• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT

KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH

DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN

WIRUDY

I14060621

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

WIRUDY. Performance of Nutritional Status, Food Consumption, Energy and Nutrients Sufficiency Level of Children in Elementary School with Food Service. Under direction of Budi Setiawan and Ikeu Ekayanti

Children were source of potentials and next fighter of nation’s ideal. Thus, they need to get chance to normally growth and develop as wide as possible (BPS 2001). This research was aimed to obtain information about performance of nutritional status, food consumption, contribution of food in school, and also sufficiency level of energy and nutrients of children of Sekolah Alam Bogor and SDIT Insantama in 2010. Data for this research was taken from research entitled

“Analysis of Food Management in Elementary School and Menu Quality of

Student in School” (Reisi Nurdiani 2010). Sekolah Alam Bogor has modus of age distribution at 11 years (43.48%) and SDIT Insantama at 10 years (40.00%).Age

distribution of both schools wasn’t significantly (p>0.05) different. Percentages of

sample in Sekolah Alam Bogor were 69.6% for male and 30.4 for female, while for SDIT Insantama were 65.7% for male and 34.3% for female. There were no significant (p>0.05) difference of both schools based on sex. Samples of both schools have modus of normal nutritional status, were 43.5% at Sekolah Alam Bogor and 51.7% at SDIT Insantama. Nutritional status of both schools, for male, students in normal category was 43.8% for Sekolah Alam Bogor and 60.9% for consumption of energy, proteins, calcium and phosphorous of SDIT Insantama were higher than Sekolah Alam Bogor; nevertheless Sekolah Alam Bogor has higher average consumption of vitamin A, vitamin C and iron than SDIT Insantama. Based on sufficiency level, sufficiency of calcium, vitamin A and vitamin C of both school was significantly (p<0.05) different, while sufficiency of energy, protein, phosphorous and iron of both school wasn’t significantly (p>0.05) different. Contribution of energy and protein of food from school food service in both school were about 30% of average energy and protein requirement of elementary school children.

(3)

RINGKASAN

WIRUDY. Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN DAN IKEU EKAYANTI.

Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005). Pada saat ini di sudah muncul beberapa sekolah di Indonesia yang telah menyadari hal tersebut, sehingga mereka menyediakan program penyelenggaraan makanan di sekolah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui keragaan status gizi, konsumsi pangan, kontribusi energi dan zat gizi pada makanan yang dikonsumsi di sekolah dan di rumah, dan mengetahui tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak yang bersekolah di Sekolah Alam Bogor dan SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Insantama pada tahun 2010. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: 1) Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin, 2) Menganalisis status gizi contoh, 3) Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh, 4) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh, 5) Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan.

Desain penelitian ini yaitu cross-sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di

Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp pada tahun 2010. Penelitian ini

mengkhususkan pada sekolah dengan penyelenggaraan makanan SPM yaitu Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama dengan 58 responden. Pengolahan dan analisis data sekunder meliputi coding dan cleaning data kemudian data ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17.0 for Windows.

Contoh dalam penelitian ini berusia antara 9 sampai 12 tahun. Sekolah Alam Bogor sebaran usia didominasi oleh usia 11 tahun, yaitu sebesar 43,48% dan pada SDIT Insantama didominasi oleh usia 10 tahun, yaitu sebesar 40,00%. Berdasarkan uji beda t sebaran usia berdasarkan kedua sekolah tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05). Baik Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Persentase contoh pada Sekolah Alam Bogor untuk laki-laki 69,6% dan perempuan 30,4%, sedangkan pada SDIT Insantama persentase untuk laki-laki 65,7% dan perempuan 34,3%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah tersebut berdasarkan jenis kelamin (p>0.05). Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi Departemen Kesehatan (2011). Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang normal baik pada Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama. Persentase kategori normal pada Sekolah Alam Bogor sebesar 43.5% dan pada SDIT Insantama sebesar 51.7%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan status gizinya (p>0.05).

(4)

normal kembali mendominasi, dimana Sekolah Alam Bogor memiliki persentase sebesar 42.9% dan SDIT Insantama memiliki persentase sebesar 47.4%, sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan jenis kelamin perempuan (p>0.05).

Pada pengelompokkan jenis pangan berdasarkan pola pangan harapan (PPH), pangan jenis padi-padian serta pangan hewani mendominasi keragaman dan jumlah yang dikonsumsi, sedangkan pangan kelompok buah-buahan menjadi jenis pangan yang paling sedikit keragamannya.

Tingkat kecukupan energi di kedua sekolah didominasi oleh tingkat kecukupan normal. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 47.8% dan SDIT Insantama memiliki persentase 48.6% pada klasifikasi normal. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase yang besar pada tingkat kecukupan protein yang normal, yaitu sebesar 47.8%. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase terbesar pada tingkat kecukupan protein berlebih, yaitu sebesar 42.9%. Sekolah Alam Bogor mengalami tingkat kecukupan kalsium kategori cukup sebesar 69.6% dan kurang sebesar 30.4%, sehingga kategori cukup mendominasi pada sekolah ini. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang keseluruhan contoh pada sekolah tersebut mengalami tingkat kecukupan kalsium yang normal.

Pada tingkat kecukupan fosfor, Sekolah Alam Bogor memiliki persentase terbesar pada kategori kurang, yaitu 56.3%, sedangkan pada SDIT Insantama memiliki persentase terbesar pada kategori cukup, yaitu sebesar 51.4%. Hasil uji beda menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor. Kedua sekolah memiliki tingkat kecukupan zat besi kategori cukup. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 82.6% dan SDIT Insantama memiliki persentase 77.1%, dan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan besinya (p>0.05).

(5)

KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT

KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH

DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN

WIRUDY

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi

Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul : Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan

energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan

penyelenggaraan makanan Nama : Wirudy

NIM : I14060621

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes. NIP. 19621218 198703 1 001 NIP. 19660725 199002 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Selain itu, shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu

menjadi teladan bagi kita semua. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan jazakumulloh khoiron katsiro kepada:

1. Mamah dan Bapak yang sabar dan selalu memberikan dukungan, doa dan dorongan semangat selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir.

2. Dr. Ir. Budi Setiawan,MS dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti,M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya,

memberikan arahan, kritik dan banyak dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Tiurma Sinaga,BSc MFSA selaku pemandu seminar dan penguji ujian

akhir skripsi atas segala masukan yang telah diberikan.

4. Reisi Nurdiani,SP,MS atas bantuan, saran dan dukungan sehingga data

penelitiannya dapat penulis gunakan.

5. Dr. Ir. Lilik Kustiyah MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing dan memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.

6. Sarah Sahsroshiam sebagai istri yang telah menemani penulisan skripsi ini

dengan berbagai masukan dan semangat yang diberikan, serta Zaid yang menjadi pengobat rasa lelah ketika penyusunan skripsi ini.

7. Zulfa Wildan dan Mas Dewo atas dukungan yang tidak ternilai ketika penyusunan skripsi ini dilakukan.

8. Teman-teman gizi masyarakat angkatan 43 yang telah memberikan

kenangan dan persahabatan yang tidak terlupakan.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan

dan dukungan selama penyusunan berlangsung.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan

dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2013

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1988 di Daerah Khusus Ibu

Kota (DKI) Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Oey Cun Tong dan Ibu Dariyem. Tahun 2000 penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 16 Pagi Jakarta dan melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMPN 249 Jakarta hingga tahun 2003.

Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMAN 33 Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Pada bulan Juli 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada tahun keduanya di IPB tepatnya pada bulan Agustus 2007, penulis diterima

sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah IPB, Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus IPB (FSLDKI), Bimbingan Remaja dan

Anak (BIRENA), serta Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (FORSIA). Penulis juga ikut dalam berbagai kepanitiaan seperti MPF (Masa Perkenalan

Fakultas), MPD (Masa Perkenalan Departemen), serta kegiatan-kegiatan lain yang diselenggarakan oleh organisasi yang pernah penulis ikuti.

Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. Penulis pernah juga

mengikuti program Internship Dietetik dengan topik “Proses Asuhan Gizi pada Kasus Penyakit Dalam, Kasus Bedah, dan Penyakit Anak” pada tahun 2010 di

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Anak Sekolah Dasar ... 4

Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun) ... 5

Pemberian Makanan di Sekolah ... 5

Kebiasaan Makan ... 6

Penilaian Konsumsi Pangan ... 6

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ... 7

Status Gizi ... 12

Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODOLOGI ... 18

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 18

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Keadaan Umum Sekolah Dasar ... 23

Karakteristik Contoh ... 26

Status Gizi ... 27

Jumlah dan Jenis Pangan ... 29

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 36

Kontribusi Energi dan Protein dari Penyelenggaraan Makanan ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 20

2 Sebaran contoh berdasarkan usia ... 26

3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 27

4 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ... 28

5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi ... 28

6 Jumlah dan nama makanan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ... 30

7 Jumlah dan nama makanan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ... 31

8 Jumlah dan nama makanan jenis pangan hewani dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ... 32

9 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok kacang-kacangan dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ... 33

10 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok buah dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ... 34

11 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok sayur dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ... 35

12 Jumlah dan nama makanan jenis pangan kelompok lainnya dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ... 36

13 Rata-Rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi Contoh ... 37

14 Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh ... 37

15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi ... 38

16 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein ... 39

17 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Kalsium ... 40

18 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor (P) ... 41

19 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat Besi (Fe) . 42 20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A... 42

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat

kecukupan energi dan zat gizi, serta kontribusi energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelengaaran makanan ... 17

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Usia ... 51

2 Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Jenis Kelamin .. 52

3 Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Status Gizi Contoh ... 53

4 Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 54

5 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Padi-Padian dan Olahannya ... 56

6 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Umbi-Umbian dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ... 58

7 Jumlah dan Nama Makananan Jenis Pangan Kelompok Pangan Hewani dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ... 58

8 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Kacang-Kacangan dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ... 61

9 Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Buah dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ... 61

10 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Sayur dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ... 62

11 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Lainnya yang

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan

penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh

lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005).

Bagi Indonesia, kesepakatan untuk memperhatikan anak merupakan

upaya yang secara falsafah terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Kebijaksanaan ini tersurat dan tersirat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara

sebagai hakekat pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Upaya mewujudkan manusia Indonesia

berkualitas harus dilakukan dengan memperhatikan keadaaan manusia sejak usia dini, yaitu sejak masa kanak-kanak. Anak merupakan sumber potensi dan

penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar (BPS 2001).

Masalah gizi dapat berupa gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi kurang yang ditemukan pada kelompok usia sekolah dapat mengakibatkan

gangguan pertumbuhan yaitu bentuk tubuh kurang baik, mudah letih dan mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi serta anemia (Depkes 1994).

Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi energi karena

energi yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan masukan energi. Terjadinya perubahan pola makan dari pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi

serat dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat dan tinggi lemak juga mendukung terjadinya gizi lebih (Almatsier

2003).

Sementara itu, gizi lebih pada anak umumnya dapat diartikan sebagai

berat badan (BB) yang relatif berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya. Gizi lebih dengan derajat kelebihan yang berat disebut

obesitas (Samsudin 1994). Keadaan ini terjadi sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Gizi lebih atau

obesitas pada anak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Menurut Samsudin (1994), gizi lebih pada umumnya disebabkan oleh suplai energi

(16)

berenergi tinggi dan rendah serat, defisiensi aktivitas fisik, pengetahuan tentang

nilai gizi yang kurang serta faktor genetik.

Berdasarkan laporan nasional Riskesdas tahun 2007, status gizi penduduk umur 6-14 tahun dapat dilihat berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Menurut standar WHO 2007, secara nasional

prevalensi kurus adalah 13,3% pada laki-laki dan 10,9% pada perempuan. Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Kurus

mengindikasikan gizi kurang, sedangkan berat badan lebih mengindikasikan gizi lebih. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 untuk provinsi Jawa Barat prevalensi

kurus pada laki-laki adalah 10,9% dan 8,3% pada perempuan. Selain itu, prevalensi BB lebih pada anak laki-laki adalah 7,4% dan 4,6% pada perempuan.

Hal ini menunjukkan nilai yang mendekati prevalensi nasional untuk kriteria kurus dan BB lebih di Indonesia (Depkes 2009).

Penyelenggaraan makan di sekolah bagi semua murid merupakan praktik yang telah diterima di sebagian besar negara maju. Penyelenggaraan makan di negara maju bertujuan untuk mendukung pencegahan obesitas dimana 3 dari 5

murid menderita obesitas. Berbeda halnya dengan tujuan penyelenggaraan makan di negara berkembang, selain untuk mencegah terjadinya obesitas juga

untuk mengatasi masalah gizi kurang (Synder et al. 1999).

Menurut Riyadi (2006) berbagai penelitian menunjukkan bahwa

pemberian makanan tambahan pada anak sekolah dapat memperbaiki prestasi di sekolah, baik anak-anak di negara berkembang maupun anak-anak di negara

maju. Anak-anak yang lapar pada saat sekolah tidak dapat berkonsentrasi dan melakukan tugas-tugas yang kompleks, meskipun keadaan gizi mereka baik.

Menurut Depkes (2005), pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat sesuai dengan

Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan. Perbaikan gizi institusi merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat. Menurut Yulianti dan

Santoso (1995) penyelenggaraan makan di sekolah bertujuan untuk memperbaiki status gizi terutama bagi anak sekolah yang tidak sempat sarapan

dan tidak membawa bekal, memperbaiki prestasi akademis, sebagai bahan pendidikan gizi untuk anak sekolah serta membiasakan memilih makanan bergizi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti keragaan status gizi,

(17)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum:

Mengetahui keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan

makanan.

Tujuan Khusus:

1. Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin. 2. Menganalisis status gizi contoh.

3. Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh berdasarkan pendekatan kelompok PPH.

4. Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh.

5. Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keragaan status gizi, konsumsi pangan, serta tingkat kecukupan energi dan zart

gizi anak sekolah dasar di Kota Bogor. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak terkait khususnya pihak sekolah, orang tua dan pemerintah untuk menetapkan kebijakan atau strategi yang tepat bagi perbaikan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah Dasar

Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah

dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal

seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya.

Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap

makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan

(Komalasari 1991). Pertiwi (1998) menyebutkan bahwa pada usia ini ketergantungan kepada ibu mengenai makanannya mulai berkurang. Mereka mulai mengenal lingkungan lain di luar keluarganya dan lebih banyak

menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka jenis dan bentuk makanan, baik yang dijual di sekitar sekolah maupun

lingkungan bermainnya.

Pada periode usia sekolah ini terjadi perkembangan sosialisasi yang

menonjol pada anak. Diantaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah

memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia anak sekolah terjadi perkembangan

intelegensi, minat, emosi, dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek itulah yang membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005).

Menurut Hurlock (1991), aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam

kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, berjalan,

melompat, melempar, dan lain-lain. Dengan melakukan berbagai macam aktivitas fisik, kemampuan motorik anak akan semakin bertambah. Stassen (1980) juga menyatakan bahwa anak sekolah yang banyak melakukan aktivitas

fisik akan mempunyai kecakapan motorik yang lebih baik seperti berlari dengan cepat, melompat sangat tinggi dan melempar lebih jauh dibandingkan dengan

anak yang kurang melakukan aktivitas fisik.

Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) anak

(19)

majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat,

pengetahuan, tujuan, dan aksi yang meningkat.

Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun)

Karakteristik anak usia sekolah, antara lain gigi susu yang tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen, lebih aktif dalam memilih makanan

yang disukai. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhan lebih cepat, terutama

penambahan tinggi badan serta anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik, misalnya berolahraga, bermain, atau membantu orang tua (RSCM & Persagi

1990).

Anak usia sekolah biasanya mempunyai lebih banyak perhatian dari

aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi (sarapan) perlu diperhatikan, untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih

mudah menerima pelajaran. Anak usia sekolah telah mempunyai daya tahan yang cukup terhadap berbagai penyakit (RSCM & Persagi 1990).

Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut Moehji

(1980) adalah: a) anak dalam usia ini sudah memilih dan menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih.

Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi, b) kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan. Hal ini lebih

dipengaruhi oleh teman meskipun keluarga juga ikut berpengaruh, c) anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah, sehingga

sampai di rumah kurang nafsu makan. Pilihan terhadap makanan kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh teman, orangtua, dan juga media massa melalui

iklan/reklame.

Pemberian Makanan di Sekolah

Pemberian makanan di sekolah (school-feeding) merupakan tindakan umum yang bisa dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan gizi anak sekolah.

Praktik penyelenggaraan makanan di sekolah ini sudah lama dan sudah banyak diselenggarakan di negara-negara baik di Eropa maupun di Asia. Untuk

masing-masing negara baik bentuk maupun cara penyelenggaraan makanan di sekolah ini berbeda-beda (Moehji 1980).

Nilai kalori dalam suatu hidangan sekolah seyogyanya sebesar 900 kalori

(20)

mengandung 700 kalori sudah mencukupi kebutuhan bagi kondisi di daerah

tropik (Nicholls 1976).

Kebiasaan makan

Menurut Riyadi (2006) kebiasaan makan adalah cara-cara yang dipakai orang pada umumnya untuk memilih bahan makanan yang mereka makan

sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, kebudayaan dan sosial. Selain itu, menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan

dengan makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara-cara memilih

bahan makanan.

Kebiasaan makan pada anak usia sekolah bergantung pada kehidupan

sosial di sekolah. Anak usia sekolah cenderung lebih menyukai makan secara bersamaan dengan teman sekolahnya. Kadang-kadang anak malas makan di

rumah, hal ini disebabkan akibat stres atau sakit (Hidayat 2004).

Membentuk pola makan yang baik untuk seorang anak menuntut kesabaran seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak-anak sering kali mengalami

fase sulit makan. Kalau masalah makan ini berkepanjangan makan dapat mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk

dalam tubuhnya kurang. Solusi dari masalah makan yang terjadi pada anak-anak antara lain, awali makan dengan porsi kecil, apabila porsi kecil sudah dihabiskan,

orang tua bisa menawarkan kepada anak untuk ditambah kembali. Ketika anak sedang makan, orang tua jangan terlalu banyak memberi nasihat. Selain itu,

suasana makan haruslah menyenangkan. Anak-anak seyogyanya diberi kesempatan untuk memilih makanan sendiri yang disukai dengan pengawasan

seperlunya dari orang tua. Kewajiban orang tua adalah menjamin hak anak-anak untuk memperoleh makanan secara cukup dan berkualitas. Dengan disertai pola

asuh yang baik, anak-anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi generasi yang sehat dan cerdas (Khomsan 2004).

Penilaian Konsumsi Pangan

Menurut Supariasa et al. (2001) penilaian konsumsi pangan dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Penilaian konsumsi pangan secara kuantitatif dihitung jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi, sedangkan penilaian konsumsi pangan secara kualitatif dengan

(21)

pengukuran konsumsi makanan individu secara kuantitatif, yaitu metode recall 24

jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan, metode

dietary history dan metode frekuensi makanan.

Metode recall merupakan salah satu metode yang sering dipakai dalam penilaian konsumsi pangan. Dalam metode ini, responden diminta untuk

mengingat semua makanan yang telah dimakan, biasanya makanan sehari atau 24 jam yang lalu. Responden diminta untuk mengingat jenis masakan yang

dimakan dalam bentuk masak (kecuali untuk makanan-makanan tertentu yang biasa dikonsumsi dalam bentuk segar dan mentah) dalam ukuran rumah tangga

(URT) misalnya gelas, mangkuk, sendok makan dan sebagainya. Untuk membantu mengestimasi jumlah makanan yang dimakan, deskripsikan dan

identifikasi secara tepat setiap jenis pangan dengan menggunakan ukuran porsi, food models, atau foto pangan. Penggaris dapat digunakan untuk mengestimasi

ukuran pangan. Kuesioner yang terstruktur digunakan sebagai panduan pengisian data. Responden biasanya merangkap sebagai sasaran dalam penelitian. Namun, jika sasaran penelitian anak-anak, maka yang menjadi

responden adalah ibunya atau seseorang yang cenderung mengetahui apa saja

yang dimakan oleh anaknya (Sa’diyah dan Kusharto 2007).

Metode Recall ini memiliki banyak kelebihan. Menurut Supariasa et al. (2001), kelebihan metode recall yaitu 1) mudah melaksanakannya dan tidak

terlalu membebani responden; 2) biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara; 3) cepat sehingga

dapat mencakup banyak responden; 4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intak zat gizi sehari.

Selain itu, metode ini juga mempunyai kekurangan seperti, 1) tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan food recall

satu hari; 2) ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden.

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah

Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi,

mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu, misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok

(22)

Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat

gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat.

Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu,

jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal,

pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan usia lanjut (Hardinsyah et al 2002).

Energi

Energi dalam tubuh manusia dapat dihasilkan karena adanya

pembakaran karbohidrat, protein,dan lemak sehingga manusia memerlukan makanan yang cukup bagi tubuhnya (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Energi

yang diperlukan dari energi potensial yang tersimpan dalam pangan yang berupa energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu terjadi pembakaran ikatan kimia dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi diukur dalam satuan kalori

(Karsin 2004).

Energi yang diperlukan berdasarkan peningkatan aktivitas fisik,

meningkatkan kebutuhan kalori karena tidak hanya untuk perkembangan dan pertumbuhan. Energi yang diperlukan anak usia sekolah sangat beragam, oleh

karena itu penting mengetahui tinggi dan berat badannya tiap bulan untuk menentukan kebutuhan energinya (Endres at al 2004).

Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi

seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang

memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Almatsier (2003) menyatakan pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu

menyesuaikan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru.

Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda

(23)

sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak

(RSCM & Persagi 1990).

Protein

Istilah protein berasal dari bahasa Yunani, didefinisikan sebagai senyawa dalam pangan yang mengandung nitrogen dan merupakan suatu yang sangat

penting bagi berfungsinya tubuh, yang tanpa senyawa ini kehidupan tidak mungkin terjadi (Riyadi 2006). Menurut Hartono (2006) protein terbentuk dari

asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan peptida. Dimana fungsi protein diantaranya yaitu membangun jaringan tubuh baru, memperbaiki jaringan tubuh,

menghasilkan senyawa esensial, mengatur tekanan osmotik, mengatur keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, menghasilkan energi.

Almatsier (2003) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan,

pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi.

Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan antara protein hewani dan

protein nabati. Sumber protein antara lain daging, dan organ-organ dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru-paru, jantung dan jeroan (babat, usus halus, dan usus

besar). Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi. Ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik

karena mengandung sedikit lemak (Nilawati 2008).

Kecukupan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis

kelamin dan umur. Pada umumnya kecukupan protein pria sedikit lebih tinggi dibanding wanita (Hardinsyah & Martianto 1992). Kecukupan protein bayi dan

anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kecukupan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu

protein, semakin rendah angka kecukupan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial.

Kecukupan protein yang diperlukan oleh anak umur 10-18 tahun adalah 1-1,5 g/kg BB (RSCM & Persagi 1990).

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan

(24)

Sumber utama karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) dan

hanya sedikit yang berasal dari hewani. Karbohidrat merupakan salah satu

sumber energi di dalam tubuh manusia. Dari tiga sumber energi utama (yaitu karbohidrat, lemak, protein), karbohidrat merupakan sumber energi yang paling murah. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna memberikan volume kepada isi

usus. Rangsangan mekanis yang terjadi melancarkan gerak makanan melalui saluran pencernaan dan memudahkan pembuangan tinja (Nilawati 2008).

Lemak

Lemak dalam makanan biasanya juga disebut lipid. Lipid seperti halnya

karbohidrat juga mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Menurut Hartono (2006) lemak dan minyak merupakan nutrien kedua yang digunakan

sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi.

Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani.

Lemak nabati berasal dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak hewani berasal dari binatang, termasuk ikan, telur, dan susu. Fungsi lemak dalam makanan memberikan rasa gurih, memberikan kualitas renyah, terutama

makanan yang digoreng, memberi kandungan kalori yang tinggi dan memberikan sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar. Di dalam tubuh, lemak berfungsi

sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun di tempat-tempat tertentu (Sediaoetama 2006).

Vitamin A

Vitamin adalah campuran organik yang seharusnya disediakan oleh

bahan makanan. Walaupun sangat penting bagi kesehatan dan pertumbuhan yang normal, namun jumlah vitamin yang diperlukan tubuh adalah sedikit. Bahan

tersebut biasanya ditemukan dalam jumlah pangan yang sedikit pula. Beberapa diantara vitamin tersebut adalah lemak, lainnya dalam air, karena itu vitamin

dapat digolongkan sebagai vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air (Suhardjo 1986).

Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau

sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein (Almatsier 2003).

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A

(25)

aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retina (aldehida), dan asam retinoat (bentuk

asam). Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan

terhadap asam dan oksidasi (Almatsier 2003).

Vitamin A memiliki bentuk ester yang disebut karoten. Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan

nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning banyak mengandung karoten. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten. Berbagai

makanan hewani seperti susu, keju dan kuning telur, hati dan ikan yang tinggi kandungan lemaknya merupakan sumber utama bagi retinol (Winarno 1992).

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah

terkena infeksi. Defisiensi vitamin A dapat menghambat mobilisasi zat besi dan menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi

selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005). Angka kecukupan yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 600 μg RE per hari (WKNPG 2004).

Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin yang larut air dan berperan dalam

pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam, tulang, dentin, dan

vascular endotelium. Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan

hidroksilisin. Kedua senyawa ini berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi sehingga berperan sebagai

aktioksidan. Salah satu dampak kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan dan anemia (Winarno 1992).

Sumber utama vitamin C dalam makanan terdapat pada buah dan sayuran segar yang berkontribusi memenuhi kebutuhan vitamin C hingga 90%

(Gibson 2005). Menurut Almatsier (2003), vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu buah terutama yang memiliki rasa asam

seperti jeruk dan tomat. Selain dalam buah, vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. Berdasarkan WKNPG (2004), angka kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun

(26)

Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh.

Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Hanya sedikit sekali (1%) berada dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam

banyak peran metabolisme dan pengaturan. Walaupun demikian, keberadaan itu mutlak, jika tidak, tubuh akan melepaskan kalsium dari tulang ataupun gigi untuk

memenuhi kebutuhannya (WKNPG 2004).

Air

Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body

mass). Angka ini lebih besar untuk anak-anak. Pada proses menua manusia kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan,

sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kandungan air tubuh relatif berbeda antarmanusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh yang mengandung relatif lebih banyak otot mengandung lebih banyak air,

sehingga kandungan air atlet lebih banyak daripada nonatlet, kandungan air pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan kandungan air pada anak

muda lebih banyak daripada orang tua (Almatsier 2003).

Menurut Almatsier (2003), air mempunyai berbagai fungsi dalam proses

vital tubuh. Fungsi air yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau

sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absobrsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat

diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status

gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006).

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan

secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin (Almatsier 2003). Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar (2001), penilaian

(27)

menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survey

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, Bakri, & Fajar 2001). Menurut Hartono (2006) penggunaan pengukuran antropometri,

khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa

pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup indeks massa tubuh (IMT).

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat

pada jaringan epitel (supervicial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti

kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara

cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan

melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan

bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih

banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi

(28)

kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan

adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar

Kecepatan pertumbuhan anak di rentang usia ini merupakan kecepatan genetis masing-masing anak, yang juga dipengaruhi faktor lingkungan, terutama

makanan. Di sisi lain, sebagian besar waktu anak usia ini banyak dimanfaatkan dengan aktivitas di luar rumah, yakni sekitar 3-6 jam di sekolah, beberapa jam

untuk bermain, berolahraga dan sebagainya, sehingga anak memerlukan energi lebih banyak. Waktu yang lebih banyak digunakan bersama teman ini dapat

mempengaruhi jadwal makan anak, bahkan terhadap pola makannya. Belum lagi karena pola makan salah di umur sebelumnyayang masih terbawa di usia ini.

Akibatnya, anak kurang mendapatkan pola makan bergizi seimbang dan aman, sehingga berdampak pada berat badan (BB) yang rendah karena gizi kurang dan

sering sakit. Bisa pula terjadi akibat asupan energi berlebih, selalu makan dan minum yang padat energi, sehingga anak mengalami masalah obesitas (kegemukan). Dengan adanya masalah-masalah tersebut, penting bagi orangtua

untuk memperhatikan gizi seimbang di umur ini. Gizi yang baik pada anak usia sekolah akan menjadi landasan bagi status gizi, kesehatan dan stamina yang

optimal pada usia selanjutnya. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain, 1) membiasakan sarapan (makan pagi), 2) memperbanyak konsumsi sayur dan

buah, 3) mengurangi makanan padat energi yang tinggi lemak, bergula dan asin, 4) meningkatkan aktivitas fisik, 5) mengurangi kegiatan santai, 6) memantau

berat badan, 7) membiasakan memilih makanan jajanan yang aman, 8) minum air minimal 2 liter sehari, 9) bila perlu, membawa tempat minum sehingga air

putih selalu tersedia (Kurniasih dkk 2010).

Jajanan yang aman

Banyak makanan jajanan anak sekolah tercemar mikroba atau kuman dan bahan kimia berbahaya, terutama zat pewarna bukan untuk makanan. Oleh

karena itu, orangtua dan guru perlu mengajak anak sekolah agar membeli jajanan yang sehat. Anak usia sekolah dapat diajarkan untuk memilih jajanan

sehat. Berikut beberapa tipsnya: 1) memilih makanan yag tertutup rapat, tidak berbau/berasa asam dan tidak berlendir, 2) memilih makanan yang berwarna tidak mencolok karena dikhawatirkan mengandung bahan pewarna bukan untuk

(29)

membahayakan, 4) menghindari gorengan dengan permukaan putih. Minyak

goreng yang digunakan kemungkinan telah dicampur plastik yang dapat

membahayakan, 5) menghindari makanan berbungkus koran atau kertas dengan tinta pada bagian dalam bungkus. Zat kimia pada tinta koran/kertas dapat meracuni makanan, 6) bila membeli makanan panas, dibungkus dengan plastik

putih, bukan dengan plastik kresek atau dari bahan beling, 7) memperhatikan makanan/minuman yang dikemas dengan menggunakan staples. Jika tidak

hari-hati, staples dikhawatirkan akan tertelan bersama makanan, dan 8) memperhatikan kandungan gizi dan tanggal kedaluwarsa pada makanan

(30)

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam

tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi

kebutuhan. Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup

sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan

fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus

mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk

aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al 2002).

Tingkat kecukupan gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang.

Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kebutuhan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada

seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Kekurangan atau

kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto

1992).

Konsumsi makanan anak usia sekolah dasar (SD), pada umumnya

diperoleh dari konsumsi anak saat berada di rumah dan atau di lingkungan sekolah. Makanan yang dimakan ketika berada di rumah dapat berupa makanan yang dimasak dan disediakan di rumah maupun makanan jajanan. Makanan

yang dimakan ketika berada di lingkungan sekolah dapat berasal dari bekal sekolah, katering (school feeding/penyelenggaraan makan), dan atau makanan

jajanan yang dibeli di kantin sekolah, warung atau penjual kaki lima (PKL).

Total konsumsi sehari anak usia sekolah diperoleh dari konsumsi makan

(31)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang dianalisis

: Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1. Kerangka pemikiran keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta kontribusi energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelengaaran makanan

Karakteristik Sosek Keluarga

Penyelenggaraan makan di Sekolah

Karakteristik Siswa -Umur

-Jenis Kelamin -Berat Badan

-Tinggi Badan

Jumlah dan Jenis Pangan

(Pendekatan kelompok PPH)

Intik Energi dan Zat Gizi Angka Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Status Gizi

(32)

METODOLOGI

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “Analisis

Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di

Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp. Penelitian dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Pemilihan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara purposif dengan pertimbangan (1) keberadaan

penyelenggara makanan, (2) bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dan (3) kemudahan untuk diakses dari segi lokasi maupun perizinan. Berdasarkan

pertimbangan tersebut sekolah dasar yang terpilih terdiri dari dua jenis sekolah, yaitu sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan (SPM) dan sekolah

dasar tanpa penyelenggaraan makan (STPM). Namun pada skripsi ini hanya menggunakan data dari sekolah dasar dengan penyelenggaraan makan (SPM) dengan latar belakang yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 sampai Maret 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Pemilihan sekolah dasar sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan data sekolah dasar di Kota Bogor dari Dinas Pendidikan

Kota Bogor. Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar di Kota Bogor yang berjumlah 307 sekolah (MI tidak termasuk). Berdasarkan data tersebut

dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu SPM dan STPM. Selanjutnya berdasarkan data tersebut dan pertimbangan yang telah ditentukan sebelumnya,

penelitian dilakukan di 2 SD yang terdiri atas Sekolah Dasar Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama (SDIT IT) yang merupakan kelompok SPM. Kerangka pemilihan lokasi disajikan pada gambar berikut:

(33)

Sampel pada SPM terdiri atas siswa/siswi kelas 4 dan 5 yang merupakan

peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah). Pada SPM,

kelas pararel terpilih ditentukan berdasarkan jumlah siswa peserta katering sekolah terbanyak. Siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 4 dan 5 dengan pertimbangan kemampuan menjawab dan keakuratan jawaban yang

diberikan.

Pada kelompok SPM diperoleh 58 sampel siswa yang memenuhi

persyaratan. Sekolah Alam Bogor terdiri dari 23 sampel dan SDIT Insantama terdiri dari 35 sampel.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh

dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah

Dasar serta Kualitas Menu Siswa di Sekolah” yang dilakukan oleh (Reisi Nurdiani 2010). Dalam penelitian tersebut, data diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung dengan siswa. Data juga dikumpulkan dari pihak sekolah antara lain struktur organisasi sekolah,

profil/gambaran umum sekolah, dan data-data umum siswa (data orang tua, nilai dan kehadiran), sedangkan data yang dikumpulkan dari katering sekolah adalah

struktur organisasi katering, profil/gambaran umum katering, denah dapur/ruang pengolahan, serta daftar menu dan siklus menu.

Namun pada penelitian ini tidak digunakan semua data tersebut. Penelitian ini hanya menggunakan data yang meliputi karakteristik sampel (umur,

jenis kelamin), konsumsi pangan, penyelenggaraan makanan, daya terima, berat badan dan tinggi badan. Untuk lebih jelasnya, jenis dan cara pengambilan data

(34)

Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Cara pengumpulan data

1. Karakteristik siswa BB: penimbangan menggunakan timbangan digital dengan

ketelitian 0,1 kg

TB: pengukuran menggunakan

microtoise dengan ketelitian 0,1 cm

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di

Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp. Akan diolah dan dianalisa

melalui beberapa tahap yaitu coding dan cleaning data kemudian data ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS

14.0 for windows. Cleaning data dilakukan terhadap data yang tidak lengkap. Data konsumsi pangan dikonversi ke dalam energi dan zat gizi dengan

menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan Daftar Kandungan Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut

(Hardinsyah & Briawan 1994):

Keterangan:

= Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

= Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

= Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan

= Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)

Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks

(35)

ke dalam 5 kelompok yaitu sangat kurus (< -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z-score <-2

SD), Normal (-2 SD< z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD < z-score ≤ +2 SD), dan

obesitas (>+2SD) (Depkes 2011). Hasil perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan referensi pada umur yang sama dengan anak yang dinilai status gizinya. Perhitungan IMT adalah berdasarkan rumus di bawah ini:

Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi makanan

jajanan adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Keterangan:

= Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat B (g)

= Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

= Berat makanan j yang tercantum dalam tabel DKGJ

= Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat (Tabel DKGJ)

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), konsumsi makanan pada tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan ke dalam bentuk energi,

protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari. Rasio energi dan zat gizi terhadap kecukupan yang dianjurkan menggambarkan tingkat kecukupan

individu. Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan energi dihitung dengan membandingkan jumlah energi yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi

contoh. Perhitungan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada rumus berikut:

(36)

Definisi Operasional

Usia: lamanya waktu hidup sejak lahir dihitung berdasarkan selisih tanggal, bulan, dan tahun saat penelitian.

Berat Badan: massa tubuh dalam satuan kilogram yang meliputi lemak, otot, tulang, cairan tubuh dan lain-lain.

Tinggi Badan: pengukuran tinggi badan anak dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan.

Status Gizi: keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat

gizi makanan yang ditentukan berdasarkan indeks berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan.

Konsumsi Makanan di Rumah: jumlah dan jenis energi dan zat gizi lainnya yang dikonsumsi di rumah diukur berdasarkan data konsumsi 2x24 jam.

Konsumsi Makanan di sekolah: jumlah dan jenis energi dan zat gizi lainnya yang dikonsumsi di sekolah diukur berdasarkan data konsumsi 2x24 jam dan data food weighing.

Makanan di rumah: makanan yang disiapkan dan disediakan di rumah, dapat berupa makanan utama maupun selingan.

Makanan dari PM (Penyelenggaraan Makanan): makanan yang disediakan oleh pihak sekolah yang mengadakan penyelenggaraan makan di sekolah,

berupa makan utama atau makan siang.

Bekal dari rumah: makanan yang dibawa dari rumah sebagai bekal sekolah, dapat berupa makanan utama maupun makanan jajanan.

Makanan jajanan: makanan yang siap dimakan dan diminum yang biasanya diperoleh dengan membeli baik yang dilakukan oleh anak sendiri maupun ibu yang terdiri dari makanan lengkap, makanan kudapan/snacks, minuman dan

buah-buahan.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Sekolah Dasar

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas menu Siswa di

Sekolah” (Reisi Nurdiani 2010). Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Namun pada skripsi ini hanya menggunakan

data dari sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan (SPM), yaitu Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama.

SD Sekolah Alam Bogor (SAB)

Sekolah Alam Bogor adalah salah satu sekolah yang dikembangkan dengan metode pembelajaran yang berbeda dengan metode sekolah dasar negeri ataupun swasta. Konsep Sekolah Alam Bogor mengintegrasikan tiga pilar

pendidikan yang diyakini menjadi faktor kunci keunggulan manusia, yaitu pilar iman, ilmu, dan kepemimpinan. Karena itu, kurikulum Sekolah Alam Bogor bukan

hanya menekankan pada tercapainya tujuan akademik (kurikulum Diknas), melainkan juga mengembangkan kurikulum non akademis khas sekolah alam

bogor. Sekolah Alam Bogor bertekad menjadi sekolah percontohan tingkat nasional yang mengimplementasikan model pembelajaran terintegrasi berbasis

alam dan potensi lokal.

Sekolah Alam Bogor didirikan pada tahun 2002 oleh Yayasan Progress

Insani. Pada awalnya sekolah ini bernama TK Alam Lembah Parigi dan hanya membuka layanan pendidikan program Taman Kanak-kanak dan kelompok

Bermain (Playgroup). Lokasi sekolah terletak di jalan Arzimar II No. 16B Kelurahan Tegalgundil Kota Bogor. Pada tahun 2004, seiring dengan

pertumbuhan sekolah, lokasi sekolah dipindahkan ke lokasi baru seluas 5000 m2 yang terletak di jalan Pangeran Ash-Shogiri 150 kelurahan Tanah Baru Kota Bogor. Nama sekolah diubah menjadi Sekolah Alam Bogor (SAB). Setahun

berikutnya, Sekolah Alam Bogor membuka layanan pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (special needs) dalam wadah program Learning Support

Center (LSC). Sekolah Alam Bogor memperoleh izin operasional dari Dinas Pendidikan Kota Bogor pada tahun 2005 dan terakreditasi pada tahun 2008.

(38)

Sekolah Alam Bogor memiliki 3 program yaitu Play group dan Taman

Kanak-kanak, Sekolah Dasar, dan Learning Support Center (LSC). Selain itu,

sejak tahun 2010 kemarin sudah mulai dibuka program SMP. Waktu pembelajaran sekolah dasar di SAB adalah 08.00 – 14.00 kelas 1-2 dan 08.00 – 16.00 untuk kelas 3-6 dengan hari sekolah dari senin sampai dengan jum’at.

Salah satu fasilitas yang dimiliki oleh SAB yaitu katering. Pengelolaan katering dilakukan secara terpisah dari sekolah, namun masih berada dalam satu

yayasan. Katering sendiri berada di bawah unit bisnis yayasan. SAB menyediakan fasilitas katering sejak tahun 2005 dengan tujuan untuk menjaga

kebutuhan pangan dan kesehatan siswa serta SDM. Fasilitas katering ini bersifat wajib bagi siswa kelas 1 selama 3 bulan pertama di sekolah, setelah itu bersifat

tidak wajib bagi seluruh siswa. Jumlah siswa SAB yang menggunakan fasilitas katering per februari 2010 berjumlah 144 orang (kelas 1 sebanyak 41 orang,

kelas 2 sebanyak 33 orang, dan kelas 3 sebanyak 25 orang, kelas 4 sebanyak 23 orang, kelas 5 sebanyak 16 orang, dan kelas 6 sebanyak 6 orang). Selain siswa, katering ini juga diperuntukkan bagi para guru dan pegawai.

Pengelolaan penyelenggaraan makan sekolah tidak hanya melibatkan pihak sekolah dan katering tetapi juga orang tua siswa. Secara umum

pengelolaan makan sekolah dilakukan oleh katering, sekolah berperan dalam peenetapan biaya, pengawasan pada waktu makan, kebersihan dan kesehatan

karyawan, dan evaluasi menu sedangkan orang tua ikut berperan pada evaluasi menu.

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama merupakan sekolah dasar yang didirikan oleh yayasan insantama. SD Islam Terpadu Insantama

dikembangkan dengan konsep penerapan nilai-nilai keislaman. Menyelenggarakan pendidikan dasar berlandaskan islam yang memadukan

aspek pembentukan kepribadian islam, dasar-dasar penguasaan tsaqofah islam, dan sains teknologi, dalam suasana budaya pendidikan yang religius serta

didukung oleh peran serta orang tua dan masyarakat. SD IT Insantama Bogor berlokasi di Jl. Hegarmanah IV Pagentongan, Gunung Batu Kota Bogor. Visi SD IT Insantama yaitu mewujudkan SD IT insantama sebagai lembaga pendidikan

(39)

Pada tahun ajaran 2009/2010 SD IT Insantama memiliki 493 siswa yang kelas 1-2 dan jam 08.00 – 16.00 WIB untuk kelas 3-6 dengan hari sekolah dari

senin sampai dengan jum’at. Fasilitas yang dimiliki oleh SD IT Insantama yaitu 1)

Gedung Mandiri dengan fasilitas perpustakaan, sarana olah raga, laboratorium

komputer dan science, 2) Pemeriksaan kesehatan bagi siswa, 3) Konsultasi psikologi orang tua dan siswa, dan 4) Jemputan dan katering.

SD IT Insantama sangat peduli dengan fasilitas katering, hal ini terlihat dengan keterlibatan sekolah melalui unit layanan terhadap katering baik secara

langsung ataupun tidak langsung. Sekolah terlibat mulai dari perencanaan menu sampai dengan evaluasi penyelenggaraan, meskipun masih belum optimal. Keterlibatan sekolah dalam hal perencanaan berupa perencanaan menu, harga,

bahan, kualitas, dan lain-lain. Sekolah dan orang tua yang diwakili FOSIS ikut terlibat dalam memberikan masukan melalui rapat formal ataupun informal.

Semua aktivitas yang termasuk dalam proses produksi sebagain besar dilakukan oleh katering, sedangkan pihak sekolah terlibat dalam pengawasan mutu,

distribusi, porsi dan lain-lain.

Fasilitas katering berada di bawah manajemen unit insantama cendikia,

secara struktur organisasi katering tidak berada di bawah koordinasi sekolah tetapi berada di bawah yayasan yang sama. SDIT Insantama melayani fasilitas

katering sejak tahun 2001. Fasilitas katering ini bertujuan untuk: 1) memudahkan orang tua dalam menyediakan makanan bagi anaknya, 2) menjaga kualitas

makan anak-anak, dan 3) membudayakan makan bersama di sekolah dan tidak jajan di luar lingkungan sekolah. Fasilitas katering bersifat tidak wajib, sehingga

tidak semua siswa mengikuti fasilitas ini. Fasilitas katering ini melayani siswa, guru, dan staf penunjang sekolah. Jumlah siswa yang mengikuti fasilitas katering

(40)

Karakteristik Contoh

Contoh pada penelitian ini adalah anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar yang

berasal dari Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah). Keseluruhan contoh berjumlah 58. Contoh dari Sekolah Alam Bogor (SAB) terdiri dari 23

contoh dan SDIT Insantama terdiri dari 35 contoh.

Usia

Kisaran contoh dalam penelitian ini adalah 9 sampai 12 tahun. Sebaran usia contoh di setiap sekolah dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Sebaran contoh berdasarkan usia

Usia (tahun)

Sekolah Alam

Bogor SDIT Insantama

n % n %

9 tahun 7 30.43 13 37.14

10 tahun 4 17.39 14 40.00

11 tahun 10 43.48 8 22.86

12 tahun 2 8.70 0 0.00

Total 23 100 35 100

P 0.063

Contoh pada penelitian ini cukup beragam, pada Sekolah Alam Bogor sebaran usia didominasi oleh usia 11 tahun, yaitu sebesar 43,48% dan pada

SDIT Insantama didominasi oleh usia 10 tahun, yaitu sebesar 40,00%. Sekolah Alam Bogor memiliki 2 orang contoh yang berusia 12 tahun, namun pada SDIT

Insantama hanya memiliki contoh dengan sebaran usia 9 sampai dengan 11 tahun. Sekolah Alam Bogor memiliki rata-rata usia 10,3 tahun, sedangkan SDIT Insantama memiliki rata-rata usia 9,8 tahun. Berdasarkan uji beda t sebaran usia

berdasarkan kedua sekolah tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05).

Jenis Kelamin

Sebaran contoh menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3 di

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat
Tabel 4. Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Tabel 6. Jumlah dan nama makanan jenis pangan padi-padian dan olahannya
Tabel 7. Jumlah dan nama makanan jenis pangan umbi-umbian dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsumsi pangan balita dapat dinilai dengan melihat kualitas dan kuantitas pangan, kuantitas pangan yang dikonsumsi merupakan persentase jumlah energi, protein, dan zat

Keragaan Status Gizi, Aktivitas fisik, Konsumsi Pangan serta Tingkat kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Bogor.. Fakultas Ekologi Manusia: Institut

Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Residen di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (UPT T&amp;R

Ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi anak sekolah, sedangkan jumlah anggota keluarga dan pengetahuan gizi tidak terdapat hubungan yang

Asupan pangan pokok sehari – hari yang tergambar dalam pola konsumsi pangan tersebut kurang mampu memenuhi kebutuhan sesuai Angka Kecukupan Gizi sehingga kontribusi energi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan.. penggunaan zat-zat

Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi Protein, Status Kesehatan Dan Status Gizi Anak yang Memanfaatkan dan Tidak Memanfaatkan Makanan Sekolah Dasar Islam Terpadu SDIT Harapan Bunda

2, November 2020 Gambar 1 Sebaran kualitas zat gizi pangan berdasarkan median skor densitas energi dan zat gizi pangan di Duri Kepa 01 dan 11 Pagi Jakarta Barat Tabel 2 Perbedaan