• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAAN STATUS GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN SERTA TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR SOFYA EKA MASTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAAN STATUS GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN SERTA TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR SOFYA EKA MASTI"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KONSUMSI PANGAN SERTA TINGKAT KECUKUPAN ENERGI

DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

SOFYA EKA MASTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

and Nutrient Adequacy Level of Elementary School Children in Bogor. Supervised by Katrin Roosita, SP, M. Si

The objective of this research was to understand nutritional status, physical activity, food consumption and sufficiency energy and nutrient level of elementary school children in Bogor. The research was conducted by using cross sectional study and simple random sampling design from April to July 2009 in 4 elementary School in Bogor that 2 private school (SDIT Aliya and SD Pertiwi) and 2 public school (SDN Baranang Siang and SD Kedung Badak 1). The samples of this research were all of fifthgrade students from four elementary school students in Bogor.

The result showed that nutritional status obesity and overweight sample in private school higher than sample in public school. Physical activity level (PAL) of sample in private school category sedentary and sample in public school category active. Energy expenditure of sample in public school was higher than private school. Sample in private school has higher energy, protein, vitamin A, vitamin C, calcium, iron and phosphor consumption than sample in public school. Adequacy level of energy, protein, vitamin A, vitamin C, calcium and phosphor of private school sample were also higher than public school, except for iron. Pearson Correlation Test shows that physical activity has significant correlation with the nutritional status.

Keyword: Elementary School Children, Nutritional Status, Physical Activity, Food Consumption and Nutrient Adequacy

(3)

serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Di bawah bimbingan KATRIN ROOSITA, SP, M. Si

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor. Secara khusus bertujuan untuk: 1) mengetahui karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan; 2) menentukan status gizi contoh; 3) menghitung pengeluaran energi dan tingkat aktivitas fisik contoh; 4) mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh; 5) menilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilaksanakan di empat sekolah dasar (SD) yang terpisah. Pemilihan SD tersebut dilakukan secara acak (simple random sampling) dari 289 SD di kota Bogor dengan pertimbangan SD yang terdapat penyelenggaraan makanan (sekolah dasar swasta) dan SD yang tidak terdapat penyelenggaraan makanan (sekolah dasar negeri) yang ada di kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Juli 2009. Contoh dalam penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar kelas 5 di SDIT Aliya, SD Pertiwi, SDN Baranang Siang, dan SDN Kedung Badak 1 yang berusia 10-12 tahun. Seluruh siswa yang memenuhi kriteria dijadikan sebagai contoh. Jumlah contoh 221 siswa dari empat sekolah dasar.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner, wawancara dan pengukuran langsung yang meliputi: (1) data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan), (2) data aktivitas fisik, diperoleh melalui metode pencatatan dan wawancara 2 x 24 jam, (3) data konsumsi pangan, diperoleh melalui metode food recall dan food record 2 x 24 jam, (4) data status gizi, diperoleh melalui pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi karakteristik sekolah tempat penelitian. Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar sesuai dengan tujuan penelitian. Data kemudian dientri dengan menggunakan Microsoft excel 2007 dan dianalisis menggunakan SPSS 13 for Windows.

Contoh pada penelitian ini baik pada SD swasta maupun SD negeri rata-rata berusia 11 tahun dengan rata-rata-rata-rata usia contoh SD swasta 11,0 tahun dan contoh pada SD negeri 11,3 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi perempuan dan laki-laki antara SD swasta relatif sama dengan SD negeri dimana persentase perempuan lebih banyak daripada laki-laki, dengan persentase laki-laki 49,6% dan perempuan 50,4% pada SD swasta sedangkan pada SD negeri persentase laki-laki 49% dan perempuan 51%. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh pada SD swasta lebih tinggi dibandingkan contoh pada SD negeri.

SD negeri memiliki lebih banyak siswa dengan status gizi normal dibandingkan SD swasta, masing-masing 76,1% dan 55,2%. Namun, yang mengalami overweight dan obese lebih banyak terdapat pada SD swasta

(4)

Rata-rata angka metabolisme basal contoh pada SD swasta lebih besar dibandingkan dengan SD negeri, akan tetapi pada rata-rata pengeluaran energi contoh pada SD negeri lebih besar dibandingkan SD swasta. Tingkat aktivitas fisik (physical activity level) contoh pada SD swasta termasuk kategori ringan, sedangkan SD negeri termasuk kategori sedang. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi pearson antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi terdapat hubungan yang signifikan (p<0,01).

Kelompok pangan berdasarkan pendekatan kelompok pola pangan harapan (PPH) ditemukan bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi untuk padi-padian dan olahannya, pangan hewani dan olahannya, kelompok minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan gula, buah dan sayur, serta kelompok lainnya lebih banyak dikonsumsi oleh contoh pada SD swasta dibandingkan contoh pada SD negeri. Kelompok umbi-umbian dan olahannya, lebih banyak dikonsumsi oleh contoh pada SD negeri dibandingkan SD swasta.

Rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin (A dan C), serta mineral (Ca, Fe dan P) lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri, sedangkan rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin (A dan C), serta mineral (Ca dan P) lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri, kecuali tingkat kecukupan zat besi. Tingkat kecukupan energi contoh dengan kategori defisit SD negeri lebih banyak dibandingkan SD swasta. Tingkat kecukupan protein contoh SD swasta umumnya termasuk kategori defisit tingkat berat, sedangkan SD negeri termasuk kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin A baik pada SD swasta maupun SD negeri termasuk kategori cukup, sedangkan tingkat kecukupan vitamin C, kalsium dan fosfor pada SD swasta dan SD negeri umumnya termasuk dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan zat besi pada SD swasta umumnya termasuk kategori kurang, sedangkan pada SD negeri umumnya termasuk dalam kategori cukup.

(5)

KONSUMSI PANGAN SERTA TINGKAT KECUKUPAN ENERGI

DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

SOFYA EKA MASTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Nama : Sofya Eka Masti NIM : I14052321 Disetujui : Dosen Pembimbing Katrin Roosita, SP, M. Si NIP. 19710201 199903 2 001 Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS NIP. 19621204 198903 2 002

(7)

September 1988. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, putri dari pasangan Tirmizi Idris dan Masriati.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari taman kanak-kanak (TK) Bhayangkari Balai Selasa tahun 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri No. 14 Pelangai Kecil pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Ranah Pesisir dan lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis meneruskan ke SMA Negeri 1 Ranah Pesisir dan lulus pada tahun 2005.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama setahun di IPB, selanjutnya penulis diterima di jurusan Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Dan diterima di jurusan Minor Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan sebagai anggota Klub Organoleptik di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) periode 2006/2007, Staf Klub Peduli Pangan dan Gizi di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2007/2008, staf Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kewirausahaan (PSDMK) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM-I) periode 2007/2008, dan anggota Badan Konsultasi Gizi (BKG). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan diantaranya seminar dan pelatihan kewirausahaan tahun 2006, Funny Fair (Food, Nutrition & Healthy Fair) tahun 2008, Indonesian Ecology Expo (Index) tahun 2008, dan fasilitator stadium general kewirausahaan kecakapan hidup mahasiswa TPB tahun 2009.

Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Pancoran Mas dan Ratu Jaya, Depok, Jawa Barat. Pada bulan Februari 2009 penulis juga melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta Timur.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Keragaan Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor” yang merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada;

1. Ibu Katrin Roosita, SP, M. Si sebagai dosen pembimbing atas semua waktu, kesempatan, pemikiran, bimbingan, semangat dan dorongan pada penulis mulai dari awal pembuatan usulan penelitian hingga skripsi ini terselesaikan. 2. Ibu Ir. Cesilia Meti Dwiriani, Msc selaku dosen pemandu seminar dan dosen

penguji atas semua saran dan masukannya demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang

telah membimbing penulis selama kuliah.

4. Kepala sekolah dan segenap staf pengajar SDIT Aliya, SD Pertiwi, SDN Baranang Siang, dan SDN Kedung Badak 1 yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian.

5. Papa Ibuku tercinta, Nenek, Mak’anga, Pak’anga, Tante, Om serta adik-adikku tersayang (Emil, Emis, Fiza, dan Firman) yang selalu memberikan cinta, doa, kasih sayang, semangat dan dukungannya.

6. Rekan-rekan satu tim penelitian (Luthfi Rakhmawati, Murni Mutia, dan Janwar Rizki), terima kasih atas kerjasamanya.

7. Nenden, Tri, Mitha, Sri R, Yuges, Yani, Eci, Adhis, Ira, Kokom, Tika, Hani, Angga, Jesa, Rama, teman-teman GM 42 dan teman-teman Perwira 100, terima kasih atas kebersamaan, bantuan, doa, dan semangatnya.

8. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua dukungan, bantuan dan doanya.

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009

(9)

    DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... ii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Kegunaan Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Anak Sekolah Dasar ... 4

Aktivitas Fisik ... 5

Konsumsi Pangan ... 9

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi ... 11

Status Gizi ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

METODE PENELITIAN ... 22

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 22

Jenis dan Cara Pengambilan Contoh ... 23

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Definisi Operasional ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Keadaan Umum Sekolah Dasar ... 28

Karakteristik Contoh ... 32

Status Gizi ... 36

Aktivitas Fisik ... 38

Jumlah dan Jenis Pangan ... 42

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 64  

(10)

   

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Cara menghitung angka kecukupan energi individu (AKEI) usia

10-19 tahun ... 8

Tabel 2 Variabel, jenis, cara pengumpulan data dan alat pengumpul data ... 24

Tabel 3 Faktor koreksi menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin ... 25

Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian ... 26

Tabel 5 Sarana dan prasarana yang ada di SDIT Aliya ... 29

Tabel 6 Sarana dan prasarana yang ada di SD Pertiwi ... 30

Tabel 7 Sarana dan prasarana yang ada di SDN Baranang Siang ... 31

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan usia... 33

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 33

Tabel 10 Rata-rata berat badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin .. 34

Tabel 11 Rata-rata tinggi badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin .. 35

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ... 37

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi ... 37

Tabel 14 Rata-rata angka metabolisme basal berdasarkan jenis kelamin ... 38

Tabel 15 Rata-rata alokasi waktu (Jam/Hari) berdasarkan jenis kegiatan ... 40

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik (PAL) ... 41

Tabel 17 Rata-rata pengeluaran energi contoh berdasarkan jenis kelamin ... 42

Tabel 18 Jumlah dan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ... 43

Tabel 19 Jumlah dan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ... 44

Tabel 20 Jumlah dan jenis pangan kelompok pangan hewani dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ... 45

Tabel 21 Jumlah dan jenis pangan kelompok minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan gula serta olahannya yang di konsumsi contoh ... 46

Tabel 22 Jumlah dan jenis pangan kacang-kacangan dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ... 46

Tabel 23 Jumlah dan jenis pangan kelompok buah yang dominan di konsumsi contoh ... 47

Tabel 24 Jumlah dan jenis pangan kelompok sayur dan olahannya yang dominan di konsumsi contoh ... 48

Tabel 25 Jumlah dan jenis pangan kelompok lainnya yang dominan di konsumsi contoh ... 48

Tabel 26 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh ... 49

(11)

   

Halaman Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi ... 50 Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein .. 51 Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan

vitamin A ... 52 Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan

vitamin C ... 53 Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium.. 54 Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan besi ... 55 Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan fosfor .... 55

(12)

   

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi

pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor ... 21

(13)

   

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Jumlah dan jenis pangan kelompok padi-padian dan olahannya

yang di konsumsi contoh ... 65 Lampiran 2 Jumlah dan jenis pangan kelompok umbi-umbian dan olahannya

yang di konsumsi contoh ... 66 Lampiran 3 Jumlah dan jenis pangan kelompok pangan hewani dan olahannya

yang di konsumsi contoh ... 67 Lampiran 4 Jumlah dan jenis pangan kelompok kacang-kacangan dan

olahannya yang di konsumsi contoh ... 68 Lampiran 5 Jumlah dan jenis Pangan kelompok buah dan olahannya yang di

konsumsi contoh ... 68 Lampiran 6 Jumlah dan jenis pangan kelompok sayur dan olahannya yang di

konsumsi contoh ... 69 Lampiran 7 Jumlah dan jenis pangan kelompok lainnya yang di konsumsi

contoh ... 69 Lampiran 8 Hasil uji statistik ... 70  

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan, kualitas sumber daya manusia, taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia berkaitan erat dengan pangan dan gizi. Menurut Riyadi (2003) anak usia sekolah berada pada masa pertumbuhan yang sangat cepat dengan kegiatan fisik yang sangat aktif. Anak usia sekolah juga selalu ingin mencoba makanan yang mudah dijumpai dan baru dikenalnya seperti makanan jajanan yang dijual di sekitar sekolah, di lingkungan bermain bahkan makanan pemberian teman. Oleh karena itu, anak usia sekolah harus mendapatkan perhatian khusus mengenai makanan yang dikonsumsi agar memperoleh makanan sehat dan bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya.

Masalah gizi dapat berupa gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi kurang yang ditemukan pada kelompok usia sekolah dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan yaitu bentuk tubuh kurang baik, mudah letih dan mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi serta anemia (Depkes 1994).

Gizi lebih pada anak umumnya dapat diartikan sebagai berat badan (BB) yang relatif berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya. Gizi lebih dengan derajat kelebihan yang berat disebut obesitas (Samsudin 1994). Keadaan ini terjadi sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Gizi lebih atau obesitas pada anak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Menurut Samsudin (1994), gizi lebih pada umumnya disebabkan oleh suplai energi melebihi kecukupan energi individu. Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam faktor antara lain daya beli yang cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat, defisiensi aktivitas fisik, pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang serta faktor genetik.

Penelitian Suwandi (1995) di beberapa sekolah dasar di Kota Bogor menemukan bahwa lebih dari 65% anak yang memiliki pola aktivitas ringan mengalami obesitas. Bahkan terdapat kecenderungan bahwa anak-anak semakin mengurangi aktivitas fisiknya. Hal serupa juga ditemukan di Taiwan, yang berdasarkan penelitian Chinese Dietetics Society, dari 1000 anak sekolah dasar 70% diantaranya memiliki tingkat aktivitas fisik rendah (Anonim 1999). Begitu pula yang dikemukakan oleh Soekirman, Hardinsyah, Jus’at, dan Jahari

(15)

(1999), bahwa hanya sekitar 28% anak sekolah dasar di wilayah Bogor dan Jakarta Barat yang melakukan olahraga di luar kurikulum sekolah.

Bahren (2000) dalam penelitiannya juga menemukan hanya sekitar 26% anak sekolah dasar favorit dan non favorit di Bogor yang berolahraga. Fakta lain yang ditemukan Bahren adalah sekitar 63% anak memiliki aktivitas fisik yang ringan sehingga pengeluaran energinya pun dapat dikatakan minimal.

Menurut Depkes (2009) berdasarkan laporan nasional Riskesdas tahun 2007 status gizi penduduk umur 6-14 tahun, berdasarkan standar WHO 2007 prevalensi nasional anak usia sekolah kurus adalah 13,3% pada laki-laki dan 10,9% pada perempuan, sedangkan prevalensi nasional anak usia sekolah berat badan lebih pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 untuk provinsi Jawa Barat prevalensi kurus pada laki-laki adalah 10,9% dan 8,3% pada perempuan, sedangkan prevalensi berat badan lebih pada anak laki-laki adalah 7,4% dan 4,6% pada perempuan.

Prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar di kota Jogjakarta 1997 sebesar 9,5% (Ismail et al 1999), sedangkan hasil penelitian sekolah dasar negeri dan swasta di kota Denpasar sebesar 13,6% anak mengalami obesitas (Padmiari&Hadi 2001). Melihat masalah diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor.

Tujuan Tujuan Umum:

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor.

Tujuan Khusus:

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah

1. Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan.

2. Menentukan status gizi contoh

3. Menghitung pengeluaran energi dan tingkat aktivitas fisik contoh 4. Mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh 5. Menilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh

(16)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak terkait khususnya pihak sekolah, orang tua dan pemerintah untuk menetapkan kebijakan atau strategi yang tepat bagi perbaikan status gizi anak usia sekolah dasar.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya.

Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan (Komalasari 1991). Pertiwi (1998) menyebutkan bahwa pada usia ini ketergantungan kepada ibu mengenai makanannya mulai berkurang. Mereka mulai mengenal lingkungan lain di luar keluarganya dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka jenis dan bentuk makanan, baik yang dijual di sekitar sekolah maupun lingkungan bermainnya.

Pada periode usia sekolah ini terjadi perkembangan sosialisasi yang menonjol pada anak. Diantaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas, dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia sekolah terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek itulah yang membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005).

Menurut Hurlock (1991), aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, berjalan, melompat, melempar, dan lain-lain. Dengan melakukan berbagai macam aktivitas fisik, kemampuan motorik anak akan semakin bertambah. Stassen (1980) juga menyatakan bahwa anak sekolah yang banyak melakukan aktivitas fisik akan mempunyai kecakapan motorik yang lebih baik seperti berlari dengan cepat, melompat sangat tinggi dan melempar lebih jauh dibandingkan dengan anak yang kurang melakukan aktivitas fisik.

Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) anak usia 7-11 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional yaitu kemampuan untuk memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang

(18)

majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat, pengetahuan, tujuan dan aksi yang meningkat.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi.

Obesitas berhubungan dengan penurunan level aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik orang kurus akan bertolak belakang dengan orang obes. Penelitian yang dilakukan oleh Esperanza et al (2000) di Mexico dan Amerika Serikat menunjukkan adanya indikasi penurunan aktivitas fisik akan meningkatkan prevalensi obesitas. Menurut Wirakusumah (1994), gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang akan memudahkan seseorang untuk menjadi gemuk. Lebih lanjut, dikemukakan pula bahwa modernisasi yang terjadi saat ini menyebabkan segalanya dimudahkan dengan fasilitas-fasilitas teknologi yang berakibat pada terbatasnya gerak dan aktivitas, hidup terasa lebih santai.

Berlama-lama di depan layar televisi, main playstation serta nintendo, telah menjadi bagian dari aktivitas yang kini banyak dilakukan anak-anak. Aktivitas fisik seperti berlari-lari, main layang-layang ataupun permainan lainnya yang menguras energi, nyaris tidak dilakukan lagi di kota besar. Akibatnya energi yang dihabiskan pun cenderung irit sedangkan makanan yang dikonsumsi cenderung sama, malah melebihi kebutuhan jika ditambah kebiasaan mengunyah makanan sambil menonton televisi (Wirakusumah 1994).

Menurut Satoto (1994), kemakmuran dan kemudahan hidup menimbulkan gaya hidup sedentaris yang sangat menurunkan kerja/aktivitas fisik dan memberikan kesempatan yang luas untuk makan banyak. Disamping itu para keluarga cenderung untuk memanjakan anak mereka dengan pangan. Akibatnya energi dari pangan disimpan dalam bentuk lemak terjadilah obesitas. Pengukuran aktivitas fisik pada anak-anak adalah penting untuk melihat

(19)

penggunaan energi yang diperlukan untuk menentukan kecukupan konsumsi energi.

Alokasi waktu anak antara lain: 1) pekerjaan rumah tangga (membantu ibu dan membersihkan tempat tidur); 2) kegiatan sosial dan pendidikan (belajar, sekolah, les, dan ekstra kurikuler); 3) kegiatan pribadi (mandi, beribadah/shalat); dan 4) waktu luang (rekreasi, menonton, dan olahraga) (Suprihatin 1992). Menurut Soekirman et al (1999), aktivitas utama anak sekolah digolongkan dalam 8 kegiatan yaitu 1) belajar selama jam sekolah; 2) belajar di luar jam sekolah; 3) menonton TV; 4) bermain; 5) olah raga; 6) membantu pekerjaan orang tua; 7) tidur siang; dan 8) tidur malam. Menurut FAO/WHO/UNU (1985), aktivitas fisik dibagi ke dalam golongan tidur, sekolah, kegiatan ringan (duduk, berdiri, bermain ringan), kegiatan sedang (berjalan, menyapu, mengepel), dan kegiatan berat.

Pola aktivitas fisik lebih berhubungan erat dengan obesitas dibandingkan pola makan. Survei yang dilakukan pada anak usia 9-10 tahun di Taiwan oleh Chines Dietetics Society memperlihatkan bahwa sebagian besar anak-anak mendapat kelas olah raga tiga kali seminggu namun ternyata lebih banyak tidak aktif setelah pulang sekolah seperti nonton televisi, mengerjakan PR, dan mendengarkan musik. Wirakusumah (1994) menyatakan bahwa penderita obesitas biasanya kadang-kadang timbul sifat malas untuk berolahraga. Penyebabnya adalah bobot badan yang berat sehingga susah untuk bergerak apalagi berolahraga.

• Lama Waktu Tidur

Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka tepati karena waktu tidur yang kurang dapat menjadi pemicu terjadinya obesitas selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik (Chaput et al 2006). Waktu tidur yang kurang dapat menganggu kesehatan anak dan menyebabkan anak tidak cepat tanggap dan pelupa (Homeier 2004).

• Waktu Menonton Televisi atau Main Video game

Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar rumah agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer dan video game. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih

(20)

dari dua jam dapat menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen 2005). Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya merupakan iklan makanan dengan kalori tinggi (Astrup et al 2006).

• Waktu Beraktivitas di luar Rumah

Orang tua yang aktif memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi anak dalam kegiatan-kegiatan olahraga maupun aktivitas di luar rumah. Hal ini dapat membantu mengurangi obesitas pada anak (Clenand et al 2005). Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko obesitas. Oleh karena itu, angka kebutuhan energi individu disesuaikan dengan aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama, setelah angka metabolisme basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) dalam penghitungan pengeluaran energi. Menurut Almatsier (2005) AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan.

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), hal yang penting diperhatikan sebelum menghitung angka kecukupan energi individu (AKEI) bagi umur 10-19 tahun adalah informasi tentang jenis kelamin, berat badan, persamaan regresi untuk menghitung AMB yang sesuai dengan kelompok umurnya, tingkat kegiatan, alokasi waktu untuk setiap kegiatan dan faktor energi kegiatan (K) yang merupakan kelipatan AMB. Untuk menentukan pengelompokkan tingkat kegiatan perlu diketahui beragam jenis kegiatan secara rinci dan jumlah energi yang diperlukan oleh setiap jenis kegiatan.

Pada prinsipnya angka kecukupan energi individu umur 10-19 tahun adalah penjumlahan dari energi kegiatan (EK) dan energi pertumbuhan (EP) dimana AMB dan Energy Spesific Dynamic Action (ESDA) telah diperhitungkan (implisit) di dalam EK. Pada umumnya energi kegiatan ini dikelompokkan menjadi energi untuk tidur, energi untuk sekolah, energi untuk kegiatan ringan, sedang dan berat. Lebih rinci lagi dapat disusun semua kegiatan selama 24 jam sesuai jenis-jenis kegiatan yang tersedia nilai energi kegiatannya (nilai pengeluaran energi) yang dinyatakan dalam kelipatan angka metabolisme basal (AMB) (Hardinsyah & Martianto 1992).

(21)

Tabel 1 Cara Menghitung Angka Kecukupan Energi Individu (AKEI) usia 10-19 tahun

Jenis Penggunaan Energi Waktu (Jam)

Jumlah Energi (Kal) pada Laki-Laki

Jumlah Energi (Kal) Pada perempuan

1 AMB 17.686 BB + 658.2a) 13.384 BB + 692.6a)

2 EKb) (24)

a. Tidur w1 (1.0 w1/24 x AMB) (1.0 w1/24 x AMB)

b. Sekolah w2 (1.6 w2/24 x AMB) (1.5 w2/24 x AMB)

c. Kegiatan Ringan (duduk, berdiri, kegiatan sosial, bermain ringan) w3 (1.6 w3/24 x AMB) (1.5 w3/24 x AMB) d. Kegiatan Sedang (berjalan,pekerjaan rumah tangga, bermain sedang) w4 (2.5 w4/24 x AMB) (2.2 w4/24 x AMB) e. Kegiatan Berat (mengangkat air, Olahraga, berlari) w5 (6.0 w5/24 x AMB) (6.0 w5/24 x AMB) 3 EPb) (1.9 BB untuk 10-15 tahun) (1.9 BB untuk 10-15 tahun) AKEI (Kal/org/hr) (2) + (3) (2) + (3)

Sumber: a) Schofield 1985 dalam FAO/WHO/UNU 2001 b) Hardinsyah&Martianto 1992

Keterangan: AMB = Angka Metabolisme Basal (Kal/org/hr) EK = Energi Kegiatan (kkal)

EP = Energi Pertumbuhan (Kal/org/hr) BB = Berat Badan (kg)

w = Alokasi Waktu setiap kegiatan (Jam)

Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam physical activity level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut FAO/WHO/UNU (2004):

PAL =

(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam

Keterangan : PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)

(22)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut: 1) Ringan dengan nilai PAL 1,40–1,69; 2) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99; 3) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40 (FAO/WHO/UNU 2001).

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2003).

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1988). Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1992).

Menurut Wulandari (2000) konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dengan jenis tunggal ataupun beragam. Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat pengetahuan gizi.

Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), aktivitas dan mempertahankan daya tahan tubuh. Kebutuhan gizi merupakan sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992).

Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan zat gizi. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) diacu dalam Sukandar

(23)

(2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); (5) kelebihan ( 120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2) cukup ( 77% AKG). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen.

Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al 1988).

Prinsip metode food recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin) (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Metode food recall adalah metode penelitian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam dan selingan/makanan kecil di luar waktu makan. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2006).

Supariasa, Bakri dan Fajar (2001) menjelaskan bahwa metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu: 1) mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden; 2) biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara; 3) cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden; 4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Selain kelebihan, metode ini pun memiliki kekurangan, yaitu: 1) tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan food recall satu hari; 2) ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden,

(24)

sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa; 3) the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate); 4) membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih atau terampil dalam menggunakan alat-alat bantu Ukuran Rumah Tangga (URT) dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat; 5) responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian.

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi

Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2006).

Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al 2002). Energi

Energi dalam tubuh manusia dapat dihasilkan karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia memerlukan makanan yang cukup bagi tubuhnya (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Energi yang diperlukan diperoleh dari energi potensial yang tersimpan dalam pangan yang berupa energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu terjadi pembakaran ikatan kimia dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi diukur dalam satuan kalori (Karsin 2004).

(25)

Energi yang diperlukan berdasarkan peningkatan aktivitas fisik, meningkatkan kebutuhan kalori karena tidak hanya untuk perkembangan dan pertumbuhan. Energi yang diperlukan anak usia sekolah sangat beragam, oleh karena itu penting mengetahui tinggi dan berat badannya tiap bulan untuk menentukan kebutuhan energinya (Endres et al 2004).

Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Almatsier (2003) menyatakan pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru.

Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (RSCM & Persagi 1990).

Protein

Istilah protein berasal dari bahasa Yunani, didefinisikan sebagai senyawa dalam pangan yang mengandung nitrogen dan merupakan suatu yang sangat penting bagi berfungsinya tubuh, yang tanpa senyawa ini kehidupan tidak mungkin terjadi (Riyadi 2006). Menurut Hartono (2006) protein terbentuk dari asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan peptida. Dimana fungsi protein diantaranya yaitu membangun jaringan tubuh baru, memperbaiki jaringan tubuh, menghasilkan senyawa esensial, mengatur tekanan osmotik, mengatur keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, menghasilkan pertahanan tubuh, menghasilkan mekanisme transportasi, dan menghasilkan energi. Almatsier (2003) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi.

(26)

Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan antara protein hewani dan protein nabati. Sumber protein antara lain daging, dan organ-organ dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru-paru, jantung dan jeroan (babat, usus halus, dan usus besar). Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi. ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik karena mengandung sedikit lemak (Nilawati 2008).

Kecukupan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelamin dan umur. Pada umumnya kecukupan protein pria sedikit lebih tinggi dibanding wanita (Hardinsyah & Martianto 1992). Kecukupan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kecukupan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kecukupan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial. Kecukupan protein yang diperlukan oleh anak umur 10-18 tahun adalah 1-1,5 g/kg BB (RSCM & Persagi 1990).

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan karbohidrat terjadi karena zat gizi ini terpakai habis dan tidak di daur ulang (Hartono 2006).

Sumber utama karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) dan hanya sedikit yang berasal dari hewani. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi di dalam tubuh manusia. Dari tiga sumber energi utama (yaitu karbohidrat, lemak, protein), karbohidrat merupakan sumber energi yang paling murah. Karbohidrat yang tidak dapat di cerna memberikan volume kepada isi usus. Rangsangan mekanis yang terjadi melancarkan gerak makanan melalui saluran pencernaan dan memudahkan pembuangan tinja (Nilawati 2008).

Lemak

Lemak dalam makanan biasanya juga disebut lipid. Lipid seperti halnya karbohidrat juga mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Menurut Hartono (2006) lemak dan minyak merupakan nutrien kedua yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi.

Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari bahan makaan tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak

(27)

hewani berasal dari binatang, termasuk ikan, telur dan susu. Fungsi lemak dalam makanan memberikan rasa gurih, memberikan kualitas renyah, terutama makanan yang digoreng, memberi kandungan kalori yang tinggi dan memberikan sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar. Didalam tubuh lemak berfungsi sebagai cadangan enrgi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun ditempat-tempat tertentu (Sediaoetama 2006).

Vitamin A

Vitamin adalah campuran organik yang seharusnya disediakan oleh bahan makanan. Walaupun sangat penting bagi kesehatan dan pertumbuhan yang normal, namun jumlah vitamin yang diperlukan tubuh adalah sedikit. Bahan tersebut biasanya ditemukan dalam pangan dalam jumlah yang sedikit pula. Beberapa diantara vitamin tersebut dalam lemak, lainnya dalam air, karena itu vitamin dapat digolongkan sebagai vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air (Suhardjo 1986).

Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein (Almatsier 2003).

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam). Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi (Almatsier 2003).

Vitamin A memiliki bentuk ester yang disebut karoten. Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning banyak mengandung karoten. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten. Berbagai makanan hewani seperti susu, keju dan kuning telur, hati dan ikan yang tinggi kandungan lemaknya merupakan sumber utama bagi retinol (Winarno 1992).

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Defisiensi vitamin A dapat menghambat mobilisasi zat besi dan menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005). Angka kecukupan vitamin A

(28)

yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 600 µg RE per hari (WKNPG 2004).

Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin yang larut air dan berperan dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam, tulang, dentin dan vascular endotelium. Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi sehingga berperan sebagai antioksidan. Salah satu dampak kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan dan anemia (Winarno 1992).

Sumber utama vitamin C dalam makanan terdapat pada buah dan sayuran segar yang berkontribusi memenuhi kebutuhan vitamin C hingga 90% (Gibson 2005). Menurut Almatsier (2003), vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu buah terutama yang memiliki rasa asam seperti jeruk dan tomat. Selain dalam buah, vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. Berdasarkan WKNPG (2004), angka kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 50 mg per hari.

Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Hanya sedikit sekali (1%) berada dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam banyak peran metabolisme dan pengaturan. Walaupun demikian, keberadaan itu mutlak, jika tidak tubuh akan melepaskan kalsium dari tulang ataupun gigi untuk memenuhi kebutuhannya (WKNPG 2004).

Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, yaitu pembentukan tulang dan gigi, katalisator reaksi-reaksi biologik, dan kontraksi otot. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serelia, kacang-kacangan dan hasil kaang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini

(29)

mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium, karena ketersediaan biologiknya yang tinggi (Almatsier 2003).

Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis pada orang dewasa yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan kekuatan jaringan tulang. Penurunan itu disebabkan terjadinya demineralisasi yaitu tubuh yang kekurangan kalsium akan mengambil simpanan kalsium yang ada pada tulang dan gigi. Pada masa pertumbuhan, kekurangan kalsium dapat menyebabkan pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang sedang dibentuk. Angka kecukupan kalsium yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 1000 mg per hari (WKNPG 2004).

Fosfor (P)

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidrosiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk adenin trifosfat (ATP) (Almatsier 2003).

Fosfor ada di hampir semua sel sehingga hampir semua bahan makanan mengandung fosfor. Daging, ikan, unggas dan serelia merupakan sumber utama fosfor dalam makanan sehari-hari. Fosfor dalam makanan sumber hewani lebih mudah diserap dibanding nabati. Dalam makanan yang diawetkan dan minuman ringan berkarbonat banyak mengandung fosfor dalam bentuk fosfat. Angka kecukupan fosfor yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 1000 mg per hari (WKNPG 2004).

Zat Besi (Fe)

Zat besi merupakan mineral mikro yang mempunyai peran esensial di dalam tubuh, diantaranya sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan

(30)

tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Sebagian besar zat besi dalam bentuk ferri direduksi menjadi bentuk ferro. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan. Sumber zat besi terutama terdapat pada daging, ayam, dan ikan. Sumber zat besi lainnya adalah kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah (Almatsier 2003).

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasaman lambung dan bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi nonheme. Menurunnya keasaman lambung karena berbagai sebab, misalnya konsumsi antasida berlebihan, dapat menghambat penyerapan besi. Vitamin C dan asam organik lain merupakan pemacu penyerapan besi nonheme, sedangkan fitat, polyfenol, protein nabati dan kalsium merupakan penghambat penyerapan besi nonheme (WKNPG 2004).

Besi yang berasal dari sumber hewani (heme) dapat diserap (30%) lebih baik dibanding yang berasal dari sumber nabati (5%). Sumber heme (ikan, ayam dan daging) sendiri mengandung nonheme (60%) dan heme (40%). Konsumsi heme mempunyai keuntungan ganda, yakni selain besinya mudah diserap (23%) dibanding besi nonheme (2-20%), heme juga membantu penyerapan nonheme. Angka kecukupan zat besi yang dianjurkan untuk wanita usia 10-12 tahun sebesar 20 mg per hari dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 13 mg per hari (WKNPG 2004).

Air

Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body mass). Angka ini lebih besar untuk anak-anak. Pada proses menua manusia kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan, sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kandungan air tubuh relatif berbeda antarmanusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh yang mengandung relatif lebih banyak otot mengandung lebih banyak air, sehingga kandungan air atlet lebih banyak daripada nonatlet, kandungan air pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan kandungan air pada anak muda lebih banyak daripada orang tua (Almatsier 2003).

(31)

Menurut Almatsier (2003), air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh. Fungsi air yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik ( Riyadi 2006).

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin (Almatsier 2003). Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

Menurut Hartono (2006) penggunaan pengukuran antropometri, khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup indeks massa tubuh (IMT).

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat

(32)

(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

(33)

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan. Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al 2002).

Aktivitas fisik dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Adanya konsumsi pangan berlebih yang tidak diiringi aktivitas fisik yang memadai merupakan faktor risiko penyebab obesitas (Crawford& Ball 2002). Aktivitas fisik yang kurang juga akan menyebabkan pengeluaran energi yang sedikit. Adanya pengeluaran energi yang sedikit juga berdampak pada status gizi lebih (overweight/obesitas). Menurut Esperanza et al (2000) obesitas merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara intake energi dan pengeluaran energi.

Tingkat kecukupan gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kebutuhan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992).

(34)

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di kota Bogor

Keterangan:

= Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti = Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Status Gizi Jumlah dan Jenis Pangan Aktivitas Fisik Pengeluaran Energi Karakteristik Sampel: • Usia • Jenis Kelamin • Berat Badan • Tinggi Badan Kebutuhan Energi dan Zat

Gizi

Tingkat Kecukupan

Status Kesehatan

(35)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan cara acak atau simple random sampling dengan pertimbangan sekolah dasar (SD) swasta yang terdapat penyelenggaraan makanan dan SD negeri yang tidak terdapat penyelenggaraan makanannya.

Kriteria yang digunakan untuk SD swasta yang terdapat penyelenggaraan makanan, yaitu: 1) tersebar di 6 kecamatan kota Bogor; 2) mengadakan penyelenggaraan makan di sekolah; 3) sekolah bersedia menjadi tempat penelitian; 4) kemudahan akses. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan SD negeri yang tidak terdapat penyelenggaraan makanan: 1) tersebar di 6 kecamatan kota Bogor; 2) sekolah bersedia menjadi tempat peneltian; 3) kemudahan akses.

Dari 289 Sekolah Dasar di Bogor (Diknas kota Bogor 2008), dipilih dua SD swasta yang terdapat penyelenggaraan makan dan dua SD negeri yang tidak terdapat penyelenggaraaan makan. SD swasta yang terdapat penyelenggaraan makanannya yaitu SDIT Aliya dan SD Pertiwi, sedangkan SD negeri yang tidak ada penyelenggaraan makanannya yaitu SDN Kedung Badak 1 dan SDN Baranang Siang. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April – juli 2009.

Jumlah dan Cara Pemilihan Sampel

Subyek dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 5 SDIT Aliya, SD Pertiwi, SDN Baranang Siang, dan SDN Kedung Badak 1 di kota Bogor yang berusia 10-12 tahun. Pemilihan usia anak dilakukan secara purposive dengan pertimbangan tingkat perkembangan kognitif anak pada usia itu berada pada akhir masa konkrit operasional, sehingga kemampuan anak untuk berfikir secara logis terhadap hal konkrit sudah baik (Hurlock 1999). Jumlah contoh diambil dari 4 sekolah dasar, yaitu 2 sekolah dasar swasta yang terdapat penyelenggaraan makan dan 2 sekolah dasar negeri yang tidak terdapat penyelenggaraan makan. Seluruh siswa tersebut dijadikan sebagai contoh setelah dikurangi siswa yang drop out karena tidak masuk saat penelitian berlangsung.

(36)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, dan konsumsi makan. Data sekunder meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian berlangsung. Pengumpulan data primer dilaksanakan melalui wawancara secara langsung menggunakan kuesioner.

Data konsumsi pangan contoh diperoleh melalui metode food recall dan food record 2 x 24 jam, sedangkan data aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode pencatatan dan wawancara 2 x 24 jam. Data aktivitas fisik yang dikumpulkan adalah data pada hari yang sama pada saat diadakan food recall konsumsi pangan. Data usia dan jenis kelamin diperoleh melalui wawancara langsung dengan cara mengisi kuesioner, sedangkan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan timbangan injak digital (bathscale) dan mikrotoise. Semua alat yang digunakan telah dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.

Data sekunder sebagai data pendukung yang diambil meliputi karakteristik sekolah tempat penelitian berlangsung. Selengkapnya jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Variabel, jenis data, cara pengumpulan data, dan alat pengumpul data

No Variabel dan data Jenis

data

Cara pengumpulan

data Alat bantu

1. Karakteristik contoh Nama Alamat Usia Jenis kelamin Berat badan Tinggi badan Primer Pengisian kuesioner (nama, alamat, umur,

jenis kelamin), pengukuran langsung (BB, TB) Kuesioner, timbangan injak digital (bathscale), microtoise 2. Aktivitas fisik contoh

Primer Pengisian kuesioner dengan metode pencatatan dan wawancara 2 x 24 jam Kuesioner 3. Konsumsi contoh Primer

Metode food recall dan food record 2x24 jam,

penimbangan (food weighing) Kuesioner dan timbangan makanan 4. Karakteristik sekolah lokasi

jumlah siswa dan guru lama belajar

sarana dan prasarana kegiatan ekstrakurikuler

(37)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar informasi yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. Tahapan pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entri, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi. Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Analisis data menggunakan program komputer Microsoft excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 13 for windows.

Data konsumsi pangan diperoleh dari food recall dan food record 2 x 24 jam kemudian dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan Daftar Kandungan Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Konversi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah&Briawan 1994):

Kej = Bj x BDDj x Gj 100 100

Keterangan :

Kej = Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Bj = Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

Gj = Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj = Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)

Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi makanan jajanan adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

KGj = Bj x Gj Bjd

Keterangan :

KGj = Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat B (g) Bj = Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

Bjd = Berat makanan j yang tercantum daam tabel DKGJ

Gj = Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat Bjd (Tabel DKGJ)

Data aktivitas fisik yang diperoleh adalah jenis kegiatan dan alokasi waktu setiap kegiatan. Jenis kegiatan contoh dikelompokkan menjadi beberapa

(38)

kegiatan yaitu tidur, sekolah (termasuk mengerjakan PR, les, dan mengaji), kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat (Hardinsyah & Martianto 1992).

Kegiatan yang termasuk dalam kategori kegiatan ringan adalah duduk diam, berdiri diam, makan, mengobrol, dan bermain yang dilakukan sambil duduk (misalnya main kartu, boneka, dan congklak). Kegiatan yang dikategorikan sebagai kegiatan sedang adalah pekerjaan rumah tangga (menyapu, membersihkan perabotan), jalan-jalan santai, dan bermain (main petak umpet, main kelereng, dll). Kegiatan olahraga (lari-lari, bersepeda, main bola, dll) dalam penelitian ini dikategorikan sebagai kegiatan berat. Masing-masing kelompok kegiatan akan dikalikan dengan faktor koreksi (FK) yang merupakan kelipatan bagi basal metabolisme rate (BMR) atau angka metabolisme basal (AMB). Faktor koreksi tiap jenis kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Faktor koreksi menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin

Jenis Kegiatan Laki-Laki Perempuan

Tidur 1.0 BMR 1.0 BMR Sekolah 1.6 BMR 1.5 BMR Kegiatan ringan 1.6 BMR 1.5 BMR Kegiatan sedang 2.5 BMR 2.2 BMR Kegiatan Berat 6.0 BMR 6.0 BMR Sumber : FAO/WHO/UNU (1985)

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) konsumsi makanan pada tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan ke dalam bentuk energi, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari. Ratio energi dan zat gizi terhadap kecukupan yang dianjurkan menggambarkan tingkat kecukupan individu. Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan energi di hitung dengan membandingkan jumlah energi yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi contoh. Perhitungan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada rumus berikut :

Tingkat kecukupan E = Konsumsi E x 100% Angka kebutuhan E

(39)

Sementara tingkat kecukupan protein, vitamin dan mineral dibandingkan terhadap kecukupan protein, vitamin dan mineral (AKG). Perhitungan tingkat kecukupan protein, vitamin dan mineral dapat dilihat pada rumus berikut:

Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi x 100% Angka kecukupan

Penentuan status gizi berdasarkan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) (Riyadi 2003). Penentuan status gizi ini menggunakan software WHO Anthroplus. Software ini mengacu pada referensi WHO 2007 menurut IMT/U. Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Kategori Pengukuran

1 Status Gizi IMT/U (WHO 2007) 1. Severe obese ( +3 SD) 2. Obese (+2 SD z-score < +3 SD) 3. Overweight (+1 SD z-score <+2 SD) 4. Normal (-2 SD < z-score < +1 SD) 5. Thinness (-2 SD z-score < -3 SD) 6. Severe thinness ( -3 SD) 2 Aktivitas Fisik

Jenis kegiatan (Hardinsyah & Martianto 1992) 1. Tidur 2. Sekolah 3. Kegiatan Ringan 4. Kegiatan Sedang 5. Kegiatan Berat 3 Tingkat aktivitas fisik

(FAO/WHO/UNU 2001)

1. Ringan (1,40 PAL 1,69) 2. Sedang (1,70 PAL 1,99) 3. Berat (2,00 PAL 2,40) 4 Tingkat Kecukupan Energi

dan Protein (Depkes 1996 diacu dalam Sukandar 2007)

1. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) 4. Normal (90-119% angka kebutuhan)

5. Kelebihan ( 120% angka kebutuhan) 5 Tingkat kecukupan vitamin

dan mineral (Gibson 2005)

1. Kurang (<77% angka kecukupan) 2. Cukup ( 77% angka kecukupan)

Gambar

Gambar 1.  Skema kerangka pemikiran keragaan status gizi, aktivitas fisik,  konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak  sekolah dasar di kota Bogor
Tabel 2 Variabel, jenis data, cara pengumpulan data, dan alat pengumpul data
Tabel 3 Faktor koreksi menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin
Tabel 5 Sarana dan prasarana yang ada di SDIT Aliya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995 sampai dengan 2012 karena kelas penggunaan lahan

Penelitian ini mengembangkan suatu sistem pakar yang dirancang untuk merekam dan menggunakan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keahlian dari tenaga ahli yang

Saat bronkoskopi berlangsung banyaknya sekret dahak dinilai menjadi 3 derajat, yaitu derajat 1: hampir tidak ada sekret dahak; derajat 2: memerlukan larutan garam fisiologis

Keluar dari ketergantungan alkohol harus memiliki dasar yang kuat dalam diri dengan mempunyai keyakinan supaya lepas dari alkohol, kebahagiaan yang tercipta setelah

Ada pun usaha- usaha yang telah dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan di antaranya melakukan sosialisasi kepada UKM dan IKM yang ada di Kota Pekalongan tentang pentingnya

Sebanyak 67% dari jumlah responden menyatakan bahwa masyarakat sekitar Jalan Cempakasari merasa khawatir terhadap dampak kepadatan arus lalu lintas terkait asap, suara,

(Studi Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Iklan Provider Telekomunikasi di

Terminal Kajen Kabupaten Pekalongan merupakan terminal tipe B karena terminal ini melayani kendaraan umum penumpang untuk antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan pedesaan