• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONJUNGSI ANTARKALIMAT DALAM BAHASA BALI. GUSTI NYOMAN MASTINI Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONJUNGSI ANTARKALIMAT DALAM BAHASA BALI. GUSTI NYOMAN MASTINI Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

52

KONJUNGSI ANTARKALIMAT DALAM BAHASA BALI

GUSTI NYOMAN MASTINI Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

ABSTRACT

In making an essay or composition there are several markers used. One of the most commonly used markers used to make sentences in an essay to always be intertwined is a conjunction. Conjunctions are not only used to connect words with words, words with phrases or next. But conjunctions are also used to connect intercalaimatat. There are many forms of intercostal conjunctions in Balinese. Sakewala "but", buina "moreover", laut "then", sajaba ento "besides", yadiastun asapunika "nevertheless", punika mawinan "that is why", lenan teken ento "beside it", ento awinan "by therefore ", sekonden ento" before that ", suud keto" after that ", duaning asapunika" thus ". The meaning of intercostal conjunctions in the Balinese language is: (a) To state the continuation of the events or circumstances of the previous sentence, (b) To declare a contradiction with the previous state, (c) To declare any other event, event or circumstance beyond what has been stated before, (d) To declare the existence of logical consequence with the thing stated in the previous sentence, (f) To declare the consequence or thing which itself occurs due to another event, (g) To declare the preceding statement as the reason for the occurrence of an event .

Keywords: Conjunction, Balinese, Writing

ABSTRAK

Dalam membuat sebuah karangan atau komposisi ada beberapa penanda yang digunakan. Salah satu penanda yang sering muncul dan digunakan untuk membuat kalimat-kalimat dalam sebuah karangan agar selalu bertautan adalah konjungsi. Konjungsi tidak hanya digunakan untuk menyambungkan antara kata dengan kata, kata dengan frase atau selanjutnya. Tetapi konjungsi juga digunakan untuk menyambungkan antarkalimat. Terdapat banyak bentuk konjungsi antarkalimat dalam Bahasa Bali. Sakewala ―akan tetapi‖, buina ―lagi pula‖, laut ―selanjutnya‖, sajaba ento ―selain itu‖, yadiastun asapunika ―meskipun demikian‖, punika mawinan ―itulah sebabnya‖, lenan teken ento ―selain itu‖, ento awinan ―oleh sebab itu‖, sekonden ento ―sebelum itu‖, suud keto ―setelah itu‖, duaning asapunika ―dengan demikian‖. Makna konjungsi antarkalimat dalam Bahasa Bali antara lain : (a) Menyatakan kelanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, (b) Menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya, (c) Menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaaan lain di luar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, (d) Menyatakan adanya keeklusifan dan keinklusifan, (e) Menyatakan pertentangan konsekuensi logis dengan hal yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, (f) Menyatakan konsekuensi atau hal yang dengan sendirinya terjadi akibat peristiwa lain, (g) Menyatakan pernyataan sebelumnya sebagai alasan terjadinya suatu peristiwa.

Kata kunci: Konjungsi, Bahasa Bali, Menulis

I. PENDAHULUAN

Jika membuat sebuah karangan atau komposisi, hendaknya selalu menghindari penggunaan kalimat yang panjang-panjang. Akan tetapi kalimat yang pendek tetap harus bertautan. Agar terjadi bertautan antara kalimat-kalimat yang membangun sebuah karangan, maka dapat digunakan penghubung atau yang lazim disebut konjungsi. Konjungsi tidak selalu digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, kata dengan frase atau kata dengan klausa. Akan tetapi konjungsi dapat juga digunakan untuk menghubungkan antara kalimat dengan kalimat yang lain, yang disebut dengan konjungsi antarkalimat.

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA FAKULTAS DHARMA ACARYA

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR PROSIDING

SEMINAR NASIONAL BAHASA DAN BUDAYA 2017 ISBN: 978-602-50777-0-8

(2)

53

Konjungsi antarkalimat biasanya digunakan untuk menghubungkan dua kalimat atau lebih yang tidak padu sehingga menjadi kalimat yang padu. Mengingat fungsinya sebagai penghubung antar kaimat, maka konjungsi jenis ini selalu mengawali suatu kalimat. Dengan demikian konjungsi antarkalimat selalu ditulis dengan huruf kapital.

II. PEMBAHASAN

2.1Bentuk-bentuk Konjungsi Antarkalimat Dalam Bahasa Bali

Adapun bentuk-bentuk konjungsi antarkalimat dalam Bahasa Bali adalah sebagai berikut:

1. Sakewala ―akan tetapi‖ (1a) SujatineNi Sari jegeg.

Ni Sari jelema sombong.

(1b) Sujatine Ni Sari jegeg. Sakewala, Ni Sari jelema sombong.

2. Buina ―lagi pula‖

(2a) Putu Ayu anak luh jegeg. Putu Ayu anak luh ajer.

(2b) Putu Ayu anak luh jegeg. Buina, Putu Ayu anak luh ajer.

3. Laut ―selanjutnya‖

(3a) Ragane kayeh enggal-enggal. Ragane luas ka sekolah.

(3b) Ragane kayeh enggal-enggal. Laut, Ragane luas ka sekolah.

4. Sajaba ento ―selain itu‖ (4a) Ketut Rasta ngadep carik. Ketut Rasta ngadep motor.

(4b) Ketut Rasta ngadep carik. Sajaba ento, Ketut Rasta ngadep motor.

5. Yadiastun asapunika ―meskipun demikian‖

(5a) Tiang tusing ngelah pipis. Tiang tetap lakar masekolah.

(5b) Tiang tusing ngelah pipis. Yadiastun asapunika, tiang tetap lakar masekolah.

6. Punika mawinan ―itulah sebabnya‖

(6a) I Raka kaliwat belog. I Raka tusing menek kelas.

(6b) I Raka kaliwat belog. Punika mawinan, I Raka tusing menek kelas.

7. Lenan teken ento ―selain itu‖ (7a) Tiang ka peken meli baju.

Tiang masi meli sepatu muah celana.

(7b) Tiang ka peken meli baju. Lenan teken ento, tiang masi meli sepatu muah celana.

8. Ento awinan ―oleh sebab itu‖ (8a) Dibi ujane bales pesan. Tiang tusing masuk sekolah.

(8b) Dibi ujane bales pesan. Ento awinan, tiang tusing masuk sekolah.

9. Sakonden ento ―sebelum itu‖

(9a) Buin mani tiang malali ka Badung.

Tiang malali ka Klungkung.

(9b) Buin mani tiang malali ka Badung. Sakonden ento, Tiang malali ka

(3)

54

10.Suud keto ―setelah itu‖

(10a) I Meme nyakan di paon. I Meme matulung ka carike.

(10b) I Meme nyakan di paon. Suud keto, I Meme matulung ka carike. 2.2Makna Konjungsi Antarkalimat

Berdasarkan bentuk-bentuk konjungsi antarkalimat yang telah disajikan di atas, maka ada beberapa makna yang diturunkan antara lain :

1. Menyatakan kelanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya . Adapun bentuk-bentuk konjungsi antarkalimat yang menyatukan makna di atas adalah : suud keto ―setelah itu‖, salanturnyane ―selanjutnya‖. Hal ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini :

(1a) Ni Made Sari suba manjus semengan pesan.

Ni Made Sari mapayas sambilange gendang-gending.

(1b) Ni Made Sari suba manjus semengan pesan. Suud keto, Ni Made Sari mapayas sambilange gendang-gending.

Beberapa konjungsi antarkalimat yang tergolong dengan kelompok ini adalah

salanturnyane ―selanjutnya‖, wus punika ―selanjutnya‖, laut ―selanjutnya‖. 2. Menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya.

Konjungsi antarkalimat yang menyatakan makna di atas adalah sakewala ―akan tetapi‖

(2a) Luh Adi anak mula jegeg tur dueg. Luh Adi sombong.

(2b) Luh Adi anak mula jegeg tur dueg. Sakewala, Luh Adi sombong.

Konjungsi antarkalimat sejalan dengan makna di atas adalah kewala ―tetapi‖ (2c) Tut Adi anteng malajah.

Tut Adi sing demen nyampat.

(2d) Tut Adi anteng malajah. Kewala, Tut Adi sing demen nyampat.

3. Menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain di luar dari yang telah dinyatakan sebelumnya.

Bentuk-bentuk konjungsi yang menyatakan makna seperti di atas adalah buina

―lagi pula‖, kalud ―lagi pula‖, turing ―lagi pula, turmaning ―lagi pula‖. Contoh : (3a) Ketut Garing anak cenik polos.

Ketut Garing bagus genjing

(3b) Ketut Garing anak cenik polos. Turmaning, Ketut Garing bagus genjing.

Konjungsi pada kalimat di atas dapat diganti dengan konjungsi buina, kalud, turing ―lagi pula‖.

4. Menyatakan adanya keeklusifan dan keinklusifan.

Konjungsi antarkalimat yang menyatakan makna di atas adalah sajaba ento

―selain itu‖, sajawaning ento ―kecuali itu‖, lenan teken ento ―kecuali itu‖ contoh : (4a) Tiang malali ka Badung ngajak pianak muah somah.

Tiang masi ngajak rerama.

(4b) Tiang malali ka Badung ngajak pianak muah somah. Lenan teken ento, tiang masi ngajak rerama.

(4)

55

Contoh konjungsi di atas dapat diganti dengan konjungsi antarkalimat sajaba ento ―selain itu‖, sajawaning ento ―selain itu‖.

(4c) Tiang malali ka Badung ngajak pianak muah somah. Tiang masi ngajak rerama.

(4d) Tiang malali ka Badung ngajak pianak muah somah. Sajaba ento, tiang masi ngajak rerama.

5. Menyatakan pertentangan konsekuensi logis dengan hal yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Ungkapan konjungsi antarkalimat yang menyatakan hal tersebut adalah yadiastun asapunika, yadiastun keto ―meskipun demikian‖. Contoh :

(5a) Punyan kayune ento tegeh pesan. Tiang tetep lakar menek.

(5b) Punyan kayunee ento tegeh pesan. Yadiastun keto, tiang tetep lakar menek.

Konjungsi antarkalimat yadiastun keto ―meskipun demikian‖ pada kalimat di atas dapat diganti dengan konjungsi yadiastun asapunika ―meskipun demikian‖ sehingga alimat di atas akan menjadi:

(5c) Punyan kayune ento tegeh pesan. Yadiastun asapunika, tiang tetep lakar menek.

6. Menyatakan konsekuensi atau hal yang dengan sendirinya terjadi akibat peristiwa yang lain.

Konjungsi yang menyatakan makna di atas adalah duaning asapunika ―dengan demikian‖. Contoh:

(6a) Made Ratih bajang jegeg tur ajer. Made Ratih liu ngelah timpal.

(6b) Made Ratih bajang jegeg tur ajer. Duaning asapunika, Made Ratih liu ngelah timpal.

7. Menyatakan pernyataan sebelumnya sebagai alasan terjadinya suatu peristiwa. Konjungsi antarkalimat yang menyatakan makna tersebut adalah punika mawinan ―oleh sebab itu‖. Contoh:

(7a) Ujane bales gati.

I Raka tusing nyidayang teka mai.

(7b) Ujane bales gati. Punika mawinan, I Raka tusing nyidayang teka mai. III. SIMPULAN

Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi yang menghubungkan dua kalimat yang utuh. Karena kedua kalimat itu terpisah, subjek pada kalimat kedua tetap dipertahankan, meskipun sama dengan subjek sebelumnya. Huruf awal semua konjungsi antarkalimat selalu ditulis dengan huruf kapital. Konjungsi antarkalimat dalam Bahasa Bali dapat ditinjau dari segi bentuk dan makna sebagaimana telah diuraikan di depan.

DAFTAS PUSTAKA

Abdul Chaer, Drs. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Anom, I Gst Kt dan Nengah Tinggen, 1997. Materi Pokok Bahasa Daerah Bali. Dirjen Bimas Hindu & Budha.

(5)

56

Balai Penelitian Bahasa Singaraja, 1977. Kesusastraan Bali (Satua Bawak Mebasa Bali).

Budha Gautama, Wayan dan Ni Wayan, S.Pd.,M.Hum. 2009. Kamus Bahasa Bali (Bali-Indonesia). Denpasar: Paramita.

Dewi, N. K. A. S. R., & Sudarsana, I. K. (2017). UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN

DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR. Jurnal Penelitian Agama

Hindu, 1(2), 384-389.

Oka Granoka, Ida Wayan, dkk. 1984/1985. Tata Bahasa Bali. Denpasar: Proyek Pengembangan Bahasa & Sastra Indonesia & Daerah, Departemen Pendidikan & Kebudayaan.

Oka Granoka, Ida Wayan, dkk. 1996. Tata Bahasa Baku Bahasa Bali. Denpasar : Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

Parera, Jos Daniel. 1988. Morfologi. Jakarta : Gramedia.

Putra Suarjana, I Nyoman, 2008. Sor Singgih Basa Bali. Denpasar : PT. Tohpati Grafis Utama.

Simpen, I Wy.AB, 1973. Pasang Aksara Bali. Dinas Pengajaran Provinsi Bali.

Suparka, Drs. I Wy dan Drs. I Gst. Kt. Anom. 1992. Tata Basa Basa Bali Anyar. Denpasar : Upada Sastra.

Tim Penyusun, 1996. Pembinas Bahasa Aksara & Sastra Bali Dengan Aksara Bali. Dinas Kebudayaan Provinsi Dati I Bali.

Tinggen, I Nengah. 1994. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali Dengan Huruf Latin Dari Huruf Bali. Singaraja : Rhika Dewata.

Tinggen, I Nengah, 1993. Celah-Celah Kunci Pasang Aksara Bali. Singaraja : Indra Jaya.

Tinggen, I Nengah. Sor Singgih Basa Bali, Istilah Indonesia Bali. Tt. Denpasar : Rhika Dewata

Referensi

Dokumen terkait

Pemaksaan tersebut tidak jarang juga dilakukan dengan mengatasnamakan keyakinan (agama), yang anehnya pada keyakinan tersebut justru melarang penganutnya untuk

Bagi pemerintah dalam hal ini khususnya dinas pendidikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan layanan masyarakat yang ditayangkan melalui media televisi ternyata mampu

totalpembelian adalah field untuk menyimpan total pembelian kredit yang mengacu pada transaksi pembayaran hutang.. jumlahbayar adalah field untuk menyimpan

Pada pendekatan ini model proses pemotongan batang dibuat berdasarkan analisis geometri bidang (dua dimensi) dan distribusi panjang potongan dihitung sebagai fungsi tinggi batang

satu dan pada salinitas &= sampai 5' ppt mengalami penurunan hingga di baah satu yang menandakan ikan dalam kondisi hipoosmotik, hal ini karena ikan nilem memiliki si!at

Berdasarkan hal ini maka dilakukan penyelesaian yang salah satu caranya dengan membuat perancangan sistem penilaian dan evaluasi vendor bahan baku menggunakan

Program Keluarga Harapan yang merupakan kebijakan pemerintah melalui Kementrian Sosial untuk membantu masyarakat yang termasuk kategori KSM untuk dapat memenuhi kebutuhan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik, siswa dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray atau