• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP POLARISASI MELINGKAR UNTUK CIRCULARLY POLARIZED - SYNTHETIC APERTURE RADAR (CP -SAR) PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA UNP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP POLARISASI MELINGKAR UNTUK CIRCULARLY POLARIZED - SYNTHETIC APERTURE RADAR (CP -SAR) PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA UNP"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pillar of Physics, Vol. 9. Maret 2017, 09-16

9

SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP POLARISASI MELINGKAR UNTUK

CIRCULARLY POLARIZED - SYNTHETIC APERTURE RADAR

(CP -SAR) PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA UNP

Bastian Wahyudi

1)

Asrizal

2)

Yohandri

2) 1)

Mahasiswa Fisika, FMIPA Universitas Negeri Padang

2)

Staf Pengajar Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Padang

bassfisika@gmail.com

ABSTRACT

Remote sensing technology is important to determine the geography information. Based on the sensor used, remote sensing can be divided into two types namely optical and radar. Radar-based remote sensing is more suitable for use in parts of Indonesia when compared to using an optical sensing, because of Indonesia has a large enough cloud cover. One type of radar sensor is a sensor Synthetic Aperture Radar (SAR). SAR sensors are generally operated in the linear polarization. When propagating in the ionosphere, micro wave with linear polarization will be disturbed by the effects of Faraday rotation. The impact of the effects of Faraday rotation can be reduced by emitting microwaves in circular polarization -CP. The signal quality of the CP can be described by a parameter called axial ratio. This study simulates antenna design to determine the effect of the dimensions of the antenna on the antenna characteristics. The simulation was performed by varying the length of the patch, the width of feeding and truncated junction on the patch antenna. Antenna dimension is obtained will be used as a reference in determining the dimensions of the antenna for the CP-SAR. The device used in this simulation is IE3D with the type of substrate pillar packing (NPC-H220A) with 2,17 dielectric constant of 3,2 mm thickness and loss δ = 0.0005. From the simulations, it can bestated two of research result. First, that the correlation between the length of the patch and the operating frequency of the antenna is comparable as well as the width of feeding and the input impedance. Second, the antenna dimensions are used to determine the model of the characteristics of the antenna for applications CP - SAR at 1,270 GHz operating frequency with a value of 50,54 Ω input impedance, VSWR of 1,053 and 1,1288 dB axial ratio.

Keywords : Antena Simulation, Microstrip, Circularly Polarized , SAR, CP-SAR PENDAHULUAN

Kebutuhan informasi geografi saat ini sangat penting untuk negara berkembang seperti Indonesia. Melalui informasi tersebut dapat diketahui geografi sumber daya alam dan fenomena yang terjadi dipermukaan bumi. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi geografi di Indonesia adalah dengan menggunakan sistem penginderaan jauh. Dewasa ini penginderaan jauh telah memainkan peranan penting hampir pada semua aspek. Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang objek atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa melakukan kontak langsung pada objek atau gejala yang akan diteliti [1]. Teknologi penginderaan jauh dalam melaku kan pengamatan menggunakan sensor. Berdasarkan sensor yang digunakan, teknik penginderaan jauh dapat dikelompokan menjadi dua yaitu : pengindera an jauh menggunakan optik dan penginderaan jauh menggunakan radar. Radar merupakan penginderaan yang memanfaatkan gelombang elektro magnetik untuk mengiluminasi objek dan menerima sinyal pantulan. Radar sudah banyak ditemui dalam berbagai aplikasi seperti pencitraan, penginderaan jauh dan GPS.

Radar merupakan sebuah sensor aktif dimana iluminasi terhadap target tidak bergantung pada sumber lain sehingga memungkinkan sensor bekerja pada siang dan malam hari. Pada panjang gelombang tertentu sensor dapat menembus hujan dan awan sehingga bisa beroperasi pada berbagai kondisi cuaca dan mampu menembus awan bahkan kanopi dari hutan [2]. Kelebihan lainnya dari radar adalah dapat mengetahui kondisi suatu wilayah tanpa terganggu oleh gangguan yang dapat mempengaruhi data pengamatan citra.

Penginderaan jauh berbasis radar lebih cocok digunakan pada wilayah Indonesia jika dibandingkan dengan penginderaan berbasis optik karena wilayah Indonesia memiliki waktu tutupan awan yang cukup tinggi. Waktu tutupan awan untuk wilayah Indonesia hampir mencapai 55 % [3]. Salah satu sensor radar yang dapat digunakan adalah sensor Synthetic

Aperture Radar (SAR).

Sensor SAR adalah teknologi pencitraan gambar yang memanfaatkan teknik pemrosesan sinyal agar antena berukuran kecil dapat memberikan hasil seperti antena yang lebih besar dengan cara menggerakkan antena tersebut[3]. SAR merupakan salah satu jenis penginderaan jauh dengan sensor aktif. Sistem penginderaan jauh SAR menggunakan

(2)

10

gelombang mikro dari spektrum elektromagnetik dengan rentangan frekuensiantara 0,3 GHz sampai 300 GHz. Ilustrasi cara kerja dari sensor SAR dapat diperhatikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Ilustrasi Prinsip Kerja SAR Berdasarkan Gambar 1, setiap pulsa yang dipancarkan dari sensor akan kembali diterima pantulannya pada sistem penerima dan direkam. Sejumlah data yang direkam sepanjang lintasan pesawat nantinya akan diolah menggunakan variasi frekuensi Doppler dan demodulasi dengan mengatur variasi frekuensi pada sinyal yang diterima pada tiap titik dari bumi. Melalui penyaringan sinyal ini akan dihasilkan gambar atau citra dengan resolusi tinggi.

Resolusi dari citra yang dihasilkan oleh sensor SAR sangat bergantung pada ukuran antena dan karakteristik sensor SAR yang digunakan. Resolusi citra searah lintasan pesawat atau dikenal dengan

azimuth resolution (Raz) ditentukan oleh panjang

dari antena (L).

Raz≈

2

L

(1) Persamaan (1) menunjukan antena dengan ukuran yang lebih besar akan menghasilkan resolusi lebih tinggi. Sementara itu, resolusi elevasi ditentukan oleh panjang dari pulsa yang dipancarkan sensor. Semakin pendek pulsa yang dipancarkan maka semakin baik resolusi yang dihasilkan [4].

Antena mikrostrip untuk sensor SAR umumnya dioperasikan dalam polarisasi linear (HH, VV dan kombinasi). Saat merambat di ionosfer, gelombang mikro dengan polarisasi linier akan dibelokkan oleh efek rotasi Faraday. Hal ini merupakan akibat dari interaksi antara elektron dan medan magnet. Efek ini tergantung kepada sudut pandang dan siklus matahari, hasil pergeseran vektor dari medan listrik dapat mencapai hingga puluhan derajat, sehingga menurunkan dayaguna peng inderaan jauh dari gelombang mikro Pita-L untuk target seperti permukaan tanah dan salinitas permukaan laut.

Dampak dari efek rotasi Faraday ini dapat dikurangi dengan merancang antena mikrostrip yang memancarkan gelombang mikro dalam polarisasi melingkar (circularly polarization - CP). Kualitas sinyal dari CP dapat digambarkan oleh suatu parameter yang disebut rasio aksial (axial ratio -

AR). Nilai dari rasio aksial didefinisikan sebagai rasio atau perbandingan antara sumbu utama dan sumbu minor dari polarisasi elips, biasanya menggunakan satuan dB [5]. Besaran dB merupakan satuan ukur dari kekuatan sebuah antena dalam meng konsentrasi dan memfokuskan sinyal radio. Ketika dB bertambah maka jangkauan jarak yang bisa ditempuh oleh antena pun akan bertambah.

Antena merupakan instrumen yang penting dalam suatu sistem komunikasi radio. Antena meru pakan suatu media peralihan antara ruang bebas dengan piranti pemandu dapat berupa kabel koaksial atau pemandu gelombang yang digunakan untuk menggerakkan energi elektromagnetik dari sumber pemancar ke antena atau dari antena ke penerima [6]. Pemancaran (transmitter) merupakan satu proses perpindahan gelombang radio atau elektromagnetik dari saluran transmisi ke ruang bebas melalui antena pemancar. Penerimaan (receiver) adalah satu proses penerimaan gelombang radio atau elektromagnetik dari ruang bebas melalui antena penerima.

Antena mikrostrip saat ini merupakan salah satu antena yang sangat pesat perkembangannya di dalam sistem telekomunikasi sehingga mendapatkan banyak perhatian, baik dari kalangan akademis maupun industri. Antena mikrostrip merupakan antena yang memiliki bentuk seperti potongan atau bidang yang sangat tipis secara fisik tetapi mampu bekerja pada frekuensi yang sangat tinggi [7]. Peng gunaan antena mikrostrip sangat cocok dalam perangkat telekomunikasi yang mempertimbangkan ukuran dan bentuk antena. Tuntutan aplikasi dan keunggulan antena mikrostrip telah membuat riset dibidang antena mikrostrip telah maju dengan pesat terutama dalam hal pengembangan dan peningkatan karakteristiknya.

Antena mikrostrip memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan jenis antena lainnya. Adapun kelebihan dari antena mikrostrip diantaranya : ukuran bisa kompak, bobotnya ringan, biayanya lebih murah, mudah diintegrasikan dengan rangkaian elektronik dan lebih fleksibel dalam perancangannya. Secara umum antena mikrostrip terdiri atas tiga bagian utama yakni elemen peradiasi (patch), substrat dan elemen pertanahan (ground) [8]. Struktur antena mikrostrip dapat diperhatikan pada Gambar 2.

(3)

11

Peradiasi memiliki berbagai macam bentuk diantaranya berupa lingkaran, setengah lingkaran, elips, persegi, persegi panjang, segitiga, dan lain-lain. Setiap bentuk peradiasi ini menjelaskan karakteristik dari peradiasi tersebut. Contoh bentuk peradiasi yang sering digunakan terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk PeradiasiAntena

Bentuk peradiasi persegi dan peradiasi lingkaran merupakan bentuk yang populer karena kemudahan dalam analisis dan fabrikasi. Hal ini disebabkan oleh karakteristik radiasi yang menarik terutama polarisasi yang rendah. Antena ini merupakan antena yang sederhana dan mudah dalam pembuatannya yakni dengan menggunakan teknologi modern pencetak lintasan sehingga dapat digunakan pada satelit [5]. Perhitungan yang bisa digunakan untuk merancang dimensi antena persegi panjang dapat digunakan persamaan sebagai berikut [9].

2

)

1

(

2

0

r

f

c

W

(2)

Persamaan (2), merupakan persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan lebar peradiasi. Dimana, c merupakan kecepatan cahaya di ruang bebas yaitu 3x108 m/s, f0 adalah frekuensi kerja

antena dan εr adalah konstanta dielektrik dari bahan substrat. Dimensi panjang peradiasi (L) antena dapat ditentukan dengan persamaan :

Δ L= 0.412 h ) 8 . 0 ( ) 264 . 0 ( ) 3 . 0 ( ) 3 . 0 (     W h W h reff reff

(3)

Pada persamaan (3), h adalah tinggi substrat sedangkan εreff merupakan konstanta dielektrik relatif yang dapat dirumuskan pada persamaan (4) :

                 W h r r reff 12 1 1 2 1 2 1    (4)

Panjang peradiasi dirumuskan pada persamaan (5) :

L

L

L

eff

2

(5)

Dengan Leff adalah panjang peradiasi efektif yang

dapat ditentukan dengan persamaan (6) :

reff eff

f

c

L

0

2

(6) Panjang peradiasi dipengaruhi oleh εreff yang merupakan konstanta dielektrik relatif sedangkan untuk lebar peradiasi dipengaruhi oleh εr yang merupakan konstanta dielektrik dari bahan substrat.

Antena mikrostrip akan mengalami kendala saat menerima tegangan yang cukup besar jika garis mikrostrip dihubungkan langsung ke kabel koaksial. Kelemahan ini dapat diatasi dengan menggunakan penghubung elektromagnetik atau dengan peng hubung celah dan sebuah bidang pencatu pandu gelombang. Teknik ini biasa dikenal dengan teknik pencatuan (feeding) [10].

Dimensi antena menghasilkan karakteristik antena yang digunakan untuk mengukur performa antena. Karakteristik antena yang umum digunakan dalam mendesain antena meliputi : lebar pita (band

width), koefisien refleksi (reflection coefficient)

impedansi masukan (input impedance), perbandingan gelombang berdiri tegangan (Voltage Standing Wave

Ratio -VSWR).

METODE PENELITIAN

Umumnya suatu penelitian dilakukan karena terjadi ketidak sesuaian antara realita dengan eks pektasi yang diharapkan sehingga menimbulkan rasa ingin tahu. Penelitian saat ini menggunakan jenis penelitian simulasi. Jenis penelitian simulasi telah digunakan sejak lama secara luas oleh berbagai disiplin ilmu dan lembaga riset.

Suatu tiruan dari sebuah sistem nyata yang dikerjakan secara manual atau komputer untuk selanjutnya diobservasi dan disimpulkan untuk mempelajari karakterisasi sistem dikenal dengan metode penelitian simulasi [11]. Simulasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses atau sistem dimana dengan cara tertentu model tersebut meniru respon dari sistem aktual terhadap suatu kejadian berdasar kan waktu [12]. Hasil yang telah diperoleh pada pene litian simulasi biasanya lebih ideal daripada pene litian yang dilakukan secara langsung.

Metode penelitian ini memudahkan peneliti dalam mendesain antena mikrostrip, mengingat biaya dan waktu yang terbuang jika harus mencetak dan mengukur hasil desain antena satu persatu hingga didapatkan hasil yang diinginkan. Metode penelitian simulasi sering digunakan oleh peneliti yang ingin menganalisis suatu kejadian sebelum melakukan penelitian secara langsung. Metode penelitian simu lasi tidak pernah luput dari analisis numerik dan pada pengerjaannya biasa dikerjakan menggunakan perangkat komputer.

Antena mikrostrip didesain agar dapat bekerja secara optimal pada frekuensi kerja 1,270 GHz. Frekuensi ini akan menjadi acuan dalam menentukan

(4)

12

parameter–parameter antena lainnya seperti elemen peradiasi, lebar pencatu dan dimensi slot aperture. Desain dari dimensi antena mikrostrip dapat diamati pada Gambar 4.

Gambar 4. Rancangan Dimensi Antena Mikrostrip Peradiasi Persegi Panjang

Gambar 4 menunjukan bentuk peradiasi yang akan digunakan adalah peradiasi persegi panjang satu elemen. Jenis substrat yang digunakan adalah jenis

Nippon pillar packing (NPCH220A) dengan nilai

konstanta dielektrik 2,17 dan ketebalan substrat sebesar 3,2 mm sementara nilai loss δ = 0.0005. Software yang digunakan pada penelitian ini adalah Microsoft Excel dan IE3D.

Software Microsoft Excel sebagai perangkat yang akan membantu dalam mengolah nilai parameter antena secara fisik. Nilai parameter yang dimodifikasi pada Microsoft Excel akan membantu dalam penyesuaian nilai parameter pada IE3D. Nilai desain parameter antena yang telah dirancang pada Microsoft Excel selanjutnya diinput ke halaman IE3D dalam bentuk notepad. Software IE3D selanjutnya akan menjalankan simulasi dari input yang diberikan dan mengeluarkan output berupa karakteristik dari antena. Luaran dari simulasi diharapkan mampu menampilkan karakteristik antena berupa koefisien refleksi, impedansi masukan, VSWR dan rasio aksial. Simulasi dilakukan berulang kali sehingga karakteristik antena yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.

Penelitian simulasi model antena mikrostrip polarisasi melingkar untuk CP-SAR memiliki bebe rapa variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian simulasi ini berupa panjang peradiasi dan lebar pencatu antena. Variabel terikat berupa nilai rasio aksial, koefisien refleksi, impedansi masukan dan VSWR.

Langkah awal penelitian adalah dengan mela kukan studi literatur berkaitan dengan antena seperti bentuk antena, macam-macam antena dan karak teristik antena. Tahap selanjutnya penelitian dilanjut kan pada desain dan simulasi antena hingga diperoleh desain antena untuk aplikasi sensor CP-SAR.

Tahapan penelitian lebih lengkap akan dijelaskan pada diagram penelitian yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Penelitian

Gambar 5 menunjukan bahwa pada tahap simulasi dimensi antena akan mengalami perubahan sehingga diperoleh dimensi antena yang sesuai dengan karakteristik yang dinginkan. Sebagai tambahan, saat mensimulasikan desain antena meng gunakan software IE3D perlu diinputkan rentang kerja gelombang dan jumlah titik yang akan disimulasikan karena hal ini akan berpengaruh pada lamanya proses simulasi berlangsung.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan memberikan dua hasil yaitu pertama, mengetahui pengaruh variasi panjang peradiasi dan lebar pencatu terhadap karakteristik antena mikrostrip yang dirancang untuk CP-SAR. Kedua, menentukan karakteristik desain anstena mikrostrip polarisasi melingkar untuk aplikasi CP-SAR menggunakan software IE3D. Hasil simulasi yang diperoleh berupa data dan grafik. Desain dimensi antena dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6.Desain dimensi Antena Mikrostrip. Gambar 6 menunjukan dimensi antena yang akan divariasikan dalam proses desain dan simulasi.

Hasil penelitian pertama adalah pengaruh variasi dimensi antena dalam bentuk panjang peradiasi dan lebar pencatu terhadap karakteristik

(5)

13

antena. Karakteristik antena pertama adalah koefisien refleksi. Koefisien refleksi adalah parameter yang menggambarkan berapa banyak gelombang yang dipantulkan kembali oleh diskontinuitas impedansi pada media transmisi. Nilai dari koefisien refleksi yang diharapkan adalah dibawah -9,54 dB. Apabila nilai tersebut dapat terpenuhi maka dapat dikatakan bahwa nilai gelombang yang direfleksikan tidak terlalu besar dibandingkan dengan gelombang yang dikirimkan atau dengan kata lain saluran transmisi sudah cocok. Hubungan antara frekuensi dan koe fisien refleksi dengan variasi panjang peradiasi dapat diamati pada Gambar 7 .

Gambar 7. Hubungan Frekuensi dan Koefisien Refleksi dengan Variasi Panjang Peradiasi

Panjang peradiasi 76,7 mm nilai koefisien refleksi -22,22 dB pada frekuensi 1.284 GHz. Antena dengan panjang peradiasi 77,7 mm nilai koefisien refleksi -31,73 dB pada frekuensi 1.270 GHz. Panjang peradiasi divariasikan lagi menjadi 78,7 mm dan memiliki koefisien refleksi sebesar -21,18 dB pada frekuensi 1.256 GHz. Data dan grafik hasil penelitian membuktikan bahwa frekuensi kerja suatu antena berbanding terbalik dengan panjang peradiasi.

Karakteristik antena kedua yang perlu diper hatikan adalah impedansi masukan. Pengaruh variasi panjang peradiasi terhadap impedansi masukan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan Frekuensi dan Impedansi Masukan dengan Variasi Panjang Peradiasi

Impedansi masukan yang harus diperoleh pada penelitian adalah 50 Ω. Gambar 8 menunjukan bahwa variasi panjang peradiasi tidak terlalu ber pengaruh terhadap impedansi masukan karena nilai

impedansi masukannya tidak jauh berbeda saat panjang peradiasi divariasikan.

Impedansi masukan pada panjang peradiasi 76,7 mm yakni sebesar 43,07 Ω pada frekuensi 1,284 GHz. Impedansi masukan antena saat panjang peradiasi 78,7 mm adalah 56,5 Ω pada frekuensi kerja 1,256 GHz. Nilai impedansi masukan terbaik diperoleh pada panjang peradiasi 77,7 mm yakni 50,54 Ω dan berada pada frekuensi kerja 1,270 GHz.

Karakteristik antena ketiga yang perlu di perhatikan ialah VSWR. VSWR merupakan para meter antena yang menentukan kecocokan antara antena dan pemancar. Nilai VSWR yang diharapkan adalah ≤ 2. Apabila nilai telah terpenuhi artinya transmisi antara antena dan pemancar sudah cocok. Hubungan antara panjang peradiasi terhadap VSWR seperti pada Gambar 9 .

Gambar 9. Hubungan Frekuensi danVSWR dengan Variasi Panjang Peradiasi Gambar 9 memperlihatkan nilai VSWR yang terbaik diperoleh pada panjang peradiasi 77,7 mm dengan nilai VSWR 1,053 pada frekuensi 1,270 GHz. Nilai VSWR minimum pada panjang peradiasi lainnya juga bernilai ≤ 2 namun tidak berada pada frekuensi kerja 1,270 GHz seperti yang dibutuhkan. Panjang peradiasi 76,7 mm memiliki nilai VSWR 1,168 pada frekuensi 1,284 GHz dan saat panjang peradiasi 78,7 mm nilai VSWR 1,191 pada frekuensi 1,256 GHz. Data hasil simulasi menunjukan bahwa panjang peradiasi tidak mempengaruhi nilai VSWR namun tetap mempengaruhi frekuensi kerja.

Hasil simulasi yang diperlihatkan pada Gambar 7, 8, dan 9 menunjukkan bahwa panjang peradiasi sangat mempengaruhi frekuensi kerja antena. Percobaan variasi panjang peradiasi perlu dilakukan agar didapatkan panjang peradiasi yang sesuai dengan frekuensi kerja antena. Data hasil simulasi menunjukan bahwa pada panjang peradiasi L = 77,7 mm antena dapat bekerja sesuai dengan frekuensi kerja dan memenuhi parameter yang diinginkan. Oleh karenanya, panjang peradiasi L = 77,7 mm akan digunakan dalam mendesain antena dan untuk lebar peradiasi digunakan W = 77 mm.

Dimensi antena selanjutnya yg akan divariasi kan adalah lebar pencatu. Lebar pencatu divariasikan untuk mengetahui pengaruh lebar pencatu terhadap karakteristik antena. Karakteristik antena pertama

(6)

14

yang akan diteliti adalah koefisien refleksi. Hubu ngan variasi lebar pencatu terhadap koefisien refleksi seperti yang terlihat pada Gambar 10 dengan meng gunakan nilai panjang dan lebar peradiasi yang telah diperoleh sebelumnya.

Gambar 10. Hubungan Frekuensi dan Koefisien Refleksi dengan dengan Variasi

Lebar Pencatu

Ukuran lebar pencatu ternyata juga mem pengaruhi nilai koefisien refleksi antena. Pengaruh tersebut seperti terlihat pada Gambar 10 dimana saat lebar pencatu semakin kecil maka koefisien refleksinya juga akan semakin rendah. Ketika lebar pencatu 12 mm nilai koefisien refleksinya sebesar -31,73 dB lalu pada lebar pencatu 13 mm nilai koefisien refleksinya -25,87 dB. Lebar pencatu di variasikan kembali menjadi 14 mm dengan nilai koefisien refleksinya -22,48 dB. Dengan demikian sebagai kesimpulan dari data hasil penelitian ini bahwa koefisien refleksi suatu antena sebanding dengan lebar pencatu.

Karakteristik antena kedua yang akan diteliti adalah impedansi masukan. Pengaruh variasi lebar pencatu terhadap impedansi masukan dengan tiga variasi lebar pencatu dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan Frekuensi dan Impedansi Masukan dengan Variasi Pencatu Pengaruh lebar pencatu seperti yang terlihat pada Gambar 11 menunjukan bahwa apabila lebar pencatu diperbesar maka impedansi masukan akan ikut meningkat dan sebaliknya.

Hasil penelitian menunjukan pada lebar pencatu 12 mm impedansi masukan sebesar 50,54 Ω sementara saat lebar pencatu 13 mm impedansi masukan meningkat menjadi 50,77 Ω pada frekuensi 1,270 GHz. Peningkatan nilai impedansi masukan

juga terjadi pada lebar pencatu 14 mm yakni 52,62 Ω namun frekuensi kerja sedikit mengalami pergeseran yakni pada frekuensi 1,263 GHz. Variasi lebar pencatu terhadap fekuensi memperoleh hubungan sebanding yakni jika lebar pencatu semakin besar maka nilai impedansi masukan juga akan meningkat.

Karakteristik antena ketiga yang akan diteliti adalah nilai VSWR. Pengaruh lebar pencatu terhadap VSWR untuk tiga variasi lebar pencatu dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan Frekuensi dan VSWR dengan Variasi Pencatu

Gambar 12 menunjukan bahwa lebar pencatu juga mempengaruhi nilai VSWR walaupun peng aruhnya sangat kecil. Saat lebar pencatu 12 mm nilai VSWR sebesar 1,053 sedangkan saat lebar pencatu 13 mm VSWR meningkat menjadi 1,107. Lebar pencatu diperbesar lagi menjadi 14 mm dan diperoleh nilai VSWR 1,162. Dari data variasi lebar pencatu terhadap VSWR diketahui bahwa nilai VSWR tidak jauh berubah dan masih memenuhi syarat nilai VSWR < 2. Ukuran dimensi antena yang telah diperoleh dari simulasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ukuran Dimensi Antena Mikrostrip

No Parameter Ukuran (mm) 1 L 77,7 2 W 77 3 Lf 38,5 4 Wf 12 5 Lg 11,5 6 Wg 11,5 7 D 13 8 Potongan sudut 8

Simulasi variasi panjang peradiasi dan lebar pencatu yang telah dilakukan menggunakan software IE3D sehingga diperoleh ukuran dimensi antena yang ideal. Hasil yang diperoleh telah mendekati karak teristik antena yang diharapkan untuk diaplikasikan pada sensor CP-SAR.

(7)

15

Dimensi peradiasi dan pencatu antena yang telah diperoleh selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam membuat rancangan dari antena mikrostrip polarisasi melingkar untuk CP-SAR. Data yang diperoleh pada penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk mengamati pengaruh dimensi antena terhadap karakteristiknya, sehingga penelitian dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

Hasil kedua dari penelitian adalah model desain antena mikrostrip polarisasi melingkar untuk aplikasi CP-SAR. Salah satu syarat agar polarisasi antena melingkar adalah nilai dari rasio aksial dari antena harus di bawah 3 dB. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yakni untuk mendapatkan karakteristik dari antena mikrostrip dengan polarisasi melingkar. Perlu dilakukan modifikasi terhadap sudut dimensi peradiasi antena agar didapatkan hasil yang sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Modifikasi dilakukan dengan melakukan pemo tongan sudut peradiasi antena yang dikenal dengan istilah potongan sudut (truncated junction).

Sudut peradiasi antena mengalami beberapa kali pemotongan saat proses pendesainan dan simulasi. Pengaruh potongan sudut terhadap rasio aksial dengan tiga variasi potongan sudut dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan Frekuensi dan Nilai Rasio Aksial dengan Variasi Potongan Sudut

Peradiasi

Gambar 13 menunjukkan bahwa variasi potongan sudut peradiasi mempengaruhi nilai rasio aksial namun tidak mempengaruhi frekuensi kerja antena. Saat potongan sudut diperbesar maka nilai rasio aksial juga ikut mengecil dan sebaliknya. Potongan sudut 7 mm nilai rasio aksial 2,479 dB sedangkan saat panjang potongan sudut 7,5 mm nilai rasio aksial 1,588 dB. Ukuran potongan sudut di variasikan kembali menjadi 8 mm dan diperoleh nilai rasio aksial 1,128. Dari data variasi panjang potongan sudut diketahui bahwa nilai rasio aksial telah berada di bawah 3 dB. Data hasil penelitian simulasi lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Hasil Simulasi Rasio Aksial Antena dengan VariasiPotongan Sudut

2. Pembahasan

Penelitian pertama yang telah dilakukan adalah untuk mengamati pengaruh variasi panjang peradiasi dan lebar pencatu terhadap karakteristik antena. Karakteristik antena pertama yang diteliti adalah koefisien refleksi. Pada simulasi yang telah dilakukan diperoleh hubungan frekuensi dan koe fisien refleksi dengan variasi panjang peradiasi yang ditunjukkan pada Gambar 7. Data hasil simulasi me nunjukkan bahwa semakin panjang peradiasi maka frekuensi kerja antena akan semakin kecil dan sebaliknya[4].

Panjang peradiasi yang diperoleh dari hasil simulasi memiliki perbedaan dengan panjang peradiasi secara perhitungan rumus. Perlu dilakukan beberapa kali variasi nilai panjang peradiasi hingga ditemukan panjang peradiasi yang paling cocok. Variasi panjang peradiasi dilakukan antara 70-80 mm. Data hasil simulasi menunjukan bahwa pada panjang peradiasi L = 77,7 mm diperoleh nilai koefisien refleksi -31,73 dB pada frekuensi 1,270 GHz. Hasil simulasi yang diperoleh telah sesuai dengan frekuensi kerja dan koefisien refleksi antena yang diinginkan.

Karakteristik antena kedua yang diteliti adalah impedansi masukan. Pada simulasi variasi panjang peradiasi, diketahui bahwa nilai impedansi ikut dipengaruhi oleh variasi panjang peradiasi. Pada Gambar 8 terlihat bahwa saat panjang peradiasi diperbesar maka nilai impedansi masukan juga ikut naik dan sebaliknya. Data hasil penelitian menunjukan bahwa antara panjang peradiasi dan nilai impedansi masukan memiliki hubungan yang sebanding. Impedansi masukan yang diperoleh dari simulasi yang dilakukan saat panjang peradiasi77,7 mm adalah 50,54 Ω.

Karakteristik antena ketiga yang diteliti adalah VSWR. Kinerja suatu antena selain ditentukan oleh frekuensi kerja dan impedansi masukan juga di tentukan oleh nilai VSWR antena tersebut. Hubungan frekuensi terhadap nilai VSWR dapat dilihat pada Gambar 9. Pada panjang peradiasi 77,7 mm, nilai VSWR antena yang diperoleh sebesar 1,562 hal ini sesuai dengan karakteristik antena yang dinginkan agar nilai VSWR yang diperoleh ≤ 2. Nilai VSWR ≤ 2 ditetapkan karena selalu terjadi refleksi saat saluran

(8)

16

dalam keadaan cocok maka tidak mungkin bernilai 1 maka jika VSWR bernilai ≤ 2 sudah dianggap baik.

Penelitian selanjutnya mengamati tentang pengaruh variasi lebar pencatu terhadap karakteristik antena. Karakteristik antena yang pertama diamati sama seperti saat memvariasikan panjang peradiasi adalah koefisien refleksi. Pada Gambar 10 yang me nunjukkan hubungan frekuensi dengan koefisien refleksi, diketahui bahwa frekuensi kerja antena tidak berubah saat lebar pencatu diubah. Nilai frekuensi antena tetap berada pada 1,270 GHz. Hasil simulasi membuktikan bahwa lebar pencatu tidak mempe ngaruhi frekuensi kerja.

Karakteristik antena kedua yang diamati adalah impedansi masukan. Lebar pencatu yang sudah diperoleh selanjutnya digunakan untuk men dapatkan nilai impedansi masukan sebesar 50 Ω. Dari simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin besar lebar pencatu maka semakin tinggi pula nilai impedansi masukan antena. Hal ini mem buktikan bahwa lebar pencatu mempengaruhi nilai impedansi masukan. Lebar pencatu divariasikan untuk memperoleh impedansi masukan antena sebesar 50 Ω. Simulasi yang telah dilakukan mempe roleh impedansi masukan sebesar 50,54 Ω dengan lebar pencatu 12 mm.

Karakteristik antena ketiga yang diamati adalah VSWR. Pengaruh variasi lebar pencatu ter hadap nilai VSWR dapat dilihat pada Gambar 12 yang menampilkan hubungan frekuensi dengan VSWR. Dari Gambar dapat diamati bahwa nilai VSWR tidak terpengaruh oleh lebar pencatu. Nilai VSWR antena yang didapatkan yakni 1,053 pada frekuensi 1,270 GHz. Nilai VSWR yang diperoleh telah sesuai dengan karakteristik antena yang di inginkan yakni nilai VSWR ≤ 2.

Hasil penelitian kedua adalah desain antena mikrostrip polarisasi melingkar untuk CP-SAR kondisi. Salah satu syarat agar polarisasi antena melingkar adalah nilai dari rasio aksial dari antena harus < 3 dB. Untuk memperoleh nilai rasio aksial < 3 dB maka peradiasi mengalami pemotongan sudut. Dari gambar 13 dapat diamati bahwa nilai rasio aksial < 3 dB diperoleh pada saat potongan sudut 8 mm yakni 1,1288 dB namun bukan pada frekuensi 1,270 GHz melainkan pada frekuensi 1,298 GHz. Antena yang baik adalah antena yang memiliki nilai rasio aksial < 3 dB pada frekuensi kerja antena Namun karena keterbatasan peneliti rasio aksial yang diperoleh bukan pada frekuensi kerja melainkan pada frekuensi lainnya. Pada peneliti selanjutnya diharap kan agar nilai rasio aksial yang diperoleh dapat berada pada frekuensi kerja antena dengan mengubah dimensi antena dan melakukan simulasi kembali.

KESIMPULAN

Penelitian yang dilakukan telah dapat menjawab pertanyaan dari permasalahan yang telah diungkapkan sebelumnya. Simulasi antena mikrostrip polarisasi melingkar untuk CP-SAR yang telah

dilaksanakan maka dapat dikemukakan dua hasil penelitian. Pertama, adanya pengaruh panjang pe radiasi terhadap frekuensi kerja antena. Frekuensi kerja antena akan semakin meningkat apabila panjang peradiasi diperkecil dan sebaliknya. Hubung an antara lebar pencatu dan nilai impedansi masukan antena adalah sebanding. Impedansi masukan akan semakin besar jika lebar pencatu diperbesar dan sebaliknya. Kedua, dimensi antena tersebut diguna kan untuk menentukan model karak teristik antena untuk aplikasi CP–SAR pada frekuensi kerja 1.270 GHz dengan nilai impedansi masukan 50,54 Ω ,VSWR sebesar 1,053 dan rasio aksial 1,1288 dB.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Lillesand, MT dan W.R Kiefer. 1994. Remote

Sensing and Image Interpretation. 3rd Edition. John Wiley & Sons Inc. New York.

[2] Franceschetti, G dan Riccardo L. 1999. Synthetic Aperture Radar Processing, CRC Press, Florida.

[3] Seze G. 2011. Cloud Cover Analysiswith

METEOSTAT-5 during INDOEX, Journal of

Geophysical Research, Vol. 106, No. D22, PP. 28415-28426.

[4] Chan YK and Koo, VC. 2008. An Introduction

To Synthetic Aperture Radar (SAR), Progress In

Electromagnetics Research B, Vol. 2, 27–60. [5] Yohandri dkk. 2011. Development of Circular

Polarized Array Antenna for Syntethic Aperture Radar Sensor Installed on UAV, Progres in

Electromagnetics Research C, Vol. 19, pp. 119-133

[6] Balanis, Constantine A. 2005. Antenna Theory

Analysis and Design, 3th ed, John Wiley &

Sons Inc., Kanada.

[7] Waluyo dan Dyan Nastiti Novikasari. 2013.

Desain Dan Simulasi Antena Microstrip Semicircular Half U-Slot Untuk Aplikasi Modem Gsm 1800 MH. Jurnal ELTEK, Vol

11 No. 02, Oktober 2013 ISSN 1693-4024. [8] Ali Hanafiah. 2008. Rancang Bangun Antena

Mikrostrip Patch Segiempat Planar Array 4 Elemen dengan Pencatuan Aperture-Coupled untuk Aplikasi CPE pada Wimax, Laporan

Tugas Akhir Teknik Elektro Universitas Indonesia, Depok: Universitas Indonesia. [9] Yohandri, 2012. Development of Circular

Polarized Microstrip Antennas for CP-SAR System Installed on Unmanned Aeriel Vehicle.

Chiba. Universitas Chiba.

[10] James J.R. dan Hall P.S. 1989 Handbook of

Microstrip Antenna, Vol.1, Short Run Press

Ltd., England..

[11] Jerry Banks dan John S. Carson .1984. Discrete

- Event System Simulation. Prentice - Hall.

[12] Schriber, T.J. 1987. The Nature and Role of

Simulation in the Design of Manufacturing Systems. Simulation in CIM and Artificial

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi Prinsip Kerja SAR  Berdasarkan  Gambar  1,  setiap  pulsa  yang  dipancarkan  dari  sensor  akan  kembali  diterima  pantulannya  pada  sistem  penerima  dan  direkam
Gambar 3. Bentuk PeradiasiAntena
Gambar 4. Rancangan Dimensi Antena Mikrostrip   Peradiasi Persegi Panjang
Gambar 8. Hubungan  Frekuensi dan Impedansi    Masukan dengan Variasi Panjang    Peradiasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas pada penelitian ini adalah penentuan komponen senyawa metabolit sekunder pada fraksi N-heksan buah Limonia acidissima L yang akan digunakan pada

Berdasarkan potensi dan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan alat peraga papan positif negatif berbasis metode montessori pada siswa dengan ADHD

Hukum positif yang berlaku di Indonesia adalah hukum positif yang diatur dalam ketentuan KUHP, khususnya pada pasal 263 dan Pasal 378, dan sudah tidak relevan lagi

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan jasa kepelabuhanan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah,

Pada tahun 2015 ini bentuk bantuan pengabdian masyarakat melalui PNBP UNG dikemas dalam model paket pengabdian yang mengintegrasikan antara pengabdian dosen dengan kegiatan Kuliah

Dari hasil wawancara kepada petugas yang terkait dengan pelayanan rekam medis terutama kepada petugas filing yang merangkap sebagai pendaftaran bahwa sistem penomoran

Berdasarkan data ter- sebut perlu dilakukan upaya untuk mengurangi angka buta huruf di Provinsi Sumatera Barat yaitu dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga

Kata perjanjian disini melibatkan dua pihak, yaitu Yosua di pihak yang satu dengan bangsa Israel di pihak lain yang meminta mereka menyembah hanya kepada Tuhan