• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun oleh : Aditya Hidayat Adam Fandi Pradana Muhammad Irfan Muhammad Bagus Samudra Rifqi Arrahmansyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disusun oleh : Aditya Hidayat Adam Fandi Pradana Muhammad Irfan Muhammad Bagus Samudra Rifqi Arrahmansyah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Menghadirkan kawasan Jogoyudan sebagai kawasan bantaran sungai yang mampu memberikan solusi terhadap isu-isu permukiman kumuh bantaran sungai dengan pengembangan inovasi yang solutif untuk mewujudkan Jogoyudan Kampoeng Aman,Resik,Makmur lan Tentrem

Disusun oleh :

Aditya Hidayat Adam Fandi Pradana Muhammad Irfan

Muhammad Bagus Samudra Rifqi Arrahmansyah

(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang | 2 1.2 Rumusan Masalah | 3 1.3 Tujuan | 3

1.4 Kegunaan Karya Tulis Ilmiah | 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemukiman Kumuh | 4

2.2 Pengertian Bantaran Sungai | 5

2.3 Permukiman Ideal | 5

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian | 6 3.2 Jenis Penelitian | 6 3.3 Survey Lapangan | 6 3.4 Wawancara | 6 3.5 Studi Literatur | 6 BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Faktor-faktor Penyebab Permukiman kumuh | 7

4.2 Kebutuhan Masyarakat yang Tinggal di Permukiman Kumuh | 7

4.3 Inovasi Rencana Strategis Guna Mengatasi Permasalahan Permukiman Kumuh Bantaran Sungai | 10

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan | 13

DAFTAR PUSTAKA | 14 LAMPIRAN | 15

(3)

1

ABSTRAK

Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan utama bagi setiap orang. Dalam hal ini permukiman yang layak dan memadai berdasar UU No.1 Tahun 2011 yakni permukiman yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sayangnya sekarang ini banyak ditemui pemukiman yang terbilang kumuh, khususnya di area bantaran sungai. Dimana pemukiman tersebut memiliki kualitas ruang yang buruk dan kurang terfasilitasi secara layak dengan kualitas infrastruktur dan jaringan yang kurang memadahi. Padahal pemukiman di bantaran sungai dapat direncanakan menjadi selayaknya pemukiman yang ideal. Kondisi ideal tersebut dapat diwujudkan dengan mengedepankan sustainable development dan pengembangan konsep riverwalk didukung dengan teknologi yang tepat guna, peran dari stakeholders, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

(4)

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu mengenai perkotaan yang cukup mengambil perhatian masyarakat Indonesia adalah perkembangan kota menghadapi era baru, para ahli sepakat bahwa Pada 2025, diperkirakan porsi penduduk perkotaan mencapai 67,7 persen dan meledak menjadi 85 persen atau 320 juta jiwa pada 2050. Pembangunan perkotaan di Indonesia saat ini masih belum mampu menunjukan tanda dapat mengantisipasi dan menjawab segala dinamika perkotaan. Hal ini jelas, karena dampak negatif urbanisasi dengan gegap gempita bisa terlihat di tiap sudut-sudut kota.

Salah satu dampak negatif isu tersebut adalah citra kota yang semakin buruk karena pemukiman kumuh bantaran sungai yang semakin menjamur dihampir seluruh kota di Indonesia. Banyak saudara kita setanah air yang harus terpinggirkan di bantaran sungai dengan sarana prasarana yang marginal diakibatkan ketidaktersediaan lahan. Padahal Tersirat terang dalam pembukaan UUD 45 bahwa Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2 ).

Beberapa permukiman kumuh terletak di sepanjang tepian sungai, dimana tidak jarang permukiman tersebut terkena bencana banjir sebagai akibat kualitas infrastruktur yang kurang baik. Bahkan permukiman kumuh yang terletak di bantaran sungai tidak jarang mempunyai kecenderungan kehidupan sosial-ekonomi yang kurang baik, sebagai akibat penataan ruang bantaran sungai yang kurang baik.

Oleh karena itu sangat penting mencari rencana yang solutif secara menyeluruh untuk mendorong terciptanya ruang yang lebih baik dan kehidupan yang lebih baik khususnya bagi permukiman kumuh yang ada di bantaran sungai. Kami mencoba menghadirkan kawasan Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Yogyakarta sebagai bentuk kawasan bantaran Sungai Code yang mempunyai beberapa solusi strategis untuk diaplikasikan di kawasan permukiman kumuh bantaran sungai lainnya, terutama di Indonesia.

(5)

3 1.2 Rumusan Masalah

Untuk mempertajam dan memfokuskan bahasan dalam karya tulis ini, maka kami mengajukan rumusan masalah sebagai berikut :

 Faktor apa sajakah yang mendorong tumbuhnya permukiman kumuh, dan bagaimana proses terjadinya?

 Kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh?

 Bagaimana rencana yang efektif dan efisien untuk mengatasi permasalahan pemukiman kumuh khususnya di bantaran sungai?

1.3 Tujuan

Penyusunan karya tulis ini bertujuan untuk menghadirkan kawasan Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Yogyakarta sebagai kawasan permukiman bantaran sungai yang mempunyai solusi-solusi alternatif bagi permukiman kumuh bantaran sungai yang lainnya. Melihat perkembangan kawasan tersebut dengan fokus pembahasan sebagai berikut :

 Mengetahui faktor apa sajakah yang mendorong tumbuhnya permukiman kumuh, dan bagaimana proses terjadinya.

 Mengetahui kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh.

 Menyusun rencana yang efektif dan efisien untuk mengatasi permasalahan pemukiman kumuh khususnya di bantaran sungai.

1.4 Kegunaan Karya Tulis Ilmiah

Penyusunan karya tulis ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak diantaranya bagi masyarakat kawasan permukiman bantaran sungai sebagai pencerdasan dan mengkampanyekan mengenai pentingya kepedulian terhadap lingkungan, bagi pemerintah dan stakeholders diharapkan dapat karya tulis ini menjadi inovasi segar dari kaum muda untuk memperbaiki dan mengembangkan kawasan kumuh khusunya kawasan bantaran sungai, bagi akademisi diharapkan karya tulis ini dapat memicu kesadaran untuk berkontribusi sebagai kaum terpelajar kepada masyarakat di sekitarnya.

(6)

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemukiman Kumuh

Pemukiman secara bahasa berarti sesuatu yang berkaitan dengan orang bermukim dan dengan masalah-masalah ekonomi serta sosial budaya orang bermukim secara makro. Sedang untuk merujuk pada fisik tempat yang digunakan untuk berhuni atau bermukim digunakan istilah permukiman. Menurut UU nomor 4 tahun 1992, permukiman berarti ruangan dalam lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan tempat hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Terminologi terkait pemukiman dalam bahasa Inggris terdiri atas shelter, house, dan settlement. Shelter merujuk pada perlindungan terhadap faktor eksternal, umumnya cukup kelengkapan fisik berupa atap dan dinding. House merujuk pada struktur fisik seperti shelter yang melindungi diri manusia, biasanya akomodasi permanen atau semi-permanen. Settlement merujuk pada kumpulan atau agregat rumah yang berkaitan pula dengan aktivitas manusia secara umum dan pembangunan lingkungan sekitarnya sesuai dengan skala wilayah yang ada.

Kumuh menurut KBBI berarti cemar. Istilah kumuh biasa diidentikkan dengan sesuatu yang menunjukkan kotor dan ketidak teraturan. Pemukiman kumuh berarti lingkungan hunian yang kualitasnya sangat tidak layak huni. Tidak ada panduan khusus untuk mengindentifikasi pemukiman kumuh, tetapi ada ciri-ciri yang umum dimiliki oleh pemukiman kumuh yaitu penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Selain itu kepadatan yang tinggi dalam luasan yang terbatas, kualitas bangunan yang rendah, sarana dan prasanan yang lingkungan yang tidak memadai dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya juga menjadi ciri pemukiman kumuh (Budiharjo:1997)

Pemukiman kumuh digolongkan menjadi dua, yaitu pemukiman kumuh yang legal dan yang illegal. Pemukiman kumuh yang legal berarti sang penghuni memiliki status kepemilikan yang jelas atas tanah dan bangunan, yang seperti ini disebut dengan slum. Pemukiman kumuh illegal berarti sang penghuni tidak memiliki kepemilikan yang sah atas tanah dan bangunan yang dihuni. Pemukiman seperti ini terletak di lahan-lahan yang tidak memiliki izin untuk dibangun hunian, seperti bantaran sungai, pinggiran rel, bawah jalan layang dan taman kota (Kusumawardhani : 2011)

(7)

5 2.2 Pengertian Bantaran Sungai

Menurut PP Republik Indonesia no 38 tahun 2011 menyebutkan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sedang bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungau dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai.

Menurut Janny (2013) permukiman bantaran sungai umumnya marjinal karena menghuni lahan yang tidak sesuai peruntukannya. Solusi untuk pemukiman bantaran sungai adalah dengan penggusuran atau melakukan relokasi penduduk yang lama ke tempat yang baru. Pemukiman bantaran sungai biasanya terjadi karena masyarakat memilih solusi yang mudah terhadap keterbatasan lahan hunian di wilayah kota fungsional. Karena bersifat tidak terencana sifat pemukiman di bantaran sungai cenderung kumuh.

2.3 Permukiman Ideal

Pemukiman Ideal secara esensial adalah pemukiman yang memenuhi kebutuhan penduduknya dari berbagai dimensi, karenanya pemukiman yang ideal harus bersifat komprehensif. Salah satu elemen utama dalam pemukiman adalah hunian, kualitas tempat tinggal yang layak huni menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 22/Permen/M/2008 adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.

Menurut Sinulingga (2005) ketentuan bagi suatu pemukiman agar mendekati ideal ialah : (1) Lokasinya yang baik. (2) Akses yang baik terhadap pusat-pusat pelayanan. (3) Drainase yang baik. (4) Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih. (5) Dilengkapi fasilitas air kotor/tinja yang dapat dibuang secara individu. (6) Dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah yang teratur. (7) Dilengkapi fasilitas umum seperti tempat ibadah, taman bermain anak-anak, pendidikan, kesehatan, komersial dan lain-lain. (8) Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

(8)

6

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan Pedukuhan Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis data : data primer dan data sekunder. a. Data Primer

Data primer yakni berupa data-data kondisi eksisting yang diambil langsung di lapangan.

b. Data sekunder

Data primer yakni data pendukung atau penunjang yang diperoleh dari literatur dan dari hasil penelitian sebelumnya.

3.3 Survey Lapangan

Dalam penelitian ini data kondisi eksisting dari kawasan Jogoyudan diambil melauli survey lapangan. Survey lapangan ini dilakukan dengan mengobservasi kawasan tersebut selama beberapa hari guna memperoleh data bangunan, sistem drainase, sistem air minum dan lain sebagainya.

3.4 Wawancara

Untuk membuktikan kecocokan hasil observasi, maka diperlukan wawancara secara langsung dengan beberapa warga di kawasan tersebut. Dalam wawancara ini diperolah data-data eksisting baik berupa data-data kuantitatif maupun data-data kualitatif.

3.5 Studi Literatur

Pada penelitian ini, studi literatur dilakukan guna menambah referensi dan mengembangkan ide. Studi literatur tersebut berupa buku-buku, sumber elektronik, serta hasil-hasil penelitian sebelumnya.

(9)

7

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Faktor-faktor Penyebab Permukiman Kumuh

Kawasan Jogoyudan merupakan satu kawasan bantaran sungai yang sudah ada cukup lama. Dilihat dari sejarahnya kawasan ini sebagian merupakan tanah kengser atau merupakan tanah milik Kesultanan Keraton Yogyakarta. Berdasarkan hasil wawancara, awalnya kawasan ini tidak sepadat sekarang namun memasuki tahun 1970-1990an kawasan ini mulai dipadati rumah-rumah penduduk. Mayoritas dari penduduk berpenghasilan rendah dan kurang dalam hal pendidikan. Ditambah kesadaran masyarakat akan lingkungan waktu itu juga belum muncul, sehingga kawasan Jogoyudan ini tidak tertata dengan baik.

Kualitas infrastruktur yang buruk saat itu juga menjadi faktor tidak tertatanya kawasan bantaran sungai ini. Bagaimana tidak, kawasan tersebut pada waktu itu belum memiliki sistem drainase, talud, jaringan jalan yang baik. Maka dapat dikatakan kualitas penduduk dan kualitas infrastruktur yang kurang baik merupakan faktor utama tidak tertata dan kumuh dari satu kawasan.

4.2 Kebutuhan Masyarakat yang Tinggal di Permukiman Kumuh 4.2.3 Hunian yang Layak

Hunian atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar setiap orang. Kualitas hunian yang baik akan menumbuhkan kehidupan sosial yang baik pula. Kualitas tempat tinggal yang layak huni menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 22/Permen/M/2008 adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Serta dalam jangkauan tempat ibadah.

Kawasan Jogoyudan sebagian besar mempunyai konstruksi permanen yang layak huni. Namun penataan bangunan yang ada masih kurang baik. Masih banyak bangunan yang berada dalam jarak minimum dari bibir sungai, sehingga rawan terkena erosi. Oleh karenanya masih perlu penataan ruang yang baik.

4.2.4 Aksesbilitas

Kondisi jaringan jalan yang ada di kawasan Jogoyudan saat ini terbilang cukup baik bila dilihat konstruksinya yang mayoritas berupa paving yang mampu menyerap air dan tidak becek ketika hujan.

Namun dilihat dari ukuran jalannya, jaringan jalan tersebut tidak cukup untuk dilalui mobil, dikhawatirkan akan menyulitkan penanganan saat terjadi keadaan

(10)

8 darurat. Dilihat dari tingkat jalannya,sebagian besar merupakan jalan tingkat lingkungan primer dan sekunder, sehingga traffic calming berupa polisi tidur tidak dianjurkan.

Maka dari itu, diperlukannya peningkatan kualitas jalan berupa pelebaran jalan di beberapa bagian. Perbaikan traffic calming yang sesuai, serta pengembangan jalan yang berorientasi pada Riverwalk.

4.2.5 Drainase

Pemukiman di Pedukuhan Jogoyudan mempunyai identitias kepadatan yang tinggi. Seharusnya kawasan Pedukuhan Jogoyudan adalah area yang diperuntukan menjadi area resapan air dan ruang terbuka hijau. Kepadatan tersebut terbukti menyebabkan ragam masalah seperti ; genangan, sungai yang meluap sampai bencana banjir besar. Hasil survey lapangan pemukiman di Pedukuhan Jogoyudan, menunjukan kondisi drainase yang buruk dan berujung pada permasalahan diatas. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas resapan kawasan adalah penggunaan material infrastruktur yang tidak dapat meresap air secara maksimal, pengembangan pemukiman yang cukup padat, dan kurangnya kerapatan dan penataan vegetasi.

Namun beberapa langkah nyata masyarakat sekitar untuk menjawab permasalahan ini sudah mendapat titik terang. Contohnya adalah pembangunan SAH (saluran air hujan) dibeberapa lokasi di kawasan Jogoyudan, pembutan sah ini diharap mampu meminimalisir bencana banjir, karna limpasan air hujan , langsung ditangkap dan dialirkan ke suangai. Namun hal ini masih menyimpan kekurangan yaitu meningkatnya beban sungai.

4.2.6 Pelayanan Air Bersih

Sebagian kawasan Pedukuhan Jogoyudan ini sudah mempunyai sistem pelayanan air bersih yang bersifat komunal yang disebut POKMER. Di kawasan ini terdapat bak penampungan air dengan ukuran besar. Bak tersebut menampung air dari sumur dibawahnya yang disedot menggunakan pompa. Kemudian air dari bak tersebut didistribusikan ke rumah-rumah di sekitarnya.

Tiap pengguna POKMER ini membayar penggunaan air yang dipakainya. Sistem ini dinilai lebih efektif dibandingkan menggunakan PDAM, karena menurut warga air PDAM tidak selalu tersedia.

(11)

9 4.2.7 Pengelolaan Air Limbah

Pengelolaan air limbah merupakan salah satu kebutuhan setiap rumah tangga. Kawasan Jogoyudan ini mayoritasnya menggunakan sistem komunal dalam penggunaan pengelolaan air limbah rumah tangga. Sebagian lagi menggunakan sistem pembuangan pribadi.

Jika ditinjau dari efisiensi, sistem komunal dinilai lebih tepat karena mengingat lahan bantaran sungai yang berkontur, sehingga tidak semua rumah dapat membangun sistem pembuangannnya sendiri

4.2.8 Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan sampah yang ada di kawasan Jogoyudan ini cukup baik, karena masyarakat yang tinggal di kawasan ini mempunyai bank sampah meskipun belum tersebar di semua RW. Adanya bank sampah ini tidak hanya membantu menjaga kebersihan lingkungan namun sekaligus dapat menjadi penghasilan tambahan bagi masyarakat.

Masyarakat memilah sampah organik dengan sampah non-organik. Kemudian sampah non-organik yang masih dapat dimanfaatkan inilah yang disetor ke bank samah tiap minggunya. Sayangnya sampah organik yang tidak terpakai kurang termanfaatkan dengan baik, karena sampah organik tersebut sebenarnya dapat diolah menjadi pupuk kompos yang bermanfaat.

4.2.9 Ruang Terbuka Hijau Publik

Ketersediaan ruang terbuka hijau publik dapat menjadi penunjang kehidupan sosial bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut. Kawasan Jogoyudan juga mempunyai RTHP namun masih perlu pengembangan dan penambahan di beberapa titik. Ruang terbuka hijau ini dinilai efektif untuk menghidupkan kehidupan sosial masyarakat, karena RTHP merupakan ruang yang mixed-use.

Persebaran RTHP yang ada di kawasan Jogoyudan ini juga masih sedikit, hal ini dikarenakan ruang yang belum tertata, karena pertumbuhan bangunan masih organis. Dilihat dari KDB kawasan ini, rata-rata 81-100% sehingga terbilang padat.

4.2.10 Fasilitas Pelayanan Kebutuhan Sehari-hari

Dalam satu kaawasan hendaknya terdapat beberapa fasilitas pelayanan kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan yang dimaksud ialah toko atau warung sembako ,warung makan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Sayangnya di kawasan Jogoyudan ini masih belum tergolong mixed-use area jika dilihat fungsi bangunan yang ada. Jadi, perlu perencanaan untuk meningkatkan mixed-use kawasan tersebut.

(12)

10 4.3 Inovasi Rencana Strategis Guna Mengatasi Permasalahan Pemukiman Kumuh Bantaran Sungai

Berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat permukiman kumuh, meskipun kawasan Jogoyudan sudah menunjukkan sebagai permukiman yang cukup baik, namum masih perlu perencanaan yang strategis kedepannya. Guna menghadirkan kawasan Jogoyudan sebagai permukiman bantaran sungai yang ideal dan menjadi contoh bagi kawasan bantaran sungai yang lainnya. Oleh karena itu, berikut rencana dan inovasi untuk mengembangkan kawasan Jogoyudan ini.

4.3.1 Pengembangan Infrastruktur Mengacu Riverwalk and Sustainable Development

4.3.1.1 Rencana Jaringan Limbah Rumah Tangga

Mengubah jaringan limbah rumah tangga dengan sistem komunal, khususnya bagi permukiman yang berada dekat dengan bibir sungai. Karena masih ada beberapa rumah yang membuang limbah rumah tangga langsung ke sungai. Pembangunan satu jaringan ini dapat untuk memenuhi pembuangan limbah 3 sampai 4 rumah.

4.3.1.2 Rencana Ruang Terbuka Hijau Publik

Membebaskan lahan bantaran sungai sejauh 10m dari bibir sungai untuk dibangun RTHP dengan konsep riverwalk yang dapat meningkatkan kemampuan area dalam meresap air dan menyimpan air sementara kemudian mengalirkanya secara perlahan untuk mengurangi beban sungai, mendukung SAH sebagai saluran drainase yang sudah ada, sekaligus menjadikan kawasan yang ramah bagi pejalan kaki.

4.3.1.3 Rencana Aksesbilitas

Membangun jalan tembus yang melintasi sepanjang tepi sungai dengan lebar 3-4m berjarak 7m dari tepi sungai, guna meningkatkan aksesbilitas. Terutama untuk menangani kejadian darurat atau bencana yang dapat sewaktu-waktu terjadi. Dimana jalan tersebut bisa dilalui kendaraan seperti ambulance dan mobil pemadam kebakaran.

(13)

11 4.3.1.4 Rencana Row Vertical Housing

Penataan bangunan dengan konsep 3M, yakni Mundur, Munggah, Madhep (Mundur, Naik, Menghadap). Mundur, bagi bangunan yang masih berada di bibir sungai dengan membersihkan bangunan-bangunan pada jarak 10m dari bibir sungai. Kemudian Munggah, yakni membangun kembali bangunan yang dirobohkan dengan konsep vertical housing, supaya dapat menghemat lahan sekaligus menyediakan area resapan air. Lalu Madhep, yakni bangunan yag dibangun menghadap ke sungai bukan membelakangi sungai, supaya masyarakat enggan mengotori sungai karena sungai tersebut ibarat halaman mereka sendiri.

4.3.2 Pemberdayaan Ekonomi Kreatif

Mayoritas masyarakat yang tinggal di bantaran sungai merupakan masyarakat berpenghasilan rendah dan dari tingkat pendidikan pun juga seadanya. Bagaimana mungkin bila bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja masih kesulitan, mau peduli untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya.

Untuk itu aspek ekonomi ini juga perlu direncanakan guna menunjang terwujudnya kawasan permukiman bantaran sungai yang ideal. Salah satu strateginya dengan menghidupkan ekonomi kreatif sebagai penunjang penghasilan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Ekonomi kreatif dinilai lebih murah dan tidak membutuhkan kemampuan khusus bagi setiap orang yang mau menekuninya.

Salah satu contohnya yakni kerajinan tangan dari barang bekas. Dalam hal ini bagaimana merubah cara pandang masyarakat terhadap sampah yang dinilai sebagai masalah, menjadi suatu potensi yang bernilai ekonomis. Melihat potensi bank sampah yang ada di kawasan Jogoyudan ini sangat potensial untuk selanjutnya membangun sentra industri kerajinan barang bekas yang berdaya jual tinggi.

4.3.3 Perhimpunan Masyarakat Peduli Lingkungan

Mewujudkan permukiman bantaran sungai yang ideal tidak bisa dengan hanya merencanakan ruang fisik semata namun diperlukan juga perencanaan untuk masyarakat yang tinggal di dalamnya. Bagaimana memunculkan kesadaran bersama untuk mewujudkan permukiman bantaran sungai yang ideal serta menjaga lingkungannya.

Untuk itu guna mendukung terwujudnya kawasan permukiman bantaran sungai yang ideal perlu dibentuknya perhimpunan masyarakat peduli lingkungan. Perhimpunan ini berfungsi sebagai penggerak masyarakat di sekitarnya. Hal ini dinilai

(14)

12 efektif, karena perhimpunan tersebut lebih bisa mengkomunikasikan permasalahan di lingkungannya kepada masyarakat di sekitarnya.

Seperti perhimpunan yang ada di kawasan Jogoyudan bernama PASA. Perhimpunan PASA masih perlu control dan pendampingan agar menjadi perhimpunan yang dapat memasyarakatkan kepedulian lingkungan. Untuk mewujudkan perhimpunan ini di kawasan lain perlu peran dari LSM dan Pemda untuk memancing masyarakat agar tertarik dengan perhimpunan masyarakat peduli lingkungan semacam ini.

4.3.4 Rencana Peningkatan Mixed-use Area

Fasilitas pelayanan kebutuhan sehari-hari juga merupakan salah satu kebutuhan masyarakat. Strategi untuk memenuhi fasilitas pelayanan ini, yakni dengan meningkatkan campuran fungsi bangunan. Dimana mayoritas bangunan di kawasan ini mempunyai fungsi sebagai permukiman, oleh karenanya dapat ditambah dengan fungsi komersil ataupun jasa dengan tingkat pelayanan RT atau RW. Selain itu dipadukan dengan industri rumah tangga guna menunjang peningkatan mixed-use area.

(15)

13

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hasil analisis dan rencana seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kebutuhan masyarakat yang tinggal di permukman kumuh khususnya kawasan bantaran sungai tidak hanya berupa perencanaan ruang semata namun juga perencanaan terhadap masyarakat yang tinggal di dalamnya.

2. Untuk dapat mencapai keduanya, diperlukan konsep sustainable development yang mencakup 3 aspek dasar dalam perencanaan dengan dikembangkan bersama potensi kawasan bantaran sungai

(16)

14

DAFTAR PUSTAKA

Literatur Buku-buku

Mulyandari, Hestin. 2011. Pengantar Arsitektur Kota, Yogyakarta : Andi Yogyakarta Sabari Yunus, Hadi. 2012. Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Talen, Emily. 2009. Urban Design Reclaimed, Washington : American Planning Association Sinulingga, Budi D., 2005. Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Budiharjo, Eko, 1997. Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Alumni

Literatur Elektronik

Indonesiaberinovasi.com, diakses pada 29-06-2015 15.07 WIB

Literatur Perundang-undangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 441/KPTS/1998 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005

TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

Literatur Lainnya

Dokumen Studio Analisis Kawasan 2014, Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada

(17)

15

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengukuran dengan metode kehilangan berat memiliki hasil yang optimal, semakin tinggi konsentrasi ortofosfat yang ditambahkan pada

Pada masa pembelahan, sentromer merupakan struktur yang sangat penting, di bagian inilah lengan kromosom (kromatid) saling melekat satu sama lain pada

(Untuk informasi terperinci mengenai berbagai opsi penginstalan, lihat halaman "Opsi Penginstalan".) Sebelum Anda mulai meningkatkan Opsi Penginstalan Tingkatkan

KKNI ini sudah dirancang sejak tahun 2014, sehingga implementasi kurikulum KKNI ini perlu dilakukan penelitian sekaligus sebagai evaluasi, apakah kurikulum

4. Terciptanya keberlanjutan.progam penanganan permukiman kumuh sebagai bagian dari strategi pengurangan luasan kawasan permukiman kumuh. Kota Pekalongan, sebagai salah

Penguatan akses sumberdaya pada usahatani Pajale mempengaruhi tingkat partisipasi petani dengan nilai (λ=0,83). Artinya semakin tinggi akses sumberdaya dalam usahatani Pajale

Maksud dari penelitian ini adalah menganalisa perubahan biaya pekerjaan struktur beton terhadap durasi menggunakan metode lean construction dengan aplikasi work

Sistem produksi briket dalam program ini melalui persiapan alat cetak lengkap manual dan bahan baku batubara serta bahan campuran lainnya hingga tenaga kerja yang