• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Umum

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, terowongan, menara, tanggul dan sebagainya harus memiliki pondasi untuk dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasanya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu peran pondasi untuk menopang bangunan di atasnya harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri,beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti angin, gempa bumi dan lain sebagainya. Disamping itu, tidak diizinkan terjadi penurunan melibihi batas yang diijinkan. Adapun fungsi pokok dari pondasi ini adalah melanjutkan beban yang bekerja pada bangunan tersebut ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya (Bowles, 1997).

Istilah struktur atas umumnya dipakai untuk menjelaskan bagian sistem yang direkayasa yang membawa beban kepada pondasi atau struktur bawah. Istilah struktur atas mempunyai arti khusus untuk bangunan-bangunan dan jembatan-jembatan; akan tetapi, pondasi tersebut juga hanya menopang mesin-mesin, mendukung peralatan industrial (pipa, menara, tangki), bertindak sebagai alas untuk iklan, dan sejenisnya.

(2)

Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada dua hal yang harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu:

1. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun beban dinamiknya.

2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.

Pondasi dibedakan atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation), dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan apabila lapisan tanah keras terletak tidak jauh dari permukaan tanahnya. Pondasi dangkal didesain dengan kedalaman lebih kecil atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut (𝐷𝐵𝑓≤

1). Sedangkan pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya terletak jauh dari permukaan tanah. Pondasi dalam didesain dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut (𝐷𝐵𝑓≥ 4) (Das, 1995).

Untuk memilih pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Bila keadaan tersebut dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan.

1) Keadaan tanah pondasi

(3)

3) Batasan-batasan dari sekelilingnya 4) Waktu dan biaya pekerjaan.

Berikut ini diuraikan jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang bersangkutan.

a) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2 – 3 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini pondasinya adalah pondasi telapak (spread foundation).

b) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini dipakai pondasi tiang atau pondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk memperbaiki tanah pondasi. c) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 meter di

bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, tergantung dari penurunan (settlement) yang diizinkan dapat dipakai pondasi Kaison terbuka, apabila tidak terjadi penurunan, biasanya dipakai pondasi tiang pancang (pile driven foundation). Tetapi bila terdapat batu besar (cobble stones) pada lapisan antar, pemakaian Kaison lebih menguntungkan.

d) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah. Biasanya dipakai Kaison terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor di tempat. Tetapi apabila tekanan atmosfir yang bekerja ternyata kurang dari 3 kg/cm2 digunakan juga Kaison tekanan.

(4)

e) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor di tempat.

Haruslah diamati pula kondisi beban (besar, penyebaran, arah dan lain-lain), sifat dinamis bangunan atas (statis tertentu atau statis tak tentu, kekakuan dan sebagainya), kegunaan dan kepentingan bangunan atas, kesulitan pemeliharaan dan bahan-bahan untuk bangunan. Misalnya penurunan pondasi jenis pondasi yang akan dipakai tergantung kepada, apakah sifat bangunan itu mengizinkan atau tidak, terjadinya penurunan pondasi. Apabila jenis struktur bangunan diatasnya telah ditetapkan, maka sulit sekali memilih pondasi yang ekonomis. Misalnya, suatu jembatan direncanakan sebagai balok menerus, bila penurunan pondasi tidak boleh terjadi, seringkali biaya pembuatan pondasi menjadi amat tinggi, tergantung pada macam pondasi. Sebaliknya, bila bangunan atas dianggap sebagai balok sederhana dan penurunan diizinkan pada pondasi maka biaya pengerjaan biaya bangunan atas meningkat, walaupun biaya pengerjaan pondasi menjadi lebih kecil. Secara keseluruhan, jembatan menjadi lebih ekonomis. Agar diperoleh perencanaan yang ekonomis dan rasionil, maka perlu diadakan pengamatan menyeluruh terhadap pengerjaan bangunan atas dan pondasi seperti disebutkan diatas (Sosrodarsono, 2000).

2.2.Penetrometer Statis (Static Penetrometer)

Penetrometer statis di Indonesia dikenal dengan sebutan sebuah alat sondir Belanda (Dutch penetrometer atau Dutch deepsounding apparatus) atau disebut juga

(5)

percobaan penetrasi kerucut (Cone Penetration Test = CPT). Penetrometer ini dipakai secara luas di Indonesia. Ada dua macam alat sondir yang umum digunakan (Soedarmo, 1993).

1) Sondir ringan dengan kapasitas = 2,50 ton 2) Sondir berat dengan kapasitas = 10 ton

Pemeriksaan /Penyelidikan Tanah dengan Alat Sondir  Tujuan :

Untuk menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman pada alat sondir.

 Alat-alat yang digunakan :

1) Mata sondir, sebuah alat khusus yang dapat melakukan penetrasi ke dalam tanah (konus biasa/ tunggal dan konus ganda/bikonus). Untuk bikonus yang biasa digunakan Dutch Cone Penetrometer jenis Begemann dengan kapsitas maksimum 250 kg/cm2.

2) Perlengkapan-perlengkapan lain :

- 4 buah baja kanal dan jangkar/angker

- 2 buah manometer dengan kapasitas masing-masing Sondir ringan : 0 sampai 50 kg/cm2

0 sampai 250 kg/cm2 Sondir berat : 0 sampai 59 kg/cm2 dan

0 sampai 600 kg/cm2 - 2 buah kunci Inggris (kunci pas)

(6)

- Linggis (alat penggali lain) - Rol meter dan waterpass

- Tangki/stang pemutar angker dan lain-lain.  Persiapan

a) Semua alat diperiksa, dibersihkan, kemudian dibawa kelapangan tempat penyelidikan.

b) Angker dipasang pada jarak ± 1,00 meter.

c) Alat sondir dipasang pada kedua angker dan dipasang baja kanal sedemikian rupa, sehingga alat sondir berdiri tegak lurus pada tanah dan dilem dengan angker.

d) Kamar instalasi diberi oli, untuk menekan pegas dan manometer. e) Pipa yang berisi castor oli diperiksa apakah berisi udara atau tidak.  Pelaksanaan

1. Pasang konus atau bikonus, sesuai kebutuhan pada ujung alat penyambungnya dan dijepitkan pada kamar instalasi.

2. Tekan pipa untuk memasukkan konus atau bikonus sampai kedalaman 20 cm.

3. Penekanan batang :

- Apabila digunakan konus biasa, maka pembacaan manometer hanya dilakukan pada perlawanan penetrasi konus (ppk atau

𝑞𝑐)

- Apabila digunakan bikonus, maka penetrasi ini pertama-tama menggerakkan ujung konus ke bawah sedalam = 4 cm dan

(7)

bacalah manometer sebagai perlawanan penetrasi konus (ppk). Penekanan selanjutnya terhadap konus dan selubung (mantel) ke bawah sedalam = 8 cm, bacalah manometer sebagai hasil jumlah perlawanan (jp) yaitu perlawanan penetrasi konus (ppk) dan hambatan lekat atau cleef (c).

4. Tekanlah pipa bersama batang sampai kedalaman berikutnya yang akan diukur. Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam = 20 cm.

5. Pekerjaan sondir dihentikan apabila :

- Pembacaan pada manometer tiga kali berturut-turut menunjukkan harga > 150 kg/cm2 dan sondir ringan sudah mencapai kedalaman 30 meter.

- Alat sondir terangkat keatas, sedangkan pembacaan manometer belum menunjukkan angka yang maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakkan pada baja kanal/angker.  Analisis prhitungan

Hambatan lekat :

HL = (JP – PK ) 𝐶𝑓...(2.1) Dalam hal ini :

JP = Jumlah Perlawanan

PK = Perlawanan Penetrasi Konus

(8)

𝐶𝑓 = 𝐴𝐵

A = tahapan pembacaan 20 cm2

B = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑢𝑠𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑟𝑎𝑘 = 10 cm21 cm2 = 10 Jumlah hambatan lekat :

JHLi = Ʃ HL...(2.2) i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau.

Hasil – hasil perhitungan ini digambarkan dalam kertas grafik/kurva yang telah tersedia.

(9)

Gambar 2.3. Alat sondir dengan bikonus (Soedarmo, 1993)

Tabel 2.1. Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir

Penetrasi konus PK = qc (kg/cm2)

Densitas relatif Dr (%)

Sudut geser dalam (°) 20 - 25 – 30 20 – 40 20 – 40 30 – 35 40 – 120 40 – 60 35 – 40 120 – 200 60 – 80 40 – 45 >200 >80 >45 (Soedarmo, 1993)

2.3. Penetrometer dinamis (Dynamic penetrometer)

Penetrometer dinamis yang percobaannya disebut percobaan penetrasi standar (standard penetration test) berasal dari Amerika Serikat. Cara melakukan percobaan tabung sendok pemisah (split spoon sampler) dimasukkan kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk dengan berat 140 lb (63 kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 in ( 75 cm). Setelah sendok pemisah ini masuk kedalam

(10)

tanah sedalam 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukkannya kedalam sedalam 12 in (30cm) berikutnya. Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N value) atau Number of blows, dengan satuan pukulan/kaki (blows per foot). Setelah percobaan selesai, sendok pemisah dikeluarkan dari lubang bor dan dibuka untuk mengambil tanah yang ada didalamnya. Tanah ini dapat digunakan untuk percobaan kadar air, batas-batas Atterberg dan analisis pembagian butir. Hasil percobaan penetrasi standar ini hanya sebagai perkiraan yang kasar saja karena bukan merupakan nilai-nilai yang teliti. Nilai N yang diperoleh dari percobaan penetrasi standar dapat dihubungkan dengan beberapa sifat lain yang bersangkutan secara empiris, demikaian juga halnya dengan percobaan sondir (Soemarno, 1993)

Gambar 2.4. Alat percobaan penetrasi standar (Soedarmo, 1993)

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kekuatan tanah pada setiap lapisan tanah. Diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (ϕ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N), dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:

(11)

Tabel 2.2. Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

Nilai N Kepadatan Relatif (Dr)

Sudut Geser Dalam Menurut Peck Menurut Meyerhoff 0-4 0,0-0,2 Sangat lepas <28,5 <30 4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35 10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40 30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45 > 50 0,8-1,0 Sangat padat > 41 > 45 (Sosrodarsono, 2000)

Tabel 2.3. Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Terzaghi) Relative Density (Dr) N

Very Soft / Sangat Lunak < 2

Soft / Lunak 2 - 4

Medium / Kenyal 4 – 8

Stiff / Sangat Kenyal 8 – 15

Hard / Keras 15 - 30

Padat > 30

(Sosrodarsono, 2000)

SPT pada tanah kohesif berbutir halus atau tanah dengan permeabilitas rendah,mempengaruhi perlawanan penetrasi, memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah permeabilitas tinggi untuk kepadatan sama. Mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N>15, maka koreksi Terzaghi & Peck (1948) menghasilkan harga N, merupakan jumlah tumbukan yang terjadi:

𝑁0 = 𝑁1+2𝜎+1050 ...(2.3) Dimana σ adalah tegangan efektif berlebihan, tidak lebih dari 2,825 kg/𝑐𝑚.2

(12)

Tabel 2.4. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan

Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan

lain-lain Hal yang perlu

dipertimbangkan secara menyeluruh dari

hasil-hasil sebelumnya

Tanah pasir (Tidak kohesif)

Berat isi, sudut geser dalam, ketahanan terhadap

penurunan dan daya dukung tanah Hal-hal yang perlu

diperhatikan langsung Tanah lempung (Kohesif)

Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan terhadap

hancur (Sosrodarsono,2000) Melalui SPT, angka N dari suatu stratigrafi (sistem pelapisan tanah di lokasi) dapat diketahui (N SPT > 50 : tanah pasir & N SPT > 30: tanah lempung), dan dari angka itu didapat karekteristik suatu lapisan tanah pada Tabel 2.4 di atas.

Walaupun hasil penyelidikan sondir telah diperoleh, masih diperlukan pengetahuan tentang tanah lebih teliti, penyelidikan tanah dilengakapi dengan pengambilan contoh tanah (untuk menentukan sifat fisis dan mekanis lapisan tanah melalui uji laboratorium). Pengambilan contoh tanah ada dua macam yaitu tidak terganggu (undisturbed sample), contoh tanah asli dan tanah terganggu (disturbed sample). Boring untuk mengetahui kedalaman muka air tanah (ground water level) di lapangan dan memperoleh stratigrafi.

N dari SPT untuk menghitung daya dukung tanah, dimana tergantung pada kuat geser tanah. Rumus kuat geser tanah diuraikan oleh Coulumb, yaitu:

(13)

𝜏 = 𝑐 + 𝜎 tan ∅...(2.4) dimana :

τ = kekuatan geser tanah (kg/cm2 )

c = kohesi tanah (kg/cm2)

σ = tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2 )

ϕ = sudut geser tanah (°).

Harga sudut geser dari tanah tidak kohesif (pasiran); dipakai rumus Dunham (1962):

 Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

∅ = √12 𝑁 + 15 ...(2.5)

∅ = √12 𝑁 + 50 ...(2.6)  Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya :

∅ = 0,3 𝑁 + 27 ...(2.7) Hubungan penetrasi standar dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5. Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir

Angka penetrasi standar, N

Kepadatan Relatif, Dr (%)

Sudut geser dalam ϕ (°)

0 – 5 0 – 5 26 – 30

5 – 10 5 – 30 28 – 35

10 – 30 30 – 60 35 – 42

30 – 50 60 – 65 38 - 46

(14)

Hubungan harga N dengan berat isi riil hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.6). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2.6. Hubungan antara N dengan berat isi tanah

(Das, 1995) Tanah non kohesif, daya dukung sebanding dengan berat isi; tinggi muka air tanah mempengaruhi daya dukung tanah pasir. Tanah di bawah muka air tanah memiliki berat isi efektif yang ± ½ berat isi tanah di atas tanah. Tanah dengan daya dukung baik, dinilai dari ketentuan berikut: Lapisan kohesif memiliki nilai SPT, N > 35; Lapisan kohesif memiliki harga kuat tekan (𝑞𝐿) 3 - 4 kg/cm2 atau harga SPT, N > 15. Jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai, 𝑁1 tidak dihitung, karena dianggap sudah terganggu. Nilai 𝑁2 dan 𝑁3 diambil dari jumlah pukulan pada lapisan berikutnya, nilai N’ = 𝑁2 + 𝑁3 dan jika nilai N’ > 15 maka:

N = 15 + ½ (N’ -15)...(2.8)

2.4. Tiang Bor (Bored Pile) atau Pilar yang Dibor

Pilar yang dibor (Drilled pier) dibuat dengan cara membor sebuah lubang silindris hingga pada kedalaman yang diinginkan dan sesudah itu diisi dengan beton

Tanah tidak kohesif Harga N < 10 10-30 30 – 50 > 50 Berat isi 7 KN/m3 12 – 16 14 - 18 16 – 20 18 – 23 Tanah kohesif Harga N < 4 4 - 15 16 – 25 > 25 Berat isi 7 KN/m3 14 – 18 16 - 18 16 – 18 > 20

(15)

lubang silindris atau sumuran ini bisa berupa lubang lurus atau bagian dasarnya diperluas dengan cara under reaming (penggerekan dasar lubang) (Bowles, 1988). Bagian struktural ini disebut juga :

a) Sumuran yang dibor (drilled shaft)

b) Kaison yang digali (drilled caisson) atau sering disebut hanya Kaison saja. c) Tiang yang dibor biasanya dibatasi D > 760 mm.

Jika bagian dasarnya diperluas, disebut juga

d) Pilar dengan dasar berbentuk lonceng (belled Pier) atau Kaison dengan dasar berbentuk lonceng (belled Caisson).

Macam-macam konfiguarsi ini ditunjukkan dalam Gambar 2.5

Gambar 2.5. Konfigurasi pilar bor biasa (Bowles, 1998)

2.4.1. Metode Konstruksi Mutakhir

Pada awalnya pilar – pilar dengan cara menggali sumuran (shaft) dan atau bagian dasar berbentuk lonceng meskipun metode pengeboran yang memakai tenaga

(16)

manusia atau kuda sudah dipakai pada awal tahun 1900. Yang termasuk metode kuno ini adalah metode – metode Chicago seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Metode – metode awal konstruksi Kaison (Bowles, 1998)

Pada metode Chicago, para pekerja menggali sumur berbentuk lingkaran hingga pada kedalaman yang diinginkan dan memasang cangkang silindris yang terbuat dari papan – papan vertikal atau papan – papan yang ditahan dengan cincin – cincin komperesi pada bagian dalam. Penggalian dilanjutkan sampai kedalaman yang sama dengan panjang papan berikutnya dan pengikat papan berikutnya dipasang, demikian seterusnya hingga pada kedalaman sumuran yang diinginkan. Pengikat (Tiers) dipasang dengan diameter yang tetap atau diperkecil sekitar 50 mm.

Metode Gow memakai serangkaian selubung (cangkang) metal berbentuk seperti teloskop yang berkurang diameternya pada pengikat yang berurutan, pemasangan sama pada metode yang menggunakan acuan yang dipakai pada saat ini.Bagian dasar bisa diperluas untuk perletakan (bearing) tambahan jika tanah bagian

(17)

dasarnya tidak melekuk (yakni jika dibangun pada lempung tak retak yang agak kaku). Banyak pilar-pilar zaman dahulu yang didirikan diatas batuan.

Kerangka tulangan dimasukkan kedalam sumuran dan kemudian sumuran diisi dengan beton, atau bisa juga sumuran diisi sebagian dengan beton dan kemudian kerangka tulangan dipasang. Kerangka tulangan adalah susunan kerangka bertulang yang diikat dengan kawat pada jarak tertentu dan dengan pengikat jarak secara vertikal. Kerangka ini bisa berbentuk persegi atau bulat, yang hanya dipasang dibagian atas karena momen – momen yang di dukung oleh sumuran dan yang menyebar kebawah hingga pada panjang sekitar L/2 beban sumuran yang utama adalah beban aksial. Untuk saat ini metode yang sering dipergunakan sebagai berikut:

1. Metode Kering

Rangkaian pembuatannya seperti pada Gambar (a) di bawah ini. Pertama -tama sumuran digali (dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton seperti pada Gambar (b) dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh diperpanjang sampai hampir mendekati kedalaman penuh daripada hanya mencapai kira-kira setengahnya saja seperti yang ditunjukkan disini.

(18)

Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk (kohesif) dan permukaan air berada di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran bisa digali (mungkin juga dipompa) dan di beton sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton.

Gambar 2.7. Metode kering konstruksi pilar yang dibor (Bowles, 1998) 2. Metode acuan

Metode ini telah diuraikan pada Gambar 2.8. Acuan dipakai pada tempat – termpat proyek yang mungkin terjadi lekukan, atau deformasi lateral yang berlebihan terhadap rongga sumur (shaft cavity). Sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering.

Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan. Jika dibiarkan ditempat, maka ruang melingkar antara acuan dan tanah (yang diisi dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout) yang

(19)

diinjeksikan dengan tekanan. Adukan encer adalah campuran semen dan dengan cara menyisipkan pipa pada dasar adonan dan memompakan grout maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan adukan encer. Sebagai kemungkinan lain, acuan bisa diangkat secara hati – hati untuk memastikan bahwa :

a) Beton di dalam acuan tetap dalam keadaan encer

b) “Kepala” beton selalu lebih besar daripada kepala adonan sehingga beton yang menggantikan adonan bukan sebaliknya.

Gambar 2.8. Metode acuan pilar yang dibor (Bowles, 1998)

3. Metode Adonan

Metode ini bisa diterapkan pada semua keadaan yang membutuhkan acuan. Hal ini diperlukan jika tidakmungkin mendapatkan penahan (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk menjaga agar air tidak masuk kedalam rongga sumuran (shaft capity). Langkah – langkah metode ini diuraikan dalam Gambar 2.9.

(20)

2.9. Metode adonan untuk konstruksi pilar yang dibor

Bentonite adalah bahan yang paling sering dipakai sebagai campuran dengan air untuk membuat adonan (“adonan bentonit”). Beberapa percobaan diperlukan untuk memenuhi presentase optimum tempat proyek tetapi dalam jumlah yang berkisar antara 4 sampai 6% dari berat biasanya sudah cukup memadai.

Bentonite harus dicampur merata dengan air sehingga campurannya tidak menggumpal. Adonan seharusnya mampu membentuk lapisan penyaring (filler cake) pada dinding seumuran dan mengikat pertikel – partikel galian yang terkecil (kira – kira di bawah 6 mm) dalam suspensi. Seringkali jika tanah setempat sangat pekat, tanah ini dipakai sebagai campuran untuk mendapatkan adonan yang cukup memadai.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memakai metode ini adalah :

1) Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga akan terbentuk lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar digeser oleh beton selama pengisian sumuran.

(21)

2) Memompa adonan keluar dan partikel – partikel yang lebih besar dalam suspensi dipisahkan dengan memakai adonan “ conditioned” yang

dikembalikan lagi kedalam sumuran sebelum dibeton. 3) Hati – hati saat menggali lempung melalui adonan.

Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan kedalam sumuran dan sebuah corong pipa (tremie). Beton dipompa dengan hati – hati sehingga corong pipa selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah yang terkontaminasi oleh adonan. Beton tampaknya cukup mampu menggantikan partikel – partikel adonan dari kerangka tulangan, sehingga akan terjadi tulangan yang baik.

2.4.2. Pemakaian Pilar/Tiang yang Dibor

Tiang – tiang yang dibor bisa dipakai pada hampir semua kasus yang memerlukan pondasi tiang. Jika tanah tempat proyek memerlukan pemakaian pondasi dalam, seseorang perlu mengadakan analisis perbandingan untuk menentukan mana yang lebih ekonomis antara tiang pancang atau tiang yang dibor.

Tiang yang dibor mempunyai kelebihan – kelebihan sebagai berikut:

1) Eliminasi sungkup tiang pancang (pile caps) seperti pantek – pantek penyambung (dowels) bisa dipasang dalam beton basah pada tempat yang diperlukan dalam rencana (meskipun pusat pilar agak tidak ditempatkan segaris (mislighned) sebagai sambungan untuk kolom.

(22)

3) Maniadakan cukup banyak getaran (vibrasi) dan suara gaduh yang biasanya merupakan akibat dari pendorongan tiang pancang.

4) Bisa menembus tanah berangkal yang dapat mengakibatkan tiang – tiang pancang yang didorong bisa bengkok. Berangkal yang berukuran kurang dari sepertiga diameter bisa bengkok.

5) Lebih mudah memperluas bagian puncak sumuran pilar sehingga memungkinkan momen – momen lentur yang lebih besar.

6) Hampir semua sumuran dengan diameter berkisar antara 0,5 sampai dengan 3,5 m bisa dibuat.

Beberapa kelemahan tiang yang dibor sebagai berikut :

1. Tidak bisa dipakai jika lapisan pendukung (bearing stratum) yang sesaui tidak cukup dekat dengan permukaan tanah (dengan menganggap bahwa tanah pada lapisan yang kompeten (mampu) tidak dapat diandalkan untuk tahanan kulit). 2. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran atau pembetonan. 3. Akan terjadi tanah runtuh jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.

4. Pembuangan tanah dari bor (“kotoran”) dan pembuangan adoanan jika adonan ini yang dipakai.

2.4.3. Proses Pembuatan Pondasi Tiang Bor 1. Pengeboran

Ini merupakan proses awal dimulainya, pengerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter tiang bor, juga terdapatnya batuan atau material dibawah

(23)

permukaan tanah menjadi parameter utama dipilihnya alat – alat bor. Ini perlu diantisipasi sehingga bisa disediakan metode, dan peralatan yang cocok.

Gambar 2.10. Mata bor

Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk menghindari tanah di tepi lubang berguguran maka perlu di pasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam kurang lebih sama dengan diameter lubang.

Gambar 2.11. Pemasangan casing

Setelah casing terpasang, maka pengeboran dapat dilanjutkan. Mata auger diganti dengan Cleaning Bucket yaitu untuk membuang tanah atau lumpur di dasar lubang. Setelah beberapa lama dan diperkirakan sudah mencapai kedalaman rencana maka perlu dipastikan terlebih dahulu apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu pemeriksaan manual.

(24)

Gambar 2.12. Pengecekan tanah manual

Perlu juga diperhatikan bahwa tanah hasil pemboran perlu dicheck dengan data hasil penyelidikan terdahulu. Apakah jenis tanah sama seperti yang diperkirakan dalam menentukan kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel ta nah sebelumnya umumnya diambil dari satu dua tempat yang dianggap mewakili. Tetapi dengan proses pengeboran ini maka secara otomatis dapat dilakukan prediksi dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat, satu persatu pada titik yang dibor. Apabila kedalaman dan juga lubang bor telah siap, maka selanjutnya adalah penempatan tulangan.

(25)

Jika perlu, apabila terlalu dalam maka penulangan harus disambung dilapangan.

Gambar 2.14. Penyambungan tulangan jika perlu

Gambar 2.15. Tulangan setelah dipasang

2. Pengecoran beton

Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya adalah pengecoran beton. Ini merupakan bagian yang paling kritis yang menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi. Meskipun proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi apabila pada tahapan ini gagal maka gagal pulalah pondasi tersebut secara keseluruhan. Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi

(26)

benar dengan beton, misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah atau segresi dengan air, tanah longsor sehingga beton mengisi bagian yang tidak tepat. Adanya air pada lubang bor menyebabkan pengecoran memerlukan alat bantu khusus, yaitu pipa tremie. Pipa tersebut mempunyai panjang yang sama atau lebih besar dengan kedalaman lubang yang dibor.

Gambar 2.16. Penempatan pipa tremie

Gambar 2.16 diatas disebut pipa tremie. Ujung di bagian bawah agak khusus, tidak berlubang biasa tetapi ada detail khusus sehingga lumpur tidak ikut masuk kedalam tetapi beton di dalam pipa bisa mendorong keluar.

(27)

Yang telihat di Gambar 2.17 adalah corong beton yang akan dipasang di ujung atas pipa tremie, tempat memasukkan beton segar, dari gambar ini terlihat pekerjaan pengecoran pondasi tiang dibagian lain, terlihat mesin bor (warna kuning) yang difungsikan cranenya (mata bor tidak dipasang, mesin bor dinonaktifkan.

Pada tahap pengocoran pertama kali, truk ready mixed dapat menuangkan langsung ke corong pipa tremie seperti terlihat diatas. Pipa tremie yang dipasang perlu dicabut lagi. Kalau beton yang dituang terlalu banyak maka pencabutan pipa yang tertanam menjadi susah. Sedangkan jika terlalu dini mencabut pipa tremie, beton pada bagian bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka bisa saja terjadi segresi (tercampurnya beton dengan tanah).

Gambar 2.18. Ready mix

Jika beton yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya semakin banyak) maka pipa tremie harus mulai ditarik keatas. Perhatikan bagian pipa yang basah dan

(28)

kering. Untuk kasus ini karena pengecoran beton masih diteruskan maka diperlukan bucket karena beton tidak bisa dituang kecorong tersebut.

Gambar 2.19. Pengangkatan pipa tremie

Adanya pipa tremie tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air atau lumpur. Karena berat jenis beton lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton makin lama makin kuat untuk mendesak lumpur naik keatas. Jadi pada tahapan ini tidak perlu takut dengan air atau lumpur naik ke atas.

Gambar 2.20 di bawah menunjukkan air / lumpur mulai terdorong ke atas, lubang mulai digantikan dengan beton. Proses pengecoran memerlukan bahan beton yang terus-menerus, andai saja ada keterlambatan beberapa jam. Jika terjadi setting maka pipa tremie nya bisa tertanam di bawah dan tidak bisa dicabut.

(29)

Gambar 2.20. Proses pengecoran

Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka pada akhirnya beton dapat dapat muncul dari kedalaman lubang. Jadi pemasangan tremie mensyaratkan bahwa selama pengecoran dan penarikan maka pipa tremie tersebut harus selalu tertanam pada beton segar. Fungsi utama dari pipa tremie ini adalah sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi segresi (bercampurnya tanah, air, lumpur dengan beton).

2.5. Daya Dukung Aksial Tiang Bor (Bored Pile)

Tiang (Pile) adalah bagian bawah konstruksi pondasi yang berbentuk batang langsung yang dibor didalam tanah sampai mencapai lapisan tanah keras. Daya dukung aksial suatu pondasi pada umumnya terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung dasar tiang. Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah (c) dan sudut geser dalam ϕ. Cara kedua yaitu

(30)

menggunakan uji SPT (Standard Penetration Test), Sondir (Cone Penetration Test), dan PDA (Pile Dynamic Analysis).

2.5.1. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil Sondir

Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) sering kali sangat dipertimbangkan perannya dalam perencanaan pondasi. CPT atau sondir adalah test yang cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus – menerus dari permukaan tanah dasar. CPT atau sondir juga dapat mengklasifikasikan lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas ultimit dari pondasi tiang.

Utuk menghitung daya dukung tiang bor berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Mayerhoff.

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap) + (JHL x K)………..………...…(2.9) dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang bor tunggal (kg) qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2) JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)

(31)

K = Keliling tiang (cm)

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : Qijin = 𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝 3 + 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾 5 ……….…...… (2.10) dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg) qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2) JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

2.5.2. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil SPT

Kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data SPT, ditentukan dengan perumusan berikut:

1. Daya dukung ujung tiang (end bearing), (Reese & Wright,1977)

𝑄𝑃 = 𝐴𝑃 .𝑞𝑃 ...(2.11) Dimana:

𝐴𝑃 = Luas penampang tiang bor,(m2)

𝑞𝑃 = Tahanan ujung per satuan luas, (ton/ m2)

𝑄𝑃 = Daya dukung ujung tiang, (ton)

Untuk tanah kohesif: 𝑞𝑃 = 9 𝐶𝑢...(2.12) Cu =

2

(32)

Untuk tanah tidak kohesif: korelasi antara qP dan NSPT menurut (Reese & Wright, 1977) seperti Gambar 2.22 dibawah ini.

Gambar 2.21. Daya dukung ujung batas tiang bor pada tanah pasiran (Reese & Wright, 1977)

Untuk N ≤ 60 maka 𝑞𝑃 = 7 N (t/ m2) < 400 (t/ m2) untuk N > 60 maka 𝑞𝑃 = 400 (t/m2)

N = Nilai rata – rata SPT, N = 𝑁1+𝑁2

2

2. Daya dukung selimut (skin friction), (Reese & Wright, 1977)

𝑄𝑠 = f. 𝐿𝑖 . p...(2.14)

Dimana:

f = Tahanan satuan skin friction, (ton/m2)

𝐿𝑖 = Panjang lapisan tanah, (m) p = Keliling tiang, (m)

(33)

𝑄𝑠 = Daya dukung selimut tiang, (ton)

Pada tanah kohesif:

f = α . 𝐶𝑢...(2.15)

diamana:

α = faktor adhesi (berdasarkan penelitian Reese & Wright (1977) α = 0,55

𝐶𝑢 = kohesi tanah, (ton/m2)

Pada tanah non kohesif; N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2)

53 < N ≤ 100 maka f : dari koreksi langsung dengan 𝑁𝑆𝑃𝑇 (Reese & Wright,1977).

Gambar 2.22. Tahanan geser selimut tiang bor pada tanah pasiran (Reese & Wright, 1977)

Nilai f juga dihitung dengan formula:

(34)

dimana : 𝐾0 = 1 – sin φ

𝜎𝑣′.= Tegangan vertikal efektif tanah, (ton/m2)

2.5.2. Uji Pembebanan ( Loading Test ) Statik

Maksud dan tujuan dilaksanakannya percobaan pembebanan (loading test) terhadap pondasi tiang adalah untuk mengetahui secara tepat dan akurat berapa besar daya dukung pondasi tiang tersebut memikul gaya/beban vertikal (compressive load), gaya/beban (lateral load) dan gaya/beban tarik (uplift load).

Didalam tugas akhir ini penulis hanya akan membahas mengenai percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test). Dilakukan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) terhadap pondasi tiang adalah untuk mengetahui sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana.

2. Untuk menguji bahwa tiang yang dilaksanakan mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan. 3. Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing

capacity) sebagai contoh dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis dan dinamis.

4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas daripada tanah.

Daya dukung dapat diperhitungkan menurut cara-cara statis maupun dinamis. Jika penyelidikan geoteknik memberikan hasil yang baik dalam arti susunan tanah

(35)

cukup homogen, keadaan tanah keras tidak begitu dalam dan mempunyai ketebalan yang cukup, maka penentuan daya dukung tidaklah begitu sulit. Tetapi kadang-kadang penyelidikan memberikan hasil yang meragukan, sehingga agak sukar untuk menentukan daya dukung pondasi dengan tepat. Untuk mengetahui daya dukung pondasi tiang dengan tepat dan akurat, maka dilakukan percobaan pembebanan (loading test). Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

Yang terpenting adalah dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

Pengujian pembebanan tiang umumnya dilaksanakan dengan maksud :

1. Menentukan grafik hubungan beban dan penurunan, terutama pada pembebanan di sekitar beban yang diharapkan.

2. Sebagai percobaan guna meyakinkan bahwa keruntuhan pondasi tidak akan terjadi sebelum beban ditentukan tercapai. Nilainya beberapa kali beban rencana. Nilai pengali tersebut dipakai sebagai faktor aman. 3. Menentukan kapasitas ultimit riil, mengecek hasil hitungan kapasitas

(36)

Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti berikut ini :

1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan akibat serangan zat kimia, ataupun akibat gempa, kebakaran, pembebanan yang berlebihan, dan lain-lain.

2. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan perencanaan yang sebelumnya tidak terdeteksi.

3. Struktur direncanakan dengan metode - metode khusus, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan tingkat keamanan struktur tersebut. 4. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan

tambahan yang belum diperhitungkan pada perencanaan.

5. Diperlukan pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja dicor.

Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran pergerakan tiang. Beban – beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya defenisi keruntuhan yang dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang terus mengalami penurunan.

(37)

Sesudah tiang uji dibor, perlu ditunggu terlebih dahulu selama tujuh hingga tiga puluh hari sebelum pengujian pembebanan tiang. Hal ini penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali ke keadaan semula, dan tekanan air pori yang terjadi akibat pemancangan tiang telah berdisipasi. Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan menggunakan sistem kentledge seperti ditunjukkan pada Gambar 2.23. Cara kedua dapat menggunakan kerangka baja atau jangkar seperti ilustrasi Gambar 2.24. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik.

Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial guges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan relatif tiang sangatlah penting.Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instumentasi. Instrumentasi yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi-lokasi tertentu sepanjang tiang. Tell – tales pada kedalaman-kedalaman tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian (American Society Testing and Materials, 2010)

(38)

Gambar 2.23. Pengujian dengan sistem kentledge (Coduto,2001)

(39)

2.5.3. Metode Pembebanan

Terdapat empat metode pembebanan, yaitu :

1. Prosedur Pembebanan Standar (SML) Monotonik

Slow Maintained Load Test (SML) menggunakan delapan kali peningkatan beban. Direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989), metode uji standar ASTM ; umum digunakan pada penelitian di lapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya, terdiri atas :

a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban rencana.

b. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).

c. Mempertahankan 200% beban selama dua puluh empat jam.

d. Setelah waktu dibutuhkan diperoleh, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu satu jam diantara pengurangan.

e. Setelah beban diberikan dan dilepas ke atas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu dua puluh menit untuk penambahan beban.

f. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain.

(40)

2. Quick Load Test ( Quick ML )

Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup lama, maka para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat pengujian. Direkomendasikan oleh Dinas Perhubungan Amerika Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri atas :

a. Bebani tiang dalam penambahan dua puluh kali hingga 300% dari beban desain (masing - masing tambahan adalah 15% dari beban desain).

b. Pertahankan tiap beban selama lima menit, bacaan diambil setiap 2,5 menit.

c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji.

d. Setelah interval lima menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan lima menit.

Metode ini lebih cepat dan ekonomis, lebih mendekati suatu kondisi. Waktu ujinya 3-5 jam. Metode ini tidak dapat digunakan untuk estimasi penurunan karena metode cepat.

(41)

Gambar 2.25. Contoh hasil uji pembebanan statik aksial tekan (Tomlinson,2001) 3. Prosedur Pembebanan Standar (SML) siklik

Metode pembebanan sama dengan SML monotonik, tetapi pada tiap tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani kembali hingga tahap beban berikutnya (unloading – reloading). Dengan cara ini, rebound dari setiap tahap beban diketahui dan perilaku pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan dengan lebih baik. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode SML monotonik.

4. Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (Constant Rate of Penetration Method atau CRP)

Metode CRP merupakan salah satu alternatif lain untuk pengujian tiang secara statis. Metode ini disarankan oleh Komisi Pile Swedia, departemen Perhubungan dan ASTND 1143-81. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

(42)

a. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/menit (1,25 mm/menit).

b. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat. c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in ( 50-70 mm )

Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cpat 2-3 jam dan lebih ekonomis. Hasil pengujian tiang dengan metode CRP menunjukkan bahwa beban runtuh relatif tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan batasan kecepatan penurunan kurang dari 1,25 mm/menit. Kecepatan yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang bila pergerakan (displacement) sudah cukup besar.

2.5.5. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Statik

Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interpretasi untuk menentukan besarnya beban ultimit. Ada berbagai metode interpretasi, yaitu :

1) Metode Chin

Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut (Gambar 2.26):

a. Kurva load settlement digambar dalam kaitannya dengan S/Q, dimana :

(43)

b. Kegagalan beban (Qf) atau beban terakhir (Qult) digambarkan sebagai : 𝑄𝑢𝑙𝑡 = 𝐶1 1...(2.18) dimana : S : settlement

Q : penambahan beban dan C1 : kemiringan garis lurus

Gambar 2.26. Grafik hubungan beban dengan penurunan menurut metode Chin

Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk tes beban dengan cepat dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan perilaku yang tidak realistik untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan suatu kenaikan waktu yang konstan pada uji tiang. Jika sepanjang kemajuan tes beban statis, keruntuhan pada tiang akan bertambah maka garis Chin akan menunjukkan suatu titik temu, oleh karena itu dalam merencanakan tiap pembacaan metod Chin perlu dipertimbangkan. Metode Chin memperhatikan batasan beban yang diregresikan linier yang mendekati nilai satu dalam mengambil suatu hasil tes beban statis, dengan dasar nilai-nilai yang

(44)

ditentukan dari dua cara yang telah disebutkan. Secara umum dua titik akan menentukan satu garis dan titik ketiga pada garis yang sama mengkorfimasikan suatu garis (Fellenius, Bengt H. 2001).

2) Metode Davisson (1972)

Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :

Gambarkan kurva beban terhadap penurunan.

1. Penurunan elastic dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : 𝑆𝑒 𝑄 = 𝐿 𝐴𝑝 𝑥 𝐸𝑝...(2.19) dimana : Se = Penurunan elastic (mm)

Q = Beban uji yang diberikan (ton)

L = Panjang tiang (m)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

Ep = Modulus elastisitas tiang (ton/m2)

2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan elastic (Se). 3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana X

adalah :

(45)

Dengan D adalah diameter atau sisi tiang dalam satuan inch.

4. Perpotongan antara kurva beban – penurunan dengan garis lurus merupakan daya dukung ultimit.

Gambar 2.27. Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Davisson

2.5.6. Pengujian Tiang dengan Metode Pile Dynamic Analyzer (PDA)

Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung ultimate tiang bor tunggal yang dilakukan dilapangan dengan berbagai dimensi dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik untuk pemilihan tiang maupun lokasinya.

Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relative (relative displacement) yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya, menimbulkan gelombang akibat perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat

(46)

perlawanan gelombang yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat perlawanan tanah akan direkam.

Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk bermacam-macam pondasi seperti pondasi tiang pancang maupun pondasi tiang bor. Pengujian PDA untuk tiang berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses pengujian dangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1-3 jam).

Untuk menghasilkan beban dinamik pada tiang, digunakan palu yang berfungsi sebagai alat tumbuk. Berat minimum dari palu yang akan digunkan ditentukan sebesar 1% dari perkiraan daya dukung ujung tiang. Sebagai contoh: untuk daya dukung ijin tiang direncanakan sebesar 500 ton, dan diambil daya dukung batasnya 200% dari daya dukung ijinnya, sebesar 1000 ton, maka berat minimum palu adalah 10 ton. Tinggi jatuh palu diambil antara 1 m sampai 2 m, dipilih ketinggian minimum berapa yang sudah menghasilkan output daya dukung batas tiang. Pengujian dilakukan 2 sampai 5 kali tumbukan, sedangkan besarnya daya dukung tiang ditentukan dengan rekaman 1 gelombang tumbukan saja.

Prosedur Pengujian Daya Dukung Tiang Tunggal dengan PDA :

1. Gelombang akibat tumbukan (impact wave)

Pengujian dinamis PDA dilakukan dengan menginterpretasikan gelombang satu dimensi (one dimentional wave) yang merambat pada media yang diuji. Gelombang ini didapat dengan tumbukan (impact) pada tiang uji, sehingga menghasilkan

(47)

gelombang sesuai dengan kebutuhan pengujian. Pengujian PDA tiang tunggal menggunakan alat tumbuk Drop Hammer 1,5 ton.

2. Instrumen PDA

a. Strain Transducer dan Accelerometer

Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang akibat tumbukan yang diberikan pada tiang, strain transducer dan accelerometer (dipasang masing-masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah tidak bekerjanya instrument pada saat penumbukan), berfungsi merubah regangan dan percepatan menjadi sinyal elektronik, melalui kabel penghubung akan direkam oleh alat PDA. Dipasang atau diletakkan pada permukaan bagian atas tiang dengan jarak lebih besar dari 1,5W - 2W dari ujung atas kepala tiang, untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik.

b. Computer laptop PDA

Hasil pengukuran direkam dengan alat Computer PDA type PAK dari GRL USA di lapangan dan dianalisa dengan program CAPWAP.

(48)

3. Pemasangan Instrumen PDA

Sesuai ketentuan ASTM D4945-96 maka pemasangan instrumen Starin Transducer harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari pengaruh faktor momen dapat diabaikan.

4. Pekerjaan persiapan

Sebelum pengujian dilaksanakan, telah dilakukan persiapan untuk PDA dengan mencatat hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Pengeboran lubang pada tiang bor untuk pemasangan Strain Transducer dan Accelerometer.

Gambar 2.29. Pemasangan Strain Transducer dan Accelerometer

5. Pelaksanaan Pengujian PDA

Tiang bor diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan (EMX) relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman yang baik tergantung dari beberapa faktor, yaitu

(49)

b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.

Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen strain transducer dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang bor di lapangan termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tanah, tahanan ujung, tegangan tiang, dan lainnya.

2.6. Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode yang membagi - bagi daerah yang akan dianalisis kedalam bagian - bagian yang kecil. Bagian - bagian yang kecil inilah yang disebut dengan elemen. Semakin banyak pembagian elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda. Seperti halnya pondasi dan tanah, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen hingga terdapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.

2.7. Plaxis

Plaxis adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas dalam bidang geoteknik (Plaxis,2012)

(50)

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menjalankan program Plaxis ini adalah sebagai berikut:

1. Instalasi program. Langkah instalasi program dapat dilihat pada bagian informasi umum dalam buku latihan manual Plaxis versi 8.

2. Pemodelan secara umum. Untuk setiap proyek baru yang akan dianalisis, penting untuk terlebih dahulu membuat model geometri. Tiga buah komponen utama dalam model geometri dijelaskan dengan lebih detail berikut ini.

 Titik : Titik-titik akan menjadi awal dan akhir dari garis. Titik-titik juga dapat digunakan untuk mendapatkan jangkar, beban terpusat, jenis perletakan dan untuk penghalusan jaringa.n secara lokal atau setempat.

 Garis : Garis-garis berfungsi untuk mendefenisikan batas fisik dari suatu geometri, misalnya dinding atau pelat.

 Klaster : Klaster merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh beberapa garis dan membentuk suatu poligon tertutup.

Dapat dibedakan tiga buah komponen penyusunnya berikut ini:  Elemen

Sebuah pilihan dapat diambil antara elemen dengan 15 buah titik nodal dan elemen dengan 6 buah titik nodal. Elemen 15 titik nodal sangat berguna untuk menghasilkan perhitungan tegangan dan beban runtuh yang akurat. Selain itu, elemen dengan 6 titik nodal dapat dipilih untuk melakukan proses perhitungan yang singkat.

(51)

 Titik nodal

Sebuah elemen dengan 15 titik nodal akan terdiri dari 15 titik nodal dan sebuah elemen segitiga dengan 6 titik nodal. Penyebaran titik -titik nodal dalam suatu elemen baik pada elemen 15 titik nodal maupun pada elemen 6 titik nodal ditunjukkan pada Gambar 2.30.

 Titik tegangan

Sebuah elemen 15 titik nodal memiliki 12 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar (a) sedangkan elemen 6 titik nodal memiliki 3 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar (b).

Gambar 2.30. Titik nodal dan titik tegangan

3. Proses pemasukan data

Ada empat buah jenis masukan yang digunakan sebagai berikut:

a. Masukan obyek geometri (misalnya saat penggambaran lapisan tanah)

b. Masukan teks ( misalnya saat memasukkan nama proyek) c. Masukan angka (misalnya saat memasukkan berat isi tanah)

(52)

d. Masukan pilihan ( misalnya saat memilih pemodelan tanah) Mouse untuk menggambar dan memilih, papan ketik digunakan memasukkan teks dan angka.

3.1.Masukan Obyek Geometri

Pembuatan sebuah obyek geometri didasarkan pada masukan berupa titik-titik dan garis-garis. Hal ini dilakukan dengan menggunakan penunjuk atau kursor mouse pada bidang gambar.

3.2.Masukan Teks dan Angka

Seperti perangkat lunak yang lain, diperlukan beberapa masukan berupa angka dan teks. Masukan yang diperlukan akan ditampilkan dalam kotak editor. Beberapa kotak editor, untuk hal-hal yang spesifik akan dikelompokkan dalam suatu jendela.

3.3. Pemilihan masukan

Disini terdapat fasilitas radio button, check box dan combo box. Fungsi dari masing – masing bagian ini adalah didalam radio button hanya ada satu pilihan yang dapat aktif. Pilihan aktif dapat dilakukan dengan mengklik tombol mouse. Check box bisa diaktifkan lebih dari satu pilihan dengan cara memberi centang atau tick mark pada kotak berwarna putih menggunakan tombol mouse.

(53)

Masukan yang diperlukan diatur sedemikian rupa sehingga menjadi selogis mungkin. Beberapa jenis masukan terstruktur akan dibahas berikut ini.

Gambar 2.31. Kontrol halaman (page control) dan lembar tab (tab sheet)  Kontrol halaman dan lembar tab : Lembar tab dapat diaktifkan dengan

mengklik lembar tab yang bersangkutan atau dengan menekan (Ctrl) (Tab) pada papan ketik.

 Kotak kelompok : Kotak kelompok adalah kotak dengan sebuah judul. 4. Memulai program

Pengguna diminta mengklik pada bagian proyek baru, dan pengguna akan diminta mengikuti langkah – lengkah berikutnya.

4.1. Pengaturan global

Jendela ini terdiri dari dua lembar tab. Dalam lembar tab pertama pengaturan untuk proyek harus diberikan. Seperti judul, model, elemen yang dipilih serta komentar bila perlu.

(54)

Gambar 2.32. Pengaturan global lembar tab proyek

Lembar tab kedua.Pada bagian ini akan ditampilkan satuan dasar panjang, gaya dan waktu, dimensi atau ukuran minimum dari bidang gambar yang akan digunakan.

Gambar 2.33. Pengaturan global lembar tab dimensi 4.2.Membuat model geometri

Bagian - bagian terpenting dari jendela utama ditunjukkan dan dibahas secara singkat di bawah ini:

(55)

Gambar 2.34. Jendela utama dari program masukan  Menu utama :

Menu utama membuat seluruh pilihan yang tersedia dari toolbar - toolbar, serta bebarapa pilihan lain yang jarang digunakan.  Toolbar (Umum) :

Toolbar ini berfungsi untuk pencetakan, zooming (memperbesar atau memperkecil obyek).

Toolbar (Geometri) :

Toolbar ini memuat tombol - tombol untuk aktivitas khusus yang berhubungan dengan pembuatan model geometri. Tombol-tombol ini disusun secara berurutan sehingga akan menghasilkan geometri yang lengkap.

 Mistar :

Pada sisi kiri dan atas dari bidang gambar terdapat mistar yang menunjukkan koordianat x dan y dari model geometri. Mistar ini secara langsung akan menunjukkan dimensi dari geometri.

(56)

 Bidang gambar : Bidang gambar adalah area gambar dimana model geometri dibuat. Barisan teratur atau grid dari titik-titik kecil pada bidang gambar dapat digunakan sebagai bantuan untuk menggambar dengan tepat

 Koordinat pusat : Koordinat pusat digambarkan sebagai sebuah lingkaran kecil dengan sumbu x dan sumbu y diindikasikan oleh anak panah.

 Masukan manual : Nilai kedua koordinat x dan y dapat diketikkan langsung disini dengan memberikan spasi diantaranya.

 Indikator posisi kursor :Indikator posisi kursor menunjukkan posisi saat ini dari mouse pada layar tampilan.

Gambar 2.35. Toolbar

2.8.Teori Mohr Coulumb

Mohr Coulumb merupakan modellinear elastic dan plastic sempurna (linear elastic perfectly plastic model) yang melibatkan lima buah parameter, yaitu:

(57)

 Modulus kekakuan tanah (Modulus Young, E) dan (rasio Poisson,v) yang memodelkan elastisitas tanah.

 (Kohesi, c) dan (sudut geser dalam tanah, φ’) yang memodelkan prilaku plastis tanah.

 (Sudut dilatansi, Ѱ) yang memodelkan prilaku dilatansi tanah.

Model ini cukup baik sebagai tingkat pertama (first of order) pendekatan prilaku tanah dan batuan. Disini setiap lapisan tanah dianggap mempunyai kekakuan konstan atau meningkat secara linear terhadap kedalaman. Kelemahan model ini adalah melinearkan kekakuan tanah (tidak memperhitungkan perubahan nilai E terhadap perubahan tegangan.

2.8.1. Persamaan Lingkaran Mohr

Gambar 2.36. Grafik lingkaran Mohr

Bidang keruntuhan (fungsi leleh) tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

sin 𝜑′ = 𝑝 +𝑐 cot 𝜑𝑅

(58)

Center Of Mohr Circle, p = 𝜎1+𝜎32 sin 𝜑′= 𝜎1′−𝜎3′ 2 𝜎1′+𝜎3′ 2 + 𝑐 cot 𝜑′ ...(2.21) 2.9.Parameter Tanah 2.9.1. Modulus Young (E)

Pengujian sondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970) memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan N sebagai berikut:

qc = 4.N (untuk pasir)....………...………….……..(2.22)

Menurut Bowles (1997) memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data pengumpulan data sondir, sebagai berikut :

E= 3.qc (untuk pasir)………...………..(2.23)

E= 2. qc sampai dengan 8. qc (untuk lempung)...(2.24)

dengan qc dalam kg/cm2

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT (Standart Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut:

E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung)……….(2.25)

(59)

Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga dicari dengan pendekatan terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti pada Tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah lempung (Randolph,1978) Subsurface condition Penetration resistance range N (bpf) Ɛ50 (%) Poisson’s Ratio (v) Shear strengh Su (psf) Young’s Modulus Range Es (psi) Shear Modulus Range G (psi) Very soft 2 0,020 0,5 250 170-340 60-110 Soft 2-4 0,020 0,5 375 260-520 80-170 Medium 4-8 0,020 0,5 750 520-1040 170-340 Stiff 8-15 0,010 0,45 1500 1040-2080 340-690 Very stiff 15-30 0,005 0,40 3000 2080-4160 690-1390 Hard 30 0,004 0,35 4000 2890-5780 960-1930 40 0,004 0,35 5000 3470-6940 1150-2310 60 0,0035 0,30 7000 4860-9720 1620-3420 80 0,0035 0,30 9000 6250-12500 2080-4160 100 0,003 0,25 11000 7640-15270 2540-5090 120 0,003 0,25 13000 9020-18050 3010-6020

(60)

Tabel 2.8. Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir

(Schmertman,1970)

2.9.2. Poisson’s Ratio (μ')

Rasio Poisson diasumsikan nilainya sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam perhitungan. Oleh karena nilai dari rasio Poisson sukar untuk diperoleh untuk tanah. Sementara pada program Plaxis khususnya model tanah undrained μ'<0,5.

Tabel 2.9. Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poisson ratio (μ)

Soil Type Description µ’

Clay Soft 0.35-0.40 Medium 0.30-0.35 Stiff 0.20-0.30 Sand Loose 0.15-0.25 Medium 0.25-0.30 Dense 0.25-0.35 (Das, 1995) Subsu rface condit ion Penetrati on Resistan ce range (N) Friction Angle Ø (deg) Pois son Rati o (v) Cone penetrat ion qc=4N Relatief Density Dr(%) Young’s Modulus Range Es (psi) Shear Modulus Range G (psi) Very loose 0-4 28 0,45 0-16 0-15 0-440 0-160 Losse 4-10 28-30 0,4 16-40 15-35 440-1100 160-390 Mediu m 10-30 30-36 0,35 40-120 35-65 1100-3300 390-1200 Dense 30-50 36-41 0,3 120-100 65-85 3300-5500 1200-1990 Very dense 50-100 41-45 0,2 200-400 85-100 5500-11000 1990-3900

(61)

2.9.3. Berat Jenis Tanah Kering (γdry)

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume tanah.

2.9.4. Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan satuan volume tanah jenuh. Di mana ruang porinya terisi penuh oleh air.

2.9.5. Sudut Geser Dalam (ø)

Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

2.9.6. Kohesi (c)

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

2.9.7. Sudut Dilatansi ( Ѱ)

Sudut dilatansi adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik. Dilatansi

(62)

merupakan fenomena yang terjadi pada pasir padat dan over-consolidated clay dimana pada saat dibebani (mengalami gaya geser) struktur tanah mengalami pengembangan volume (pertambahan volume). Tanah lempung normal konsolidasi tidak memiliki sudut dilatansi, tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini tergantung pada kepadatan relatif (Dr) dan sudut geser dalamnya yang dinyatakan dengan persamaan:

Ѱ= Ø-30˚……….……(2.27)

2.9.8. Permeabilitas (k)

Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman, k = 𝑒

3

1+𝑒 dimana k = koefisien rembesan pada angka pori e, nilai permeabilitas untuk setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus dibawah ini.

Untuk tanah yang berlapis-lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :

kH = 1 𝐻(𝑘𝐻1𝐻1+ 𝑘𝐻2𝐻2 + 𝑘𝐻3𝐻3 + 𝑘𝐻𝑛𝐻𝑛 ) ...(2.28) kV = 𝐻 (𝐻1 𝑘1)+ (𝐻2𝑘2)+ (𝐻3𝑘3)…+(𝐻𝑛𝑘𝑛) ………...……….……..(2.29) Di mana : H = Tebal lapisan e = Angka Pori k = Koefisien Permeabilitas

(63)

kH = Koefisien Permeabilitas Arah Horizontal

kV = Koefisien Permeabilitas Arah Vertikal

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah tersebut seperti pada Tabel 2.10 berikut ini:

Tabel 2.10. Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

Jenis Tanah K cm/detik ft/menit Kerikil Bersih 1.0-100 2.0-200 Pasir Kasar 1.0-0.01 2.0-0.02 Pasir Halus 0.01-0.001 0.02-0.002 Lanau 0.001-0.00001 0.002-0.00002 Lempung <0.000001 <0.000002 (Das, 1995) 2.10. Parameter Tiang Bor (Bored Pile)

Parameter yang digunakan untuk mendefinisikan tiang bore adalah material model linear elastic dan material tipe non - Porous. Model linear elastik didasarkan pada hukum Hooke yang berlaku untuk prilaku material yang elastik dan isotropik. Model ini cocok untuk massa yang sangat kaku yang berada dalam tanah, misalnya saja Bored Pile, dimana kondisi tegangan pada material tersebut masih jauh dari kekuatan batasnya (ultimate Strenght).

2.11. Penurunan Tiang Tunggal

Menurut Poulus dan Davis (1980), perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :

a. Untuk tiang apung atau friksi

𝑆 = 𝐸𝑄.𝐼

Gambar

Tabel  2.1. Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan  Sondir
Gambar 2.4. Alat percobaan penetrasi standar (Soedarmo, 1993)
Tabel 2.2. Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)
Tabel 2.4. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N  Klasifikasi  Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 95% kulit kelengkeng memiliki senyawa aktif tertentu yang toksik terhadap larva Artemia salina Leach, namun dengan

Di tengah kesibukan Bapak/ Ibu/ Saudara/i, perkenankanlah saya meminta kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara/i untuk meluangkan waktu sejenak guna mengisi kuesioner

Dari seluruh stasiun yang ada di dapatkan persentasi tutunpan karang hidup sebesar 28%, angka tersebut menunjukkan penurunan kondisi terumbu karang dari tahun

Dari hasil tersebut perbandingan aktivitas antibakteri rebusan bunga rosela dengan kontrol negatif (akuades) memiliki perbedaan signifikan, rebusan bunga rosela

Bagaimana perempuan bisa me- menuhi daftar calon maka yang terlebih dahulu perlu diatur dalam undang-undang partai politik adalah mekanisme rekrutmen anggota partai

Hal ini terjadi karena pada jarum yang diperlakukan sebagai anoda ion positif bergerak menuju titik bidang yang membuat ujung jarum suntik tidak mengalami peningkatan

Pembangunan akhir – akhir ini telah membawa perubahan besar, tidak saja pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, akan tetapi juga pada pola penggunaan lahan yang

• eluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah.. Byeri merupakan keluhan utama  pada