2,5 % P2 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 5 % P3 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 7,5 % P4 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 10 % P5 : Kontrol positif (pestisida sintetik)

Penyemprotan pestisida nabati dilakukan tiga kali yaitu setiap dua hari sekali. Penyemprotan dilakukan pada :

Penyemprotan ke-1 : Rabu, 26 Oktober 2016 Penyemprotan ke-2 : Jumat, 28 Oktober 2016 Penyemprotan ke-3 : Minggu, 30 Oktober 2016 Pengamatan dilakukan pada :

Pengamatan ke-1 : Kamis, 27 Oktober 2016 Pengamatan ke-2 : Sabtu, 29 Oktober 2016 Pengamatan ke-3 : Senin, 31 Oktober 2016

Persentase mortalitas dihitung pada pengamatan pertama dan pengamatan ke dua, karena pada pengamatan ketiga hama sudah mati semua.

(2)

59

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati tapak liman dengan variasi dosis berpengaruh terhadap peningkatan mortalitas larva ulat tritip instar III. Pada aplikasi ekstrak tapak liman yang ke dua persentase mortalitas larva yaitu, dosis 2,5% sebesar 44%, dosis 5% sebesar 48%, dosis 7,5% sebesar 52%, dan dosis 10% sebesar 56% dan aplikasi ekstrak yang ketiga mencapai 100% tiap-tiap dosis perlakuan. Jika dibandingkan dengan penyemprotan pestisida nabati yang pertama, pada aplikasi ekstrak ke dua dan ke tiga terjadi peningkatan mortalitas larva. Mortalitas larva meningkat karena akumulasi dampak saponin dan flavonoid di dalam tubuh larva instar III (Asmaliyah, dkk, 2010: 50). Sesuai dengan Sastrodihardjo, dkk (1992), senyawa metabolit sekunder tersebut bersifat racun pada beberapa jenis serangga, salah satunya larva ulat tritip instar III.

Tabel 3, menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati tapak liman menyebabkan mortalitas larva ulat tritip instar III lebih tinggi dari pada kontrol negatif dan lebih rendah bila dibandingakan dengan kontrol positif. Kematian larva pada kontrol negatif disebabkan oleh kontaminasi pestisida nabati daun sirih. Adanya kandungan senyawa aromatik yang menempel pada daun tanaman sawi kontrol negatif, menyebabkan berkurangannya aktivitas makan pada larva. Hal tersebut menghambat larva dalam memperoleh energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga larva mengalami kematian. Pada kontrol positif terdapat akumulasi pestisida sintetik Dursban 200 EC yang memiliki zat aktif klorpirifos sehingga berakibat pada kematian larva ulat tritip instar III (Budigunawan, 2004; Hidayat, dkk, 2012: 4). Menurut Siburian (2013: 887), klorpirifos berfungsi sebagai

(3)

60

racun kontak dan racun perut (lambung) yang menyebabkan tingginya mortalitas larva pada kontrol positif. Selain itu, klorpirifos termasuk golongan organofosfat yang mempengaruhi sistem syaraf, kelumpuhan sistem pernafasan, dan menyebabkan kematian larva pada kelompok perlakuan kontrol positif, sesuai dengan pendapat Moekasan dan Murtiningsih (2010: 74).

2. Analisis Statistik Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III

Hasil analisis statistik variasi dosis pada aplikasi pestisida nabati tapak liman terhadap mortalitas larva ulat tritip instar III disajikan pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Rata-Rata Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan I

Dosis Ekstrak Tapak Liman Rata-rata presentase mortalitas ± SD 0% 2,5% 5% 7,5% 10% 0,60 ± 0,55a 1,20 ± 1,30ab 1,80 ± 0,45b 0,80 ± 0,45ab 0,60 ± 0,55a Total 1,00 ± 0,81

Keterangan : huruf yang sama menunjukkan rata-rata mortalitas sama.

Aplikasi ekstrak tapak liman yang pertama (Tabel 4) menunjukkan rata-rata mortalitas larva ulat tritip instar III tertinggi pada kelompok perlakuan dosis 5% yaitu 1,80 ekor dengan standar deviasi sebesar 0,44, sedangkan rata-rata mortalitas larva terendah pada kelompok perlakuan dosis 10% yaitu 0,60 ekor dengan standar deviasi 0,55. Penurunan rata-rata mortalitas larva disebabkan karena larva belum menunjukkan kecenderungan dosis tinggi menyebabkan mortalitas tinggi. Oleh sebab

(4)

61

itu, larva belum menunjukkan akumulasi dampak senyawa saponin dan flavanoid di dalam tubuhnya.

Tabel 5. Rata-Rata Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan II

Dosis Ekstrak Tapak Liman Rata-rata mortalitas ± SD

0% 2,5% 5% 7,5% 10% 2,00 ± 1,41a 2,20 ± 1,30a 2,40 ± 1,14a 2,60 ± 1,14a 2,80 ± 1,30a Total 2,40 ± 1,19

Keterangan : huruf yang sama menunjukkan rata-rata mortalitas sama.

Aplikasi ekstrak tapak liman yang ke dua (Tabel 5), menunjukkan rata-rata mortalitas larva ulat tritip instar III tertinggi pada kelompok perlakuan dosis 10% yaitu 2,80 ekor dengan standar deviasi sebesar 1,30, sedangkan rata-rata mortalitas larva terendah pada kelompok perlakuan dosis 2,5% yaitu 2,20 ekor dengan standar deviasi 1,30. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah terdapat respon larva ulat tritip instar III terhadap saponin dan flavanoid yaitu semakin tinggi dosis perlakuan, maka semakin tinggi rata-rata mortalitas larva. Peningkatan dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman, berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun sehingga daya bunuh semakin tinggi untuk membunuh larva, sesuai dengan pendapat Sari, dkk (2013: 564). Hasil rata-rata mortalitas pengamatan pertama, ke dua, dan ke tiga setelah aplikasi ekstrak mengalami peningkatan, karena terjadi akumulasi dampak senyawa kimia saponin dan flavonoid di dalam tubuh larva ulat tritip instar III. Menurut Hartono (2011), saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan, memiliki karakteristik berupa buih. Hal tersebut sesuai dengan penelitian,

(5)

62

bahwa terdapat buih tebal pada permukaan ekstrak tapak liman. Sesuai dengan Carino dan Rejesus (1982), saponin masuk ke dalam tubuh larva ulat tritip instar III melalui kulit menjadi racun kontak dan menimbulkan efek sistemik. Senyawa masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju daerah sasaran (Hidayati, dkk, 2013: 98). Penetrasi senyawa tersebut ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula serangga. Terjadinya interaksi antara saponin dengan membran sel menyebabkan saponin mampu berikatan dengan fosfolipid dan kolesterol, yang mengganggu permeabilitas membran sitoplasma, kebocoran materi intraseluler, dan lisis sel (Maisaroh, 2007). Jika sel lisis maka jaringan-jaringan yang ada pada sel tersebut rusak dan tidak bisa saling berhubungan dengan jaringan yang ada pada sel lain. Hal ini mengakibatkan metabolisme sel berhenti dan larva mati (Widodo, 2005).

Selain berfungsi sebagai racun kontak, saponin berfungsi sebagai racun perut (Carino dan Rejesus, 1982). Racun perut berfungsi untuk membunuh serangga dengan merusak sistem pencernaan. Akumulasi dampak saponin menyebabkan aktivitas enzim protease menurun di dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan (Shahabuddin dan Flora, 2009: 152).

Senyawa flavanoid merupakan racun kontak, karena masuk melalui membran sel sehingga mempengaruhi beberapa sistem fisiologis yang mengatur perkembangan hama. Menurut Sastrodihardjo (1992), di dalam haemolimfa terdapat protein, jika protein terdenaturasi oleh flavonoid maka bahan makanan tidak bisa disalurkan dari alat pencernaan ke seluruh jaringan tubuh larva, sehingga larva ulat tritip instar III ATP dan mati (Hidayati, dkk, 2013: 98).

(6)

63

Larva ulat tritip instar III yang terkena paparan saponin akan terhambat dalam pertumbuhan dan penyerapan makannya. Jika dalam proses penyerapan makanan terganggu maka nutrisi yang diperoleh larva instar III hanya sedikit, sehingga perkembangan larva terhambat. Apabila daya makan berkurang, maka energi yang dihasilkan hanya sedikit. Energi yang digunakan untuk detoksifikasi diperoleh dari energi yang seharusnya untuk pertumbuhan dan perkembangan, akibatnya pertumbuhan larva instar III akan terganggu dan menyebabkan kematian larva. Larva instar III yang mati ditunjukkan dengan ciri-ciri tubuhnya mengering, warna menjadi hitam, dan ukuran tubuhnya menyusut (Hidayati, dkk, 2013: 98).

Semakin tinggi dosis, kandungan senyawa kimia juga semakin banyak. Peningkatan dosis berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun, sehingga daya bunuh semakin tinggi untuk membunuh larva (Purba, 2007; Sari, dkk, 2013: 564). Menurut Sastrodihardjo, dkk (1992), senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam ekstrak tapak liman dapat mempengaruhi sistem fisiologis yang mengatur perkembangan hama (Siahaya dan Rumthe, 2014: 115). Senyawa yang terkandung di dalam ekstrak tapak liman tidak membunuh larva ulat tritip instar III secara langsung. Akan tetapi, secara bertahap dengan menghambat aktivitas makan dan menghambat pertumbuhan larva. Adanya aplikasi ekstrak, dapat mengurangi intensitas serangan larva ulat tritip instar III.

Setelah aplikasi pestisida nabati ekstrak tapak liman menyebabkan perubahan perilaku pada larva yang tadinya bergerak lambat hanya untuk memakan sawi, setelah aplikasi ekstrak menjadi bergerak aktif. Hal tersebut dikarenakan larva mencari

(7)

64

tempat berlindung di sisi daun yang tidak tersemprot ekstrak. Namun, setelah beberapa saat, larva ulat tritip instar III tidak bergerak lagi. Meskipun sudah tidak ada aktivitas memakan daun lagi, tetapi larva masih menempel pada daun sawi. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Surtikanti (1981), bahwa peracunan pada serangga dapat mengakibatkan gangguan syaraf yang berakibat pada perilaku serangga menjadi abnormal sehingga larva akan lumpuh dan mati.

Kandungan senyawa yang ada di dalam ekstrak tapak liman merupakan senyawa sekunder yang mempengaruhi sistem syaraf, perilaku berupa penarik/pemikat, penolak (repellent), dan mengurangi nafsu makan (antifeedant). Dari penjelasan di atas, pestisida nabati ekstrak tapak liman merupakan pestisida nabati nonsistemik karena setelah diaplikasikan pada tanaman sawi, tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di bagian luar tanaman sehingga larva ulat tritip instar III menghentikan aktivitas makan. Djojosumarto (2008: 42) menyatakan bahwa, biopestisida nonsistemik bekerja dengan cara mencegah makan (antifeedant), penolak (repellent) dan pengganggu alami.

Menurut cara masuk pestida nabati ke dalam tubuh serangga, senyawa saponin dan flavanoid dalam ekstrak tapak liman berfungsi sebagai antifeedan, racun kontak, dan racun perut (Syakir, 2011: 11-12). Racun kontak adalah biopestisida yang masuk melewati kulit dan terserap melalui dinding atau kulit tubuh serangga (Natadisastra dan Ridad, 2009: 356). Racun akan menyebar ke seluruh tubuh dan menyerang sistem syaraf yang dapat mengganggu aktivitas serangga (Trizelia, 2001; Petrus dan Ismaya, 2014: 168). Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut

(8)

65

(Djojosumarto, 2008: 43). Racun perut dapat membunuh serangga khususnya dengan merusak atau mengabsorbsi sistem pencernaan (Dantje, 2015: 185). Racun lambung (racun perut/stomach poison) adalah biopestisida yang membunuh serangga sasaran dengan masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya, biopestisida dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan (misalnya ke susunan syaraf serangga) (Djojosumarto, 2008: 42). Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tapak liman merupakan kelompok tumbuhan insektisida nabati, merupakan kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali serangga.

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Ekstrak Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III

Hasil uji Anova satu arah pengaruh dosis ekstrak tapak liman terhadap mortalitas larva ulat tritip instar III ditunjukkan oleh Tabel 6 dan 7.

Tabel 6. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan I

ANOVA Mortalitas

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Group 5.200 4 1.300 2.407 .083

Within Group 10.800 20 .540

Total 16.000 24

Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%).

Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata mortalitas larva menurut dosis ekstrak tapak liman yang sudah aplikasikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh harga signifikasi sebesar 0,083 (p>0,05).

(9)

66

Tabel 7. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan II

ANOVA Mortalitas

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Group 2.000 4 .500 .312 .866

Within Group 32.000 20 1.600

Total 34.000 24

Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%).

Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata mortalitas larva menurut dosis ekstrak tapak liman yang sudah aplikasikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh harga signifikasi sebesar 0,866 (p>0,05).

Rata-rata mortalitas larva ulat tritip instar III menurut dosis ekstrak tapak liman yang telah diaplikasikan (Tabel 6 dan 7), menunjukkan bahwa kenaikan dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman secara statistik antar perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Meskipun demikian, berdasar hasil pengukuran dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman berpengaruh terhadap mortalitas larva ulat tritip instar III.

(10)

67

B. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa pada Tanaman Sawi

1. Jumlah Larva Ulat Tritip Instar III yang menjadi Pupa

Data hasil pengamatan jumlah pupa ulat tritip setelah aplikasi dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 8. Data Hasil Pengamatan Jumlah Pupa Ulat Tritip Pe rla ku an Dosis Pembentukan pupa pengamatan ke-1 27 Oktober 2016 Pembentukan pupa pengamatan ke-2 29 Oktober 2016 Pembentukan pupa pengamatan ke-3 31 Oktober 2016 Jumlah Pupa % Pupa 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 P0 0% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 P1 2,5% 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 0 0 0 0 0 14 56 P2 5% 2 1 2 1 1 0 0 2 2 2 0 0 0 0 0 13 52 P3 7,5% 1 1 2 1 1 0 1 2 2 1 0 0 0 0 0 12 48 P4 10% 1 1 1 2 1 2 0 0 1 2 0 0 0 0 0 11 44 P5 Sintetik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan :

P0 : Kontrol negatif (air/0%)

P1 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 2,5 % P2 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 5 % P3 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 7,5 % P4 : Tanaman sawi dengan perlakuan dosis pestisida nabati 10 % P5 : Kontrol positif (pestisida sintetik)

Berdasarkan Tabel 8, pembentukan pupa tertinggi pada dosis 2,5% sebesar 56% dan terendah pada dosis 10% sebesar 44%. Peningkatan dosis ekstrak tapak liman pada penyemprotan pertama, ke dua, dan ke tiga menyebabkan pemendekan fase larva menjadi pupa dan jumlah pupa semakin menurun. Pembentukan pupa berbanding terbalik dengan jumlah mortalitas larva, karena larva yang masih bertahan hidup akan memaksimalkan pertumbuhan metamorfosisnya. Hal ini disebabkan

(11)

68

adanya tekanan saponin dan flavanoid yang merupakan senyawa metabolit sekunder dari tanaman tapak liman.

Ulat tritip mempunyai siklus hidup yang sempurna sehingga disebut holometabola (Mau dan Kessing, 1992; Mulyaningsih, 2010: 96). Siklus hidup ulat tritip dimulai dari telur kemudian berubah menjadi larva (instar I, instar II, instar III, dan instar IV), pupa, dan imago. Rukmana (1994), menyebutkan bahwa siklus hidup larva ulat tritip instar III untuk berubah menjadi pupa membutuhkan waktu 6 hari. Sesuai dengan Herlinda, dkk (2004), sebelum menjadi pupa, larva instar III yang berlangsung selama 2-3 hari harus melewati instar IV terlebih dahulu yang berlangsung selama 3-4 hari baru setelah itu menjadi pupa. Namun, dalam penelitian, sebelum genap 6 hari larva ulat tritip instar III sudah berubah menjadi pupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi pemendekan fase larva ulat tritip instar III menjadi pupa karena tekanan, yang disebabkan oleh penyemprotan ekstrak tapak liman. Untuk mengurangi tekanan terhadap saponin dan flavanoid, larva memaksimalkan pertumbuhannya dengan melakukan metamorfosi dini.

Metamorfosis dini pada larva ulat tritip instar III dipengaruhi oleh kandungan minyak atsiri yaitu Precocene I dan precocene II yang berfungsi sebagai anti hormon juvenil. Namun metamorfosis tidak menghasilkan bentuk imago, karena Precocene I dan precocene II menyebabkan tergganggunya proses pergantian kulit serangga. Keadaan tersebut mengakibatkan pupa mengalami kecacatan sehingga terjadi kematian pada pupa (Prijono, 1999). Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan,

(12)

69

aplikasi pestisida nabati tapak liman berpengaruh terhadap percepatan pembentukan pupa ulat tritip.

Gambar 13. Siklus Hidup Ulat Tritip Setelah Aplikasi Pestisida Nabati Tapak Liman Sumber : Dokumentasi pribadi dan

http://entnemdept.ufl.edu/creatures/veg/leaf/diamondback_moth.htm

Pada kontrol positif larva ulat tritip instar III telah mengalami kematian, sehingga tidak bermetamorfosis menjadi pupa. Hal tersebut karena akumulasi zat aktif klorpirifos pada pestisida sintetik Dursban 200 EC (Budigunawan, 2004;

Seharusnya Instar III berkisar 2-3 hari dan Instar IV berkisar 3-4 hari (Herlinda, dkk, 2004) tetapi pada penelitian, perubahan larva menjadi pupa hanya memerlukan waktu 2 hari. Larva instar III memperpendek waktu hidupnya. Penelitian 2 hari Teori 10-13 hari Teori 2-8 hari

Imago tidak terbentuk, karena pupa mengalami

kematian

Pada penelitian, pembentukan pupa ulat tritipterjadi selama

24 jam Teori 24 jam Teori 7-47 hari Penelitian 24 jam

(13)

70

Hidayat, dkk, 2012: 4). Menurut Siburian (2013: 887), cara kerja klorpirifos yaitu sebagai racun kontak dan racun perut (lambung) yang menyebabkan tingginya mortalitas larva ulat tritip instar III sehingga tidak ditemukannya pupa pada kontrol positif, sedangkan pada kontrol negatif belum ada yang berubah menjadi pupa pada pengamatan ke tiga. Hal ini karena kontrol negatif hanya disemprot menggunakan air yang tidak memiliki zat aktif, sehingga tidak berpengaruh pada siklus hidup larva.

2. Analisis Statistik Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa

Analisis statistik pemendekan fase larva ulat tritip instar III setelah aplikasi ekstrak tapak liman ditunjukkan pada Tabel 9 dan 10.

Tabel 9. Hasil Analisis Statistik Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa Pengamatan I

Dosis Ekstrak Tapak Liman Rata-rata pembentukan pupa ± SD

0% 2,5% 5% 7,5% 10% 0,00±0.00a 1,40±0,55b 1,40±0,55b 1,20±0,45b 1,20±0,45b Total 1,04±0,67

Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata pembentukan pupa sama.

Aplikasi ekstrak pestisida nabati tapak liman yang pertama (Tabel 9), menunjukkan rata-rata pembentukan pupa ulat tritip tertinggi pada kelompok perlakuan dosis 2,5% yaitu 1,40 ekor dengan standar deviasi sebesar 0,55, dan terendah pada kelompok perlakuan dosis 10% yaitu 1,20 ekor dengan standar deviasi

(14)

71

0,45. Semakin tinggi dosis yang disemprotkan, maka semakin cepat membunuh larva dan larva semakin cepat berubah menjadi pupa.

Tabel 10. Hasil Analisis Statistik Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa Pengamatan II

Dosis Ekstrak Tapak Liman Rata-rata pembentukan pupa ± SD

0% 2,5% 5% 7,5% 10% 0,00±0,00a 2,80±1,09b 2,60±1,14b 2,40±1,14b 2,20±1,09b Total 1,00±1,38

Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata pembentukan pupa sama.

Aplikasi ekstrak pestisida nabati tapak liman yang ke dua (Tabel 10), rata-rata pembentukan pupa ulat tritip tertinggi pada kelompok perlakuan dosis 2,5% yaitu 2,80 ekor dengan standar deviasi sebesar 1,09, dan terendah pada kelompok perlakuan dosis 10% yaitu 2,20 ekor dengan standar deviasi 1,09. Semakin tinggi dosis yang disemprotkan, maka semakin cepat membunuh larva dan larva semakin cepat berubah menjadi pupa.

Hasil analisis statistik Tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang disemprotkan, maka semakin cepat membunuh larva dan larva semakin cepat berubah menjadi pupa. Tekanan senyawa kimia yang dampaknya terakumulasi di dalam tubuh larva pada penyemprotan pertama, ke dua, dan ke tiga, menyebabkan penghambatan perkembangan dan pertumbuhan larva ulat tritip instar III, sehingga untuk dapat bertahan hidup larva memaksimalkan pertumbuhan dengan melakukan metamorfosis dini yang dipengaruhi oleh senyawa Precocene I dan precocene II.

(15)

72

Sesuai Prijono (1999), senyawa tersebut berfungsi sebagai anti hormon juvenil. Namun, metamorfosis tidak menghasilkan bentuk imago, karena senyawa tersebut menyebabkan tergganggunya proses pergantian kulit serangga, sehingga pupa ulat tritip yang terbentuk mengalami kecacatan dan akhirnya mati. Pada kontrol negatif dengan perlakuan air, belum ditemukan adanya larva yang berubah menjadi pupa. Hal ini dikarenakan air tidak mengandung zat kimia yang mempengaruhi siklus hidup ulat tritip. Pada kontrol positif, karena larva sudah mati semua, maka tidak ditemukan adanya larva yang berubah menjadi pupa. Kematian larva pada kontrol positif disebabkan oleh kandungan klorpirifos dari pestisida sintetis Dursban 200 EC yang berfungsi sebagai racun kontak dan racun perut, menyebabkan larva mengalami kematian (Siburian, 2013: 887).

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa

Hasil uji Anova satu arah pengaruh dosis ekstrak tapak liman terhadap pembentukan pupa ulat tritip adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa Pengamatan I

ANOVA Pupa

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Group 6.960 4 1.740 8.700 .000

Within Group 4.000 20 .200

Total 10.960 24

(16)

73

Pada penyemprotan pertama (Tabel 11) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada pembentukan pupa ulat tritip menurut dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman yang telah diaplikasikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh harga signifikasi sebesar 0,000 (p<0,05).

Tabel 12. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa Pengamatan II

ANOVA Pupa

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Group 26.000 4 6.500 6.500 .002

Within Group 20.000 20 1.000

Total 46.000 24

Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%).

Pada penyemprotan ke dua (Tabel 12), menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada pembentukan pupa ulat tritip menurut dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman yang telah diaplikasikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh harga signifikasi sebesar 0,000 (p<0,05).

Tabel 11 dan 12, menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati ekstrak tapak liman penyemprotan pertama dan ke dua terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata pembentukan pupa ulat tritip menurut dosis yang telah diaplikasikan. Hal tersebut dilihat dari taraf kepercayaan kedua uji yang nilainya kurang dari α = 0,05. Hasil analis statistik menunjukkan bahwa perbedaan dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman berpengaruh terhadap pemendekan fase larva ulat tritip instar III menjadi pupa, dengan penurunan jumlah pupa.

(17)

74

4. Uji Duncan Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa

Adanya signifikasi hasil uji Anova satu arah pengaruh dosis ekstrak tapak liman terhadap pembentukkan pupa, dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan perbedaan antar perlakuan, yang disajikan pada Tabel 13 dan 14.

Tabel 13. Uji Duncan Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa Pengamatan I

Pupa Duncan

Dosis N Subset for alpha = 0.05

1 2 0 5 .0000 7.5 5 1.2000 10 5 1.2000 2.5 5 1.4000 5 5 1.4000 Sig. 1.000 .525

Berdasarkan Tabel 13, hasil uji Duncan pada aplikasi ekstrak yang pertama menunjukkan bahwa dosis 0% memiliki pengaruh yang berbeda terhadap dosis 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%, tetapi antar perlakuan pestisida nabati ekstrak tapak liman memiliki pengaruh yang sama sebagai pengendali hama ulat tritip pada tanaman sawi.

Tabel 14. Uji Duncan Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Pemendekan Fase Larva Ulat Tritip Instar III menjadi Pupa Pengamatan II

(18)

75

Duncan

Dosis N Subset for alpha = 0.05

1 2 0 5 .0000 10 5 2.2000 7.5 5 2.4000 5 5 2.6000 2.5 5 2.8000 Sig. 1.000 .396

Berdasarkan Tabel 14, hasil uji Duncan pada aplikasi ekstrak yang ke dua menunjukkan bahwa dosis 0% memiliki pengaruh yang berbeda terhadap dosis 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%, tetapi antar perlakuan pestisida nabati ekstrak tapak liman memiliki pengaruh yang sama sebagai pengendali hama ulat tritip pada tanaman sawi. Hasil uji Duncan di atas (Tabel 13 dan 14), menunjukkan bahwa kontrol negatif (0%) memiliki pengaruh yang berbeda terhadap dosis 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%, tetapi antar perlakuan pestisida nabati ekstrak tapak liman memiliki pengaruh yang sama sebagai pengendali hama ulat tritip pada tanaman sawi. Hal tersebut dikarenakan dosis ekstrak tapak liman yang digunakan memiliki jarak yang terlalu dekat sehingga pada uji statistik belum terlihat pengaruh yang nyata.

C. Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Tingkat Kerusakan Daun Sawi

(19)

76

Pada penelitian ini, salah satu parameter yang diamati adalah tingkat kerusakan daun akibat aktivitas makan larva ulat tritip instar III. Tingkat kerusakan daun diukur menggunakan kertas milimeter block. Dari hasil pengukuran, diperoleh data kerusakan daun tanaman sawi yang ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Tingkat Kerusakan Daun Sawi

Tabel 15, menunjukkan bahwa persentase kerusakan tanaman sawi yang paling rendah pada dosis 10%. Hal ini disebabkan oleh zat antifeedan yang berpengaruh pada penghambatan daya makan larva. Saponin yang menempel pada daun memberikan rasa pahit, sehingga mengurangi daya makan kemudian larva akan mati karena kelaparan (Hartono, 2011). Selain itu, senyawa flavanoid yang menempel di daun sawi juga mempengaruhi aktivitas makan, karena flavanoid berfungsi sebagai antifeedan (Utami, 2009: 99). Perlakuan Dosis Rata-Rata Jumah Daun Rata-Rata Kerusakan Daun (%) Warna Daun Kerusakan Daun Setelah Penyemprotan Awal Akhir

P0 0% 9 9 32,22 Hijau Tidak terdapat kerutan

pada permukaan daun

P1 2,5% 10 5 34,81 Hijau Tidak terdapat kerutan

pada permukaan daun

P2 5% 11 9 33,81 Hijau Tidak terdapat kerutan

pada permukaan daun

P3 7,5% 10 6 30,03 Hijau Tidak terdapat kerutan

pada permukaan daun

P4 10% 9 8 21,47 Hijau Tidak terdapat kerutan

pada permukaan daun

P5 Sintetik 9 9 11 Hijau Terdapat kerutan pada

(20)

77

Saponin masuk melalui epikutikula serangga menjadi racun perut (Carino dan Rejesus, 1982). Akumulasi saponin menyebabkan aktivitas enzim protease menurun di dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan (Shahabuddin dan Flora, 2009: 152). Adanya saponin menyebabkan iritasi pada membran mukosa dan kerongkongan (Widodo, 2005). Hilangnya permeabilitas membran mukosa dan iritasi pada kerongkongan menyebabkan makanan tidak dapat dicerna secara sempurna baik secara enzimatis maupun secara fisik. Selain senyawa saponin, juga terdapat senyawa flavanoid yang menyebabkan terganggunya sistem pencernaan pada ulat tritip. Sastrodihardjo (1992), mengemukakan bahwa di dalam haemolimfa terdapat protein, jika protein terdenaturasi oleh flavonoid maka bahan makanan tidak bisa disalurkan dari alat pencernaan ke seluruh jaringan tubuh larva, sehingga larva kekurangan ATP dan mati (Hidayati, dkk, 2013: 98).

Semakin tinggi dosis ekstrak yang diberikan pada tanaman, maka akan semakin tinggi senyawa kimia dari ekstrak tapak liman yang ditinggalkan (Widayat, 1994; Julaily, dkk, 2013: 174). Hal tersebut berdampak pada pengurangan daya makan larva ulat tritip instar III. Kurangnya asupan makan menyebabkan energi yang terbentuk sedikit. Energi berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan larva ulat tritip instar III. Apabila energi yang dihasilkan tidak mencukupi, menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan larva ulat tritip instar III terhambat dan larva mengalami kematian. Tingginya kematian larva menyebabkan persentase kerusakan daun sawi semakin sedikit, sehingga berpengaruh pada pengurangan jumlah daun tanaman sawi (Tabel 15).

(21)

78

P0 P1 P2

P3 P4 P5

Gambar 14. Tanaman Sawi Saat akan Dipanen Sumber: Dokumentasi pribadi

Persentase kerusakan daun setelah aplikasi pestisida nabati ekstrak tapak liman lebih rendah jika dibandingan dengan kontrol positif. Pada kontrol positif kerusakan daun yang diakibatkan oleh hama ulat tritip hanya sedikit. Hal tersebut dikarenakan kandungan klorpirifos dalam pestisida sintetik Dursban 200 EC menyebabkan kematian pada larva ulat tritip instar III (Budigunawan, 2004; Hidayat, dkk, 2012: 4). Pada kontrol negatif, terdapat kontaminasi pestisida nabati daun sirih yang menghambat aktivitas makan larva, karena senyawa aromatik yang menempel di daun

(22)

79

sawi tidak disukai oleh serangga (Boonde. E, 2003). Hal tersebut menyebabkan terganggunya aktivitas makan ulat tritip pada perlakuan kontrol negatif, sehingga persentase kerusakan daun yang ditimbulkan tidak terlalu tinggi. Tinggi rendahnya presentase kerusakan pada tanaman sawi dipengaruhi oleh jumlah hama yang menyerang tanaman sawi, akumulasi dampak senyawa kimia di dalam tubuh larva ulat tritip instar III, dan letak serangan hama.

Gambar 15. Kerusakan Tanaman Sawi Oleh Larva Ulat Tritip Instar III Sumber: Dokumentasi pribadi

Dari hasil pengamatan, akativitas makan larva ulat tritip instar III paling banyak pada bagian daun tanaman sawi terutama daun yang masih muda, mengakibatkan sebagian tangkai daun patah dan layu serta kematian pada tanaman sawi. Larva instar III memakan seluruh bagian daun sehingga meninggalkan ciri yang khas, yaitu tinggal epidermis bagian atas daun atau bahkan tinggal tulang daunnya saja (Mau dan Kessing, 1992; Mulyaningsih, 2010: 97-98). Tingkat populasi larva yang tinggi menyebabkan serangan yang sangat berat pada tanaman. Sesuai dengan Mulyaningsih (2010: 96), larva ulat tritip instar III juga menyerang titik tumbuh, jika serangan parah mengakibatkan kematian pada tanaman sawi.

(23)

80

Gambar 16. Morfologi Daun Sawi (Kontrol Negatif, Perlakuan Pestisida Nabati, dan Kontrol Positif)

Sumber: Dokumentasi pribadi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, daun sawi pada kontrol positif yang terpapar pestisida sintetik mengalami kerusakan daun yaitu terdapat kerutan pada permukaannya. Hal ini disebabkan oleh kandungan kimia pada pestisida sintetik yang memiliki fitotoksisitas tinggi, sedangkan pada perlakuan pestisida nabati dan kontrol negatif tidak terdapat kerusakan daun. Senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak tapak liman memiliki fitotoksisitas yang rendah, sehingga daun tanaman sawi tidak terdapat kerutan pada permukaannya (Kurniadi, 1992; Nurshanti, 2010: 90). Pada kontrol air tidak terdapat kerutan daun, karena air tidak memiliki zat aktif yang berpengaruh pada kerusakan daun tanaman sawi.

D. Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Berat Basah Tanaman Sawi

(24)

81

Tanaman sawi yang berumur 30 hari kemudian dipanen dan ditimbang untuk mengetahui berat basah. Pengukuran berat basah dilakukan sesaat setelah proses pemanenan. Agar diperoleh hasil yang akurat, pengukuran dilakukan menggunakan timbangan analitik. Pengukuran berat basah bertujuan untuk mengetahui seberapa besar daya makan larva ulat tritip instar III. Pengukuran yang diperoleh menunjukkan bahwa, aplikasi pestisida nabati ekstrak tapak limanmenyebabkan penambahan berat basah tanaman sawi yang disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16. Data Hasil Rata-Rata Berat Basah Tanaman

Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5

Dosis 0% 2,5% 5% 7,5% 10% sintetik

Berat Basah Sawi (gr) 54,72 32,06 40,24 33,44 33,60 70,64

Berdasarkan Tabel 16, semakin tinggi dosis pestisida nabati tapak liman menyebabkan peningkatan berat basah tanaman sawi, tetapi pada dosis 5% berat basah tanaman sawi justru naik besar yaitu 40,24 gram. Tinggi rendahnya berat segar tanaman dipengaruhi oleh ada tidaknya serangan hama (Sumarmi dan Sartono (2007; Julaily, dkk, 2013: 175). Dalam penelitian, ditemukan serangan ulat tritip tidak hanya terjadi pada daun dan batang, tetapi juga pada titik tumbuh tanaman sawi (Mulyaningsih, 2010: 96). Serangan pada titik tumbuh menyebabkan tanaman mengalami kelayuan dan kematian. Larva ulat tritip instar III menghadapi dua hal untuk memulai aktivitas makannya, yang pertama adanya rangsangan-rangsangan untuk inisiasi aktivitas makan (feeding stimulant) dalam tanaman yang memberikan masukan isyarat untuk pengenalan jenis makanan dan menjaga aktivitas makan dan

(25)

82

yang kedua adalah pendeteksian kehadiran senyawa-senyawa asing (foreign compound) yang dapat bersifat sebagai penghambat makan atau bahkan menghentikan aktivitas makan sama sekali (Dadang dan Kanju Ohsawa, 2000: 30). Sukorini (2004), mengemukakan bahwa dalam mencari makan hama dipengaruhi oleh warna, bau, rasa, dan tekstur tanaman (Luhukay, dkk, 2013:167). Menurut Herlinda (2004), dalam kesesuaian tanaman inang, nilai nutisi tanaman menentukan baik tidaknya makanan untuk menunjang proses fisiologi yang berhubungan dengan pertubuhan dan perkembangan larva sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya pupa (Luhukay, dkk, 2013:167).

Pada penelitian ini, berat basah tanaman sawi dengan aplikasi ekstrak tapak liman lebih rendah jika dibandingan dengan kontrol positif dan negatif. Hal tersebut karena daun pada kontrol negatif telah terkontaminasi senyawa kimia pestisida nabati daun sirih yang berpengaruh pada pengurangan aktivitas makan hama ulat tritip. Sesuai dengan teori Boonde (2003), yaitu senyawa aromatik yang terdapat pada daun sirih tidak disukai oleh serangga. Oleh sebab itu, karena aktivitas makan ulat tritip berkurang, menyebabkan berat basah pada kontrol negatif lebih tinggi dibandingkan dengan berat basah pada aplikasi ekstrak tapak liman.

Pada kontrol positif hanya sedikit kerusakan daun yang terjadi. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan klorpirifos dalam pestisida sintetik yang berfungsi sebagai racun kontak dan racun perut (lambung) (Siburian, 2013: 887). Adanya klorpirifos menyebabkan tingginya mortalitas larva ulat tritip instar III pada kontrol positif (Budigunawan, 2004; Hidayat, dkk, 2012: 4).

(26)

83

2. Analisis Statistik Berat Basah Tanaman Sawi

Hasil analisis statistik berat basah tanaman sawi pada aplikasi ekstrak tapak liman disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 17. Data Hasil Analisis Statistik Berat Basah Tanaman Sawi

Dosis Ekstrak Tapak Liman Rata-rata berat basah ± SD 0% 2,5% 5% 7,5% 10% 54,72±15,44a 32,06±25,98a 40,24±37,72a 33,44±35,77a 33,60±8,60a Total 38,81±26,25

Keterangan : huruf yang sama menunjukkan rata-rata pembentukan pupa sama.

Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata berat basah sawi tertinggi pada kelompok perlakuan dosis 5% yaitu 40,24 dengan standar deviasi 8,60, sedangkan rata-rata berat basah sawi terendah pada kelompok perlakuan dosis 2,5% yaitu 32,06 dengan standar deviasi 25,98. Tinggi rendahnya berat basah tanaman sawi dipengaruhi oleh jumlah hama yang tahan terhadap tekanan yang diberikan, akumulasi dampak zat antifeedan di dalam tubuh larva ulat tritip instar III, dan letak serangan hama. Menurut teori, tinggi rendahnya berat segar tanaman juga dipengaruhi oleh ada tidaknya serangan hama (Sumarmi dan Sartono (2007; Julaily, dkk, 2013: 175).

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Berat Basah Tanaman Sawi

(27)

84

Data berat basah tanaman sawi selanjutnya dianalisis menggunakan uji Anova satu arah untuk mengetahui pengaruh dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman terhadap berat basah tanaman sawi, yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 18. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Berat Basah Tanaman Sawi

ANOVA Berat Basah

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Group 1783.582 4 445.896 .604 .664

Within Group 14760.124 20 738.006

Total 16543.706 24

Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%).

Hasil yang diperoleh (Tabel 18), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada aplikasi dosis pestisida nabati tapak liman terhadap berat basah tanaman sawi. Hal tersebut ditunjukkan oleh harga signifikasi pada Tabel 18 sebesar 0,664 (p>0,05). Meskipun demikian, berdasarkan hasil pengukuran semakin tinggi dosis pestisida nabati ekstrak tapak liman berpengaruh terhadap bertambahnya berat basah tanaman sawi, kecuali pada dosis 5%.

Gambar

Tabel 4. Rata-Rata Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan I
Tabel 5. Rata-Rata Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan II
Tabel  6.  Uji  Anova  Satu  Arah  Pengaruh  Dosis  Pestisida  Nabati  Tapak  Liman  terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan I
Tabel  7.  Uji  Anova  Satu  Arah  Pengaruh  Dosis  Pestisida  Nabati  Tapak  Liman  terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Pengamatan II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses seleksi anggota, terdapat beberapa sub proses diantaranya : pencarian data anggota, memasukkan jenis pinjaman dan besar pinjaman, penilai anggota dengan

Hasil pengujian access time dilakukan dengan menggunakan 6 sampel data pengujian. Dari 6 data sampel pengujian dengan data sama setiap klik tombol rekomendasi,

Oleh itu, sebagai hasil bagi persamaan 4 dan 5 di atas, swarm akan mengenalpasti dan memasuki kawasan yang berpotensi dalam ruang carian secara pengurusan-sendiri dengan

Secara umum, hasil penelitian mereka menyatakan bahwa bila pengusaha di sektor UMKM (dalam penelitian ini UMKM sektor industri kerajinan, kuliner dan fashion di

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Financial Sustainability yang diproksikan oleh CAR, FDR, ROA, ROE, NOM dan BOPO terhadap jangkauan BPR Syariah yang

Umumnya karbon aktif mengandung silika yang diperoleh dari bahan bakunya, seperti tongkol jagung yang memiliki kandungan silika yang cukup tinggi yaitu 20,4% [23].. Menurut

Untuk mengelola dan mengambil query basis data agar dapat disajikan dalam berbagai bentuk yang diinginkan dibutuhkan perangkat lunak yang disebut Sistem Management Basis

[r]