• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. A. Self-Image

II. A. 1. Definisi Self-Image

Menurut Jersild (1963), self-image adalah gambaran mental yang dimiliki individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image sebagai gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk yang berfisik, sehingga self-image sering dikaitkan dengan karakteristik-karakteristik fisik yang dimiliki seseorang. Sejalan dengan hal tersebut, La Rose (1996) menyebutkan bahwa self-image adalah gambaran diri yang dibentuk dalam pikiran untuk menyatakan penampilan fisik secara keseluruhan seperti, menarik atau tidak menarik.

Atwater & Duffy (1999) mengatakan bahwa self-image merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri dan merupakan salah satu komponen pembentuk konsep diri. Sementara itu, Mappiare (1982) mengatakan bahwa self-image merupakan cara individu memandang dirinya sendiri. Hadisubrata (1997) yang mengatakan bahwa self-image merupakan konsep yang bersifat subyektif, karena hanya didasarkan pada interpretasi pribadi tanpa mempertimbangkan atau meneliti lebih jauh kenyataan yang sebenarnya. Pertimbangan tersebut tidak didasarkan pada apa yang sebenarnya dipikirkan oleh

(2)

orang lain, tetapi didasarkan pada interpretasi pribadi terhadap apa yang menurut pendapatnya dipikirkan oleh orang lain.

Berdasarkan definisi-definisi self-image dari beberapa tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan self-image adalah gambaran dalam fikiran individu mengenai penampilan fisiknya secara keseluruhan yang juga dipengaruhi oleh apa yang individu fikirkan tentang pandangan orang lain terhadap dirinya sendiri.

II. A. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Image

Menurut Mappiare (1982) faktor-faktor yang mempengaruhi self-image, sebagai berikut :

a. Keadaan fisik. Penampilan menyeluruh, fisik dan psikis mempengaruhui pembentukan pribadi. Remaja akan senantiasa membandingkan keadaan fisiknya dengan teman-teman sebayanya. Perbedaan keadaan fisik dengan teman sebaya akan menimbulkan perasaan malu dan rendah diri.

b. Pakaian dan perhiasan adalah standar lain bagi remaja. Keadaan pakaian yang tidak memuaskan seringkali membuat mereka menghindarkan diri dari pergaulan kelompok teman sebaya atau peer group.

c. Teman-teman sebaya dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap self-image dan ada atau tidak adanya penilaian diri yang positif. Penerimaan kelompok terhadap diri seseorang, rasa ikut serta dalam kelompok, memperkuat self-image dan penilaian diri yang positif, sebaliknya adanya penolakan peer group mengurangi penilaian diri positif.

(3)

d. Selain itu, keadaan keluarga, situasi rumah-tangga, sikap mendidik orangtua, pergaulan dan pola hubungan antar anggota keluarga merupakan seperangkat hal lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan self-image yang sehat dan adanya rasa percaya diri.

II. A. 3. Aspek-Aspek Self-Image

Pengukuran self-image pada penelitian ini menggunakan aspek-aspek dari Jersild (1963), yaitu :

a. Perceptual Component

Komponen ini merupakan penilaian yang dimiliki seseorang mengenai penampilan dirinya, yaitu segala hal yang meliputi keadaan fisik seseorang. Komponen ini disebut juga dengan aspek fisik dari self-image.

b. Conceptual Component

Konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya, seperti kemampuan atau kelebihan, serta kekurangan atau keterbatasan dirinya. Komponen ini disebut juga dengan aspek psikologis dari self-image.

c. Attitudional Component

Hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sosial atau lingkungan individu. Keadaan sosial dalam komponen ini berkenaan dengan pandangan individu terhadap penilaian orang lain. Komponen ini disebut juga dengan aspek sosial dari self-image.

(4)

II. A. 4. Perkembangan Self-Image

Remaja memperoleh perkembangan fisik dan kemampuan dirinya dimulai dari masa early childhood. Mereka juga akan mengingat ukuran, penampilan fisik, dan kemampuan fisiknya dari evaluasi orang lain terhadap dirinya (Papalia & Olds, 2008).

Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja akan membentuk persepsinya terhadap penampilan fisiknya sendiri. Self-image juga dipengaruhi oleh pengalaman yang akan membimbing remaja untuk menilai fisiknya sendiri sebagai sempurna, lemah, mampu atau tidak mampu, dan lain-lain.

Namun, ada saat ketika remaja menilai dirinya tidak menarik. Padahal belum tentu orang lain menilai hal yang sama. Ini tidak mempengaruhi bagaimana remaja memandang fisiknya sendiri. Terkadang terdapat ketimpangan antara image yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri dbandingkan kenyataannya (Hadisubrata, 1997).

Menurut Jersild (1963) Self-image juga dipengaruhi oleh bagaimana penerimaan dari teman sebaya. Syarat adanya penerimaan dari teman sebaya selama masa remaja adalah penampilan fisik yang tidak berbeda dari orang lain. Jika remaja cenderung berbeda dengan teman sebayanya ia akan mendapat penolakan dari teman-temannya atau mendapatkan nama panggilan yang bersifat menghina, seperti si gendut, si kurus, si lemah, dan lain-lainnya.

(5)

II. B. Acne vulgaris

II. B. 1. Definisi Acne vulgaris

Menurut Harahap (2000), acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah predileksi, seperti muka, bahu, dada, punggung serta bagian atas dari ekstremitas. Menurut Price dan Wilson (dalam Djuanda, 2008), jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar polisebasea. Acne vulgaris adalah penyakit peradangan kulit menahun yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri jika dengan tingkat yang lebih ringan (Djuanda, 2008).

II. B. 2. Epidemiologi

Setiap orang pernah menderita acne vulgaris, oleh sebab itu penyakit ini sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis (Djuanda, 2008). Kligman (dalam Djuanda, 2008) mengatakan bahwa tidak ada seseorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Menurut Brown, Bourke, & Tim Cunliffe (2008) umumnya acne vulgaris terjadi pada sekitar umur 15-17 tahun pada wanita, 16-18 tahun pada pria.

Pada seorang gadis, acne vulgaris dapat terjadi premenarche. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang terutama pada wanita, acne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. Meskipun pada pria umumnya acne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala acne vulgaris yang berat biasanya terjadi

(6)

pada pria. Diketahui pula bahwa ras oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita acne vulgaris vulgaris dibanding dengan ras kaukasia (Eropa, Amaerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro. Acne vulgaris vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya prevalensi penyakit hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat acne vulgaris yang lebih berat (Brown & Burns, 2005)

II. B. 3. Etiologi

Penyebab timbulnya acne vulgaris belum dapat dipastikan, karena masih banyak perbedaan pendapat, setiap orang mempunyai hal khusus yang mungkin dapat dianggap sebagai penyebab timbulnya acne vulgaris. Dapat dikatakan penyebab acne vulgaris adalah multifaktorial (Djuanda, 2008), antara lain :

1. Faktor genetik

Pada 60% pasien, riwayat acne juga didapatkan pada satu atau kedua orang tuanya. Penderita acne yang berat mempunyai riwayat keluarga yang positif. 2. Faktor Infeksi dan Trauma

Peradangan dan infeksi di folikel pilosebasea terjadi karena adanya peningkatan jumlah dan aktivitas flora folikel yang terdiri dari Propionilbacterium- Acne vulgariss, Corynebacterium Acne vulgariss, Pityrosporum ovale dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri-bakteri ini berperan dalam proses kemotaksis inflamasi dan pembentukan enzim lipolitik

(7)

yang mengubah fraksi lipid sebum. Selain itu, adanya trauma fisik berupa gesekan maupun tekanan dapat juga merangsang timbulnya acne vulgaris.

3. Faktor hormonal

Pada 60–70% wanita lesi acne vulgaris menjadi lebih aktif kurang lebih satu minggu sebelum haid oleh karena hormon progesteron. Estrogen dalam kadar tertentu dapat menekan pertumbuhan acne vulgaris, pada wanita diperlukan dosis yang melebihi kebutuhan fisiologis, sedangkan pada laki-laki dosis tersebut dapat menimbulkan feminisasi. TSH dengan jalan tertentu juga dapat merangsang pertumbuhan acne vulgaris. Pil anti hamil yang mengandung ethinilestradiol 0,05 mg atau lebih mempunyai efek yang menguntungkan pada acne vulgaris.

4. Faktor diet

Makanan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya acne vulgaris masih diperdebatkan. Secara umum dikatakan bahwa makanan yang mengandung banyak lemak, pedas, coklat, susu, kacang-kacangan, keju, alkohol dan sejenisnya dapat merangsang kambuhnya jerawat. Lemak yang tinggi pada makanan akan mempertinggi kadar komposisi sebum, sedangkan makanan dengan kadar karbohidrat tinggi dapat mempertinggi susunan lemak permukaan kulit.

5. Faktor kosmetik

Kosmetika dapat menyebabkan acne vulgaris jika mengandung bahan-bahan komedogenik. Bahan-bahan komedogenik seperti lanolin, petrolatum, dan bahan kimia murni (asam oleik, butil stearat, lauril alkohol, bahan pewarna)

(8)

biasanya terdapat pada krim-krim wajah. Untuk jenis bedak yang sering menyebabkan acne adalah bedak padat (compact powder).

6. Faktor obat-obatan

Beberapa obat mempunyai efek samping menimbulkan jerawat, seperti dilantin, lithium, DHEA, anabolic steroid, disulfiram, barbiturate, kontrasepsi. 7. Kondisi kulit

Jenis kulit berhubungan dengan acne vulgaris adalah kulit berminyak. Kulit berminyak dan kotor oleh debu, polusi udara, maupun sel-sel kulit yang mati yang tidak dilepaskan dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran kelenjar sebasea dan dapat menimbulkan acne vulgaris.

8. Faktor pekerjaan

Penderita acne vulgaris juga banyak ditemukan pada karyawan-karyawan pabrik dimana mereka selalu terpapar bahan-bahan kimia seperti oli dan debu-debu logam. Acne vulgaris ini biasa disebut “Occupational Acne vulgaris”. 9. Faktor Psikis

Emosi, terutama stres sering ditemukan sebagai faktor penyebab kambuhnya acne vulgaris. Adanya acne vulgaris kadang menimbulkan kecemasan yang berlebihan dimana hal tersebut mendorong penderita memanipulasi acne vulgarisnya secara mekanis, sehingga kerusakan dinding folikel semakin parah dan bisa menimbulkan lesi-lesi acne vulgaris baru.

10. Faktor Iklim

Suhu panas dan udara lembab menyebabkan kambuhnya acne vulgaris di daerah tropis. Sedangkan di negara dengan berbagai musim, acne vulgaris

(9)

cenderung kambuh pada musim dingin karena pada musim panas diduga sinar matahari dapat meringankan penderita acne vulgaris, kalaupun ada yang memberat ini akibat berkeringat banyak. Sinar matahari dapat menolong banyak penderita acne vulgaris. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan pigmentasi meningkat dan pengelupasan yang sangat menguntungkan penderita acne vulgaris, lagipula sinar ultraviolet mempunyai efek bakterisid terhadap kuman permukaan kulit. Tetapi jika berlebihan juga memperburuk keadaan klinis acne vulgaris.

II. B. 4. Gradasi

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (dalam Djuanda, 2008) mengklasifikasikan gradasi acne vulgaris sebagai berikut:

1. Ringan : - Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi - Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

2. Sedang : - Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

- Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi - Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi

- Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi 3. Berat : - Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

(10)

Lebih lanjut, gradasi acne vulgaris diatas disertai dengan penjelasan detail mengenai klasifikasi lesi serta peradangannya, yaitu :

1. Sedikit : kurang dari 5 lesi 2. Sedang : 5 sampai 10 lesi 3. Banyak : lebih dari 10 lesi 4. Beradang : pustul, nodus, kista

5. Tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul

II. B. 5. Gejala Klinis

Tempat predileksi acne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, punggung bagian atas, leher, lengan atas, (Harahap, 2000). Erupsi kulit polomorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul dan pustul serta nodus dan kista. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis.

Komedo adalah gejala patognomonik bagian acne vulgaris berupa papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo, open comedo). Sedangkan bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, closed comedo). Papul dan pustul dikenal baik sebagai bintik-bintik kecil berwana merah atau dengan dasar yang kemerahan. Papula cepat sekali timbul, sering hanya dalam beberapa jam dan biasanya akan berkembang menjadi pustula. Sesudah beberapa hari akan

(11)

menghilang. Semakin bertambah parahnya keadaan serta peradangan, maka semakin bertambah besar pula lesi yang dapat dilihat dan diraba yang berakibat pada terbentuknya nodul dan kista. Pada kebanyakan pasien dapat timbul beberapa saja, tetapi pada beberapa orang bisa sangat banyak. (Brown & Burns, 2005)

II. C. Remaja

II. C. 1. Definisi Remaja

Menurut Hurlock (1980) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa. Papalia & Olds (2008) mendefinisikan masa remaja sebagai transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar, seperti perubahan fisik, kognitif, dan sosial.

WHO (2010) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung sekitar 10 tahun. Monks, dkk (2001) memberi batasan usia remaja adalah 12 - 21 tahun. Masa remaja diawali pada usia yang berkisar 10 tahun – 13 tahun dan berakhir di usia 18 tahun - 22 tahun (Santrock, 2007).

II. C. 2. Ciri – Ciri Masa Remaja

(12)

1. Masa remaja sebagai periode perubahan. Remaja mengalami perubahan penting dalam hidupnya baik dari segi fisik maupun mentalnya untuk menuju kedewasaan diri.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan perannya yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan. Ada empat perubahan yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru. Ketiga, berubahnya nilai-nilai, apa yang di masa anak-anak dianggap penting sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. Keempat, sebagaian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan,mereka menginginginkan perubahan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalah membuat banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada periode ini remaja melakukan identifikasi dengan tokoh atau orang yang dikaguminya.

(13)

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Adanya stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang berperilaku merusak, mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri dan akhirnya membuat peralihan ke masa dewasa menjadi sulit.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja cenderung melihat kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status kedewasaan, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan seks bebas.

II. C. 3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) tugas-tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut: :

2. Mencapai hubungan baru dan pergaulan yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan

3. Dapat menjalankan peran sosial maskulin dan feminin. Peran sosial yang dimaksud di sini adalah seperti yang diharapkan masyarakat, dan bergeser sesuai dengan peralihan zaman

4. Menerima keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif.

(14)

5. Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

6. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

7. Mempersiapkan karier ekonomi

8. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

9. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku sesuai dengan norma yang ada di masyarakat.

Erikson (Papalia, Olds & Feldman, 2008) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang memilikil peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2008).

II. C. 4. Perkembangan Fisik Remaja

Masa remaja di mulai dengan terjadinya pubertas, yaitu masa atau periode yang singkat dalam pematangan fisik yang melibatkan perubahan hormonal. Perubahan hormonal tersebut menyebabakan terjadinya perubahan fisik remaja (Santrock, 2007).

Perubahan fisik pada remaja yang disebabkan oleh hormonal adalah perubahan pada kulit yang menjadi sangat rentan terhadap munculnya acne

(15)

vulgaris serta perubahan bentuk tubuh sepeti pertumbuhan payudara pada wanita, lebar bahu pada pria, perubahan suara, perkembangan muskular, pertumbuhan pubic, rambut di wajah, ketiak dan tubuh. Perubahan lain adalah mulai berfungsinya alat reproduksi yang ditandai dengan haid pada remaja putri dan mimpi basah pada remaja laki-laki. Perubahan-perubahan fisik tersebut akan menyebabkan kecanggungan bagi remaja kaena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada dirinya (Sarwono, 2002).

II. C. 5. Perkembangan Sosial Remaja Laki-Laki dan Perempuan

Remaja akan selalu merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh semua orang dalam situasi sosial. Konsep ini disebut Elkind (dalam Papalia & Olds, 2008) sebagai imagery audience. Para remaja dapat berpikir tentang pemikiran mereka sendiri dan orang lain. Akan tetapi, remaja sering kali berasumsi bahwa yang dipikirkan oleh orang lain sama dengan yang mereka pikirkan, yaitu diri mereka sendiri. Seorang remaja perempuan bisa merasa dipermalukan apabila mengenakan pakaian yang salah untuk menghadiri pesta, hal ini dikarekana remaja perempuan tersebut berfikir bahwa orang semua orang di pesta memperhatikan dan berfikir negatif tentang dirinya. Remaja dengan acne vulgaris akan merasa semua orang mengevaluasi negatif penampilan fisiknya ketika berinteraksi sosial. Maka dari itu, mereka akan sangat memperhatikan penampilan fisiknya agar menjadi sempurna.

Erikson (dalam Papalia & Olds, 2008) mengatakan bahwa identitas dan intimasi berkembang beriringan pada remaja perempuan. Hal ini didukung oleh

(16)

pernyataan dari Blyth dkk (dalam Papalia & Olds, 2008) yang mengatakan bahwa intimasi lebih berarti bagi anak perempuan ketimbang anak laki-laki dalam pertemanan sekolah. Perbedaan ini disebabkan pada perspektif bahwa individualis, otonomi dan persaingan lebih banyak melekat pada anak laki-laki. Remaja perempuan menilai diri mereka sendiri berdasarkan kemampuan memperhatikan orang lain dan diri sendiri (Gilligan, 1987).

Sepanjang masa remaja, sebagian besar harga diri berkembang dalam konteks hubungan sosial dengan teman sebaya. Harga diri remaja laki-laki akan berkaitan dengan persaingan demi prestasi individual, sedangkan harga diri remaja perempuan akan lebih bergantung pada hubungan denga orang lain (Gilligan, 1987). Hubungan sosial dan intimasi dengan teman sebaya menjadi hal yang lebih penting bagi remaja perempuan dibanding remaja laki-laki (Papalia & Olds, 2008).

Pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, perilaki dan penampilan fisik lebih besar daripada pengaruh keluarga hal ini disebabkan oleh banyaknya waktu yang dihabiskan remaja di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok. Berbagai kegiatan yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik kegiatan dengan sesama jenis maupun sesama jenis biasanya mencapai puncaknya selama tahun-tahun sekolah menengah atas. Semakin banyak remaja berpartisipasi dalam kegiatan sosialnya maka semakin baik kompetensi sosialnya. Dengan demikian remaja akan memiliki kepercayaan diri

(17)

yang diungkapkan melalui perilaku yang tenang dan seimbang dalam situasi sosial (Hurlock, 1980).

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980), membangun hubungan sosial yang memuaskan dan menerima keadaan fisiknya serta menggunakannya secara efektif merupakan salah satu tugas perkembangan remaja. Dalam Journal of Nutrition College (2013) dikatakan bahwa remaja dengan acne vulgaris akan menolak untuk berpastipasi dalam situasi sosial karena takut penampilannya akan dievaluasi negatif oleh orang lain. Maka dari itu, adanya acne vulgaris pada akhirnya akan mengganggu tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan kegiata sosialnya. Bagi remaja perempuan acne vulgaris akan menjadi masalah yang akan mempengaruhi psikis dan interaksi sosialnya dibanding remaja laki-laki (Dunn dkk, 2011).

II. C. 6. Perbedaan Self-Image Remaja Laki-Laki dan Perempuan

Remaja perempuan memiliki perhatian yang besar terhadap penampilannya dengan berbagai cara yang kompleks. Kita akan memiliki anggapan bahwa remaja perempuan harus cantik dan anggun. Sedangkan remaja laki-laki gagah dan kuat (Ibrahim, 2002). Menurut Gilligan (1987), ketika remaja berkenalan untuk pertama kalinya dengan orang yang baru ditemuinya, mereka akan sangat takut jika penampilannya dianggap tidak menarik. Remaja perempuan sangat memperhatikan penampilan karena takut jika orang lain menilai jelek fisiknya. Bagi remaja perempuan, penilaian orang lain dan hubungan orang lain merupakan hal yang sangat penting. Berbeda dengan remaja laki-laki yang lebih

(18)

mementingkan persaingan dan prestasi. Mereka tidak akan terlalu memperdulikan pandangan orang lain terhadap penampilan fisiknya.

Remaja perempuan yang mendapatkan pengakuan dari teman sebaya dan berhasil memenuhi harapan orang tuanya bahwa perempuan harus cantik akan mengarahkannya memiliki self-image yang positif. Mereka akan berusaha maksimal untuk memiliki penampilan yang menarik, walaupun bagi sebagian remaja perempuan hal tersebut sangat sulit. Sedangkan bagi remaja laki-laki, tidak memperdulikan penampilan merupakan hal yang dianggap sebagai “stylish” (Jersild, 1963).

II. D. Perbedaan Self-Image Remaja Laki – Laki dan Perempuan Penderita Acne vulgaris

Beberapa permasalahan remaja biasanya disebabkan oleh perubahan hormon dalam tubuhnya. Hormon progesteron pada wanita dan estrogen pada pria yang meningkat tajam pada masa remaja akan memicu munculnya acne vulgaris (Djuanda, 2008). Acne vulgaris menurut Harahap (2000) merupakan peradangan kronik folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah predileksi, seperti muka, bahu, dada, serta punggung. Journal of Nutrition College menyebutkan bahwa di Indonesia Hampir 85% anak SMA yang berusia antara 15-18 tahun menderita acne vulgaris, dimana remaja laki-laki sering menderita jerawat yang lebih berat dibanding remaja perempuan.

(19)

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit kronis yang tidak berbahaya tapi memberikan dampak negatif baik secara fisik maupun psikis. Dampak negatif akibat acne vulgaris secara fisik adalah kulit menjadi kurang indah karena terkena masalah seperti scar, bopeng, flek bekas jerawat. Sedangkan dampak negatif acne vulgaris terhadap psikis adalah keadaan psikologis yang tidak menyenangkan seperti cemas dan depresi yang meningkat (Yolac, 2008). Acne vulgaris merupakan sumber kegelisahan bagi remaja laki-laki maupun perempuan (Hurlock, 1980). Remaja yang mengalami masalah jerawat seringkali mempunyai masalah yang berkaitan dengan kepercayaan diri yang rendah, kemurungan, kegusaran, dan buruknya pergaulan sosial, (Ibrahim, 2002).

Acne vulgaris dapat memberikan kesan psikologis yang buruk pada remaja, terutama remaja dalam masa sekolah, sedangkan pada tahap ini faktor percaya diri remaja serta aktivitas pergaulan sosial amat penting. Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) adalah menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif untuk membangun hubungan sosial yang memuaskan baik terhadap lawan jenis maupun sesama jenisnya. Adanya acne vulgaris akan menghambat tugas perkembangan remaja yang berkaitan denga interaksi sosialnya.

Kulit merupakan organ terluas dan yang paling kelihatan dari tubuh manusia sehingga suatu penampilan kulit yang berbeda akan berpengaruh pada penampilan dan self-image remaja. Menurut Jersild (1963), self-image merupakan gambaran mental yang dimiliki individu tentang penampilan fisiknya. Menurut Burn (1993), self-image merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri

(20)

sebagai makhluk yang berfisik, sehingga self-image sering dikaitkan dengan karakteristik-karakteristik fisik yang dimiliki seseorang. Hadisubrata (1997) mengatakan bahwa, individu dengan self-image yang positif ditandai dengan kepercayaan diri, menerima diri sendiri serta memiliki pergaulan sosial yang baik. Sebaliknya, individu dengan self-image negatif akan mengembangkan watak-watak yang akan menghambatnya dalam pergaulan sosial, seperti rendah diri, membenci diri sendiri, serta pemalu. Individu dengan self-image negatif juga akan merasa cemas jika penampilannya dievaluasi negatif oleh orang lain.

Remaja perempuan dengan acne vulgaris akan memiliki perasaan malu dan kecemasan terhadap penampilan yang lebih tinggi dibanding remaja laki-laki (Hasibuan, 2010). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian University of California bahwa remaja perempuan dengan acne vulgaris akan merasa cenderung malu ketika berada dalam situasi sosial dibanding remaja laki-laki. Sedangkan, pada remaja laki-laki ditemukan kondisi yang berbeda, remaja laki-laki tidak terlalu memperdulikan penilaian orang lain terhadap penampilannya dan tidak mengurangi keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Seiring berjalannya waktu, remaja laki-laki juga mulai memperhatikan penampilan fisiknya. Namun, remaja perempuan memiliki perhatian yang lebih besar terhadap penampilan fisiknya dibandingkan remaja laki-laki (Papalia & Olds, 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2013) bahwa, remaja laki-laki yang melakukan perawatn wajah di klinik kecantikan menunjukkan adanya perhatian terhadap penampilan, tetapi tidak sebesar pada remaja perempuan. Berdasarkan hasil penelitian dalam Dicle Medical Journal

(21)

didapatkan hasil bahwa acne vulgaris lebih sering ditemukan pada remaja laki-laki dibanding remaja perempuan, dimana remaja laki-laki-laki-laki akan mencari pengobatan bila dengan acne yang lebih berat (Akyazi dkk, 2011)

Sebuah penelitian dilakukan oleh Wulung (2005) terhadap fenomena munculnya pria metroseksual beberapa tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria metroseksual memiliki perhatian terhadap penampilan dikarenakan semakin banyaknya wanita karier di tempat kerja dengan penampilan yang menarik, tuntutan pekerjaan di mana orang senang bekerja dengan orang yang berpenampilan baik, pengaruh dari media massa, serta gaya hidup pasangan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hurlock (1980) bahwa, keprihatinan terhadap penampilan timbul karena adanya kesadaran bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja perempuan akan lebih memperhatikan dan mencemaskan penampilan fisiknya dibandingkan remaja laki-laki. Adanya acne vulgaris akan lebih besar mempengaruhi remaja perempuan dalam interaksi soialnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi self-imagenya. Maka self-image remaja perempuan yang menderita acne vulgaris akan berbeda dengan remaja laki-laki yang menderita acne vulgaris.

(22)

II. E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah penulis uraikan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan self-image pada penderita acne vulgaris antara remaja laki-laki dan perempuan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penghitungan indeks kekayaan pada area Coban Rais juga tergolong tinggi yang berati jumlah spesies kupu-kupu dalam komunitas juga tinggi. Semakin tinggi

Body image mengacu pada gambaran seseorang tentang tubuhnya yang dibentuk dalam pikirannya, yang lebih banyak dipengaruhi oleh self esteem individu itu sendiri, dari pada

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam

Sebagai pedoman untuk melaksanakan tugas audit tersebut, telah dikeluarkan Putusan Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan Nasional Nomor : Kep.315/B/U.KP.2007 tanggal 5

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, metode deskriptif studi kasus dengan pendekatan asuhan keperawatan. Subjek penelitian diambil secara purposive. Subjek penelitian

Remaja putri yang memiliki self-esteem rendah akan merasa tidak puas dengan penampilan fisik mereka dan meningkatkan body image negatif yang berarti mereka mengalami distorsi body

 Nilai dari dari pembilang untuk pembilang untuk x mendekati x mendekati 3 dari 3 dari arah arah kanan a kanan adalah mendekati dalah mendekati 6, sedangkan nilai penyebut

mengetahui apakah program yang telah dibuat dapat berjalan secara maksimal, untuk itu maka program tersebut harus diuji dahulu mengenai kemampuannya agar