• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat yang lebih tinggi, termasuk jasa industri (Undang-Undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian).

Istilah industri berasal dari bahasa latin, yaitu industria yang artinya buruh atau tenaga kerja. Industri adalah suatu kegiatan produksi yang menggunakan bahan tertentu sebagai bahan baku untuk diproses menjadi hasil lain yang lebih berdaya guna bagi masyarakat.

Industri merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Selain itu industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.

Di Indonesia sendiri ada berbagai bidang industri mulai yang kecil sampai yang besar, dari berbagai bidang industri tersebut industri pengolahan atau manufaktur merupakan industri yang terbesar dan industri yang cukup menjanjikan hal ini dapat kita lihat berdasarkan data terbaru yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistika (BPS) dimana industri pengelolahan atau manufaktur memberikan konstribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yaitu sebesar 20,70 % sepanjang tahun 2018 dan memiliki perkembangan yang positif setiap tahunnya. Seperti pada tabel berikut ini :

(2)

Tabel 1.1 PDB Pertahun atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (Milliar Rupiah)

No. Lapangan Usaha 2016 2017 2018

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.671.597,80 1.787.285,20 1.900.348,50 2 Pertambangan dan Penggalian 890.868,30 1.029.554,60 1.198.987,10 3 Industri Pengolahan 2.545.203,60 2.739.711,90 2.947.299,20 4 Pengadaan Listrik dan Gas 142.344,40 162.339,90 176.346,10 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang 8.909,40 9.439,60 10.015,50

6 Konstruksi 1.287.600,80 1.410.513,60 1.562.297,00

7 Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1.635.410,40 1.768.896,10 1.931.911,30 8 Transportasi dan Pergudangan 644.993,90 735.229,60 797.281,10 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum 363.055,50 386.937,00 412.523,10

10 Informasi dan Komunikasi 449.188,70 513.715,80 559.054,60 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 520.206,80 571.185,90 616.252,80

12 Real Estate 350.488,20 382.474,10 406.635,50

13 Jasa Perusahaan 211.623,60 238.217,00 267.094,00

14

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

476.490,90 498.233,00 541.741,20

15 Jasa Pendidikan 417.344,80 446.254,50 482.134,10

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 132.100,50 144.621,90 157.923,00

17 Jasa lainnya 211.427,90 239.259,00 268.632,70

Nilai tambah bruto atas harga dasar 11.958.855,50 13.063.868,70 14.236.476,80 Pajak dikurang subsidi atas produk 442.873,00 523.343,90 600.880,70 Produk domestik bruto (PDB) 12.401.728,50 13.587.212,60 14.837.357,50

Sumber : Badan pusat statistika (BPS), 2019

Sementara itu menurut Badan Pusat Stasistika (BPS) industri pengolahan atau manufaktur dikelompok kedalam 2 kelompok yaitu kelompok industri besar dan sedang, dan kelompok industri mikro dan Kecil. Kelompok ini dibedakan atas besaran jumlah karyawannya. Industri besar dan sedang memiliki lebih dari 20 orang sedangkan industri mikro dan kecil yaitu memiliki karyawan kurang dari 20 orang. umumnya semakin banyak karyawan maka semakin banyak pula produksi yang dihasilkan, dalam hal ini Badan Pusat statistika (BPS) mengelompokan

(3)

kembali jenis industri yaitu berdasarkan Indeks Produksi menurut Kode Industri, seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2 Indeks Produksi menurut Kode Industri (orang) No Kode Industri Urain Rata - Rata 2016 2017 2018 1 10 Industri Makanan 166,97 183,54 194,27 2 11 Industri Minuman 112,15 109,06 126,56

3 12 Industri Pengolahan Tembakau 114,25 115,54 133,03

4 13 Industri Tekstil 68,69 68,93 72,39

5 14 Industri Pakaian Jadi 110,62 116,45 140,87

6 15 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas

Kaki 148,21 156,53 185,92

7 16

Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya

78,65 78,38 78,11

8 17 Industri Kertas dan Barang dari Kertas 92,11 89,83 90,14 9 18 Industri Pencetakan dan Reproduksi

Media Rekaman 130,99 134,62 145,85

10 20 Industri Bahan Kimia dan Barang dari

Bahan Kimia 130,64 138,81 131,86

11 21 Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan

Obat Tradisional 181,57 196,25 206,00

12 22 Industri Karet, Barang dari Karet dan

Plastik 105,68 111,62 124,22

13 23 Industri Barang Galian Bukan Logam 151,83 151,53 155,13

14 24 Industri Logam Dasar 123,00 130,37 143,04

15 25 Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan

Peralatannya 153,38 163,25 174,96

16 26 Industri Komputer, Barang Elektronik

dan Optik 117,49 115,30 97,93

17 27 Industri Peralatan Listrik 144,10 143,40 148,14

18 28 Industri Mesin dan Perlengkapan ytdl 133,15 138,28 153,29 19 29 Industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan

Semi Trailer 152,82 153,12 159,43

20 30 Industri Alat Angkutan Lainnya 71,67 75,16 79,87

21 31 Industri Furnitur 113,78 117,02 118,93

22 32 Industri Pengolahan Lainnya 81,14 77,58 78,92

23 33 Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan

Peralatan 88,47 86,49 80,45

Jumlah 131,15 137,36 142,95

(4)

Dari tabel diatas kita dapat menyimpulkan bahwa industri makanan merupakan industri yang paling besar diantara industri lainnya yaitu sebesar 166,97 orang pada tahun 2016, 183,54 orang pada 2017 dan 194,27 orang pada 2018. Salah satu produk yang dihasilkan oleh industri makanan adalah Roti.

Roti merupakan bahan makanan pokok yang dibuat dengan campuran tepung terigu dan ragi. Perkembangan roti di Indonesia sudah dimulai sejak Belanda menduduki wilayah Indonesia dan berkembang hingga sekarang.

Sebelum berkembang di negara Eropa, roti berawal dari Mesir dan Mesopotamia. Roti ini ditemukan saat mereka mencari cara lain untuk menikmati gandum yang pada awalnya hanya dikonsumsi langsung atau mencampurkannya dengan air hingga menjadi pasta. Dimasak di atas api kemudian mengeras dan disimpan beberapa hari.

Sekitar 4.600 tahun yang lalu di Mesir kuno ada salah satu orang yang lupa untuk mengeringkan adonan, sehingga adonan tersebut terfermentasi oleh kapang dan setelah dibakar menghasilkan rasa yang enak dan empuk. Sejak itulah mereka menambahkan ragi dalam adonan tepung sehingga mengembang kemudian baru dibakar.

Roti pada saat itu belum seempuk dan seenak sekarang, bahkan cara membuatnya pun dengan cara diinjak-injak oleh kaki dan dibakar menggunakan tungku primitif berbentuk kerucut. Pada masa itu para pekerja pembuat roti tidak digaji dengan uang, melainkan dengan sepotong roti hasil buatan mereka sendiri. Mereka disebut juga sebagai “Pencari roti” atau Breadwinner yang berati orang yang berjuang untuk mendapatkan roti.

Di Indonesia sendiri, roti sudah ada sejak zaman Belanda sekitar tahun 1930, budaya makan roti biasa dilakukan orang-orang barat mulai dikenalkan pada warga pribumi dengan cara diperjualbelikan. Saat itu roti ini masih memiliki tekstur yang agak kasar dan keras.

(5)

Pada tahun 1950-an citarasa roti sudah lebih gurih dan aromanya lebih enak karena mulai digunakan pemakaian mentega, namun hasilnya masih padat dan kurang mengembang karena mereka membuat roti dengan cara dikembangkan dalam suhu ruang dan ditutupi dengan lap basah. Sekitar tahun 1970-an roti-roti diisi dengan keju parut atau coklat seperti long jhon (roti goreng berbentuk panjang dengan isian butter atau taburan keju) diperkenalkan kepada publik hingga sekarang. Kini, banyak sekali modifikasi roti dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia dengan rasa dan tekstur yang bervariasi. Serta keanekaragaman tepung yang digunakan dan dengan teknik pembuatan yang berbeda serta modern.

Sementara itu menurut statistika konsumsi pangan tahun 2018, tingkat konsumsi roti pada masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.3 Rata – rata konsumsi per kapita makanan dan minuman jadi, 2014 – 2018

No. Jenis Makanan Tahun Satuan

2014 2015 2016 2017 2018 A 1. 2. B 1. 2. A. Konsumsi Seminggu (kap/minggu) 1. Roti Tawar 2. Roti manis B. Konsumsi setahun (kap/tahun) 1. Roti tawar 2. Roti manis 0,062 0,495 3,244 25,792 - - - - - - - - 0,367 1,104 19,132 57,578 0,366 1,122 19,085 58,496 Bungkus kecil Bungkus kecil Bungkus kecil Bungkus kecil

Sumber : Kementrian Pertanian, 2019

Apabila kita lihat pada tabel diatas tingkat konsumsi masyarakat per kapita seminggu terhadap roti tawar meningkat dimulai tahun 2014 sampai 2018 yaitu sebesar 0,062 bungkus kecil menjadi 0,366 bungkus kecil, terjadi peningkatan kurang lebih sebesar 429 %. Sementara itu untuk tingkat konsumsi roti manis masyaratat per kapita seminggu juga mengalami peningkatan sebesar 0,495

(6)

bungkus kecil pada tahun 2014 menjadi sebesar 1,122 bungkus kecil atau mengalami peningkatan sebesar kurang lebih 227 %.

Kemudian apabila kita lihat pada tabel tingkat konsumsi masyarakat per kapita setiap tahunnya, konsumsi roti tawar mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu 3,244 bungkus kecil pada tahun 2014 menjadi 19,085 bungkus kecil pada tahun 2018 atau mengalami peningkatan sebesar 593 %. Sementara itu untuk tingkat konsumsi roti manis masyarakat per kapita setahun juga mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu 25,792 bungkus kecil tahun 2014 menjadi 58,496 bungkus kecil tahun 2018 atau sebesar 227 %.

Dari data tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa tingkat konsumsi terhadap roti dari tahun ke tahun semakin meningkat, ini artinya bahwa pangsa pasar dari industri roti diindonesia cukup menjanjikan.

Ada banyak perusahaan - perusahaan yang bergerak di industri makanan dan minuman khususnya industri roti sehingga perusahaan dituntut untuk dapat bersaing guna mempertahankan kelangsungan usahanya .

Suatu perusahaan tentu terdapat berbagai macam masalah, baik yang berasal dari perusahaan itu sendiri ataupun dari luar perusahaan. salah satu masalah yang ada adalah masalah persediaan, menurut jenis dan posisi barangnya dalam urutan pengerjaan produk persediaan di bagi kedalam beberapa bagian yaitu persediaan bahan baku (Saw Material Stock), Persediaan bagian Produk (purchased Parts), Persediaan Bahan – bahan pembantu (Supplies Stock), Persediaan Barang Sengah jadi (work In Process) dan Persediaan barang Jadi (finished Good).

Pesediaan dalam sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang sangat penting. Pesrsediaan memiliki berbagai fungsi karena jika perusahaan mengalami kekurangan barang persediaan maka akan berakibat pada hal-hal seperti tertundanya penjualan sehingga akan menghambat proses pendapatan laba. Kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan.Maka disini persediaan memiliki peranan penting dalam perusahaan. Sehingga dibutuhkan penangan khusus untuk mengendalikannya.

(7)

Masalah utama persediaan adalah penetapan jumlah persediaan yang ekonomis, karena manajer sering dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan seperti, berapa jumlah persediaan yang dibutuhkan?. Kapan bahan baku itu di pesan agar biaya bisa minimal?. Dan berapa jumlah persediaan yang harus diadakan agar mampu meminimalkan ongkos pemeliharaan dan penyimpanan persediaan dan produksi? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut penentuan persediaan yang optimal dapat menggunakan model kuantitas pemesanan yang ekonomis : Economic Ordering Quantity Model (EOQ).

Model kuantitas pemesanan yang ekonomis: Economic Ordering Quantity Model (EOQ). EOQ adalah Kuantitas persediaan yang optimal atau yang menyebabkan biaya persediaan mencapai titik terendah. Model EOQ ini merupakan Suatu rumusan untuk menentukan kuantitas pesanan yang akan meminimumkan biaya persediaan Kusuma, (2002:132). Dari pertanyaan dan pernyataan tersebut dapat kita simpulkan metode pengendalian persediaan yang paling terkenal adalah model Economic Order Quantity (EOQ), atau Economic Lot Size (ELS).

Model EOQ secara garis besarnya digunakan untuk tujuan menentukan seberapa banyak kuantitas pesanan persedian untuk meminimumkan biaya langsung, biaya penyimpanan persediaan, dan biaya kebalikannya (inverse cost) pesanan persediaan.

PT. X adalah merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan yang memproduksi berbagai macam roti. dimana perusahaan memiliki pangsa pasar yang di khususkan untuk memenuhi permintaan di Jawa barat dan sekitarnya. permintaan yang diberikan kepada PT. X berasal dari kerja sama dengan salah satu perusahaan retail di Indonesia yaitu PT. Indomarco Prismatama, berikut ini data permintaan yang diterima oleh PT. X :

(8)

Tabel 1.4 Jumlah permintaan PT. X tahun 2018 No. Bulan Jumlah Pemesanan

(bungkus) 1. Januari 2.212.749 2. Februari 2.230.932 3. Maret 2.283.309 4. April 2.268.003 5. Mei 2.277.304 6. Juni 2.297.215 7. Juli 2.354.579 8. Agustus 2.281.313 9. September 2.243.696 10. Oktober 2.214.341 11. November 2.207.536 12. Desember 2.178.319 Total Pemesanan 27.049.296 Sumber : PT. X, Januari 2019

Dapat kita lihat bahwa total pemesanan yang diterima oleh PT. X pada tahun 2018 adalah sebesar 27.019.296 bungkus. pemesanan tertinggi terjadi pada bulan Juli 2.354.579 bungkus dan pemesanan terendah yaitu pada bulan Januari yaitu 2.212.749 bungkus. Untuk memenuhi permintaan tersebut PT. X membutuhkan bahan baku dimana terdapat 4 bahan baku utama yaitu (tepung, telur, gula dan ragi) dan bahan baku pembantu ( susu, garam, coklat, dan lain sebagainya). yang menjadi masalah ialah terjadinya penumpukan bahan baku utama yaitu tepung terigu digudang (overload), hal ini disebabkan karena pemesanan bahan baku yang tetap setiap bulannya sementara tidak dibarengi dengan penggunaannya yang tetap setiap bulannya sehingga mengakibatkan adanya kekurangan maupun kelebihan bahan baku digudang.

Kelebihan bahan baku atau kekurangan ini tidaklah baik untuk perusahaan apabila terjadi kelebihan penumpukan bahan baku yang berlebihan akan mengakibatkan biaya penyimpanan semakin besar selain itu tingkat resiko kerusakan persedian akan semakin meningkat begitu pula sebaliknya apabila

(9)

persedian terlalu sedikit akan mengakibatkan kekurangan persediaan (stockout), terhambatnya produksi bahkan dapat mengakibatkan kehilangan penjualan, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.5 Penggunaan bahan baku tepung terigu 2018

No. Bulan Jumlah penggunaan tepung terigu (kg) Jumlah Pembelian (kg) Kelebihan (+) /Kekurangan (-) (kg) 1 Januari 745.184 787.500 42.316 2 Februari 749.592 787.500 37.908 3 Maret 768.907 787.500 18.593 4 April 758.852 787.500 28.648 5 Mei 769.507 787.500 17.993 6 Juni 765.544 787.500 21.956 7 Juli 801.034 787.500 - 13.534 8 Agustus 788.220 787.500 - 720 9 September 749.106 787.500 38.394 10 Oktober 743.557 787.500 43.943 11 November 739.446 787.500 48.054 12 Desember 734.027 787.500 53.473 Total 9.112.975 9.450.000 337.025 Rata - rata 759.415 787.500 28.085 Sumber : PT. X, Januari 2019

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2018 perusahaan mengalami kelebihan (overstock) bahan baku tepung terigu mencapai 337.025 kg. tetapi dapat dilihat juga perusahaan tidak hanya mengalami kelebihan bahan baku tetapi perusahaan juga mengalami kekurangan bahan baku seperti pada bulan juli perusahaan mengalami kekurangan bahan baku sebesar – 13.534 Kg dan pada bulan agustus juga mengalami kekurangan bahan baku sebesar -720 Kg, kekurangan ini diakibatkan karena adanya kenaikan permintaan yang diterima oleh perusahaan. kekurangan tersebut dapat dipenuhi dengan menggunakan cadangan penyimpanan bulan sebelumnya sehingga perusahaan tidak harus memesan kembali bahan baku

(10)

dari pemasok, kelebihan atau kekurangan bahan baku tersebut untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada grafik dibawah ini :

Grafik 1.1 Kelebihan dan kekurangan bahan baku tepung terigu tahun 2018

Sumber : PT.X, Januari 2019

Grafik diatas menunjukkan bahwa kelebihan atau kekurang terhadap tepung terigu pada tahun 2018 mengalami fluktuasi setiap bulannya. Kelebihan atau kekurangan bahan baku tersebut akan mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan, yang semestinya bisa diminimalisir ataupun ditiadakan. Mengingat biaya penyimpan semakin meningkat akan berakibat pula pada bertambahnya total biaya pengendalian yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, serta hal ini juga akan berdampak pada keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. oleh sebab itu perlu diadakannya pengendalian persediaan untuk meminimalisir biaya tersebut.

Melihat masalah yang dihadapi oleh PT. X diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana mengendalikan persediaan sehingga meminimalisi biaya – biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisis masalah tersebut salah satunya yaitu metode Economic Order Quantity atau EOQ yang dimana metode tersebut

-20,000 -10,000 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(11)

bertujuan untuk mengefisienkan total biaya persediaan. sehingga penulis akan melakukan penelitian dengan judul “ Analisis pengendalian bahan baku dengan metode Economic Order Quantity (EOQ) (studi kasus pada perusahaan manufaktur PT. X)”.

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengendalian bahan baku yang dilakukan PT X ?

2. Bagaimana pengendalian bahan baku apabila menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) ?

3. Bagaimana perbandingan pengendalian persedian antara kebijakan yang dilakukan oleh PT. X dengan pengendalian persediaan menggunakan metode, Economic Order Quantity (EOQ)?

1.3. Pembatasan Masalah

Batasan – Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis bahan baku yang diteliti yaitu hanya pada bahan baku tepung

terigu.

2. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data persediaan bahan baku tepung terigu tahun 2018.

3. Metode pengendalian bahan baku hanya menggunakan satu metode yaitu metode Economic Order Quantity (EOQ).

4. Perhitungan analisis hanya dilakukan pada satu periode waktu yaitu tahunan.

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini menggunakan sistematika sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang permasalahan, identifikasi dan perumusan masalah, ruang lingkup pembahasan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir ini secara keseluruhan.

(12)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan teori – teori yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yaitu mengenai manajemen persediaan.

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian ini BAB 4 METODOLI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan objek penelitian, diagram alur penelitian, dan langkah – langkah penelitian secara keseluruhan.

BAB 5 ANALISIS DAN BAHASAN

Pada bab ini dijelaskan tentang pengumpulan data dari hasil observasi terhadap aktivitas pengendalian inventory di PT Indoroti Prima Cemerlang, pengolahan data dari hasil perhitungan, dan analisis berdasarkan hasil pengelolaan data.

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan simpulan dan saran sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Gambar

Tabel 1.1 PDB Pertahun atas dasar harga berlaku menurut lapangan  usaha (Milliar Rupiah)
Tabel 1.2 Indeks Produksi menurut Kode Industri (orang)  No  Kode
Tabel 1.3 Rata – rata konsumsi per kapita makanan dan minuman jadi,  2014 – 2018
Tabel 1.4 Jumlah permintaan PT. X tahun 2018   No.  Bulan  Jumlah Pemesanan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Puguh Harianto sebagai Ketua Pelaksana yaitu tugas dari dua divisi ini hampir sama dan sesuai dengan keputusan dari DPM agar

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam "Ibnu Sina" Yarsi Sumbar Bukittinggi menunjukkan bahwa 54,7% perawat memiliki kecendrungan turnover, dari

value Teks default yang akan dimunculkan jika user hendak mengisi input maxlength Panjang teks maksimum yang dapat dimasukkan. emptyok Bernilai true jika user dapat tidak

Sebelumnya dikatakan bahwa Kecamatan Reok lolos untuk menjadi Pusat Kegiatan Lokal dikarenakan memiliki pelabuhan kelas III dan jalan areteri yang mendukung

Lokasi tersebut dipilih secara purposif dengan alasan (a) ja- lan lintas Papua merupakan jalan yang mengikuti garis perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap hasil belajar matematika

The species is a member of a taxon of which most of the species are The species is a member of a taxon of which most of the species are included in Appendix II under the

Hasil penelitian menunjukkan tanaman kopi robusta yang dinaungi sengon memperoleh intensitas cahaya sebesar 46,50 %, sedangkan yang di naungi lamtoro sebesar 82,58%,