• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah PBL Anemia Hemolitik Autoimun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah PBL Anemia Hemolitik Autoimun"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Gejala Klinis pada Pasien Anemia Hemolitik dan Penatalaksanaannya

Rudy Setiady

10.2012.323, Kelompok B-8 Mahasiswa Kedokteran

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat : Fakultas Kedokteran - Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510

email : setiadyrudy@hotmail.com

Abstrak : Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin,hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal individu sehat, pada umur, jenis kelamin, ras yang sama dan dalam kondisi lingkungan yang serupa. Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang tepat gejala anemia dapat dideteksi secara dini. Serta penanganan yang tepat pada orang dengan anemia hemolitik dapat teratasi.

Kata kunci : anemia hemolitik, sel darah merah, sumsum tulang. Skenario :

Seorang pasien Ny. B, 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual muntah, frekuensi serta warna BAK dalam batas normal, dan frekuensi, warna, konsisten BAB masih dalam batas normal.

PF: BB 81kg, TB: 170cm, keadaan umum: tampak sakit ringan, kesadaran CM, TD:

120/80mmHg, N: 90x/menit RR:18x/menit, T:36,50C, mata: konjungtiva anemis +/+,

leher:JVP:5-2cmH2O, thorak:pulmo/cor dalam batas normal, abdomen: Hepar: tidak teraba

membesar, Lien:SI-II, ektremitas: dalam batas normal.

Lab: Hb 9,5g/dl, Ht 30%, Leukosit 8900/ul, trombosit 230.000/ul, MCV 82fl, MCH 30pg, MCHC 34g/dl, hitung Retikulosit 6%.

(2)

Pendahuluan

Anemia merupakan masalah medic yang paling sering dijumpai diklinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter dipraktek klinik. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Harus diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan masa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti kehamilan.1

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditegakan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kausa anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai

dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik.1

Anamnesis

Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhdap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut aloanamnesis. Untuk pasien bayi dan anak yang belum dapat memberi keterangan, aloanamnesis paling sering digunakan.

(3)

Pada pasien terutama pasien anak, sebagian terbesar data untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Hambatan langsung yang dijumpai dalam pembuatan anamnesis pasien anak ialah pada umumnya aloanamnesis, dan bukan autoanamnesis. Dalam hal ini, pemeriksa harus waspada akan terjadinya bias oleh karena data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi orang tua atau pengantar.

Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis:

 Identitas pasien: nama; umur; jenis kelamin; nama orangtua; alamat; umur, pendidikan

dan pekerjaan orangtua; agama dan suku bangsa.

 Riwayat penyakit: keluhan utama

 Riwayat perjalanan penyakit

 Riwayat penyakit yang pernah diderita

 Riwayat kehamilan ibu

 Riwayat kelahiran

 Riwayat makanan

 Riwayat imunisasi

 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

 Riwayat keluarga

Kemudian dicari keterangan tentang keluhan dan gejala lain yang terkait. Setelah itu, pasien ditanyakan mengenai keluhan pada pasien tersebut:

 Mengeluh cepat lelah ,

 Sering pusing,

 Mata berkunang- kunang,

 Merasakan demam,

 Lidah luka,

(4)

 Konsentrasi hilang,

 Nafas pendek (pada anemia parah)

 Perut membesar karena pembesaran lien dan hati

Pemeriksaan Fisik

Diawali dengan pemeriksaan keadaan umum pasien apakah baik, tampak sakit ringan atau sakit berat. Keadaan umum pasien dinilai sejak pasien masuk ruang periksa. Kemudian periksa tanda-tanda vital (TTV) pasien seperti tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan. Pada pasien anemia biasanya didapatkan keadaan umum seperti pucat, akral dingin, berdebar, sesak, konjungtiva dan mukosa mulut tampak pucat. Setelah itu periksa secara lebih terarah keluhan utama pasien. Pada pemeriksaan fisik agar tidak ada yang terlewat, dimulai dari kepala hingga ekstermitas bawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pasien anemis, sclera ikterik, dan limpa teraba schufner II. Berikut secara garis besar pemeriksaan fisik yang sistemis :

 Kepala dan leher : konjungtiva anemis, sclera ikterik

 Thorak :

- Abdomen : limpa teraba schufner II

 Ekstremitas :

-Pemeriksaan fisik pada pasien dengan anemia dapat ditemukan letih, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang, akral dingin, sesak napas, dan dyspepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku.1

Pemeriksaan Penunjang A.Laboratorium

1. Darah tepi :

 Hb rendah biasanya sekitar 9 – 10 g/dL

 Umur sel darah merah yang memendek

 Gambaran morfologi eritrosit : fragmentosit, mikrosferosit (warna tampak lebih gelap

(5)

 Retikulosit meningkat 5 – 20 % 2. Pemeriksaan MCH, MCV, MCHC

 Mean Corpuscular Volume (MCV)

 Data yang diperlukan : nilai hematokrit (%) dan jumlah eritrosit (juta/uL)

 Rumus

VER Ht (%) X 10 (fL)

E (juta/uL)

 Nilai rujukan : 82-92 fL

 Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

 Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl) dan jumlah eritrosit (juta/uL)

 Rumus

HER Hb (g/dl) X 10 (pg)

E (juta/uL)

 Nilai rujukan : 27-37 pg

 Mean Corpuscular Hemogloblin Concentration (MCHC)

 Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl) dan nilai hematokrit (%)

 Rumus

(6)

Ht (%)

 Nilai rujukan : 32-37 %

Dalam kasus ini nilai MCV, MCH dan MCHC dalam nilai normal semua. Hasil pemeriksaan laboratorium pada anemia hemolitik dapat dibagi Dalam 3 kelompok:

1. Gambaran peningkatan penghancuran sel darah merah õ Bilirubin serum meningkat

õ Urobilinogen urin meningkat õ Sterkobilinogen feses meningkat õ Haptoglobin serum menurun

2. Gambaran peningkatan produksi sel darah merah õ Retikulositosis

õ Hiperplasia eritroid sumsum tulang 3. Sel darah merah rusak

{ Morfologi: fragmentosit, mikrosferosit

{ Umur sel darah merah yang memendek

Untuk menyingkirkan kemungkinan lain dan untuk memastikan diagnosis yang tepat dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Tentu saja untuk memastikan bahwa pasien benar-benar anemia pemeriksaan sederhana untuk mengetauinya yaitu cek darah rutin atau cek darah lengkap. Dimana dari pemeriksaan darah itu didapatkan parameter anemia yaitu keadaan hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Tetapi pemeriksaan darah hanya sejauh mengenai anemia, belum kepada penyebab yang mendasari terjadinya anemia. Maka dari itu dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik. Pemeriksaan ini terdiri dari : pemeriksaan penyaring (screening test), pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan khusus.

(7)

 Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologi anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

 Pemeriksaan darah seri anemia : meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit

dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

 Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tualng mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologic yang dapat mensupresi system eritroid.

 Pemeriksaan khusus hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada anemia defisiensi besi yang diperiksa seperti serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum. Anemia megaloblastik yang diperiksa seperti folat serum, vit B12 serum, tes supresi deoksiuridin dann tes Schiling. Anemia hemolitik yang diperiksa seperti bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin.

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti permeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid. Karena kasus pasien lebih mengarah pada anemia hemolitik autoimun maka pemeriksaan yang dapat meyakinkan ke arah tersebut adalah tes Coomb (Direct antiglobulin test). Tes Coombs bertujuan untuk mendeteksi adanya antibody tidak lengkap atau komplemen yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Bila sel yang telah diliputi zat anti tidak lengkap (mengalami sensitisasi) ditambahkan serum Coombs (serum antiglobulin) maka akan terjadi aglutinasi. Hasil tes Coombs direk positif dijumpai pada Hemolitik Disease of the Newborn (HDN), anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik imun karena obat dan reaksi hemolitik pada transfuse darah. Sedangkan uji antiglobulin indirect digunakan sebagai bagian dari penapisan antibody rutin pada serum resipien sebelum transfusi dan untuk mendeteksi

antibody golongan darah pada wanita hamil.1,3,5

Diagnosis kerja

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien yang datang dengan keluhan mudah lelah tersebut menderita anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun (AHA) merupakan suatu kelainan dimana terdapat autoantibody terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit dan

(8)

usia eritrosit memendek. Berdasarkan sifat reaksi antibody, anemia hemolitik autoimun dibagi dalam 2 golongan, yaitu :

1. AHA tipe panas (Warm AIHA) : reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada suhu

tubuh (37oC), antibody tersebut biasanya adalah immunoglobulin G (IgG).

2. AHA tipe dingin (Cold AIHA) : reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada suhu

rendah (4oC), antibody tersebut biasanya adalah immunoglobulin M (IgM).

Jika digabungkan dengan etiologinya, didapatkan klasifikasi sebagai berikut :

1. Tipe panas (warm autoantibody type) autoantibody aktif maksimal pada suhu tubuh (37oC).

a. Idiopatik b. Sekunder

i. Penyakit limfoproliferatif, seperti leukemia limfositik kronik dan limfoma maligna. ii. Penyakit kolagen, seperti SLE, dan lain-lain

iii. Penyakit-penyakit lain

iv. Obat (tipe hapten; penisilin; tipe kompleks imun; tipe autoantibody; metildopa) 2. Tipe dingin (cold autoantibody type) autoantibodi aktif pada suhu <37oC

a. Idiopatik b. Sekunder

i. Penyakit limfoproliferatif

ii. Infeksi : Mycoplasma pneumonia, infectious mononucleosis, EBV, dan lain-lain iii. Lain-lain

3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria a. Pada sifilis stadium III

b. Pasca infeksi virus (self limited)

4. Campuran tipe panas dan tipe dingin2

Anemia Hemolitik Tipe Hangat

Anemia hemolitik tipe panas sekitar 70%, dimana autoantibody bereaksi secara optimal

pada suhu 37oC. Lebih sering terjadi wanita muda. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat

disertai penyakit lain. Eritrosit biasanya dilapisi oleh IgG saja atau dengan komplemen, dan karena itu, diambil oleh makrofag RE yang mempunyai reseptor untuk fragmen Fc IgG. Gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, limpa membesar. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Ikterik terjadi pada 40%. Gejala tersebut dapat hilang timbul. Temuan lab yang sering dijumpai adalah Hb < 7 g/dl, tes Coombs positif, bilirubin serum meningkat 2-4 mg/dl dengan bilirubin indirek lebih tinggi daripada bilirubin direk. Diagnosis AHA tipe hangat dapat ditegakan jika dijumpai 1.) tanda anemia hemolitik didapat (gejala klinik, anemia normositik normokrom, hemolisis ekstravaskular, kompensasi sumsum tulang) 2.) Tes Coombs direct positif, hanya sebagian kecil penderita menunjukan hasil negative.1-3

(9)

Anemia Hemolitik Tipe Dingin

AHA tipe dingin lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan AHA tipe panas. Terjadinya hemolisis diperantarai antibody dingin yaitu aglutinin dingin dan antibody Donath-Landsteiner. Kelainan ini secara karakteristik memiliki agglutinin dingin IgM monoclonal, dapat juga poliklonal pada yang post infeksi. Pada AHA tipe dingin autoantibody IgM mengikat antigen membrane eritrosit (terutama ‘I antigen’) dan membawa C1q ketika melewati bagian yang dingin, kemudian terbentuk kompleks penyerang membrane (MAC). Kompleks penyerang ini menimbulkan kerusakan membran eritrosit apabila terjadi kerusakan membran yang hebat akan terjadi hemolisis intravascular jika kerusakan minimal terjadi fagositosis oleh makrofag dalam RES sehingga terjadi hemolisis ekstravaskular.1,2

Gejala Klinik

Pasien mungkin mengeluh lemah, pusing, cepat capek dan sesak. Pasien juga mengeluh kuning dan urinnya kecoklatan, meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian obat-obatan dan terpajan toksin serta riwayat keluarga merupakan informasi penting yang harus ditanyakan saat anamnesis.Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit dan mukosa kuning. Splenomegali didapatkan pada beberapa anemia hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan takikardi dan aliran murmur pada katup jantung.

DIFERENTIAL DIAGNOSIS1,4-6

A. Sferositosis herediter

Kelainan ini adalah anemia hemolitik yang paling sering dijumpai di Eropa Utara (Skandinavia). Kelainan ini khas.1.) diturunkan secara autosomal dominan dengan ekspresi bervariasi 2.) dijumpai makrosferosit pada hapusan darah tepi 3.) memberi respon yang baik terhadap splenektomi. Kelainan dasar sferositosis herediter terletak pada protein structural membran eritrosit. Timbul karena defek protein yang berfungsi dalam interaksi vertical antara membran skeleton dengan lipid bilayer membrane eritrosit, antara lain karena defek pada ankyrin, spectrin atau pallidin. Hal ini mengakibatkan membran eritrosit menjadi longgar

(10)

sehingga eritrosit berubah bentuk dari bikonkaf menjadi sferis. Perubahan bentuk menjadi bulat dan rigid (deformabilitas) menyebabkan kerusakan membrane eritrosit saat melewati kapiler yang berdiameter kecil pada lien. Eritrosit dengan defek membran ini akan dikenal dan kemudian difagosit oleh makrofag, sehingga terjadilah hemolisis ekstravaskular yang kronis. Gambaran klinik berupa anemia dari bayi hingga tua. Dijumpai ikterus yang berfluktuasi. Splenomegali

hampir selalu dijumpai. Pada sebagian besar penderita dijumpai batu empedu.1,2

B. Anemia defisiensi G6PD

Pada sel eritrosit terjadi metabolism glukosa untuk menghasilkan energy (ATP), yang digunakan untuk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang cocok bagi eritrosit. Pembentukan ATP tersebut melalui proses glikolisis Emden Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan piruvat kinase. Glukosa mengalami metabolisme dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan bantuan enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) untuk menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi hemoglobin dan membran eritrosit dari oksidan. Defisiensi enzim tersebut dapat mempermudah dan mempercepat hemolisis. Kejadian defisiensi enzim G6PD lebih sering terjadi pada pria karena enzim ini dikode oleh gen yang terletak di kromosom X. Ketika hemolisis akut Ht turun dengan cepat diiringi oleh peningkatan hemoglobin dan bilirubin indirek dan penurunan

haptoglobin. Hemoglobin mengalami oksidasi dan membentuk Heinz Bodies. Diagnosis

defisiensi G6PD dipikirkan jika ada episode akut pada laki-laki keturunan Afrika dan Mediterania. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan terpajan dengan zat-zat oksidan. Gambaran lab normal, hanya aktivitas enzim G6PD menurun, dapat ditemukan tanda-tanda hemolisis intravascular.1,2

C. Thalasemia

Suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis atau absennya pembentukan satu atau lebih rantai globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal. Sebagai akibatnya timbul ketidakseimbangan sintesis suatu rantai, salah satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami presipitasi, membentuk Heinz bodies dan eritrosit mengalami hemolisis intrameduler sehingga terjadi eritropoiesis inefektif yang disertai pemendekan usia eritrosit. Sering diikuti kompensasi pembentukan rantai globin lain sehingga membentuk

(11)

konfigurasi lain. Misalnya, pada thalasemia beta, rantai beta tidak terbentuk. Sehingga rantai alfa mengalami ekses yang mengakibatkan presipitasi rantai ini. Untuk mengurangi ekses rantai alfa maka dibentuk rantai gama yang mengikat rantai alfa berlebihan sehingga terjadi konfigurasi baru sebagai HbF. Dimana sifat HbF memiliki afinitas yang tinggi sehingga sulit melepaskan oksigen dan jaringan menjadi hipoksia. Penderita umumnya mengalami hepatosplenomegali, menunjukan anemia mikrositik hipokrom, facies cooley (facies thalasemia), pucat, gangguan pertumbuhan tulang, bisa ikterik atau tidak.1,2

ETIOLOGI1,5,6

Etiologi pasti dari penyakit autoimun belum jelas atau idiopatik, kemungkinan terjadi karena

gangguan central tolenrance, dan gangguan pada proses limfosit autoreaktif residual. Secara

garis besar AHA tipe hangat penyebabnya dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu idiopatik ( dari 50% kasus AHA), dan sekunder akibat penyakit kronis seperti SLE, multiple myeloma, limfoma dan setelah menggunakan obat metildopa. Sedangkan penyebab AHA tipe dingin dapat digolongkan menjadi idiopatik, sekunder yaitu akibat penyakit kronis seperti infeksi bakteri atau

virus dan juga paroxysmal cold hemoglobinuri (PCH).1,2

EPIDEMIOLOGI5

Anemia merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara, baik negara maju maupun berkembang. Di negara maju prevalensi anemia tergolong relatif rendah dibandingkan dengan negara berkembang yang diperkirakan mencapai 90 % dari semua individu. Beberapa peneliti dan laporan menyatakan bahwa anemia gizi besi merupakan prevalensi yang paling tinggi dari berbagai anemia gizi, dan hampir separuh dari semua wanita di negara berkembang menderita anemia.

PATOFISIOLOGI

Etiologi menyebabkan hiperplasia eritropoiesis dan pelebaran anatomik sumsum tulang menyebabkan meningkatnya destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum pasien menjadi anemia. Saking cepatnya destruksi tersebut, maka hemolisis pun tidak hanya terjadi pada ekstravaskular. Hemolisis intravaskular pun turut terjadi, dimana sel darah merah lisi di

(12)

pembuluh darah dan melepaskan hemoglobin yang kemudian akan diubah menjadi methemalbumin.

Di sini terjadilah, hemoglobinemia. Lalu, hemoglobin bebas yang berlebih akan difiltrasi oleh glomerulus. Jika kecepatan hemolisi s mensaturasi k a p a s i t a s r e a b s o r p s i t u b u l u s g i n j a l , h e m o g l o b i n b e b a s m e m a s u k i u r i n e . H a l i n i menyebabkan hemoglobinuria dan hemosiderinuria (protein cadangan besi dalamsedimen besi). Kecepatan destruksi eritrosit juga menyebabkan splenomegali karena limpa yang bekerja dengan keras untuk melakukan destruksi tersebut

PENATALAKSANAAN4,5,6 Medika Mentosa

Kortikosteroid: 1-1,5 mg/kgBB/hari. Dalam 2 minggu sebagian besar akan menunjukkan responklinis baik (Hmt meningkat, retikulosit meningkat, tes coombs direk positif lemah, tes coombindirek negatif). Nilai normal dan stabil akan mencapai pada hari ke- 30 sampai hari ke- 90. Bilaada tanda respon terhadap steroid, dosis diturunkan tiap minggu 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari diberikan secara selang 1 hari. Beberapa pasien akan memerlukan terapi r u m a t a n d e n g a n d o s i s s t e r o i d r e n d a h , n a m u n b i l a d o s i s p e r h a r i m e l e b i h i 1 5 m g / h a r i u n t u k mempertahankan kadar Hmt, maka perlu segera dipertimbangkan terapi dengan modalitas lain.

I m u n o s u p r e s i , Az a t i o p r i n 5 0 - 2 0 0 m g / h a r i ( 8 0 m g / m2) , s i k l o f o s t a m i d

5 0 - 1 5 0 m g / h a r i ( 6 0 mg/m2).

Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol dipakai bersama-sama steroid. Bilaterjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Terapi imunoglobulin (400 mg/hari selama 5 hari) menunjukkan perbaikan pada beberapa pasien, namun dilaporkan terapi ini juga tidak efektif pada beberpa pasien lain. Jadi terapi ini diberikan bersama terapi lain dan responnya bersifat sementara. Terapi plasmaferesismasih kontroversial.

(13)

Non Media Mentosa

 Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tappering dosis

selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan menghilangkan tempatu t a m a p e n g h a n c u r a n s e l d a r a h m e r a h . H e m o l i s i s m a s i h b i s a t e r u s b e r l a n g s u n g s e t e l a h splenektomi, namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit terikat antibodi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan erotrosit yang sama. Remisi komplit pascasplenektomi mencapai 50-75%, namun tidak bersifat permanen. Glukokortikoid dosis rendahmasih sering digunakan setelah splenektomi.

 Terapi transusi: terapi transfusi bukan merupakan kontra indikasi mutlak.

Pada kondisi yangmengancam jiwa (misal Hb < 3 g/dl) transfusi dapat diberikan, sambil menunggu steroid danimunoglobulin untuk berefek.

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat dari ringan hingga berat dan bahkan kematian. Dapat berupa hipoksia jaringan, gangguan neurologis, infark miokard, gagal jantung, gagal ginjal. Semua itu terjadi didasarkan akibat eritrosit yang hancur sehingga fungsi eritrosit sebagai pembawa oksigen hilang. Maka dari itu jaringan dan organ tidak mendapat oksigen, yang lebih berbahaya jika otak tidak mendapat oksigen dapat menyebabkan serangan stroke dsb. Akibat anemia yang berat dan lama, sering tarjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang membesar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

(14)

PREVENTIV

Tidak ada tindakan untuk melakukan pencegahan dalam kasus anemia autoimun, sebab penyakit autoimun saja sulit untuk dicari penyebabnya dan tubuh sendiri yang membentuk antibody terhadap eritrosit. Tetapi untuk kasus teretntu seperti anemia defisiensi besi, asam folat, vit B12 dapat dicegah dengan mengonsumsi zat-zat tersebut dengan cukup agar tidak terjadi defisiensi. Pada beberapa kasus anemia hemolitik autoimun (AHA) ada yang disebabkan oleh penggunaan obat seperti metildopa maka dari itu untuk pencegahan dapat hindari obat tersebut. Ada juga AHA tipe dingin akibat infeksi maka dari itu hindari infeksi dengan menjaga kesehatan tubuh,

dan juga hindari suhu dingin sebab AHA tipe dingin bisa dipicu oleh suhu dingin.1,2

PROGNOSIS

Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya. Hanya sebagian kecil pasien yang mengalami penyembuhan komplit dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronis, namun terkendali. Survival 10 tahun berkisar 70%. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis pada anemia hemolitik autoimun sekunder tergantung penyakit yang mendasari.1

KESIMPULAN

Anemi hemolitik adalah anemi yang terjadi karena pemecahan yang berlebihan darisel eritrosit (hemolisis) tanpa diikuti oleh kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit bagi mengatasi hemolisis yang berlebihan tersebut, sumsum tulang akan mengalami hyperplasia. Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu : a).Faktor Instrinsik (intra korpuskuler) ,kelainan terutama pada sel eritrosit , sering merupakan kelainan bawaan, kelainan terutama pada enzym eritrosit ,b). Faktor Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan umumnya didapat (aguaired) dan biasanya merupakan kelainan immunologi .

Klasifikasi dan etiologi anemi hemolitik yaitu : a). Penyakit hemolitik yang diturunkan (Inherited hemolytic disorders) biasanya merupakan kelainan membrane, enzym glycolytic, kelainan metabolik nukleotide ,deffisiensi enzym pentosephosphat ,kelainan syntese dan struktur eritrosit ,b).Anemi hemolitik didapat (Aquaired hemolitik anemi) : Anemi hemolitik

(15)

immune,anemi mikroangiopatik, Infeksi ,zat kimiawi,physical agent, PNH ,hypophosphospatemia ,vit.E deffisiensi pada newborns.

Pemeriksaan laboratorium yang penting diantaranya yaitu, hitung sel darah secara lengkap (C.B.C) :Hb.,Ht.,Jumlah lekosit, eritrosit ,trombosit ,retikulosit ,nilai MC ,pemeriksaan SADT, osmotik Fragiliti Test, pemeriksaan Biokimiawi dan pemeriksaan immunologi.

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata KM, Parjono E. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.1105-1164

2. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta : EGC; 2012.h.50-96

3. Moss PAH, Pettit JE, Hoffbrand AV. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta :EGC; 2005.h.51-63

4. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford pemeriksaan fisik & keterampilan praktis. Jakarta: EGC; 2012

5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik hematologi. Jakarta : Biro Publikasi FK UKRIDA; 2009

6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. 2008.h.553

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS EKUITASdilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Pemesanan Pembelian Unit

Dengan ketentunan Pasal 27 ayat (1) Perda Jatim No 2/2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Jatim yaitu setiap

Artinya dengan menggunakan protokol komunikasi apapun, transaksi dengan metode SOAP harus menggunakan utilitas teknologi SOAP-XML yang umumnya pada open source tersedia

Identifikasi 12 isolat IB lapangan pada inokulum yang menyebabkan lesi embrio pada pasase lima atau lebih, pada pemeriksaan secara AGP yang memperlihatkan garis presipitasi

Untuk itu, BI menerbitkan ketentuan bahwa bank yang telah memiliki Unit Usaha Syariah diperbolehkan untuk juga melayani transaksi syariah di kantor-kantor cabang bank

Ordo Cetacea, meliputi tiga sub-ordo, yaitu : Archaeoceti, Mysticeti, Odonticeti 5.c Hewan pada ordo Sirenia memiliki ukuran tubuh yang besar, dengan bentuk seperti kumparan kaki

Language is the main subject in communication. By using language most people will be able to communicate with the other, whether native or foreign language. Beside that,

DAS Mina memiliki tangkapan air seluas 273.300 Ha dan memiliki aliran utama yaitu sungai Noelmina sepanjang 97 km, melewati kecamatan Batuputih, Amanuban Selatan,