• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA WANITA DALAM NOVEL IMRO AH INDA NUQTHAH ASH-SHIFR (PEREMPUAN DI TITIK NOL) KARYA NAWAL EL-SA DAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CITRA WANITA DALAM NOVEL IMRO AH INDA NUQTHAH ASH-SHIFR (PEREMPUAN DI TITIK NOL) KARYA NAWAL EL-SA DAWI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

CITRA WANITA DALAM NOVEL

“IMRO’AH INDA NUQTHAH ASH-SHIFR” (PEREMPUAN DI TITIK NOL) KARYA NAWAL EL-SA’DAWI

Ahmad Hamzah

Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya hamzah.um@gmail.com

Abstract: The novel written by Nawal El-Sa’dawi entitled Imro’ah inda Nuqthah Ash-Sifr which then translated to Indonesia as Perempuan di Titik Nol is a novel that portrays women controversially. Feminist theories will be used to analyze the novel. Here, the women are described psychologically and socially. In psychological point of view, woman described as a smart and brainy person; one who loves to learn, to be loved and loving. A woman who wants the freedom, changing her life to the better one, someone who does not need a protector, a woman who has dignity, brave, confident, dependent and hard working. While from social point of view, a woman is described as a wife, a mother, a worker, a doctor, a prostitute, a teacher, a pimp. Woman cannot be a leader, she does not deserve to get the same education as man. Woman always becomes the second in the workplace. She is the other.

Keywords: psychological, brave, confident, social, second position, discrimination.

Pendahuluan

Di antara masalah-masalah tradisional yang menjadi bahan perdebatan dan malahan konflik khususnya di negara-negara berkembang ialah masalah kedudukan wanita dan hak perempuan, baik di tengah masyarakat, maupun hubungan langsung antara laki-laki dan perempuan di dunia kerja, baik di dalam maupun di luar perkawinan. Kita dapat mengingat, bahwa perjuangan perempuan Indonesia untuk mendapat kedudukan yang lebih seimbang di dalam lembaga perkawinan telah memakan waktu puluhan tahun dan baru dapat membawa perempuan Indonesia ke arah Undang-Undang Perkawinan tahun 1974. Di samping itu, kita juga melihat adanya organisasi wanita yang kedudukan setiap perempuan di dalamnya masih tergantung 100% dari kedudukan hirarkis suaminya di dalam birokrasi atau lembaga Negara. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perempuan Indonesia masih harus memperjuangkan haknya lebih banyak lagi, sebelum dia menjadi oknum mandiri bersama laki-laki di dalam masyarakat kita.

(2)

Sebuah gerakan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria disebut dengan feminisme atau dalam bahasa arab disebut dengan ‘an-niswiyyah’ . Istilah ‘an- ‘an-niswiyyah’ adalah sebuah kata berbahasa Arab yang bersinonim dengan feminism dalam istilah bahasa inggris, yaitu sebuah pemikiran yang menunjukan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah dari pada laki-laki dalam berbagai segi, seperti kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, politik dan sebagainya. Perempuan dalam pandangan para feminis tidak diperlakukan secara adil dan tidak mendapatkan hak-hak yang sama dengan laki-laki. Laki-laki disandingkan dengan kekuatan sedangkan perempuan dengan kelemahan, laki-laki dengan pemikiran sedangkan perempuan dengan kelembutan, laki-laki dengan perbuatan sedangkan perempuan disandingkan dengan hal-hal yang negatif.

Di dunia Arab sendiri, khususnya Mesir, masalah relasi gender ini menjadi bagian problem-problem sentral (al-musykaliyaat al-markaziyah) dari pergolakan pemikiran Mesir. Kita mengenal Huda Sya’rawi, Zaenab Fawwaz, Nawal El-Sa’-dawi, May Ziyadah, Aisha Taymoriyah dan lain sebagainya (Umar, 2002:109).

Nawal el-Sa’dawi merupakan salah satu figur gerakan feminis melalui karya sastra. Ia banyak menulis buku baik fiksi maupun non fiksi dengan banyak menampilkan tema yang jarang sekali diungkapkan dalam Dunia Islam yakni pe-nindasan kaum laki-laki atas kaum perempuan. Sejauh penjelajahan karya sastra Arab yang telah ditempuh, jarang novel-novel yang lahir di dunia Islam menam-pilkan kenyataan-kenyataan memuakkan yang dilakukan oleh Nawal El-Sa’dawi (Saadawi, 2000: v-vi).

Novel karya Nawal El-Sa’dawi berjudul Imro’ah inda Nuqthah Ash-Sifr akan mengejutkan banyak pembaca di Indonesia. Mesir adalah negara Islam yang melakukan modernisasi jauh lebih dahulu dari pada negera-negera Arab dan Islam lainnya di Asia Tengah. Kehadiran novel Nawal El-Sa’dawi ini menunjukkan bahwa perjuangan perempuan Mesir untuk merebut kedudukan dan hak-hak yang sama dan lebih penting lagi untuk mendapat perubahan nilai masih belum sepenuhnya tercapai. Novel yang terdiri dari tiga babak tersebut berisi alur cerita yang sangat keras, amat pedas, yang mengandung pula jeritan pedih sebagai kritikan atau protes terhadap situasi dan kondisi masyarakat–dalam hal ini Mesir–serta cara pandang

(3)

ma-syarakatnya terhadap perempuan. Sesuatu yang membuat pengaruh karya ini lebih kuat adalah karena ia berlandaskan pengalaman pribadi tokoh utama novel tersebut.

Novel ini kental dengan tema-tema gender atau feminisme, yang masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini. Novel ini merupakan salah satu novel penting dalam kesusastraan arab modern, hal ini dibuktikan dengan adanya apresiasi masyarakat dunia dan karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa salah satunya adalah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Novel ini merupakan karya Nawal El-Sa’dawi yang menjadi perdebatan di Mesir karena pengarang berani membuka hal-hal yang dianggap tabu di Mesir sehingga dilarang untuk diterbitkan (Tempo: 2001). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan citra wanita dalam novel ‘Imro’ah Inda Nuqthah Ash-Shifr’ karya Nawal El-Sa’dawi.

Kritik sastra feminis atau kajian feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respons atas berkembang luasnya feminisme di berbagai penjuru dunia (Sugigastuti, 2002: 61), yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisis pada perempuan. Adapun beberapa definisi kritik sastra feminis menurut Al-Qaaud (2010) yaitu: (1) sebuah karya sastra yang membahas tentang perempuan, (2) semua karya sastra yang ditulis oleh perempuan, (3) karya sastra yang membahas tentang perempuan baik yang ditulis laki-laki maupun perempuan. Sedangkan menurut Djajanegara (2000: 27), di antara ragam kritik sastra feminis yang muncul di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Kritik sastra feminis-idiologis, yaitu kritik sastra feminis yang melibatkan wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotipe wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.

2. Kritik sastra feminis ginokritik yaitu penelitian tentang sejarah karya sastra wanita, gaya penulisan, tema, genre, dan struktural tulisan wanita. Di samping itu dikaji juga kreativitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita. Dan

(4)

masalah yang dikaji adalah masalah perbedaan, perbedaan antara tulisan pria dan wanita.

3. Kritik sastra feminis-sosialis atau kritik sastra feminis-marxis yaitu meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas. kritik sastra feminis-sosialis mencoba me-nunjukan bahwa tokoh-tokoh wanita dalam karya-karya sastra lama adalah manu-sia–manusia yang tertindas, yang tenaganya dimanfaatkan untuk kepentingan kaum laki-laki tanpa menerima bayaran.

4. Kritik sastra feminis-psikoanalitik diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis percaya bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedangkan tokoh wanita tersebut merupakan cermin penciptaannya. Pengkritik sastra feminis, yang biasanya perempuan, dan pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh wanita yang dibacanya. Sebuah karya otobiografi, biografi, dan bahkan fiksi yang ditulis wanita, tokoh-tokoh wanita merupakan cerminan penulisnya.

5. Kritik sastra feminis-lesbian, yaitu kritik sastra yang hanya meneliti penulis dan tokoh wanita saja, tujuan kritik sastra feminis-lesbian adalah mengembangkan suatu definisi yang cermat tentang makna lesbian. Setelah mengidentifikasi penulis-penulis serta karya-karya lesbian, para pengkritik mampu membentuk suatu kanon sastra lesbian dari karya-karya masa silam, kemudian dari kanon tersebut para pengkritik dapat mengembangkan suatu tradisi menulis sastra lesbian dari strategi membaca dari sudut pandang lesbian baik pada teks-teks lama maupun modern.

6. Kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis-etnik yaitu kritik sastra feminis yang mengkaji tentang adanya diskriminasi seksual dari kaum laki-laki kulit putih atau hitam dan diskriminasi rasial dari golongan mayoritas kulit putih, baik laki-laki maupun perempuan.

Penulisan kritik sastra pada karya ini menggunakan kritik sastra feminis ideologis. Kritik sastra feminis tersebut melibatkan wanita dalam kisahnya. Kritik sastra feminis dalam penelitian ini digunakan untuk membahas tentang citra wanita

(5)

berdasarkan stereotype wanita dalam karya sastra, serta sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan bahkan diabaikan.

B. Pembahasan

Pencitraan adalah penyerupaan yang mencerminkan sesuatu yang asli. Kata citra bersinonim dengan kata shurah dalam bahasa Arab yang didefinisikan dalam KBBI (2000: 206) sebagai kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh suatu kata, frasa, kalimat, dan merupakan unsur yang khas dalam karya prosa dan puisi.

Mengenai istilah “pencitraan”, Pradopo (2002: 795) mendefinisikan sebagai gambaran-gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya, gambaran pikiran yang terdapat dalam citra merupakan efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan. Dengan demikian penggunaan citra dalam penelitian ini adalah wujud gambaran sikap dan sifat dalam keseharian perempuan yang menunjukan wajah dan ciri khas perempuan.

Citra perempuan dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri fisik, psikis, dan sosial (Satoto, 1994: 45). Citra perempuan ditinjau dari segi fisik, yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik atau lahiriah, seperti usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri muka. Dan citra perempuan yang ditinjau dari segi psikis atau kejiwaan, yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat dari segi psikologisnya, seperti mentalitas, ukuran moral, dapat membedakan yang baik dan tidak baik, dan antara yang benar dan salah, temperamen, keinginan, dan perasaan pribadi, sikap dan perilaku, dan IQ (Intelegence Quantent) atau tingkat kecerdasan. Sedangkan citra perempuan ditinjau dari segi sosial, yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri sosiologis yaitu pekerjaan, jabatan, peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan, pandangan hidup, agama, kepercayaan, idiologi, bangsa, suku, dan kehidupan pribadi.

Citra wanita dalam novel ini dibahas dari sisi psikis, sosial, feminisme, dan agama Islam. Secara rinci empat hal tersebut akan diuraikan di bawah ini.

(6)

1. Citra Wanita dalam Novel Imro’ah Inda Nuqthah Ash-Shifr

Citra wanita yang digambarkan ini merupakan citra dari segi psikis. Penggambaran citra psikis dalam novel tersebut seperti berikut ini.

a. Wanita sebagai seorang yang cerdas dan pintar. Dalam novel ini wanita digam-barkan sebagai seseorang yang cerdas yang mempunyai kemampuan tinggi dalam belajar. wanita dapat berlomba dengan laki-laki dalam dunia pendidikan. Hal ini didasarkan pada diri Firdaus. Firdaus merupakan seorang wanita yang cerdas dan pintar (Sa’dawi, 1989: 33 alenia 3, 37 alenia 2),

b. Wanita adalah seorang yang cinta ilmu. Firdaus adalah seorang wanita yang cinta ilmu pengetahuan. Ketika Firdaus tinggal di asrama sekolah menengah atas, ia sering menghabiskan waktu luangnya untuk membaca buku di perpustakaan sekolah. Ketika Firdaus menjadi seorang pelacur, ia memanfaatkan waktu luangngya untuk membaca buku dan berdiskusi dengan teman-temannya tentang banyak hal, salah satunya adalah tentang politik (Sa’dawi, 1989: 31 alenia 3, 78 alenia 1),

c. Wanita ingin dicintai dan mencintai. Firdaus merupakan seorang wanita yang mempunyai perasaan cinta kepada seorang lelaki. Laki-laki yang dicintai Firdaus bernama Ibrahim. Perasaan cinta terhadap Ibrahim itu memenuhi hati Firdaus sejak Firdaus dekat dengan Ibrahim di tempat kerja mereka. Firdaus mengira bahwa Ibrahim juga mencintainya, tetapi kenyataan berkata lain, Ibrahim akan menikah dengan anak kepala perusahaan tempat Firdaus bekerja (Sa’dawi, 1989: 95 alenia 2),

d. Wanita menginginkan kebebasan. Firdaus adalah seorang wanita yang memilih menjadi seorang pelacur yang bebas tanpa bergantung dengan orang lain. Ia tidak ingin menjadi seorang istri yang bergantung pada suami dalam kehidupan berkeluarga. Pelacur menjual tubuhnya dengan harga tinggi, sedangkan para istri menjadi budak suami mereka tanpa dibayar (Sa’dawi, 1989: 101 alenia 2), e. Wanita ingin mengubah hidupannya menjadi lebih baik dan menjadi seorang

yang terhormat. Firdaus adalah seorang pelacur. Hidup Firdaus sebagai seorang pelacur berlimpahan harta benda, tetapi tidak terhormat. Firdaus tidak tahu bahwa profesinya tidak terhormat, sampai datang seorang lelaki bernama Di’a berkata kepadanya bahwa dia tidak terhormat. Karena perkataan Di’a tersebut,

(7)

Firdaus sangat marah, sampai Firdaus berusaha untuk mengubah hidupnya agar lebih baik dengan meninggalkan profesinya sebagai seorang pelacur dan mencari pekerjaan lain yang terhormat dan sesuai dengan kemampuannya (Sa’dawi, 1989: 79 alenia 3, 82 alenia 1).

f. Wanita tidak membutuhkan pelindung. Firdaus adalah seorang wanita yang kuat. Ketika Firdaus menjadi seorang pelacur yang sukses, ia tidak mencari seseorang untuk melindunginya dari bahaya yang menimpanya. Setiap pelacur membutuhkan pelindung untuk melindunginya dari bahaya, tetapi Firdaus merasa bahwa ia kuat dan tidak membutuhkan pelindung. Firdaus dapat menghadapi bahaya yang datang kepadanya (Sa’dawi, 1989: 102 alenia 2), g. Wanita adalah seorang yang pemberani. Firdaus merupakan seorang wanita yang

pemberani. Ia berani membunuh seorang laki-laki bernama Marzouk dengan menancapkan pisau di perutnya. Firdaus berani menghadapi seorang pangeran Arab yang merayunya untuk tidur dengannya dengan mengangkat pisau di leher pangeran Arab tanpa ragu-ragu (Sa’dawi, 1989: 106 alenia 1, 109-110 alenia 3), h. Wanita seorang yang percaya diri. Firdaus adalah seorang wanita yang sangan

percaya diri. Dia percaya terhadap kemampuan yang ia miliki, dan percaya diri terhadap semua hal yang ia lakukan (Sa’dawi, 1989: 15 alenia 1),

i. Wanita adalah seorang yang mandiri. Firdaus adalah seorang yang sangat mandiri. Ia adalah seorang yang tidak pernah bergantung pada orang lain. Ketika ia hidup dengan bayoumi, ia tidak ingin menggantungkan hidupnya terhadap bayoumi. Ketika ia menjadi seorang pelacur sukses, ia tidak ingin menggantungkan hidupnya kepada orang lain, sampai datang seorang laki-laki yang berprofesi sebagai seorang germo bernama Marzouk, yang ingin memanfaatkan Firdaus (Sa’dawi, 1989: 57 alenia 1 , 102 alenia 2),

j. Wanita adalah seorang yang rajin. Ketika Firdaus masih kecil, ia melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sangat berat. Ketika ia hidup dengan pemannya di Mesir, ia melakukan semua pekerjaan rumah sendirian tanpa bantuan orang lain. Ketika ia menjadi istri Syekh Mahmoud, ia melakukan semua pekerjaan rumah tanpa bantuan dari orang lain (Sa’dawi, 1989: 18 alenia 2, 25 alenia 3, 51 alenia 2).

(8)

2. Citra Wanita dari Segi Sosial

Citra wanita dari segi sosial yang terdapat dalam novel ini adalah:

a. wanita sebagai seorang istri. Citra wanita sebagai seorang istri dalam novel ini terdiri dari tiga macam yaitu istri yang taat, istri yang didholimi, dan istri yang ditakuti.

(1) Istri yang taat adalah istri yang melakuan apa yang diperintahkan oleh suaminya dan seorang istri yang setia kepada suaminya. Dalam novel ini terdapat dua wanita yang termasuk dalam kategori istri yang taat yaitu ibu kandung Firdaus dan Ibu tiri Firdaus (Sa’dawi, 1989: 21-22 alenia 2, 23 alenia 1).

(2) Istri yang didholimi oleh suaminya. Seorang istri seperti ini diperlakukan oleh suaminya dengan perlakuan yang jelek. Firdaus adalah seorang istri yang didholimi oleh suaminya. Selama ia hidup dengan Syekh Mahmoud, ia diperlakukan oleh Syekh Mahmoud dengan perlakuan yang jelek (Sa’dawi, 1989: 52-53 alenia 3).

(3) Istri yang ditakuti oleh suami. Istri paman Firdaus adalah seorang istri yang ditakuti oleh suaminya. ketika paman Firdaus bekerja di kementerian wakaf, ia dinikahkan dengan anak perempuan syekhnya ketika ia belajar di Al-Azhar. Istri paman Firdaus adalah seorang wanita yang ditakuti oleh paman Firdaus (Sa’dawi, 1989: 28 alenia 2),

b. Wanita sebagai seorang ibu. Citra wanita yang menunjukan bahwa perempuan sebagai seorang ibu adalah ibu kandung Firdaus dan ibu tirinya. Ibu Firdaus dalam novel ini digambarkan sebagai seorang ibu yang baik yang menyayangi anaknya. Dia yang melahirkan Firdaus ke dunia. Sedangkan ibu tiri Firdaus, dia adalah istri ayah Firdaus, dia datang setelah ibu Firdaus hilang. Dia yang mengasuh Firdaus dan saudara-saudaranya (Sa’dawi, 1989: 21 alenia 1, 21-22 alenia 2),

c. Wanita bekerja di kantor. Dalam novel ini terdapat wanita yang bekerja di luar rumah yaitu bekerja di kantor. Firdaus adalah wanita yang bekerja di kantor setelah ia meninggalkan profesinya sebagai seorang pelacur (Sa’dawi, 1989: 82 alenia 2).

(9)

d. Wanita sebagai seorang dokter. Tokoh yang menjadi seorang dokter adalah tokoh “aku” (penulis) novel ini. Dia adalah seorang wanita yang melakukan penelitian tentang kepribadian para wanita yang di penjara di penjara Qanatir (Sa’dawi, 1989: 5 alenia 1, 5 alenia 2),

e. Wanita sebagai seorang pelacur. Dalam novel ini terdapat dua macam pelacur, yaitu pelacur yang mempunyai germo dan pelacur tanpa germo. Pertama, Pelacur yang mempunyai germo adalah seorang pelacur yang dimanfaatkan oleh germonya dengan mengambil sebagian besar keuntungan dari hasil kerja pelacurnya. Firdaus pernah menjadi pelacur yang di-manfaatkan oleh Sarifa. Sarifa medi-manfaatkan Firdaus untuk kepentingannya (Sa’dawi, 1989: 65 alenia 2). Kedua, pelacur tanpa seorang germo. Setelah Firdaus keluar dari cengkeraman Sarifa, Firdaus menjadi seorang pelacur yang bebas. Ia memanfaatkan hasil kerjanya untuk kepentingannya sendiri, dan dia menjual tubuhnya dengan harga yang tinggi kepada para lelaki yang datang kepadanya (Sa’dawi, 1989: 99 alenia 2, 99 alenia 3),

f. Wanita sebagai seorang sipir. Sipir adalah penjaga penjara dan tugasnya adalah menjaga penjara dan membersihkan semua bagian penjara. Hal ini didasarkan pada seorang wanita yang berprofesi sebagai seorang sipir di penjara Qanatir (Sa’dawi, 1989: 10-11 alenia 2).

g. Wanita sebagai seorang guru. Hal ini didasarkan pada seorang wanita bernama Iqbal yang mengajar di sekolah menengah, tempat Firdaus belajar (Sa’dawi, 1989: 35 alenia 3),

h. Wanita sebagai seorang germo. Sarifa adalah seorang wanita yang berprofesi sebagai seorang germo. Ia memanfaatkan pelacurnya untuk kepenting-annya sendiri. Sarifa sebagai seorang germo mengambil bagian yang lebih banyak dari hasil kerja pelacurnya (Sa’dawi, 1989: 62 alenia 2),

i. Wanita tidak bisa menjadi kepala negara. Dalam novel ini, wanita tidak akan pernah menjadi kepala negara apapun yang terjadi. Di dalam novel ini dijelaskan bahwa belum pernah ada seorang wanita yang menjadi kepala negara (Sa’dawi, 1989: 30 alenia 2),

j. Wanita tidak mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki. Dalam novel ini, wanita hanya mendapatkan pendidikan di madrasah aliyah saja,

(10)

sedangkan laki-laki mendapatkan pendidikan tinggi di universitas (Sa’dawi, 1989: 19-20 alenia 4),

k. Wanita menjadi orang kedua dalam dunia kerja. Dalam dunia kerja, wanita mendapatkan posisi di bawah laki-laki. Hal ini didasarkan pada Firdaus. Firdaus adalah seorang wanita yang bekerja di kantor sebagai sekretaris, sedangkan seorang yang mendapatkan posisi yang tinggi adalah laki-laki (Sa’dawi, 1989: 83-84 alenia 3),

l. wanita sebagai orang lain (the other). Dalam kehidupan sosial, wanita diposisikan sebagai the other atau orang lain, yang tidak sama dengan laki-laki. Kedudukan wanita lebih rendah dari pada laki-laki-laki. Wanita tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai segi di kehidupan sosial (Sa’dawi, 1989: 15-16 alenia 2).

3. Citra Wanita Mesir dalam Pandangan Feminisme

Novel ’Imro’ah Inda Muqthah Ash-shifr’ adalah novel nyata yang menceritakan keadaan para wanita di negara Mesir. Sebagian besar kejadian-kejadian yang terdapat dalam novel tersebut adalah nyata. Novel itu ditulis oleh salah satu penggerak gerakan feminisme di Mesir bernama Nawal El-Sa’dawi. Dia adalah seorang dokter yang memperhatikan keadaan para wanita dan memperjuangkan hak-hak wanita dan penulis karya fiksi dan non fiksi. Penulis novel ini ingin mengungkapkan keadaan wanita di mesir sebagaimana penulis melihatnya secara nyata. peneliti ingin mengungkapkan citra wanita Mesir yang ada dalam novel ini dengan menggunakan kritik sastra feminis ideologis dalam menganalisisnya.

4. Citra Wanita dalam Pandangan Islam

Citra wanita Mesir yang terdapat dalam novel ini banyak ragamnya, tetapi tidak semua citra wanita yang ada sesuai dengan syariat Islam. Mesir adalah negara Islam yang sebagian besar penduduknya adalah muslim, tetapi kenyataan yang ada tidak semua citra wanita sesuai dengan syariat Islam. Citra wanita Mesir yang sesuai dengan syariat Islam yang terdapat dalam novel ini adalah wanita sebagai seorang yang cantik sebagaimana Firman Allah dalam surat Ali-Imron ayat 14, wanita sebagai seorang yang cerdas dan pintar dalam surat Al-Ankabut ayat 6, wanita adalah

(11)

seorang yang cinta ilmu dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, wanita ingin dicintai dan mencintai dalam surat Ali-Imron ayat 14, wanita ingin mengubah hidupannya menjadi lebih baik dan menjadi seorang yang terhormat dalam surat Al-Ankabut ayat 6, wanita sebagai seorang ibu dan istri yang taat dalam surat Ar-Rum ayat 21 dan surat An-Nisa’ ayat 34, wanita bekerja di kantor, sebagai seorang dokter, sebagai seorang sipir, dan sebagai seorang guru dalam surat Al-Mulk ayat 15 dan surat An-Nahl ayat 97, dan wanita tidak bisa menjadi kepala negara dalam hadits shahih muttafaq alaih.

Citra wanita Mesir yang terdapat dalam novel ini yang tidak sesuai dengan syariat Islam adalah wanita sebagai seorang istri yang didholimi dan ditakuti oleh suami dalam surat An-Nisa’ ayat 34, wanita menginginkan kebebasan dan wanita tidak membutuhkan pelindung dalam surat An-Nisa’ ayat 34, wanita sebagai seorang pelacur dan germo dalam surat Al-Isra’ ayat 32 dan surat Al-Furqan ayat 68, wanita tidak mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki dalam surat Al-Anbiya’ ayat 7, wanita menjadi orang kedua dalam dunia kerja, dan wanita sebagai orang lain (the other) dalam surat An-Nahl ayat 97.

C. Penutup

Citra wanita dalam novel ini digambarkan secara psikis dan sosial. Citra wanita dari segi psikis dalam novel ini adalah wanita sebagai seorang yang cerdas dan pintar, wanita adalah seorang yang cinta ilmu, wanita ingin dicintai dan mencintai, wanita menginginkan kebebasan, wanita ingin merubah hidupannya menjadi lebih baik dan menjadi seorang yang terhormat, wanita tidak membutuhkan pelindung, wanita adalah seorang yang pemberani, wanita seorang yang percaya diri, wanita adalah seorang yang mandiri, dan wanita adalah seorang yang rajin.

Sedangkan citra wanita dari segi sosial adalah wanita sebagai seorang istri, wanita sebagai seorang ibu, wanita bekerja di kantor, wanita sebagai seorang dokter, wanita sebagai seorang pelacur, wanita sebagai seorang sipir, wanita sebagai seorang guru, wanita sebagai seorang germo, wanita tidak bisa menjadi kepala negara, wanita tidak mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki, wanita menjadi orang kedua dalam dunia kerja, dan wanita sebagai orang lain (the other).

(12)

Setelah diketahui beberapa kesimpulan terkait dengan citra wanita dalam novel ini, maka ada beberapa saran yang dapat dikemukakan. Bagi para sastrawan, penelitian ini bermanfaat untuk menjadi data dalam membuat teori-teori baru dalam dunia sastra khususnya yang berhubungan dengan kritik sastra feminis. Bagi para guru, hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pembelajaran analisis sastra.

Daftar Pustaka

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

El- Saadawi, Nawal. 2000. Perempuan di Titik Nol. Jakarta: Yayasan Obor Indone-sia.

Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia. Yo-gyakarta: PP Krapak.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Pene-rapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Satoto, Soediro. 1994. Metode Penelitian Sastra II. Surakarta: Univesitas Sebelas Maret Press.

TIM Penulis Karya Ilmiah.2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Un-iversitas Negeri Malang.

Umar, Nasaruddin dkk. 2002. Bias Jender dalam Pemahaman Islam (S. Suhandja-ti, Ed. ). Yogyakarta: Gama Media.

Moeliono, Anton M. (Penyunting). 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tajudin, Qaris. Nawal El-Saadawi, Petarung Tangguh dari Mesir. Koran Tempo, Rabu, 30 Mei 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada parameter volume dan lama motil semen ikan tawes dari kolam budidaya Purwasari dan Parung berbeda

Computer Assisted Instruction (CAI) pada proses pembelajaran algoritma Affine Cipher dan Vigenere Cipher ini, dapat mempermudah mahasiswa dalam proses belajar

perusahaan menggunakan tarif pajak progresif akan. bernilai

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel pasar kompetitif terhadap Kinerja Usaha kelompok wanita tani berpengaruh positif tidak signifikan dengan nilai

Anda dapat menggunakan Selection Tool dan klik pada tepi persegi panjang, maka akan nampak Bounding Box dengan delapan handle di sekelilingnya. Klik dan drag maka Anda

Sedangkan pandangan fiqih siyasah terhadap peran kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Kampar dalam pemenangan calon Bupati dan wakil Bupati Pilkada

UNIT LAYANAN PENGADAAN DAERAH W ILAYAH II KELOM POK KERJA PROVINSI RIAU.. JALAN JENDERAL SUDIRM AN NO 247

Hasil dari pengujian rangkaian alat yang dibuat menunjukkan bahwa alat dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan..