• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tafsir QS al-isrâ`/17: Antara Umat dan Pemimpinnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tafsir QS al-isrâ`/17: Antara Umat dan Pemimpinnya"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SENIN SIANG BA’DA ZHUHUR

TAFSIR AL-QURAN

MASJID KHA DAHLAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Tafsir QS al-Isrâ`/17: 71-72

Antara Umat dan Pemimpinnya

Nash (Teks) Ayat al-Quran

ََمْوَي

َ

وُعْدَن

َ

َّ ُكُ

َ

َ ساَن

ُ

أ

َ

َْمِهِماَمِإِب

ۖ

َْنَمَف

َ

ََ ِتو

ُ

أ

َ

َُهَباَتِك

َ

َِهِنيِمَيِب

َ

َٰـَلو

ُ

أَف

ََكِئ

َ

ََنوُءَرْقَي

َ

َْمُهَباَتِك

َ

َ

َ

لَو

َ

ََنوُمَل ْظُي

َ

َ ًليِتَف

َ

﴿

١٧

َ

نَمَو

َ

ََن َكَ

َ

َ ِف

َ

َٰـَه

َِهِذ

َ

َٰ َمْع

َ

أ

َ

ََوُهَف

َ

َ ِف

َ

َِةَرِخ

لْا

ْ

َ

َٰ َمْع

َ

أ

َ

َّل َض

َ

أَو

َ

َ ًليِبَس

َ

﴿

١٧

"(Ingatlah) suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)." (QS al-Isrâ`/17: 71-72)

Tafsir al-Mufradât

: Pemimpin mereka. Kata Imâm terambil dari kata amma, yang berarti meneladani. Imâm adalah (orang atau sosok pribadi) yang diteladani. : Sedikit pun. Kata ini pada mulanya serat yang terlihat pada biji

kurma yang terbelah. Ada pula yang mengartikannya sebagai kotoran yang terangkat dari jari tangan pada saat seseorang menggosok-gosoknya. Kata ini bisa juga dalam pengertian sesuatu yang amat sedikit dan tidak berarti.

Al-Îdhâh (Penjelasan)

“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya”.

(2)

Pada hari Kiamat manusia akan dihadapkan kepada Allah Subhânahu wa Ta'âlâ. Allah -- al-Hakîm -- akan meminta pertanggungjawaban dari setiap mukallaf berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan di dunia. Mereka dipanggil bersama dengan imam mereka pada hari penghisaban amal para hamba.

As-Sa'di menjelaskan, berdasarkan ayat di atas setiap umat akan dipanggil bersama dengan imam dan pemberi petunjuk mereka, yaitu para rasul dan penerus-penerusnya. Kemudian setiap umat maju dengan dihadiri oleh rasul yang pernah menyerunya. Amalan mereka kemudian dicocokkan dengan kitab yang pernah diserukan oleh rasul, apakah sesuai atau ( justeru) bertentangan?1

Penafsiran di atas merujuk ke sejumlah keterangan dari beberapa ulama tafsir dari kalangan generasi salaf al-ummah telah dikutip para penulis kitab-kitab tafsir. Ath-Thabari meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Mujâhid, bahwa makna "imâm" ialah nabi mereka.2 Dengan redaksi lain Qatadah

mengartikannya dengan para nabi mereka. Sehingga pengertiannya, para umat akan datang menghadap Allah Subhânahu wa Ta'âlâ bersama para nabi mereka.

Pendapat ini – seperti yang dipaparkan oleh asy-Syinqîthi3 - sesuai

dengan oleh firman Allah Subhânahu wa Ta'âlâ:

"Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)." (QS an-Nisâ`/4: 41).

Pendapat lain berkaitan dengan pengertian kata "imâm", yaitu diriwayatkan oleh Âdam bin Abi Iyâs dan ath-Thabari dengan sanad yang shahîh dari Mujâhid, menyebutnya "kitab mereka". Sedangkan 'Abd ar-Razzâq meriwayatkan dengan sanad yang shahîh dari Ma'mar dari al-Hasan, mengatakan, maknanya "kitab mereka yang memuat amalan-amalan mereka".4

‘Abdullah ibnu 'Abbas radhiyallâhu 'anhu sendiri mengatakan, bahwa

1Abdur-Rahmân bin Nâshir as-Sa'di, Taisîr Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm

al-Mannân (Riyadh: Maktabah al-Ma’ârif, cet.1, 1420 H.), hal, 493.

2dari Ath-Thabari, Tafsîr at-Thabari (Jâmi’ al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qurân), juz III

(Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet. I, Thn. 1412 H.), hal. 273.

3Muhammad al-Amîn ibn Muhammad al-Mukhtâr ibn ‘Abd al-Qâdir al-Jankiy

asy-Syinqithiy, Adhwâ` al-Bayân Fî Îdhâh al-Qurân bi al-Qurân, juz III (Beirut: Dâr al-Fikr, 1415 H./1995 M.), hal. 560-561

(3)

yang dimaksud "al-imâm", yaitu amalan yang dikerjakan dan didiktekan untuk kemudian dituliskan. Maka, barang siapa dibangkitkan dalam keadaan bertakwa kepada Allah Subhânahu wa Ta'âlâ, maka Dia akan meletakkan kitabnya di tangan kanannya. Ia akan membaca dan bersuka-cita, tidak teraniaya sedikit pun.5

Keterangan-keterangan ini juga dikuatkan oleh beberapa ayat dalam Al-Qur`an, sebagaimana telah dinyatakan oleh asy-Syinqithi dalam Adhwâ` al-Bayân.6

Adapun yang râjih (kuat), menurut Imam Ibnu Katsir ialah pendapat yang terakhir. Beliau memberikan penafsiran ayat ini dengan ayat padanannya pada surat lain.

Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

"Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Al-Lauh al-Mahfûzh)." (QS Yâsîn/36: 12).

ۚ

ۗ

"Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun". (QS al-Kahfi/18: 49).

ۚ

ۚ

5Ibid., juz XV, hal. 156-157

(4)

"Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan." (QS al-Jâtsiyah/45: 28-29).

Selain itu, menurut Imam Ibnu Katsir, ayat di atas (kata imâm) sebenarnya telah mengarahkan kepada pengertian kitab amalan. Pasalnya, dalam ayat tersebut diceritakan bahwasanya orang-orang yang menerima kitab dengan tangan kanan, mereka lantas membacanya, tidak ada rasa khawatir maupun takut terhadap isi yang tertulis pada kitab mereka. Jadi, Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman: (Mereka) membacanya -seperti diungkapkan Imam Ibnu Katsir rahimahullah - lantaran perasaan suka cita dengan catatan dalam kitabnya, yaitu berupa amal shalih. Seperti disebutkan dalam firman Allah Subhânahu wa Ta'âlâ:

"Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu". Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku." (QS al-Hâqqah/69:19-26).7

7Al-Hâfizh Abû a-Fidâ Ismâ’îl ibn ‘Umar ibn Katsîr al-Qurasyi, Tafsîr al-Qur`ân

al-'Azhîm, juz V, Tahqîq: Sâmi bin Muhammad as-Salâmah, Cet. I (Kairo: Dâr Thaibah,

1422 H./ 2002 M.), hal. 99. Lihat: Imam Abu Muhammad Husain bin Mas'ûd al-Baghawi, Ma’â'lim at-Tanzîl, juz V, Tahqîq dan Takhrîj: Muhammad 'Abdullah an-Namr, 'Utsmân Jum'ah Dhumairiyyah, dan Sulaimân Muslim al-Kharsy (Kairo: Dâr Thaibah,

(5)

Penafsiran ini tidak bertentangan dengan penafsiran ulama yang mengatakan bahwa maksudnya adalah nabi akan didatangkan ketika Allah Subhânahu wa Ta'âlâ menjatuhkan keputusan bagi umatnya. Nabi tersebut mesti akan menjadi saksi atas amal perbuatan umatnya. Seperti kandungan firman Allah Subhânahu wa Ta'âlâ:

"Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan." (QS az-Zumar/39: 69).

"Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)". (QS an-Nisâ`/4: 41).8

Setelah itu, terbagilah manusia menjadi dua kelompok. Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

"[Dan barang siapa yang diberikan Kitab amalannya di tangan kanannya]", karena sebelumnya mereka mengikuti imamnya yang menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus. Dan imam ini mengambil petunjuk dari Kitâbullâh. Oleh karena itu, kebaikannya menjadi banyak dan keburukannya pun menyusut.9

Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

1411 H.), hal. 109.

8Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur`ânil-'Azhîm, juz V, hal. 99. 9As-Sa’di, Taisîr …, hal. 494.

(6)

"[maka mereka ini akan membaca kitabnya itu dan mereka tidak dianiaya sedikit pun]"; bacaan yang menggembirakan, yakni mereka membacanya dengan riang gembira dan tidak terzhalimi sedikit pun dari setiap kebaikan yang telah mereka lakukan.”10

Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

[Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)].

Allah Subhânahu wa Ta'âlâ membalas orang-orang yang "membutakan" diri terhadap ajaran-ajaran-Nya, dengan balasan yang sama. Ketika mereka tidak mengacuhkan syariat dan petunjuk Allah At-Taisîr, 494., kondisi mereka di akhirat kelak dibuat buta, bahkan lebih buruk dari sebelumnya, dan dalam seburuk-buruk keadaan. Begitulah, al-jazâ` min jins al-'amal (balasan itu serupa dengan perbuatan sebelumnya).

Jadi, buta dalam ayat di atas ialah buta mata hatinya. Sebagaimana dikatakan oleh asy-Syinqîthi11, yang dimaksud dengan buta di sini ialah buta hati,

bukan buta mata penglihatan. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhânahu wa Ta'âlâ:

"Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada". ( QS al-Hajj/22: 46)

Masalahnya, seseorang mengalami buta mata inderanya, namun mata hatinya maka hal ini tidak seberapa berdampak buruk. Meskipun buta pandangan matanya, ia masih bisa mengingat-ingat sehingga setiap peringatan (pesan) akan membekaskan manfaat baginya. karena mata hatinya masih berfungsi.

Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

10Ibid.

(7)

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?" QS 'Abasa/80: 1-4).

Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, barang siapa di dunia ini buta terhadap hujjah-hujjah Allah Subhânahu wa Ta'âlâ mengenai keesaan-Nya dalam penciptaan dan pengaturan dunia serta pemeliharaan dunia seisinya, maka tentang urusan akhirat yang belum pernah ia lihat dan saksikan dengan mata kepala, dan hal-hal yang terjadi pada masa itu, niscaya ia akan lebih buta dan tersesat jalan.12

Begitu juga barangsiapa ketika di dunia ini buta dari kebenaran, maka ia tidak akan menerima dan tidak tunduk kepadanya; tetapi sebaliknya ia justru akan mengikuti kesesatan. Maka di akhirat nanti, niscaya ia akan lebih buta pula, tidak mengetahui jalan menuju surga sebagaimana tatkala di dunia ia tidak menapakinya. Dia lebih tersesat dari jalan yang benar daripada di dunia. Semoga Allah melindungi kita darinya13. Dia tidak bisa melihat jalan keselamatan, (hingga)

tak berdaya untuk melewatinya, sampai akhirnya akan terjerumus ke neraka Jahannam.14

As-Sa'di menyimpulkan, bahwasanya dalam ayat ini terdapat dalil jika setiap umat akan diseru kepada agama dan kitabnya, apakah diamalkan ataukah tidak? Mereka tidak akan dituntut dengan syariat nabi lain yang tidak diperintahkan untuk mengikutinya. Dan Allah Subhânahu wa Ta'âlâ tidak akan mengazab seseorang kecuali setelah tegak hujjah (argumen atau alasan) atasnya.

Dalam lanjutan keterangannya, beliau menambahkan, bagi orang-orang yang suka berbuat kebaikan, kitab mereka akan diberikan dengan tangan kanannya. Mereka akan mendapatkan kebahagiaan yang sangat besar. Adapun orang-orang yang suka berbuat kejelekan, akan mendapatkan kebalikannya. Mereka tidak mampu membaca kitab mereka, disebabkan dahsyatnya kegelisahan dan ketakutan yang mereka rasakan.15

12Ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari …, juz XV, hal. 159. 13Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân al-'Azhîm, juz V, hal. 100.

14Abu Bakr Jâbir al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr fi Kalâm al-‘Aliy al-Kabîr, juz I, Cet.

VI (Kairo: Maktabah ‘Ulûm wa al- Hikam, 1423 H./2003 M.), hal. 688.

(8)

Al-‘Ibrah (Pelajaran Yang Bisa Dipetik)

Dari kajian tafsir ini, kita bisa memetik beberapa pelajaran berharga. Antara lain:

1. Ayat ini menjelaskan bahwa penetapan datangnya hari akhir merupakan hak mutlak Allah semata-mata.

2. Keadilan Allah di akhirat dengan menegakkan hujjah (argumen) terhadap hamba-Nya, tanpa ada unsur kezaliman sedikit pun.

3. Kebutaan terhadap kebenaran dan bukti-buktinya di dunia berimplikasi (berakibat) pada kebutaaan di akhirat dan menjadi faktor yang bisa menjerumus manusia ke dalam neraka Jahannam.

4. Mengikuti pemahaman para ulama yang shalih merupakan jalan yang paling selamat, karena mereka selalu berpendapat dengan penuh hikmah dan berdasarkan ilmu yang matang.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Keragaman genetik antar jenis nilam yang dibudidayakan oleh petani di Pasaman Barat berdasarkan marka molekuler RAPD, dan

Simpan di dalam bekas asal atau bekas lain yang diluluskan yang diperbuat daripada bahan yang sesuai, tutup ketat apabila tidak digunakan.. Simpan dan guna jauh daripada

Sa pagpili ng paggamit ng code-switching, mayroong iba‟t ibang kadahilanan ang mga tagatugon at ito ay dahil sa hindi naman nila intensyong gamitin ang code-switching, ito na

Penelitian Annikmah Ritonga, mengatakan bahwa metode LoG (Laplacian of Gaussian) merupakan sebuah metode pendeteksian tepi yang menggunakan turunan keduanya untuk

Laporan keuangan adalah suatu gambaran mengenai posisi keuangan yang telah dicapai oleh suatu perusahaan pada periode tertentu dengan melihat catatan dan laporan yang menyangkut

Dengan pertimbangan bahwa sanksi dan pendekatan unilateral AS tidak lagi dapat diandalkan untuk menyelesaikan kasus nuklir Iran, Pemerintahan Obama kemudian

Stigma negatif yang ada di masyarkat tentang gangguan jiwa, menempati ruang tersendiri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga diperlukan juga adanya suatu

Penerapan Masase Kaki dengan Citronella Oil didukung dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widowati dkk yang berjudul Pengaruh Masase