ANALISIS DENSITAS ENERGI KONSUMSI DAN
STATUS GIZI SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP DAYA INGAT SESAAT
PAMILA ADHI ANNISA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Densitas Energi Konsumsi dan Status Gizi serta Pengaruhnya terhadap Daya Ingat Sesaat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014 Pamila Adhi Annisa NIM I14100064
ABSTRAK
PAMILA ADHI ANNISA. Analisis Densitas Energi Konsumsi dan Status Gizi serta Pengaruhnya terhadap Daya Ingat Sesaat. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara densitas energi, status gizi dan pengaruhnya terhadap daya ingat sesaat siswa sekolah dasar di Bogor. Desain penelitian ini adalah studi cross sectional dengan purpossive sampling 111 siswa sekolah dasar di Bogor. Uang saku, pendidikan dan penghasilan orang tua, pengetahuan gizi, konsumsi makanan, aktivitas fisik dan daya ingat sesaat dianalisis dengan uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi yang tinggi dengan rata-rata nilai densitas energi makanan contoh adalah 2,13 kkal/g untuk perempuan dan 1,98 kkal/g untuk laki-laki. Uang saku dan pendidikan ibu merupakan variabel yang berhubungan dengan densitas energi konsumsi. Sebagian besar status gizi contoh normal tetapi 27 persen contoh mengalami kegemukan. Pengetahuan gizi dan kebiasaan sarapan merupakan variabel yang memiliki hubungan dengan status gizi. Hanya pengetahuan gizi dan status gizi yang berpengaruh terhadap daya ingat sesaat. Kata kunci: Densitas energi konsumsi, status gizi, daya ingat sesaat,siswa sekolah dasar
ABSTRACT
PAMILA ADHI ANNISA. The analysis of dietary energy density, nutritional status and their influence towards short term memory. Supervised IKEU TANZIHA.
The aim of this study was to analyze the correlation between dietary energy density, nutritional status and influence towards Bogor elementary students’s short term memory. Design of this study is cross sectional study with purpossive sampling 111 elementary school students in Bogor. Children’s allowance, parents educational background and income, nutritional knowledge, food consumption, physical activity and short term memory were analyzed by chi square and logistic regression. The results showed that most of student consumed high energy density with average of dietary energy density was 2,13 kkal/g for girls and 1,98 kkal/g for boys. Children’s allowance and mother’s educational were variabels that had significant correlation with dietary energy density. Most of them had normal nutritional status but 27% of them were overweight and obese. Nutritional knowledge and breakfast habit were variabels that had significant correlation with nutritional status. Only nutritional knowledge and nutritional status that has significant influence towards their short term memory
Keywords: dietary energy density, nutritional status, short term memory, elementary school student
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
ANALISIS DENSITAS ENERGI KONSUMSI DAN
STATUS GIZI SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP DAYA INGAT SESAAT
PAMILA ADHI ANNISA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Densitas Energi Konsumsi dan Status Gizi serta Pengaruhnya terhadap Daya Ingat Sesaat dapat diselesaikan. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dr. Ikeu Tanziha,M.S selaku pembimbing akademik dan skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam kegiatan akademik dan penulisan skripsi ini.
2. Reisi Nurdiani,S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Bakhrun (ayah), Eliza (ibu) dan RilaSakli Annisa (kakak), serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya selama ini.
4. Kerabat dan orang terdekat (Valendra Granitha Shandika Puri dan Rhadityo Bhaskoro Arbarim) yang telah banyak membantu dalam pengolahan data dan yang selalu memberikan semangat, motivasi dan selalu membantu dalam pembuatan makalah ilmiah ini.
5. Penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan Gizi Masyarakat 2010 (Ridhat, Wilda, Fara, Defika, Isna, Bibah, Oci, Mimi, Maryam, Kaka, Raida, Nizaf, Emir, Ahmad Fauzi dan Ade cucu), teman teman enumerator dan teman-teman satu perjuangan lainnya.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Pamila Adhi Annisa
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 METODE PENELITIAN 4Desain , tempat dan waktu penelitian 4
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 4
Jenis dan cara pengumpulan data 4
Pengolahan dan Analisis Data 5
Definisi Operasional 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Gambaran Umum Sekolah 8
Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi 9
Densitas Energi Konsumsi 13
Status Gizi 18
Daya Ingat Sesaat 22
Faktor yang Berpengaruh terhadap Daya Ingat Sesaat 29
SIMPULAN DAN SARAN 30
Simpulan 30
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 36
DAFTAR TABEL
1 Variabel, data, jenis data, dan cara pengumpulan data 5
2 Pengkategorian variabel penelitian 6
3 Sebaran makanan yang sering dikonsumsi contoh 9
4 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan sarapan 10 5 Rata rata nilai densitas energi makanan dan kontribusinya
terhadap densitas energi konsumsi 13
6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan densitas energi konsumsi 14 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku dan densitas energi
konsumsi 15
8 Sebaran contoh berdasarkan kategori karakteristik keluarga dan
densitas energi konsumsi 16
9 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi dan
densitas energi konsumsi 17
10 Sebaran contoh berdasarkan kategori aktivitas fisik
dan densitas energi konsumsi 18
11 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku dan status gizi 19 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori pendidikan orang tua
dan status gizi 19
13 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi dan status gizi 20 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori aktivitas fisik dan status gizi 21 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori densitas energi konsumsi
dan status gizi 21
16 sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan sarapan dan status gizi 22
17 Statistik skor daya ingat sesaat contoh 23
18 Sebaran contoh berdasarkan kategori daya ingat sesaat 23 19 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku dan daya ingat sesaat 24 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi dan daya ingat
sesaat 25
21 Sebaran contoh berdasarkan kategori aktivitas fisik dan daya ingat
sesaat 26
22 Sebaran contoh berdasarkan kategori densitas energi konsumsi
dan daya ingat sesaat 27
23 Sebaran contoh berdasarkan kategori status gizi dan daya ingat sesaat 27 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan sarapan dan
daya ingat sesaat 28
25 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan sarapan
dan pengambilan daya ingat sesaat 29
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir kerangka pemikiran 3
2 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi, protein,
lemak dan karbohidrat 11
3 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Fe dan vitamin C 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengisian kuesioner penelitian 36
2 Wawancara Contoh 36
3 Pengisian kuesioner daya ingat sesaat 36
4 Pengukuran BBmenggunakan timbangan 36
5 Uji Statistik korelasi Chi square dengan densitas energi konsumsi 36 6 Uji Statistik korelasi Chi square dengan status gizi 36 7 Uji Statistik korelasi Chi square dengan daya ingat sesat 37
8 Test statistics pengambilan daya ingat sesaat 37
9 Uji regresi logistik 37
PENDAHULUAN
Latar BelakangAnak usia sekolah merupakan golongan usia yang membutuhan makanan dengan jumlah dan kualitas lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Tingginya asupan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan aktivitas fisik anak sekolah. Selain itu juga untuk melindungi anak terhadap penyakit infeksi dan menular (Harper, Brady & Judy 2009). Asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi selain harus makanan yang bergizi juga harus memenuhi syarat beragam dan berimbang. Yang dimaksud dengan bergizi, beragam dan berimbang (3B) adalah keanekaragaman bahan pangan baik sumber karbohidrat, protein maupun vitamin dan mineral yang bila dikonsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan. Terdapat tiga kata kunci dalam pengertian 3B, yaitu keseimbangan antar asupan zat gizi dengan kebutuhan, berimbangnya jumlah antar kelompok pangan dan berimbangnya jumlah antar waktu (Kementan 2010).
Sedangkan permasalahan yang masih sering dijumpai di Indonesia adalah masing seringnya konsumsi makanan yang tidak seimbang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi penduduk usia ≥10 tahun mengkonsumsi makanan berisiko masih cukup tinggi yaitu makanan dan minuman berpemanis (53,1%) dan makanan berlemak (40,7%). Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan anak di Indonesia masih sering mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi tinggi. Makanan dengan nilai densitas energi tinggi biasanya ciri cirinya merupakan makanan sumber karbohidrat sederhana yang ditambahkan gula dan lemak sehingga cenderung lezat , murah, dan banyak disukai.
WHO(2000) menyatakan terdapat hubungan antara konsumsi makanan densitas energi tinggi dengan kejadian obesitas. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 secara nasional di Indonesia prevalensi masalah kegemukan pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi yaitu sebesar 18,8 persen. Kecenderungan kegemukan yang dialami anak usia 5-12 tahun bukanlah permasalahan yang dapat dikesampingkan. Karena kegemukan pada usia dini dapat berakibat pada resiko timbulnya berbagai penyakit degeneratif pada saat dewasa dan diduga dapat berpengaruh pada fungsi kognitif anak.
Menurut Triatma (1999) salah satu fungsi kognitif anak adalah kemampuan mengingat dan dipengaruhi salah satunya oleh asupan gizi. Astina (2012) juga menyatakan adanya hubungan antara status gizi dengan daya ingat sesaat walaupun banyak faktor yang ikut berpengaruh dalam keterkaitan hal tersebut. Diantaranya adalah peningkatan penyerapan sejumlah mineral tertentu misalnya penyerapan zat besi atau kalsium yang penting peranannya dalam pembentukan ion penghantar impuls syaraf untuk pembentukan memori. Daya ingat dibagi menjadi dua, yaitu daya ingat jangka pendek (short term memory) dan daya ingat jangka panjang (long term memory). Daya ingat sesaat adalah kemampuan intelektual yang berhubungan dengan aspek aspek komplek dari keterampilan kognitif dan termasuk dalam komponen short term memory
2
diperhatikan baik jumlah maupun jenisnya karena diduga memiliki dampak langsung maupun tak langsung terhadap perkembangan otak dan status gizi. Efek jangka panjangnya salah satunya berhubungan dengan daya ingat.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran pola konsumsi pangan siswa sekolah dasar di Kota Bogor.
2. Bagaimana densitas energi konsumsi berhubungan dengan status gizi siswa sekolah dasar di Kota Bogor.
3. Bagaimana pengaruh hubungan densitas energi makanan dan status gizi terhadap daya ingat sesaat siswa sekolah dasar di Kota Bogor.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan densitas energi konsumsi dan status gizi serta pengaruhnya terhadap daya ingat sesaat siswa sekolah dasar di Kota Bogor sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis konsumsi pangan siswa sekolah dasar di Kota Bogor.
2. Menganalisis densitas energi konsumsi siswa sekolah dasar di Kota Bogor. 3. Menganalisis status gizi siswa sekolah dasar di Kota Bogor.
4. Menganalisis daya ingat sesaat siswa sekolah dasar di Kota Bogor. 5. Menganalisis faktor faktor yang berpengaruh terhadap daya ingat sesaat
siswa sekolah dasar di Kota Bogor.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai gambaran pola konsumsi dan densitas energi makanan yang dikonsumsi oleh siswa sekolah dasar di kota Bogor. Hasil tersebut akan memberikan gambaran bahwa hal tersebut berpengaruh terhadap status gizi dan kaitannya dengan kemampuan mengingat siswa. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian bagi orang tua dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan konsumsi makanan siswa sekolah dasar agar memenuhi syarat makanan bergizi, beragam dan berimbang.
KERANGKA PEMIKIRAN
Gizi yang tidak seimbang serta derajat kesehatan yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak sehingga menurunkan kemampuan otak dalam
3 menyimpan dan merekonstruksi informasi. Kuantitas dan kualitas konsumsi makanan yang baik dengan salah satunya dengan memenuhi syarat bergizi, beragam dan berimbang akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan kemampuan otak terutama peranannya dalam pembentukan dan pemeliharaan sistem syaraf pusat. Bukan hanya kuantitasnya saja, namun kualitas dan keseimbangannya dengan zat gizi lain juga perlu diperhatikan. Tidak hanya mementingkan kalori, namun juga mementingkan asupan zat gizi lainya yang penting bagi kebutuhan gizi siswa sekolah dasar. Makanan yang bernilai densitas energi yang tinggi pada umumnya rendah akan kandungan gizi lainnya. Sehingga hal ini akan mempengaruhi keseimbangan asupan gizi yang diasup siswa dan dapat berefek kepada kemampuan kognitif siswa. Dengan membiasakan mengkonsumsi makanan yang bergizi, beragam dan berimbang status gizi akan cenderung dalam keadaan normal dan mengakibatkan daya ingat sesaat siswa pun pun akan baik.
Konsumsi Pangan
Densitas energi konsumsi
Daya Ingat Sesaat Pengetahuan Gizi Status anemia Status gizi Genetik Aktivitas fisik Karakteristik Contoh:
(Usia, Jenis Kelamin, Berat badan, Tinggi Badan)
Karakteristik Keluarga: (Besar Keluarga, Penghasilan Orang tua, Pendidikan orang tua)
Status kesehatan
Tingkat Kecukupan: Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Fe, Vitamin C
Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran Keterangan:
= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti
4
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu PenelitianPenelitian ini menggunakan desain cross sectional study pada tiga sekolah dasar di Kota Bogor. Sekolah tersebut adalah Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 05, Sekolah Dasar Negeri Pajajaran 01, dan Sekolah Dasar Negeri Batutulis 02. Lokasi dipilih secara purposif dikarenakan sekolah tersebut terpilih sebagai bagian dari subjek penelitian lintas Fakultas yang berjudul ”Peningkatan Kesehatan Masyarakat melalui Interactive Breakfast-Nutrition Learning Content Management System Berbasis Mobile untuk Siswa Sekolah Dasar” (Rahmaniah et al. 2013). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-November 2013.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas 6 dari tiga sekolah dasar yang terpilih dengan pertimbangan bahwa pada usia ini anak berada pada tingkat perkembangan kognitif masa konkrit operasional sehingga sudah mulai kooperatif untuk pelaksanaan penelitian. Usia tersebut juga sedang dalam tahap pertumbuhan menuju usia remaja awal dan termasuk kelompok usia rawan yang membutuhkan asupan zat gizi yang cukup. Pemilihan dilakukan secara purpossive sampling dengan penentuan jumlah responden minimal dihitung berdasarkan rumus Lemeshow et al. (1997)
Keterangan
n : Jumlah contoh minimum
z 1-α2 : Tingkat kepercayaan 95% = 1.96
p :Proporsi obesitas anak usia 5-12 tahun sebesar 18,8% atau 0.188 d : Ketepatan penelitian = 0.1
Total contoh minimal dalam penelitian ini adalah 59 contoh dan akhirnya terpilih 111 contoh dengan pengacakan kelas di tiap sekolah dasar. Dari setiap kelas diambil seluruh populasi untuk dijadikan sampel dalam penelitian kali ini.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada siswa maupun orang tua dan melalui pengukuran tinggi badan dan berat badan secara langsung. Data sekunder diperoleh melalui data arsip sekolah. Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik contoh, pengetahuan gizi, konsumsi pangan dan aktivitas fisik diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan contoh sedangkan karakteristik keluarga diperoleh dengan pengisian kuesioner oleh orang tua contoh. Berat badan contoh diukur menggunakan timbangan digital dan untuk tinggi badan diukur menggunakan
5 pengambilan secara langsung yang dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 09.00 dan pukul 11.00 Berikut Tabel 1 menjelaskan jenis dan cara pengumpulan data secara rinci.
Tabel 1 Variabel, data, jenis data, dan cara pengumpulan data No. Variabel data Jenis data Cara pengumpulan data
1. Gambaran umum sekolah -Keadaan umum sekolah
Data
sekunder Arsip sekolah 2. Karakteristik contoh
-Usia, jenis kelamin dan uang saku -Berat badan -Tinggi badan Data primer - Kuesioner dengan wawancara - Pengukuran langsung dengan timbangan injak digital
- Pengukuran langsung dengan microtoise
3. Karakteristik keluarga - Besar keluarga - Pendidikan orang tua - Penghasilan orang tua
Data primer
Kuesioner dengan cara pengisian langsung oleh orang tua contoh
4. Pengetahuan gizi
Data primer 10 pertanyaan seputar gizi seimbang
5. Konsumsi sehari
- Konsumsi pangan - Kebiasaan sarapan - Tingkat kecukupan
energi dan zat gizi
Data primer
- Pengisian kuisioner (FFQ dan Recall 2x24 jam) - Kuisioner dengan
wawancara
- Hasil Food Recall 2x24 jam
6. Densitas energi konsumsi Data primer Data rata-rata konsumsi sehari dengan metode Food Recall 2x24 jam
7. Aktivitas fisik Data primer Kuesioner 9 Daya ingat sesaat Data primer Tes daya ingat
menggunakan metode dalam Astina (2012)
Pengolahan Data dan Analisis Data
Data primer yang diperoleh melalui pengisian kuesioner dan pengukuran dianalisis secara statistik dan deskriptif, sedangkan data sekunder yang diperoleh melalui data arsip sekolah dianalisis secara deskriptif. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007. Data berat badan dan tinggi badan diolah menggunakan WHO Anthro Plus. Data konsumsi pangan dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) 2x24 jam diolah menggunakan program Nutrisurvey 2007 untuk mengetahui kebiasaan konsumsi pangan. Sedangkan data konsumsi hasil olahan 2x 24 jam food recall diolah
6
menggunakan program Nutrisurvey 2007 dan mengkonversikan jumlah zat gizi merujuk pada daftar konversi bahan makanan(DKBM 2004). Cara pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian
No Variabel Kategori pengukuran Sumber
1 Usia 10, 11, 12, 13 tahun
2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 3 Uang saku <Rp 5000/hari
Rp5000-Rp 15000/hari ≥Rp 15000/hari
4 Status gizi Severe obese (≥3 SD)
Obese (+2 SD ≤ z-score<+3 SD) Overweight (+1 SD ≤ z-score <+2 SD) Normal (-2 SD < z-score < +1 SD) Thinness (-2 SD ≤ z-score < -3 SD) Severe thinness (≤-3 SD) WHO (2007)
5 Besar keluarga Keluarga kecil (≤4 orang) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (≥8 orang)
BKKBN (2005) 6 Pendidikan orang tua ≤ Lulusan SMA
> Lulusan SMA 7 Penghasilan orang
tua
≤ Rp 2.500.000,00 >Rp 2.500.000,00 8 Pengetahuan gizi Baik (>80%)
Sedang(60-80%) Kurang(<60%) Khomsan (2000) 9 Tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat
Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang
(70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Kelebihan (≥120% AKG) Depkes (1996) dalam Sukandar (2007) 10 Tingkat kecukupan Fe dan Vitamin C Kurang <77% Cukup >77% Gibson (2005) 11 Kebiasaan konsumsi pangan Frekuensi Sering (>17 kali/minggu) Jarang (14-16 kali/minggu) Tidak pernah Jenis
Pangan sumber energi Protein hewani
7
No Variabel Kategori pengukuran Sumber
12 Densitas energi konsumsi Laki laki Rendah <1,7 kkal/g Sedang 1,7-2,1 kkal/g Tinggi >2,1 kkal/g Perempuan Rendah <1,6 kkal/g Sedang 1,6-2,0 kkal/g Tinggi >2,0 kkal/g Jason et.al (2006) 13 Densitas energi makanan
Very low energy density (ED< 0,6 kkal/g),
Low energy density (0,6<ED<1,5 kkal/g),
Medium energy density (1,5<ED<4 kkal/g)
High energy density (ED>4 kkal/g).
Rolls & Bernett (2000) 14 Kebiasaan sarapan Selalu (7 kali/minggu)
Tidak selalu (<7 kali/minggu) 15 Aktivitas Fisik Ringan
Sedang Berat
FAO /WHO/ UNU(2001) 16 Daya Ingat Sesaat Baik : >rata rata skor daya ingat
Kurang:<rata rata skor daya ingat
Ohoiwutun (2012) Hubungan antara uang saku, karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orang tua, penghasilan orangtua), pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik dengan densitas energi konsumsi, status gizi dan daya ingat sesaat maupun hubungan ketiganya dianalisis dengan uji korelasi chi square. Perbedaan penurunan skor daya ingat sesaat pada bagi masing masing kelompok sarapan dibedakan dengan uji beda Man Whitney, sedangkan faktor faktor yang berpengaruh terhadap daya ingat sesaat siswa sekolah dasar di Kota Bogor dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik. Uji regresi logistik digunakan untuk melihat seberapa besar peluang atau kecenderungan variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependet. Uji Signifikansi dilakukan dengan mencari nilai p-value dan Confidence Interval (CI). Hubungan antar variabel dikatakan signifikan apabila nilai OR berada diantara selang lower-upper, nilai OR tidak sama dengan satu, nilai satu tidak ada diantara selang Confidence Interval (CI) dan nilai p<0.05
Definisi Operasional
Densitas energi konsumsi adalah asupan energi total per hari (dalam kkal) dibagi dengan berat makanan total yang dikonsumsi (dalam gram).
Status gizi adalah keadaan contoh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dalam waktu yang lama yang dinyatakan dalam satuan Indeks Massa Tubuh (IMT/U) untuk usia 10-13 tahun.
8
Daya ingat sesaat adalah kemampuan seseorang untuk menangkap, mengkode, menyimpan dan mengungkap kembali sebuah informasi baru, sesudah itu informasi segera diterima dalam jangka waktu maksimal 18 detik.
Siswa sekolah dasar adalah anak usia sekolah yang berumur 10–13 tahun yang duduk di kelas 6 dan menjadi unit percobaan dalam penelitian.
Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi siswa terhadap angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia sekolah (7- 13 tahun).
Tingkat perkembangan Kognitif adalah tahapan yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterprestasikan obyek dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Tingkat perkembangan kognitif dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu periode sensori(0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), operasional konkrit (7-12 tahun) dan operasional formal (12-14 tahun) (Piaget 1983)
Besar keluarga adalah banyak anggota keluarga dalam satu rumah tangga
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh atau ditamatkan orang tua.
Penghasilan orang tua adalah total penghasilan orang tua selama sebulan.
Uang saku adalah uang harian/mingguan/bulanan yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya yang terutama diperuntukan untuk membeli makanan jajanan di sekolah atau di sekitar sekolah.
Aktivitas fisik adalah informasi seluruh jenis dan lama kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh melalui recall 2x24 jam (1 hari sekolah dan 1 hari libur). Tingkat aktivitas dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu
sedentary atau gaya hidup kurang aktif (1.40 ≤ PAL≤ 1.69), Aktif atau gaya hidup cukup aktif (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99) dan gaya hidup sangat aktif (2.00 ≤ PAL ≤ 2.40) (WHO/FAO/UNO 2001).
Densitas Energi Makanan adalah perbandingan antara kandungan energi (dalam kkal) dibagi dengan berat makanan total yang dikonsumsi (dalam gram) per bahan pangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Sekolah DasarSekolah dasar yang dijadikan contoh dalam penelitian kali ini merupakan sekolah dasar yang berakreditasi baik dan unggulan di Kota Bogor. Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 05 berlokasi di jalan Pengadilan nomor 10, Sekolah Dasar Negeri Pajajaran 01 berlokasi di jalan Raya Pajajaran nomor 26, dan Sekolah Dasar Negeri Batutulis 02 berlokasi di jalan Batutulis nomor 137 kota Bogor. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 6 berlangsung pada hari Senin hingga Jumat berkisar antara 4 hingga 6 jam dimulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Selain kegiatan belajar mengajar ketiga sekolah juga menyediakan kegiatan ekstrakurikuler guna mewadahi dan mengembangkan bakat, kreatifitas dan minat contoh.
9 Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Zat gizi
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan jumlah pangan secara tunggal maupun beragam yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat diketahui dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi seseorang dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Kedua informasi ini sangat penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi oleh seseorang (Kusharto dan Sa’adiyah 2012). Data konsumsi pangan dalam penelitian kali digolongkan menjadi dua yaitu makanan pokok dan jajanan yang biasa dikonsumsi contoh didasarkan oleh data 2x24 jam food recall dan Food Frequency Questionnaire. Berikut Tabel 3 menjelaskan daftar bahan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh yang dijadikan contoh penelitian.
Tabel 3 Sebaran makanan yang sering dikonsumsi contoh Kelompok
Pangan Jenis Pangan g/hari Frekuensi/minggu
Densitas energi Sumber energi Nasi 131.3 17 1,46 Mie 40.8 4 3,7 Protein hewani Telur Ayam 27.8 5 1,73 Ayam 23.2 4 1,88 Lain lain Goreng-gorengan 66.8 10 3,4 Teh Gelas 127 5 5,33 Biskuit 55.7 5 4,6 Coklat 43 2 2,4
Pangan sumber energi yang sering dikonsumsi contoh adalah nasi dan mie. Masing masing jenis makanan tersebut memiliki nilai densitas energi yaitu sebesar 1,46 dan 3,70. Mie memiliki rasa yang gurih dan mengenyangkan, hal inilah yang menjadi alasan contoh cukup sering mengkonsumsi mie. Biasanya contoh mengkonsumsi mie bersama nasi dan telur tanpa sayur atau mie dengan nasi tanpa telur dan sayur. Konsumsi cara yang demikian kurang tepat, karena mie instan belum dapat dianggap makanan lengkap (wholesome food) dan belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mie yang terbuat dari tepung terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi sedikit protein, vitamin dan mineral. Mie instan dapat memenuhi kebutuhan gizi hanya jika ada penambahan sayuran dan sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel, sawi, tomat, kol atau tauge. Sumber proteinnya dapat berupa telur daging, ikan, tempe atau tahu (Ratnasari 2012).
Protein hewani yang dominan dikonsumsi oleh contoh adalah telur dan ayam dengan nilai densitas energi sebesar 1,73 dan 1,88. Rata rata konsumsi telur yang dikonsumsi oleh contoh sebesar 27.8 g/hari. Nilai ini mendekati nilai standar yang ditetapkan oleh Kementrian Pertanian (2012) yaitu sebesar 28.8 g/kap/hari. Konsumsi ini perlu dijaga agar stabil dan mencapai nilai capaian untuk tahun
10
2015 berdasarkan Roadmap Diversifikasi Pangan 2010-2015 yaitu sebesar 32.5 g/kap/hari.
Untuk kelompok pangan lain lain sebagian besar contoh dalam penelitian kali ini mengkonsumsi jajanan sebagai selingan dan berkontribusi terhadap konsumsi sehari hari contoh. Jajanan yang sering dikonsumsi contoh adalah goreng- gorengan, teh gelas, biskuit dan coklat. Jenis gorengan yang biasa dikonsumsi contoh adalah bakwan dengan nilai densitas energi yang cukup tinggi diantara jenis gorengan lainnya yaitu sebesar 3,40. Untuk minuman kemasan contoh lebih sering mengkonsumsi teh gelas dengan rata rata nilai densitas energi sebesar 5,33. Jenis biskuit yang biasa dikonsumsi contoh sebagai jajanan memiliki nilai densitas energi sebesar 4,60.
Gizi yang tidak seimbang dan derajat kesehatan yang rendah dapat menghambat pertumbuhan otak sehingga dapat menurunkan kemampuan otak dalam mengolah informasi yang didapat. Keadaan gizi yang baik didukung oleh kebiasaan makan yang baik yaitu salah satunya dengan tidak melewatkan sarapan. Cueto & Chinen (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sarapan, peningkatan diet, dan peningkatan performance cognitive. Berikut Tabel 4 yang menggambarkan sebaran kebiasaan sarapan contoh .
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan sarapan Kebiasaan
Sarapan
Jenis Kelamin
Total Laki laki Perempuan
n % n % N %
Tidak Selalu 14 12,61 13 11,71 27 24,32
Selalu 25 22,52 59 53,15 84 75,68
Total 39 35,14 72 64,86 111 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (75,68%) melakukan sarapan dan hanya sedikit contoh (24,32%) yang tidak selalu sarapan. Sarapan pagi diantaranya memiliki manfaat jika dilakukan setiap hari diantaranya adalah sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka semangat dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktifitas (Kral 2011). Menu sarapan sebaiknya mengandung sumber karbohidrat, protein, tinggi serat, dan rendah lemak (Latifah 2010). Sedangkan jenis sarapan yang biasa dikonsumsi oleh contoh yaitu nasi goreng, roti, telur, mie goreng dan bubur ayam.
Jenis bahan pangan dari makanan yang dicerna dalam tubuh juga mempengaruhi kadar glukosa darah seseorang. Kadar glukosa dalam darah ini lah yang akan mempengaruhi efisiensi aktivitas fisik maupun mental karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sumber energi untuk beraktifitas. Menurut Williams (1995), makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi akan meningkatkan secara cepat kadar glukosa darah namun pada umumnya hanya berlangsung dalam satu jam. Sehingga sarapan yang baik seharusnya mengandung karbohidrat namun jenis nya adalah karbohidrat kompleks seperti roti dan serealia yang juga mengandung tinggi serat dan rendah lemak. Karena akan merangsang glukosa dan mikro nutrient dalam otak untuk menghasilkan energi. Sehingga dapat memacu otak agar dapat memusatkan pikiran untuk belajar
11 dan memudahkan penyerapan pelajaran dan daya ingat nya menjadi lebih baik dan konsisten.
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antar konsumsi zat gizi aktual dengan kecukupan gizi yang dianjurkan sesuai dengan angka kecukupan gizi sehingga diperoleh rasio antara konsumsi dengan kecukupan yang dinyatakan dalam persen. Angka kecukupan gizi (AKG) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Hardinsyah dan Tambunan (2004) mengartikan Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Selanjutnya Angka Kecukupan Protein (AKP) dapat diartikan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang. Sebaran tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat contoh yang dijadikan dalam penelitian kali ini dijelaskan pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat
Rata rata konsumsi energi contoh berjenis kelamin laki laki pada penelitian kali ini sebesar 2034 kkal sedangkan perempuan 2088 kkal. Angka ini sudah mendekati dengan angka kecukupan yang dianjurkan yaitu 2100 kkal untuk laki laki dan 2000 kkal untuk perempuan. Kecukupan energi pada sebagian besar contoh berada dalam keadaan normal, laki laki (10,81%) dalam kisaran normal begitu pula dengan perempuan (18,02%). Untuk protein, rata rata contoh berjenis kelamin laki laki mengkonsumsi protein lebih sedikit dibanding perempuan yaitu 49,85 g sedangkan perempuan sebesar 57,28 g. Namun secara keseluruhan baik contoh yang berjenis kelamin laki laki (16,22%) dan perempuan (18,02%) berada
0 20 40 60 80 100 lak i la k i p er em p u an lak i la k i p er em p u an lak i la k i p er em p u an lak i la k i p er em p u an
energi protein Lemak karbohidrat 10,81 16,22 18,02 18,02 15,32 24,32 13,51 36,94 Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal
12
dalam kisaran normal. Berbeda dengan energi dan protein, kecukupan lemak sebagian besar contoh melebihi diatas angka kebutuhan. Rata rata contoh berjenis kelamin laki laki mengkonsumsi lemak sebesar 58,14 g sedangkan contoh berjenis kelamin perempuan rata rata mengkonsumsi lemak sebanyak 68,38 g. Contoh berjenis kelamin laki laki (15,32%) dan perempuan (24,32%) melebihi diatas angka kebutuhan. Begitu pula dengan tingkat kecukupan karbohidrat contoh berjenis kelamin laki laki (13,51%) dan perempuan (36,94%) memiliki tingkat kecukupan melebihi diatas angka kecukupan yang dianjurkan dengan rata rata konsumsi sebesar 484 g untuk laki laki dan permepuan 614,74 g.
Selain energi, protein, lemak dan karbohidrat vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang juga diperlukan oleh tubuh walaupun dalam jumlah yang sedikit. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2, yaitu kurang (tingkat kecukupan < 77%) dan cukup (tingkat kecukupan > 77%) (Gibson 2005). Tingkat kecukupan Fe dan Vitamin C terhadap kebutuhan contoh dijelaskan pada Gambar 3 dibawah .
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Fe dan vitamin C Gambar 3 menunjukkan sebagian besar contoh sudah dalam kategori cukup untuk tingkat kecukupan Fe, baik contoh berjenis kelamin laki laki (22,52%) dan perempuan (34,32%). Dengan rata rata asupan Fe yang diasup contoh yaitu sebesar 12,9 g untuk laki laki dan sebesar 13,8 g untuk perempuan. Hal berbeda untuk tingkat kecukupan vitamin C. Contoh berjenis kelamin laki laki (27,93%) dan perempuan (50,45%) berada dalam kategori kurang. Dengan rata rata konsumsi untuk contoh berjenis kelamin laki laki sebesar 29,86 g dan 37,28 g untuk contoh berjenis kelamin perempuan.
Tingkat kecukupan energi, protein dan zat gizi adalah komponen yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan zat gizi secara umum yang diperlukan bagi tubuh. Secara langsung masalah gizi dipengaruhi oleh tidak cukupnya konsumsi energi, protein dan zat gizi lain serta adanya infeksi kesehatan (Nahak & Lewi 2012). Konsumsi energi dan protein yang kurang dalam waktu tertentu akan menyebabkan kurang gizi dan akan menganggu untuk proses pertumbuhan dan perkembangan kesehatan (Pertiwi 2012). Berlaku sebalikya, bila konsumsi energi dan protein sudah mencukup angka kecukupan tentunya akan berdampak baik pula bagi proses pertumbuhan dan perkembangan. Tingkat kecukupan Fe yang baik dan dalam kisaran normal merupakan salah satu upaya menghindarkan siswa dari defisiensi anemia yang sering berujung pada kejadian anemia pada anak usia sekolah dasar. Tingkat kecukupan Fe yang baik juga merupakan salah
0 20 40 60 80 100
Laki laki perempuan Laki laki perempuan
Fe Vitamin C 27,93 50,45 22,52 34,23 7,21 14,41 kurang cukup
13 satu faktor yang mendukung terpenuhinya daya ingat sesaat yang baik bagi siswa skeolah dasar.
Densitas Energi Konsumsi
Perhitungan densitas energi konsumsi diperoleh melalui total energi makanan sehari yang diasup dibagi dengan berat makanan sehari (Avihani 2013). Masing masing makanan mempunyai nilai densitas energi masing masing. Dihitung dengan cara membagi kandungan kalori masing masing makanan dengan berat nya. Untuk nilai densitas energi makanan diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu very low energy density (ED< 0,6 kkal/g), low energy density
(0,6<ED<1,5 kkal/g), medium energy density (1,5<ED<4 kkal/g) dan high energy density (ED>4 kkal/g). Makanan yang tergolong tinggi nilai densitas energinya contohnya adalah cokelat, selai coklat, selai kacang, keripik kentang, mayonaise dll. Sedangkan kelompok makanan yang tergolong rendah nilai densitas energinya adalah kelompok sayur sayuran dan buah buahan(Rolls& Barnett 2000). Meskipun beberapa makanan padat energi sehat, namun ternyata lebih banyak dipilih dan dikonsumsi contoh. Makanan padat energi yang sehat contohnya adalah kacang kacangan , biji bijian, alpukat, telur, kentang dan susu. Makanan padat energi yang tidak sehat disebut makanan padat energi rendah gizi (Energy dense, nutrient-poor foods (EDNP)). EDNP dikategorikan menjadi 5 jenis yaitu
visible fat (margarin, mentega, minyak, krim, saus dressing, gajih, steak,osis dan makanan yang digoreng), sweeteners (gula, sirup, permen, minuman manis), dessert (biskuit, pie, kue, pastry, donat, eskrim, milkshake, puding, kue keju); snack asin( keripik kentang, keripik jagung, tortilla) dan lain lain (kopi, teh, kaldu, saus tomat, saus sambal) (Ashima 2000). Berikut Tabel 5 yang menggambarkan kontribusi terbesar densitas energi makanan terhadap asupan densitas energi konsumsi sehari contoh.
Tabel 5 Rata rata nilai densitas energi makanan dan kontribusinya terhadap densitas energi konsumsi
No Kelompok Pangan Densitas energi makanan
Kontribusi terhadap nilai densitas energi konsumsi
1 Makanan pokok 2,2 11,44 2 Pangan hewani 2,96 15,39 3 Kacang kacangan 2,48 12,90 4 Sayur 0,36 1,87 5 Buah 0,64 3,33 6 Jajanan : Makanan 4,79 24,91 Minuman 5,8 30,16 Total 19,23 100
Makanan dengan densitas energi tinggi sebagian besar berasal dari kelompok minuman jajanan yang dikonsumsi contoh (30,16%) dan sumber pangan hewani (15,39%), sedangkan kelompok sayur (1,87%) dan buah buahan
14
(3,33%) merupakan kelompok jenis pangan yang memiliki nilai densitas energi terkecil (Nuzrina & Wiyono 2010). Dari hasil penelitian kali ini dapat diketahui bahwa dari 57 jenis bahan makanan yang dikonsumsi oleh 11 contoh yang memiliki densitas energi tertinggi adalah jerohan (9.02 kkal/ gram), diikuti dengan minuman bersoda (7,7) dan yang memiliki densitas energi terendah adalah ketimun (0.08 kkal/ gram). Selain itu dapat diketahui juga bahwa bahan makanan dengan densitas energi tinggi. Pangan hewani dan kelompok jajanan yang menyumbang nilai densitas energi konsumsi yang cukup tinggi pada umumnya kelompok makanan tersebut diolah dengan cara digoreng atau deep fried.
Fenomena konsumsi makanan dengan densitas energi tinggi seperti fast food dan minuman bergula telah menjadi kebiasaan dan trend bagi remaja dan anak usia sekolah. Konsumsi makanan dengan densitas energi tinggi secara berlebih secara langsung dapat mempengaruhi peningkatan IMT (Ashima 2008). Berikut Tabel 6 yang menjelaskan sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan densitas energi konsumsi.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan densitas energi konsumsi Jenis
Kelamin
Densitas energi konsumsi
Total Tinggi Sedang Rendah
n % n % n % N %
Laki Laki 22 19,82 10 9,01 7 6,31 39 35,14 Perempuan 46 41,44 14 12,61 12 10,81 72 64,86 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12 111 100
Sebagian besar contoh (41,44%) berjenis kelamin perempuan mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi tinggi dibandingkan laki-laki (19,82%). Ditunjukkan dengan rata-rata nilai densitas energi makanan pada perempuan (2,13 kkal/g) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (1,98 kkal/g). Umumnya konsumsi makanan dengan nilai densitas energi tinggi ini berasal jajanan yang diasup oleh contoh. Beberapa makanan ringan atau jajanan yang dikonsumsi oleh contoh terkategorikan jajanan tidak sehat, tinggi kalori, tinggi natrium, dan tinggi lemak. Belum lagi makanan ringan yang mengandung pemanis buatan, pengawet makanan, dan yang belum terdaftar di BPOM.. Tingginya nilai densitas energi makanan pada contoh berjenis kelamin perempuan dikarenakan perempuan lebih banyak mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi tinggi seperti gorengan, es krim, coklat dan fast food sehingga dapat meningkatkan nilai densitas energi makanan yang diasup. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Dewi 2013) menyebutkan perempuan lebih sering mengkonsumsi fast food sedangkan laki-laki lebih sering mengkonsumsi makanan dengan densitas energi rendah seperti buah dan sayur. Konsumsi lemak secara berlebih menyebabkan peningkatkan nilai densitas energi makanan, sedangkan konsumsi cukup serat dapat menurunkan densitas energi makanan. Hal inilah yang menyebabkan pada perempuan nilai densitas energinya lebih tinggi walaupun asupan energinya lebih rendah dibandingkan laki-laki
Uang saku
Syafitri et al. (2009) menyebutkan bahwa lebih dari separuh siswa mengalokasikan uang saku untuk keperluan membeli makanan jajanan (68,00%).
15 Hanya 8% siswa yang mengalokasikan uang sakunya untuk keperluan transportasi. Sebesar 12 % siswa mengalokasikan uang sakunya untuk menabung.Oleh karena itu, uang saku dianggap berpengaruh terhadap pengalokasian pembelian makanan yang diasup contoh selama di sekolah. Makanan jajanan seringkali lebih banyak mengandung unsur karbohidrat dan hanya sedikit mengandung protein, vitamin atau mineral. Oleh karena itu makanan jajanan tidak dapat menggantikan sarapan pagi atau makan siang. Anak-anak yang banyak mengkonsumsi makanan jajanan perutnya akan merasa kenyang karena padatnya kalori atau tingginya nilai densitas energi makanan yang masuk kedalam tubuh. Sementara gizi seperti protein, vitamin dan mineral masih sangat kurang (Khomsan 2006). Sebaran uang saku berdasarkan densitas energi konsumsi contoh terdapat pada Tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku dan densitas energi konsumsi
Uang saku
Densitas energi konsumsi
p
Tinggi Sedang Rendah
n % n % n % ≤5000 7 6,31 5 4,50 3 2,70 0.044 5001-15000 59 53,15 19 17,12 16 14,41 ≥15001 2 1,80 0 0 0 0 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12
Berdasarkan Tabel 7 pada penelitian kali ini sebagian besar contoh memiliki uang saku Rp 5000,00– Rp 15.000,00/hari dan mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi makanan tinggi (53,15%). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryaalamsyah (2009) menyebutkan bahwa rata-rata uang saku siswa sekolah dasar di Bogor adalah Rp 5000-10000 per harinya. Dengan jajanan yang dikonsumsi oleh contoh sebagian besar merupakan makanan dengan nilai densitas energi tinggi seperti gorengan dan makanan minuman kemasan. Hal ini dikarenakan selain harganya lebih terjangkau juga lebih memberikan rasa nikmat dan kenyang yang identik dengan makanan bernilai densitas energi tinggi.
Hasil uji korelasi chi square menunjukkan adanya hubungan antara uang saku dengan asupan densitas energi contoh (p=0.044). Penelitian ini didukung oleh penelitian Drewnowski & Darmon (2005) yang menyatakan bahwa makanan makanan yang lebih sehat dan memiliki densitas energi rendah cenderung lebih mahal dibandingkan bahan makanan yang tinggi densitas energinya seperti manisan dan makanan berlemak. Hal ini hampir serupa dengan yang terjadi di Indonesia dimana makanan sehat seperti buah buahan yang bisa dijadikan konsumsi jajanan oleh anak sekolah harganya lebih mahal dibandingkan jajanan yang dijajakan di sekolah seperti gorengan ataupun makanan minuman berpemanis seperti es campur, arum manis dll. Bagi contoh dengan uang jajan yang dalam rentang sedang yaitu Rp 5000,00 – Rp 15.000,00/hari akan cenderung membeli makanan dengan cita rasa kenyang namun murah yang identik dengan makanan bernilai densitas energi tinggi.
16
Karakteristik keluarga
Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga contoh. Dalam penelitian kali ini karakteristik keluarga yang dimaksud seperti besar keluarga, pendidikan dan penghasilan orang tua. Karakteristik keluarga diduga berperan positif terhadap tingginya nilai densitas energi makanan yang diasup oleh contoh. Walaupun beberapa ada yang memiliki keterkaitan hubungan langsung maupun tidak. Sebaran contoh berdasarkan kategori karakteristik keluarga dan densitas energi makanan sehari yang diasup oleh contoh dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori karakteristik keluarga dan densitas energi konsumsi
Karakteristik keluarga
Densitas energi konsumsi
p Tinggi Normal Rendah
n % n % n % Besar Keluarga Kecil 65 58,56 22 19,82 18 16,22 0.539 Sedang 3 2,70 2 1,80 1 0,90 Besar 0 0,00 0 0 0 0 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12 Penghasilan Orang Tua
≤ Rp.2.500.000 36 32,43 10 9,01 12 10,81 0.939 >Rp. 2.500.000 32 28,83 14 12,61 7 6,31 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12 Pendidikan Ayah Lulusan ≤ SMA 45 40,54 16 14,41 10 9,01 0.392 Lulusan >SMA 23 20,72 8 7,21 9 8,11 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12 Pendidikan Ibu Lulusan ≤ SMA 51 45,95 18 16,22 14 12,61 0.008 Lulusan >SMA 17 15,32 6 5,41 5 4,50 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12
Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Besar keluarga yang tergolong kecil akan memungkinan semakin baik kualitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu keluarga. Hal ini dikarenakan pembagian porsi makanan akan makin seimbang di dalam sebuah keluarga. Namun hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar keluarga contoh merupakan keluarga kecil dan mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi sehari yang tinggi (58,56%). Hasil uji korelasi chi square tidak menunjukkan hubungan antara besar keluarga dengan densitas energi konsumsi contoh (p>0.05).
Penghasilan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Keluarga dengan penghasilan terbatas akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya (Fikawati & Syafiq 2007). Dapat dilihat dari Tabel 8 bahwa penghasilan orang tua contoh sebagian besar kurang dan sama dengan Rp
17 2.500.000,00/bulan dan mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi yang tergolong tinggi (32,43%). Hal ini sejalan dengan penyataan Soekirman (2000) yang menyatakan bahwa tingginya penghasilan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Rendahnya penghasilan maka akan menunjukkan kecenderungan kurangnya kemampuan membeli bahan pangan. Secara teoritis terdapat hubungan positif antara penghasilan dengan jumlah permintaan pangan sehingga konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh penghasilan keluarga. Dengan penghasilan yang tidak tergolong tinggi maka menjadi wajar bila konsumsi makanan yang dikonsumsi contoh tidak seimbang. Namun hasil uji korelasi chi square tidak menunjukkan adanya hubungan antara penghasilan orangtua dengan densitas energi konsumsi contoh (p>0.05).
Sebagian besar ayah (40,54%) dan ibu (45,95%) contoh merupakan lulusan ≤ SMA dan memiliki nilai densitas energi konsumsi sehari yang tergolong tinggi, yang berarti kurang seimbang dalam asupan makanannya. Hasil uji korelasi chi square menunjukkan hasil korelasi yang positif (p=0.008) pada hubungan pendidikan ibu dengan densitas energi konsumsi contoh. Dengan pendidikan ibu yang baik ibu menjadi lebih baik dalam memberikan pengertian, memperbaiki pola asuh makan dan mengenalkan pendidikan gizi sedini mungkin kepada anak. Hal ini tentu akan mempengaruhi makanan yang dikonsumsi contoh yang berasal dari rumah. Ibu menjadi lebih selektif dan lebih pandai untuk memilih makanan sehat yang dikonsumsi contoh di rumah. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Madanijah (2004) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik dengan status gizi anak.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan. Dengan pengetahuan gizi yang baik memungkinkan seseorang akan semakin baik pula memilih makanan yang akan dikonsumsi. Kurang cukupnya pengetahuan tentang gizi dan kesalahan dalam memilih makanan dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap status gizi. Berikut Tabel 9 yang menggambarkan sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan densitas energi konsumsi.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi dan densitas energi konsumsi
Pengetahuan gizi
Densitas energi konsumsi
p
Tinggi Sedang Rendah
n % n % n % Kurang 0 0 0 0 0 0 0.739 Sedang 17 15,32 8 7,21 5 4,50 Baik 51 45,95 16 14,41 14 12,61 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12
Berdasarkan Tabel 9 sebagian besar contoh (45,95%) mempunyai pengetahuan gizi baik namun masih memiliki nilai densitas energi konsumsi yang tergolong tinggi. Hasil uji korelasi chi square juga menunjukkan tidak adanya
18
hubungan positif antara pengetahuan gizi dan densitas energi contoh(p>0.05). Hal ini dapat dijelaskan karena pengetahuan gizi yang baik tidak selalu mendasari pilihan makanan yang bergizi, hal ini masih dipengaruhi oleh kebiasan dan kemampuan daya beli (Rauf et al 2010).
Aktivitas fisik
Pada penelitian ini aktivitas fisik contoh diukur dengan melihat nilai PAR (Physical Activity Ratio) yang diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik berupa Physical Activity Level (PAL). Aktivitas ringan adalah melakukan aktivitas dalam waktu yang lama untuk kegiatan dalam posisi berdiri, diam atau duduk tanpa disertai beban, aktivitas sedang diantaranya adalah melakukan aktivitas berdiri dalam waktu lama dengan membawa beban ringan, sedangkan aktivitas berat diantaranya adalah mencangkul, dan berjalan kaki dalam jarak yang jauh dengan beban yang berat (Nadhiroh & Suryaputra 2012). Berikut Tabel 10 yang konsumsi.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori aktivitas fisik dan densitas energi konsumsi
Aktivitas Fisik
Densitas energi konsumsi
p
Tinggi Sedang Rendah
n % n % n % Ringan 50 45,05 14 12,61 14 12,61 0.67 2 Sedang 12 10,81 3 2,70 3 2,70 Berat 6 5,41 7 6,31 2 1,80 Total 68 61,26 24 21,62 19 17,12
Dari Tabel 10 maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar contoh digolongkan memiliki aktivitas fisik ringan dan mengasup makanan dengan nilai densitas energi yang tergolong tinggi (45,05%). Hasil uji korelasi chi square tidak menunjukkan adanya hubungan antara kategori aktivitas fisik dengan nilai densitas energi konsumsi contoh. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan hubungan antara densitas energi dengan aktivitas fisik dan IMT. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara densitas energi dengan IMT pada remaja, namun tidak ada hubungan secara langsung antara densitas energi dengan aktifitas fisik (Dewi 2013).
Status Gizi
Supariasa et al. (2001) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya normal atau tidak. Banyak faktor yang berhubungan dengan status gizi seseorang baik faktor sosial ekonomi maupun bukan sosial ekonomi. Berikut merupakan penjelasan yang menjelaskan hubungan beberapa faktor dengan status gizi.
19 Uang saku
Uang saku yang relatif tinggi dapat mengakibatkan anak suka jajan yang berlebihan sehingga meningkatkan resiko mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat. Makanan jajanan anak sekolah perlu mendapat perhatian karena pada beberapa penelitian diketahui bahwa makanan jajanan masih jauh dari nilai gizi yang diharapkan dapat disumbangkan dan dikhawatirkan mempengaruhi status gizi anak. Berikut Tabel 11 yang menggambarkan sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku dan status gizi
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku dan status gizi
Uang saku
Status gizi
p Sangat
kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas
n % n % n % n % n % ≤5000 0 0 1 0,90 11 9,91 1 0,90 2 1,80 0.634 5001-15000 1 0,90 1 0,90 64 57,66 18 16,22 10 9,01 ≥15001 0 0 0 0 2 1,80 0 0 0 0 Total 1 0,90 2 1,80 77 69,37 19 17,12 12 10,81
Kebiasaan konsumsi jajanan yang kurang sehat lama kelamaan dapat berpengaruh pada status kesehatan dan juga bisa berpengaruh pada status gizi (Afandi 2012). Hal ini tidak sejalan dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari Tabel 11 sebagian besar contoh (57,66%) memiliki uang saku berada di kisaran Rp 5000,00 – Rp 15.000,00/ hari dan memiliki status gizi normal. Hasil uji korelasi chi square juga tidak menunjukkan adanya hubungan antara uang saku dan status gizi contoh pada penelitian kali ini (p>0.05).
Karakteristik keluarga
Pendidikan orang tua pada penelitian kali ini dianggap sebagai variabel karakteristik keluarga yang berhubungan dengan status gizi contoh. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimilikinya akan lebih baik. (Fikawati & Syafiq 2007). Berikut Tabel 12 yang menjelaskan sebaran pendidikan orang tua berdasarkan status gizi contoh. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori pendidikan orang tua dan status
gizi
Pendidikan orang tua
Status gizi Sangat
kurus Kurus Normal Gemuk Obese p
n % n % n % n % n % Pendidikan ayah ≤lulusan SMA 1 0,90 1 0,90 54 48,65 11 9,91 4 3,60 0.288 >Lulusan SMA 0 0 1 0,90 23 20,72 8 7,21 8 7,21 Total 1 0,90 2 1,80 77 69,37 19 17,12 12 10,81 Pendidikan ibu ≤lulusan SMA 1 0,90 2 1,80 59 53,15 13 11,71 8 7,21 0.440 >Lulusan SMA 0 0 0 0 18 16,22 6 5,41 4 3,60 Total 1 0,90 2 1,80 77 69,37 19 17,12 12 10,81
20
Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan. Terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak. Sebagian besar ibu (74,77%) merupakan lulusan kurang dari Sekolah Menengah Atas dan memiliki anak yang normal status gizinya (52,25%). Hasil uji korelasi chi square tidak menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi contoh. (p>0.05). Pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi. Namun seseorang yang berpendidikan rendah belum tentu kurang memiliki pengetahuan tentang gizi, karena meskipun berpendidikan rendah tetapi apabila orang tersebut rajin mendengarkan dan melihat informasi mengenai gizi maka pengetahuan gizinya akan lebih baik (Zuraida 2013).
Pengetahuan gizi
Cukupnya pengetahuan gizi contoh dapat berhubungan dengan tersedianya fasilitas bacaan dan fasilitas informasi yang ada di sekolah yang menunjang para contoh untuk selalu mengakses informasi terkini. Pendidikan formal merupakan faktor utama yang mempengaruhi pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga pengetahuan gizi dan kesehatan akan semakin baik. Berikut Tabel 13 yang menggambarkan sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi dan status gizi.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi dan status gizi Pengetahuan
gizi
Status gizi
p Sangat
kurang Kurang Normal Gemuk Obesitas
n % n % n % n % n % Kurang 0 0 0 0 5 4,50 0 0 1 0,90 0.047 Sedang 0 0 1 0,90 27 24,32 5 4,50 6 5,41 Baik 1 0,90 1 0,90 45 40,54 14 12,61 5 4,50 Total 1 0,90 2 1,80 77 69,37 19 17,12 12 10,81
Dapat disimpulkan dari Tabel 13 bahwa sebagian besar contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik dan memiliki status gizi yang normal (40,54%). Hasil uji korelasi chi square menunjukkan hubungan dua variabel ini (p=0.047). Prayitno (2013) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang menentukan mudah atau tidaknya dalam memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang baik diharapkan memengaruhi konsumsi makanan yang baik sehingga dapat menuju status gizi yang baik pula. Aktivitas fisik
Konsumsi berlebih bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gizi lebih. Faktor lain yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami gizi lebih adalah kurangnya aktivitas fisik. Salah satu bentuk aktifitas fisik yang dapat dilakukan di sekolah oleh anak adalah melalui pelajaran pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani inilah yang dapat memberi kesempatan contoh untuk aktif dan dalam jangka panjang dapat menjadi
21 strategi untuk mengurangi angka obesitas di masa mendatang(Carison et al.2008). Berikut Tabel 14 yang menggambarkan sebaran status gizi contoh berdasarkan aktvitas fisik yang dilakukan.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori aktivitas fisik dan status gizi Aktivitas
fisik
Status gizi
p Sangat
kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas
n % n % n % n % n % Ringan 0 0 2 1,80 57 51,35 11 9,91 8 7,21 0.440 Sedang 1 0,90 0 0 9 8,11 6 5,41 2 1,80 Berat 0 0 0 0 11 9,91 2 1,80 2 1,80 Total 1 0,90 2 1,80 77 69,37 19 17,12 12 10,81
Dapat dilihat pada Tabel 14 sebagian besar contoh memiliki status gizi normal dengan aktivitas fisik yang dilakukan tergolong aktivitas fisik ringan (51,35%). Hasil dari uji korelasi chi square dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi (p>0,05). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Carison et al.(2008). di Skotlandia bahwa tidak terdapat hubungan antara olahraga dengan IMT. Hal ini dapat terjadi contohnya seperti orang dengan tingkat olahraga yang tinggi akan memiliki massa otot yang lebih besar, hal ini dapat terlihat seperti orang tersebut obesitas padahal bukan obesitas. Densitas energi konsumsi
Konsumsi makanan dengan densitas energi yang tinggi secara berlebihan berkontribusi dalam peningkatan asupan energi total dan turut menyebabkan keseimbangan energi yang positif. Kebiasaan senang mengkonsumsi makanan dengan densitas energi yang tinggi memungkinkan tubuh memperoleh tambahan energi sehingga tanpa disadari asupan energi ke dalam tubuh melebihi kebutuhan dan dampaknya berupa bertambahnya timbunan lemak dan memudahkan terjadinya obesitas. Berikut Tabel 15 yang menggambarkan sebaran contoh berdasarkan kategori densitas energi konsumsi dan status gizi.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori densitas energi konsumsi dan status gizi Densitas energi konsumsi Status gizi p Sangat kurus
Kurus Normal Gemuk Obesitas
n % n % n % n % n % Tinggi 0 0 1 0,90 45 40,54 11 9,91 11 9,91 0.634 Sedang 1 0,90 1 0,90 17 15,32 4 3,60 1 0,90 Rendah 0 0 0 0 15 13,51 4 3,60 0 0 Total 1 0,90 2 1,80 77 69,37 19 17,12 12 10,81
Berdasarkan Tabel 15 diatas terlihat bahwa sebagian besar contoh mempunyai nilai densitas energi konsumsi tinggi namun memiliki status gizi yang normal (40,54%). Hasil uji korelasi chi square juga tidak menunjukkan hubungan antara densitas energi yang dikonsumsi dengan status gizi (p>0.05). Menurut
22
Drewnowski (2004) hal tersebut dapat terjadi dikarenakan walaupun densitas energi makanan tinggi berhubungan positif dengan total energi yang diasup dan dengan presentase energi yang berasal dari lemak, asupan densitas energi makanan yang tinggi ini belum dapat dibuktikan berkorelasi dengan kejadian overweight, hal ini bisa dikarenakan adanya faktor perancu lainnya yaitu umur dan energi ekspenditur yang dilakukan dalam sehari.
Kebiasaan sarapan
Pencapaian status gizi tiap individu berbeda beda bergantung dari perilaku makan yang dimiliki. Perilaku makan yang baik salah satunya dengan tidak melewatkan sarapan. Sarapan menjadi suatu kegiatan penting sebelum melakukan berbagai macam aktivitas pada hari tersebut dan memiliki efek jangka panjang terhadap status gizi. Melewatkan sarapan juga dapat berisiko menjadi obesitas dan memiliki gangguan kesehatan (Rampersaud 2005). Berikut Tabel 16 yang menggambarkan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan sarapan dan hubungannya dengan status gizi.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan sarapan dan status gizi Kebiasaan
sarapan
Status Gizi
p Sangat
kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas
n % n % n % n % n %
Tidak selalu 0 0 0 0 15 13,51 9 8,11 3 2,70
0.028 Selalu 1 0,90 2 1,80 62 55,86 10 9,01 9 8,11
Total 1 0,90 2 1,80 77 69,37 19 17,12 12 10,81
Sebagian besar contoh selalu melakukan kegiatan sarapan dan memiliki status gizi yang normal (55,86%). Hasil uji korelasi chi square juga menunjukkan adanya hubungan kebiasaan sarapan dengan status gizi contoh (p=0.028). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anne et al.(2006) pada siswa Sekolah Menengah Atas di sebuah distrik pedesaan bagian selatan Norwegia. Penelitian diikuti oleh 54 responden berusia 15 tahun dibagi menjadi dua kelompok terdiri dari kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberi intervensi sarapan di sekolah selama 4 bulan) dan kelompok intervensi (kelompok yang diberi intervensi sarapan di sekolah selama 4 bulan), hasilnya adalah kelompok intervensi memiliki Indeks Massa Tubuh yang lebih baik setelah diberi intervensi sarapan dibandingkan dengan kelompok control (Anne et al. 2006).
Daya Ingat Sesaat
Pengukuran daya ingat sesaat dapat dilakukan dengan dua cara (Seifort & Hoffnung 1997 dalam Kustiyah 2005) yaitu mengenali kembali (recognition memory) dan mengingat kembali (recall memory). Pada recognition memory seseorang hanya membandingkan stimulus atau isyarat yang diberikan dengan pengalaman atau pengetahuan yang sebelumnya dia peroleh. Sedangkan pada recall memory yang terjadi sebaliknya, seseorang diminta untuk mengingat kembali informasi dengan memberikan rangsangan atau isyarat tertentu. Misalnya
23 seseorang diminta untuk mengingat nomor telepon temannya tanpa melihat nomor tersebut kembali. Recall umumnya lebih sulit dibandingkan dengan recognition, akan tetapi dalam perkembangannya menunjukkan pola yang sama yaitu mengalami perubahan sesuai dengan pertambahan umur.
Metode dasar yang digunakan untuk mengukur daya ingat sesaat kali ini adalah serial recall dengan alat bantu daftar kata. Metode serial recall subyek diminta untuk mengingat kembali informasi tanpa memberikan rangsangan atau isyarat tertentu secara berurutan. Berikut Tabel 17 yang menyajikan hasil statistik dari skor daya ingat sesaat contoh.
Tabel 17 Statistik skor daya ingat sesaat contoh Statistika Skor daya ingat sesaat
Awal Akhir
Mean 5,69 5,23
Std.Deviasi 0,94 1,45
Minimum 1 1
Maximum 6 6
Tabel 17 menjelaskan bahwa nilai minimum skor daya ingat sesaat adalah 1 yang berarti contoh hanya mengingat satu kata yang benar dari 6 kata yang harus diingat contoh pada masing masing waktu pengambilan dan nilai 6 bila semua kata tersebut dijawab benar oleh contoh. Skor daya ingat sesaat contoh dibagi menjadi dua kali waktu pengambilan yaitu awal pengambilan atau DIS awal yaitu pukul 09.00 WIB dan pada akhir pengambilan atau DIS akhir yaitu pukul 11.00 WIB. Pukul 09.00 WIB dipilih sebagai representasi daya ingat sesaat pagi hari sehabis contoh melakukan sarapan sedangkan pukul 11.00 WIB dipilih sebagai waktu yang merepresentasikan daya ingat sesaat contoh diwaktu siang hari sebagai efek dari aktivitas yang sudah dilakukan contoh hampir setengah hari dan untuk melihat apakah ada efek dari konsumsi jajanan yang diasup contoh selama istirahat terhadap daya ingat sesaat contoh. Rata rata skor daya ingat sesaat contoh adalah 5,69 di awal dan 5,23 di akhir pengambilan daya ingat sesaat. Pengkategorikan daya ingat sesaat digolongkan menjadi dua yaitu daya ingat sesaat kurang bila kurang dari rata rata skor daya ingat sesaat, berlaku sebaliknya untuk pengkategorian daya ingat sesaat baik (Ohoiwutun 2012). Maka bila dilihat dari skor daya ingat sesaat awal dan akhir siswa dapat dikatakan bahwa sebagian besar contoh berada dalam daya ingat sesaat yang baik pada pengambilan awal dan akhir. Berikut Tabel 18 yang menggambarkan sebaran contoh berdasarkan daya ingat sesaat.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori daya ingat sesaat
Daya ingat sesaat Awal Akhir
N % N %
Baik 98 88,29 81 72,97
Kurang 13 11,71 30 27,03
Total 111 100 111 100
Tabel 18 menunjukkan sebagian besar contoh baik pada awal pengambilan yaitu pada pukul 09.00 (88,29%) dan pada akhir pengambilan yaitu pada pukul