• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 DESAIN SUMUR RESAPAN BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS AIRTANAH DI DAERAH CENGKARENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 DESAIN SUMUR RESAPAN BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS AIRTANAH DI DAERAH CENGKARENG"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

37

DESAIN SUMUR RESAPAN BERDASARKAN KUALITAS

DAN KUANTITAS AIRTANAH DI DAERAH CENGKARENG

4.1 Karakteristik Wilayah Studi

Kecamatan Cengkareng termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Baratyang terdiri dari 6 kelurahan. Kecamatan Cengkareng terletak pada koordinat 106º22’42” BT - 106º58’18” BT dan 5º19’12” LS - 6º23’54” LS.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 Tahun 2007, luas wilayah Kecamatan Cengkareng adalah 26,54 km2 dengan luas masing-masing kelurahan adalah sebagai berikut :

1. Kelurahan Duri Kosambi : 5,91 km2 2. Kelurahan Rawa Buaya : 4,07 km2 3. Kelurahan Kedaung Kali Angke : 2,81 km2 4. Kelurahan Kapuk : 5,63 km2

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Cengkareng (Sumber : https://www.google.com/maps)

(2)

5. Kelurahan Cengkareng Timur : 4,51 km2 6. Kelurahan Cengkareng Barat : 3,61 km2

Kecamatan Cengkareng memiliki batas wilayah sebagai berikut :

• Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan Kota, Jakarta Utara

• Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat

• Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat

• Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat

Kecamatan Cengkareng merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 mdpl. Secara geologis, Kecamatan Cengkareng umumnya merupakan dataran alluvial, yang materi tanahnya adalah endapan dari aliran permukaan dan air sungai.

Pengelompokkan akuifer berdasarkan jenis aliran air tanahnya ke dalam 3 sistem, antara lain (Badan Geologi dan Tata Lingkungan, 2010):

• Akuifer dengan aliran melalui ruang butir. Penyebaran akuifer ini terutama meliputi daerah dataran pantai, kipas alluvial dan kaki gunung api.

• Akuifer dengan aliran melalui celahan dan runag antar butir. Penyebaran terutama pada kaki gunung api, dan batuan sedimen tersier.

Gambar 4.2 Peta Kecamatan Cengkareng dan Pembagian Kelurahan

(3)

• Akuifer dengan aliran melalui rekahan, kekar, saluran dan rongga. Penyebaran akuifer ini terutama pada daerah gunung api dan batuan sedimen karbonat.

Muka air tanah dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kelompok akuifer di atas, antara lain :

1. Kelompok muka air tanah Akuifer Tidak Tertekan (0 – 40 m) 2. Kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas (40 – 140 m)

• Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas (40 – 95 m)

• Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas (95 – 140 m) 3. Kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas (140 – 250 m)

• Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas (140 – 190 m)

• Sub-kelompok muka air tanah Akuifer Tertekan Atas (190 – 250 m)

4.2 Kedudukan Muka Air Tanah

Kuantitas dan kualitas air tanah mengalami perubahan seiring dengan terjadinya perubahan kondisi dan lingkungan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan maupun tertekan.Proses pengambilan air tanah yang intensiftelah mengakibatkan penurunan muka air tanah yang mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa amblesan tanah akibat turunnya daya dukung tanah, penurunan muka air sungai pada musim kemarau, dan potensi terjadinya intrusi air laut.

4.2.1 Muka Air Tanah pada Sistem Akuifer Tertekan Atas (40 – 140 m)

Secara umum, sebaran muka air tanah mempunyai kedudukan berkisar antara 0 – 45 mdml. Menurut Badan Geologi dan Tata Lingkungan, kedudukan muka air tanah pada sistem akuifer tertekan atas sebelum tahun 1960 umumnya berada di atas muka tanah setempat sehingga air tanah mengalir sendiri tanpa dipompa. Perubahan kedudukan muka air tanah umumnya dipengaruhi oleh jumlah pengambilan dan pemanfaatan air tanah.

(4)

Gambar 4.3 Peta Muka Air Tanah Akuifer 40 – 140 m (Sumber : Badan Geologi dan Tata Lingkungan, 2012)

Titik sumur bor pantau yang ditinjau adalah titik sumur pantau yang terletak di Kantor Kelurahan Kapuk, Cengkareng. Sumur pantau menunjukkan kedudukan muka air tanah yang cukup dalam yaitu -53,35 mbmt dengan jarak saringan 96 – 100 mbmt.

(5)

Data yang didapat dari Badan Geologi dan Tata Lingkungan adalah data yang ditinjau dari tahun 2009 – 2013 di sumur pantau Kantor Kelurahan Kapuk.Dari data muka air tanah tersebut kemudian didapat perubahan muka air tanah seperti pada Gambar 4.4 memperlihatkan perubahan muka air tanah dari tahun ke tahun.

Gambar 4.4 Lokasi Studi Sumur Pantau Akuifer 40 – 140 m (Sumber : https://www.google.com/maps)

(6)

Gambar 4.5 Grafik Tinggi Muka Air Tanah Akuifer 40 – 140 m (Sumber : Hasil Analisis, 2014)

Kedudukan muka air tanah sumur pantau akuifer 40 – 140 m pada sumur pantau Kelurahan Kapuk statis pada tahun 2009 hingga 2012 yaitu sebesar -58,33 m dml. Kemudian pada tahun 2013, muka air tanah mengalami kenaikan sebesar 1,98 m menjadi -56,35 mdml.

Kenaikan muka air tanah pada tahun 2013 dapat terjadi dikarenakan semakin banyaknya sumur resapan yang dibuat.Menurut Dinas Perindustrian Dan Energi, pada tahun 2005 jumlah sumur resapan yang ada di Kecamatan Cengkareng sebanyak 18 buah. Kemudian di tahun 2013 berkembang menjadi 46 buah yang telah terbuat untuk di wilayah Kecamatan Cengkareng.

4.2.2 Muka Air Tanah pada Sistem Akuifer Tertekan Bawah (>140 m)

Pola muka air tanah pada sistem akuifer tertekan bawah sangat dipengaruhi oleh jumlah pengambilan dan pemanfatan air tanah. Sebagaimana halnya pada sistem akuifer tertekan atas, kedudukan muka air tanah pada kondisi awal berada di atas permukaan tanah setempat sehingga air tanah mengalir sendiri tanpa dipompa

(7)

Gambar 4.6 Peta Muka Air Tanah Akuifer > 140 m (Sumber : Badan Geologi dan Tata Lingkungan, 2012)

(8)

Titik sumur bor pantau yang ditinjau adalah titik sumur yang terletak di PT. ABC Battery, Cengkareng dengan ketinggian 6 m dml dengan jarak saringan 149 – 162 mbmt.

Data yang didapat dari Badan Geologi dan Tata Lingkungan adalah data yang ditinjau dari tahun 2003 – 2013 pada sumur pantau PT. ABC Battery yang berlokasi di komplek pabrik International Chemical Industrial Co. Ltd. PT. Dari data muka air tanah yang didapat terjadi perubahan muka air tanah seperti pada Gambar 4.6 memperlihatkan perubahan muka air tanah dari tahun ke tahun.

Gambar 4.7 Lokasi Studi Sumur Pantau Akuifer >140 m (Sumber : https://www.google.com/maps)

(9)

Gambar 4.8 Grafik Tinggi Muka Air Tanah Akuifer >140 m (Sumber : Pengolahan Data, 2014)

Kedudukan muka air tanah sumur pantau akuifer >140 m pada sumur pantau PT. ABC Battery, terjadi penurunan di tahun 2005 sebesar 2,35 m dari -25,50 m dml menjadi -27,85 m dml. Kemudian terjadi penurunan lagi yang sangat besar yaitu di tahun 2010 sebesar -17,47 m dari -23,10 m dml menjadi di kedalaman -40,57 m dml, dan tetap pada kedalaman di bawah -40 m dml hingga tahun 2012. Pada tahun 2013 muka air tanah kembali terjadi kenaikan menjadi -31,78 m dml.

Pengambilan air tanah dari sumur bor yang terdaftar di Jakarta Barat cenderung mengalami perubahan seiring dengan perubahan jumlah sumur bor untuk kedalaman >140 m yang digunakan oleh sektor industri, jasa, dan perdagangan yang juga semakin bertambah tiap tahun.

Menurut sumber (BPLHD DKI Jakarta dan Dinas Perindustrian dan Energi), pada tahun 2005 jumlah sumur bor yang tercatat sebanyak 264 buah. Di tahun 2009, jumlah sumur bor yang tercatat adalah sebanyak 201 buah. Kemudian di tahun 2010 terjadi peningkatan pesat pada jumlah sumur bor yaitu sebanyak 381 buah dan meningkat lagi di tahun 2011 hingga 2012 sebanyak 383 buah. Berdasarkan data dari

(10)

Dinas Pertambangan dan Dinas Perindustrian dan Energi, jumlah sumur bor yang resmi dan tercatat di Kecamatan Cengkareng pada tahun 2004 hingga 2006 sebanyak 65 buah, kemudian pada tahun 2010 hingga 2012 jumlah sumur bor tercatat sebanyak 72 buah.Untuk tahun 2013 terjadi kenaikan muka air tanah yang dapat diakibatkan oleh semakin maraknya pembangunan sumur resapan guna mengurangi genangan limpasan dan banjir serta untuk menaikkan muka air tanah pada akuifer tertekan.

Menurut Dinas Perindustrian Dan Energi, pada tahun 2005 jumlah sumur resapan sedalam 30 m dan 60 m yang dibuat di Kecamatan Cengkareng sebanyak 18 buah. Kemudian di tahun 2013 berkembang menjadi 46 buah yang telah terbuat untuk di wilayah Kecamatan Cengkareng.

4.3 Kualitas Kadar Kimia Air Tanah

Komposisi kimia yang terkandung pada air tanah adalah hasil dari kombinasi air yang meresap menjadi air tanah dan bereaksi dengan komponen – komponen mineral yang terkandung di dalam tanah. Komposisi kimia air tanah dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan setempat, misalnya aktivitas penduduk yang menyebabkan terjadinya pencemaran.

Komposisi kimia yang terkandung pada air tanah berbeda sehingga dapat menunjukkan asal – usul dan bagaimana proses pembentukan air tanah tersebut.. Komposisi ion air tanah antara lain dipengaruhi oleh batuan pembentuk akuifer, lingkungan pengendapan batuan pembentuk akuifer, panjang lintasan yang dilalui air tanah, proses yang dialami oleh air tanah selama mengalir dari tempat resapan, kedalaman akuifer, dan adanya pencemaran. Sehingga dengan mempelajari komposisi ion air tanah maka dapat diketahui proses yang sedang atau telah terjadi pada air tanah tersebut.

Hampir semua airtanah berasal dari hujan yang meresap kedalam tanah menuju sistem aliran yang dilapisi bahan-bahan geologi. Zona tanah mempunyai kemampuan kuat dan unik untuk mengubah kimia air, sebagai resapan yang terjadi melalui zona biologi aktif yang tipis. Pada daerah tangkapan (recharge) zona tanah mengalami kehilangan bahan-bahan mineral yang larut dalam aliran air. Ketika air tanah bergerak dalam jalur aliran dari daerah tangkapan menuju daerah lepasan (discharge), kondisi kimianya diubah oleh berbagai proses geokimia (Freeze dan Cherry, 1979).

(11)

Sampel yang diuji kandungan kimianya terdiri dari 5 sampel yang diambil dari 5 sumur tanah yang berbeda yang terletak di Cengkareng yang masing-masing diambil sebanyak ±2 liter. Lokasi dari sampel-sampel yang diambil disajikan pada Gambar 4.9, Gambar 4.10, Gambar 4.11, Gambar 4.12, dan Gambar 4.13 berikut ini.

1. Sampel 1 diambil dari sumur tanah di Jl. Rawa Buaya RT.05 RW. 01.

2. Sampel 2 diambil dari sumur tanah di Jl. Rawa Buaya RT.03 RW. 01. Gambar 4.9 Lokasi Pengambilan Sampel 1

(Sumber : https://www.google.com/maps)

Gambar 4.10 Lokasi Pengambilan Sampel 2 (Sumber : https://www.google.com/maps)

(12)

3. Sampel 3 diambil dari sumur tanah di Jl. Bojong Indah RT. 04 RW. 11

4. Sampel 4 diambil dari sumur tanah di Jl. Bojong Indah RT. 07 RW. 11

Gambar 4.12 Lokasi Pengambilan Sampel 4 (Sumber : https://www.google.com/maps)

Gambar 4.11 Lokasi Pengambilan Sampel 3 (Sumber : https://www.google.com/maps)

(13)

5. Sampel 5 diambil dari sumur tanah di Gang Pahat RT.02 RW. 04, Cengkareng Timur.

Hasil dari pengolahan sampel – sampel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.1 Kandungan Unsur Kimia pada Sampel Air Tanah Sampel pH Na (mg/L) NH4 (mg/L) K (mg/L) Ca (mg/L) Mg (mg/L) Cl (mg/L) NO3 (mg/L) SO4 (mg/L) 1 7,52 24,06 3,42 16,65 27,28 6,24 15,74 35,18 12,05 2 7,39 11,92 2,30 8,12 28,00 6,23 14,23 2,67 3,16 3 7,32 35,35 6,69 10,80 87,29 20,22 48,49 31,35 13,81 4 8,38 35,01 5,09 10,60 85,35 20,31 31,01 2,80 4,78 5 6,84 396,51 19,02 1,21 6,65 4,32 80,04 34,55 30,46 Tabel 4.2 Kandungan TDS dan DHL Pada Sampel

Sampel TDS (mg/L) DHL (mmhos/cm) 1 140,62 216,338 2 76,63 117,892 3 254 390,769 4 194,95 299,923 5 572,76 881,169

Gambar 4.13 Lokasi Pengambilan Sampel 5 (Sumber : https://www.google.com/maps)

(14)

Dari data sampel yang telah didapat kemudian dibandingkan dengan kadar maksimum menurut PERMENKESNo. 492/Menkes/Per/IV/2010 untuk mengetahui kadar kandungan kimia pada sampel telah melewati baku mutu atau tidak.

Tabel 4.3 Kadar Maksimum menurut PERMENKES No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Parameter Kimia Batas Maksimum

pH 6,5 – 8,5 TDS 500 mg/L DHL 750 mmhos/cm Na 200 mg/L NH4 1,5 mg/L K 85 mg/L Ca 75 mg/L Mg 30 mg/L Cl 250 mg/L NO3 50 mg/L SO4 250 mg/L

Kadar pH yang terkandung dari kelima sampel masih diantara kadar yang dianjurkan yaitu diantara 6,5 – 8,5 sehingga masih dapat dibilang cukup netral, tidak terlalu basa maupun asam.

Kadar natrium (Na) pada sampel lima melebihi batas maksimum baku mutu yaitu sebesar 396,51 mg/L. Kadar natrium yang tinggi dapat terjadi dikarenakan telah terjadi intrusi air laut dilihat dari lokasi sumur kelima berjarak ±6 km ke Pantai Indah Utara. Untuk kadar natrium pada sampel lainnya masih dibawah baku mutu.

Kadar ammonia (NH4) pada kelima sampel semuanya melebihi kadar

maksimum yang dianjurkan. Amonia dapat berasal dari air limbah, pupuk organik, urin dan tinja, juga dari oksidasi zat organik secara mikrobiologis yang berasal dari alam atau buangan (domestik dan non domestik). Dapat dikatakan bahwa air tanah dari kelima sampel telah tercemar.

Untuk kadar kimia lainnya seperti kalium (K), Ca (Calsium), Mg (Magnesium), Cl (Klorida), NO3 (Nitrat), SO4 (Sulfat) pada kelima sampel masih

dibawah baku matu sehingga masih dalam batas aman.

Tinggi nilai TDS (Total Padatan Terlarut) yang melebihi dari standar baku mutu 500 mg/L adalah pada sampel lima yaitu sebesar 572,76 mg/L, sehingga untuk

(15)

air permukaan dan air tanah yang nilai TDS melebihi 500 mg/L dapat dikatakan tercemar.

Nilai DHL (Daya Hantar Listrik) yang melebihi dari standar baku mutu 750 µmhos/cm adalah pada sampel lima yaitu sebesar 881,169 µmhos/cm. Tinggi nilai DHL dapat dipengaruhi oleh ion-ion garam terlarut pada sampel 5 yang tinggi pula. Karena zat-zat terlarut tersebut merupakan unsur penghantar listrik, maka besar pula daya hantar listriknya.

4.4 Desain Dimensi Sumur Resapan

Sebelum melakukan perhitungan dimensi sumur resapan, sebelumnya diperlukan analisa curah hujan untuk mendapatkan debit rencana (Q). Data curah hujan yang digunakan data curah hujan maksimum.Hal ini bertujuan agar analisa dapat mendekati kondisi yang sebenarnya yang ada di lapangan. Data curah hujan tersebut didapat dari stasiun-stasiun penakar hujan maupun stasiun-stasiun pos hujan yang terdapat di sekitar daerah aliran, yang dapat mewakili frekuensi curah hujan yang jatuh dalam daerah tangkapan hujan (catchment area). Data curah hujan yang didapat adalah berasal dari Cengkareng Drain.

4.4.1 Analisa Curah Hujan Rata-Rata

Dilihat dari jumlah stasiun yang hanya 1 buah dengan luas Das Kali Ciliwung adalah 382,6 km2(< 500 km2) maka distribusi curah hujan yang digunakan adalah distribusi rata-rata aljabar.

Untuk menghitung curah hujan rencana maksimum dengan periode ulang tertentu dapat ditentukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum. Perhitungan curah hujan dengan metode rata-rata aljabar seperti pada Tabel 4.1 berikut ini.

(16)

Tabel 4.4 Curah Hujan Maksimum Rata-rata

No. Tahun Curah Hujan Maksimum Rata-rata (mm)

1 2003 126 2 2004 87 3 2005 114 4 2006 60 5 2007 131 6 2008 54 7 2009 139 8 2010 75 9 2011 83 10 2012 54 11 2013 91

4.4.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Analisa frekuensi curah hujan dihitung untuk menentukan jenis sebaran (distribusi) yang digunakan. Analisa frekuensi curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4.2 seperti di bawah.

Tabel 4.5 Analisa Frekuensi Curah Hujan

No. Xi X Xi-X (Xi-X)2 (Xi-X)3 (Xi-X)4

1 139 92.182 46.818 2191.942 102622.746 4804610.384 2 131 92.182 38.818 1506.851 58493.225 2270600.658 3 126 92.182 33.818 1143.669 38676.820 1307979.746 4 114 92.182 21.818 476.033 10386.176 226607.472 5 91 92.182 -1.182 1.397 -1.651 1.951 6 87 92.182 -5.182 26.851 -139.138 720.989 7 83 92.182 -9.182 84.306 -774.080 7107.465 8 75 92.182 -17.182 295.215 -5072.328 87151.823 9 60 92.182 -32.182 1035.669 -33329.725 1072611.151 10 54 92.182 -38.182 1457.851 -55663.411 2125330.237 11 54 92.182 -38.182 1457.851 -55663.411 2125330.237 Jumlah 1014 Jumlah 9677.636 59535.223 14028052.113 Rata-rata 92.182

Dari perhitungan di atas dapat ditentukan jenis sebaran yang sesuai untuk digunakan melalui langkah-langkah berikut ini.

(17)

Standar Devisiasi (S)

1.

2. Koefisien Kemencengan (Cs)

3. Koefisien Kurtosis (Ck)

4. Koefisien Variasi (Cv)

4.4.3 Pemilihan Jenis Distribusi

Terdapat beberapa jenis sebaran (distribusi) dalam analisa statistik yang sering digunakan dalam hidrologi, antara lain :

1. Distribusi Gumbel 2. Distribusi Log Normal

3. Distribusi Log-Person Tipe III 4. Distribusi Normal

Untuk menentukan distribusi yang sesuai perlu dilihat syarat-syarat dan hasil perhitungan frekuensi curah hujan.

(18)

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Penentuan Distribusi

No Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan

1 Gumbel Cs ≤ 1,1396 Ck ≤ 5,4002 0,241694 ≤ 1,1396 2,517132 ≤ 5,4002 2 Log Normal Cs = 3 Cv + Cv2 Cs = 0,8325 0,241694 <0,8325 3 Log-Person Tipe III Cs ≈ 0 0,241694 > 0 4 Normal Cs = 0 0,241694 ≠ 0

Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan dan syarat di atas, maka dapat dipilih jenis distribusi yang memenuhi syarat, yaitu Distribusi Gumbel.

4.4.4 Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran

Pengujian kecocokan sebaran berfungsi untuk menguji apakah sebaran yang dipilih dalam pembuatan duration curve cocok dengan sebaran empirisnya. Dalam hal ini menggunakan metode Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat (uji kecocokan) diperlukan untuk mengetahui apakah data curah hujan yang ada sudah sesuai dengan jenis sebaran (distribusi) yang dipilih. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2 yang dihitung dengan rumus :

Dimana :

X2 = harga chi-kuadrat G = jumlah sub kelompok

Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

Ef = frekuensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya

Prosedur perhitungan chi-kuadrat adalah sebagai berikut :

1. Urutkan data pengamatan dari data yang besar ke data yang kecil atau sebaliknya.

2. Hitung jumlah kelas yang ada (k) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas disarankan agar masing-masing kelas terdapat empat buah data pengamatan. 3. Hitung nilai Ef = jumlah data (n)/jumlah kelas (k).

(19)

4. Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas.

5. Hitung nilai X2 untuk masing-masing kelas kemudian hitung nilai total X2. 6. Nilai X2dari perhitungan harus lebih kecil dari nilai X2 dari tabel untuk derajat

nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5 % dengan parameter derajat kebebasan.

Rumus Derajat Kebebasan : dk = k - R -1

dimana :

dk = derajat kebebasan k = jumlah kelas

R =banyaknya keterikatan

(nilai R = 2 untuk distribusi normal dan binomial, nilai R = 1 untuk distribusi poisson dan gumbel).

Perhitungan Chi-kuadrat :

1. Jumlah kelas (k) = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 11

= 4,459 ≈ diambil nilai 4 kelas 2. Derajat kebebasan (dk) = k - R - 1

= 4 - 1 - 1 = 2

Untuk dk = 2, signifikan (α) = 5 %, maka dari tabel uji chi-kuadrat didapat harga X2= 5,991. Tabel uji Chi-Kuadrat dapat dilihat pada lampiran laporan ini.

3. Ef = n / k = 11 / 4 = 2,75 4. Dx = (Xmax – Xmin) / (k-1) = (139 – 60) / (4 – 1) = 26,333 5. Xawal = Xmin – (0,5 x Dx) = 60 – (0,5 x 26,333) = 46,834

(20)

Tabel 4.7 Tabel perhitungan X2 No Nilai Batasan Of Ef (Of-- Ef)2 (Of-- Ef)2 / Ef 1 46,834 ≤ X ≥ 73,167 3 2,75 0,0625 0,0227 2 73,167 ≤ X ≥ 99,5 4 2,75 1,5625 0,5682 3 99,5 ≤ X ≥ 125,833 1 2,75 3,0625 1,1136 4 125,8333 ≤ X ≥ 152,166 3 2,75 0,0625 0,0227 Jumlah 1,7

Dari hasil perhitungan di atas didapat nilai X2 sebesar 4,4 yang kurang dari nilai X2 pada tabel uji Chi-Kuadrat yang besarnya adalah 5,991. Maka dari pengujian kecocokan penyebaran Distribusi Gumbel dapat diterima.

Sebelum melakukan perhitungan debit rencana, terlebih dahulu dicari kemungkinan curah hujan maksimum. Metode yang digunakan dalam oerhitungan curah hujan maksimum adalah Metode Gumbel.

Rumus :

Dimana :

Xt = curah hujan rencana dengan periode ulang t tahun (mm)

= curah hujan rata-rata (mm)

S = standar deviasi (deviation standard) Sn = deviation standard of reduced variate

Yt = reduced variate

Yn = mean of reduced variate

Nilai Yn dan Sn didapat dari tabel hubungan Mean of Reduced Variate (Yn) dan Standard Deviation of The Reduce Variate (Sn) sesuai dengan jumlah tahun pengamatan (n). Sedangkan nilai Yt didapat dari tabel hubungan periode ulang (T) dengan Reduced Variate (Yt). Kedua tabel akan disertakan dalam lampiran laporan ini.

Berikut ini adalah salah satu perhitungan curah hujan harian maksimum dengan menggunakan metode Gumbel pada periode ulang 2 tahun.

Data :

= 92,182 mm S = 31,109

(21)

Yt = 0,3665 Yn = 0,4592 Sn = 0,9676

Curah hujan maksimum :

Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini :

Tabel 4.8 Perhitungan Hujan Maksimum Periode Ulang ϒT K Xr Sx Xt (mm) 2 0.3665 -0.1375 92.182 31.109 87.903 5 1.4999 1.0338 92.182 31.109 124.344 10 2.2504 1.8094 92.182 31.109 148.470 25 3.1985 2.7893 92.182 31.109 178.955 50 3.9019 3.5163 92.182 31.109 201.570 100 4.6001 4.2379 92.182 31.109 224.017 4.4.5 Kurva IDF

Setelah didapat hasil perhitungan curah hujan harian maksimum pada periode ulang tertentu, selanjutnya dapat dibuat kurva IDF (Intensity Duration

Frequency) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Hasil yang diperoleh semakin besar periode ulang menghasilkan intensitas hujan rancangan yang semakin besar, sehingga jika pembuatan sumur resapan menggunakan periode ulang yang besar maka menghasilkan sumur resapan yang lebih dalam. Kondisi ini berbanding terbalik dengan durasi hujan, semakin lama durasi hujan menghasilkan intensitas hujan rendah, sedangkan semakin pendek durasi hujan maka nilai intensitas hujan akan semakin tinggi, karena biasanya hujan deras berlangsung pada waktu singkat sehingga konsentrasi hujan yang tinggi terdapat pada awal terjadinya hujan, kemudian intensitas hujan akan melemah hingga kadang berhenti.

(22)
(23)

4.4.6 Luas Atap

Karena desain sumur resapan yang dihitung adalah untuk umum, maka untuk luas atap yang digunakan adalah luas atap pemukiman pada umumnya berkisar dari 21-100 m2.

4.4.7 Permeabilitas Tanah

Data permeabilitas tanah yang didapat menunjukkan nilai permeabilitas (K) sedang yaitu 7,14x10-6 m/s dengan kecenderungan tanah lanau.

4.4.8 Debit Rencana

Debit rencana menggunakan intensitas hujan selama 1 jam, karena diperkirkan lama hujan yang paling dominan di daerah penelitian memiliki durasi hujan 1 jam. Untuk nilai koefisien limpasan yang dipakai (Mc Gueen, 1989 dalam Indramaya, 2013) untuk atap bangunan koefisien aliran digunakan sebesar 0,70 – 0,95, sedangkan dalam perhitungan debit rencan koefisien yang digunakan adalah sebesar 0,8. Untuk perhitungan debit rencana selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Debit Rencana Luas Atap

(m2)

Q pada Periode Ulang (m3/s)

2 5 10 25 50 100 21 0.000395 0.000559 0.000668 0.000805 0.000907 0.0010075 36 0.000678 0.000959 0.001145 0.001380 0.001554 0.0017272 45 0.000847 0.001198 0.001431 0.001725 0.001943 0.0021590 60 0.001130 0.001598 0.001908 0.002300 0.002590 0.0028787 70 0.001318 0.001864 0.002226 0.002683 0.003022 0.0033584 80 0.001506 0.002130 0.002544 0.003066 0.003454 0.0038382 100 0.001883 0.002663 0.003180 0.003833 0.004317 0.0047978

Dari perhitungan debit rencana yang dilakukan menunjukan bahwa semakin besar luas atap menghasilkan debit rencana yang semakin besar. Dan dengan periode ulang yang ditentukan semakin besar menghasilkan debit rencana yang semakin besar pula. Sehingga dapaat ditarik kesimpulan bahwa periode ulang mempengaruhi

(24)

debit masukan pada luas atap yang besarnya sama, yang disebabkan oleh semakin besarnya intensitas hujan yang dipengaruhi oleh besarnya periode ulang yang ditentukan.

4.4.9 Kedalaman Sumur Resapan

Nilai kedalaman sumur resapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sunjoto (1991), yaitu :

Faktor geometrik (F) yang digunakan dalam penelitian adalah 2πR dengan jari-jari yang ditentukan adalah 1 m karena sumur resapan yang digunakan berbentuk persegi. Contoh perhitungan dengan rumus di atas dapat dilihat seperti berikut :

Untuk hasil perhittungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Kedalaman Sumur Resapan Luas Atap

(m2)

Kedalaman (m) dalam berbagai periode ulang (tahun) 2 5 10 25 50 100 21 0,44 0,62 0,75 0,90 1,01 1,13 36 0,76 1,07 1,28 1,54 1,74 1,93 45 0,95 1,34 1,60 1,93 2,17 2,41 60 1,26 1,79 2,13 2,57 2,89 3,22 70 1,47 2,08 2,49 3,00 3,38 3,75 80 1,68 2,38 2,84 3,43 3,86 4,29 100 2,10 2,98 3,55 4,28 4,82 5,36

Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa semakin besar luas atap bangunan maka kedalaman sumur resapan yang dibutuhkan juga akan mengalami peningkatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa antara luas atap bangunan dengan kedalaman sumur resapan memiliki hubungan yang linier.

(25)

Semakin besar luas atap bangunan dan intensitas hujan, akan mempengaruhi debit rencana (Q). Selain itu, setiap semakin besar nilai periode ulang terjadi peningkatan nilai kedalaman sumur resapan.Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara periode ulang yang digunakan dengan kedalaman sumur resapan.

4.4.10 Volume Sumur Resapan

Perhitungan volume sumur resapan mementukan kapasitas maksimum air yang dapat ditampung.Hasil perhitungan volume sumur resapan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Volume Air Pada Sumur Resapan Luas Atap

(m2)

Jari-jari sumur (m)

Volume (lt) pada berbagai periode ulang (tahun)

2 5 10 25 50 100 21 1 1387 1962 2343 2824 3181 3535 36 1 2378 3364 4017 4842 5454 6061 45 1 2973 4205 5021 6052 6817 7576 60 1 3964 5607 6695 8069 9089 10101 70 1 4624 6541 7810 9414 10604 11785 80 1 5285 7476 8926 10759 12119 13469 100 1 6606 9345 11158 13449 15149 16836

Semakin besar luas atap bangunan maka volume sumur resapan yang semakin besar, sehingga kapasitas air yang dapat ditampung pun semakin besar. Volume air hujan yang terbesar yang dapat ditampung terdapat pada luas atap 100 m2 dengan kedalaman sumur resapan yang paling dalam.

(26)

3

0

0

0

PIPA SALURAN DARI ATAP D=110 MM

DINDING PASANGAN BATA TANPA PLESTER TEBAL 1/2 BATA

LAPISAN BATU PECAH UKURAN 20 CM

POTONGAN SUMUR RESAPAN SKALA 1 : 10

PLAT BETON T=10 CM

IJUK

150 1000 150 SATUAN DALAM MM

Konstruksi sumur resapan dibuat sesuai dengan petunjuk teknis SNI Nomor 03-2453-2002, antara lain :

1. Ukuran pipa masuk diameter 110 mm

2. Dinding menggunakan susunan pasangan batu bata dari campuran spesi 1 semen : 4 pasir tanpa plester, tebal ½ bata.

3. Dasar sumur diisi dengan ijuk dan batu pecah setebal 20 cm seragam

4. Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.

Penggunaan batu bata pada dinding sumur resapan dapat dibuat kedap air untuk meneruskan air hujan hujan yang masuk ke dasar tanah saja, atau dapat diberi lubang-lubang kecil pada pada dinding untuk meresapkan air hujan ke samping (luar dinding).Lubang sumur resapan dikosongkan dengan maksud agar air hujan yang masuk dapat ditampung dengan optimal.Untuk dasar sumur resapan diberi batu pecah 20 cm seragam sebagai media pemecah energi saat air masuk ke dalam sumur.

Untuk desain sumur resapan yang kedalamannya lebih dari 3 m seperti pada luas atap 80 m2 – 100 m2 (pada periode ulang 25 tahun) perlu dibuat sumur resapan paralel karena sumur resapan yang paling efektif adalah memiliki kedalaman maksimal 3 m.

Gambar 4.15 Contoh Desain Sumur Resapan pada Luas Atap 70 m2 dengan Periode Ulang 25 Tahun

(27)

Dalam Gambar 4.16 dijelaskan letak sumur resapan yang diatur sesuai dengan SNI Nomor 03-2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Pada standar tersebut menetapkan jarak minimum antar sumur resapan dengan bangunan lainnya, antara lain terhadap sumur air bersih minimum berjarak 3 m, terhadap sumur resapan tangki septik minimum 5 m dan terhadap pondasi bangunan atau pagar rumah berjarak minimum 1 m.

4.4.11 Perbandingan Rancangan Dimensi Sumur Resapan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Ini

Pada subbab ini akan ditunjukkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Werdiningsih yang berjudul Rancangan Dimensi Sumur Resapan Untuk Konservasi Airtanah Di Kompleks Tambakbayan, Sleman DIY didapatkan

Luas Atap 70 m2

Sumur Air Bersih

Sumur Resapan Septic Tank

5 m

3 m

1 m

Gambar 4.16 Contoh Desain Sumur Resapan pada Luas Atap 70 m2 dengan Periode Ulang 25 Tahun dengan Jarak Minimum Terhadap Bangunan Lain

(28)

dimensi sumur resapan dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 8,4x10-5 m/s adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini.

Tabel 4.12 Kedalaman Sumur Resapan Di Kompleks Tambakbayan, Sleman (Sumber:Werdiningsih, 2012)

Luas Atap (m2)

Kedalaman (m) dalam berbagai periode ulang (tahun)

5 10 20 50 21 - 36 1,3 1,4 1,5 1,7 37 - 40 1,4 1,6 1,7 1,9 41 - 45 1,6 1,8 1,9 2,1 46 - 54 1,9 2,1 2,3 2,5 55 - 60 2,1 2,3 2,6 2,8 61 - 70 2,4 2,7 3,0 3,3 71 - 80 2,8 3,1 3,4 3,8

Adapun hasil dari penelitian pada laporan didapatkan dimensi sumur resapan dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 7,14x10-6 m/s adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini.

Tabel 4.13 Hasil Analisis Sumur Resapan Luas Atap

(m2)

Kedalaman (m) dalam berbagai periode ulang (tahun) 2 5 10 25 50 100 21 0,44 0,62 0,75 0,90 1,01 1,13 36 0,76 1,07 1,28 1,54 1,74 1,93 45 0,95 1,34 1,60 1,93 2,17 2,41 60 1,26 1,79 2,13 2,57 2,89 3,22 70 1,47 2,08 2,49 3,00 3,38 3,75 80 1,68 2,38 2,84 3,43 3,86 4,29 100 2,10 2,98 3,55 4,28 4,82 5,36

Sehingga dapat disimpulkan perbedaan hasil yang disajikan pada Tabel 4.13 seperti berikut ini.

(29)

6

5

Tabel 4.14 Perbandingan Hasil Analisis Kedalaman Sumur Resapan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian Ini

No. Periode Ulang (tahun)

Werdiningsih, 2012 Intan, 2014

Kelas Atap (m2) Kelas Atap (m2)

21-36 37 - 40 41 - 45 46 - 54 55 - 60 61 - 70 71 - 80 21 36 45 60 70 80 100 1 2 - - - 0,44 0,76 0,95 1,26 1,47 1,68 2,1 2 5 1,3 1,4 1,6 1,9 2,1 2,4 2,8 0,62 1,07 1,34 1,79 2,08 2,38 2,98 3 10 1,4 1,6 1,8 2,1 2,3 2,7 2,8 0,75 1,28 1,6 2,13 2,49 2,84 3,55 4 20 1,5 1,7 1,9 2,3 2,6 3 3,4 - - - - 5 25 - - - 0,9 1,54 1,93 2,57 3 3,43 4,28 6 50 1,7 1,9 2,1 2,5 2,8 3,3 3,8 1,01 1,74 2,17 2,89 3,38 3,86 4,82 7 100 - - - 1,13 1,93 2,41 3,22 3,75 4,29 5,36

(30)

Dari Tabel 4.13, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian sebelumnya yang berlokasi di Tambakbayan dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 8,4x10-5 m/s membutuhkan dimensi sumur resapan yang lebih dalam untuk kelas atap dan periode ulang yang sama.

Hasil penelitian ini yang berlokasi di Cengkareng menunjukkan bahwa dengan nilai permeabilitas tanah sebesar 7,14x10-6 m/s didapatkan dimensi kedalaman sumur resapan yang lebih rendah untuk kelas atap dan periode ulang yang sama. Sehingga, dari hasil tersebut diperoleh bahwa semakin tinggi permeabilitas tanah (K), semakin dalam pula sumur resapan yang dibutuhkan.

Gambar

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Cengkareng  (Sumber : https://www.google.com/maps)
Gambar 4.2 Peta Kecamatan Cengkareng dan Pembagian  Kelurahan
Gambar 4.3 Peta Muka Air Tanah Akuifer 40 – 140 m  (Sumber : Badan Geologi dan Tata Lingkungan, 2012)
Gambar 4.4 Lokasi Studi Sumur Pantau Akuifer 40 – 140 m  (Sumber : https://www.google.com/maps)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui tambahan pelajaran Al-Qur’an kepada jajaran Guru di SMA PGGI I Kota Bandung diharapkan mampu menerapkan metode demonstrasi yang komprehensif dan benar

(3) Fotokopi SIUP yang telah didaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sebagai Surat Izin Usaha Perdagangan bagi Kantor Cabang atau Perwakilan

Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 5) Direksi dalam penyelenggaraan tugas yang bersifat strategis

Itulah sebabnya banyak persoalan, keributan, atau konflik dalam gereja, karena ada pemimpinnya yang melayani menurut pola “apa yang dipikirkan manusia.” Maka

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan instrument tes yang dilakukan sebelum pembelajaran (pretes) dan sesudah pembelajaran (postes). Tes

Pada umumnya uji mutu produk dilakukan setiap kali produksi ataupun setiap periode, namun jika perusahaan tidak melakukan uji mutu tersebut, maka pihak manajemen dapat mentolerir

Berdasarkan hasil seluruh tahapan yang telah dilakukan dalam penelitian didapatkan kesimpulan, hasil dari penelitian berupa sistem informasi manajemen kepegawaian

Sejauh ini pemberian pakan bebas pilih (free choice feeding) pada burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) belum banyak dikaji, oleh sebab itu perlu dilakukan