• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKIRAAN BEBAN LISTRIK KOTA PONTIANAK DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) AGUS HASIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRAKIRAAN BEBAN LISTRIK KOTA PONTIANAK DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) AGUS HASIM"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKIRAAN BEBAN LISTRIK KOTA PONTIANAK

DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

(ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

AGUS HASIM

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prakiraan Beban Listrik Kota

Pontianak Dengan Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network), adalah

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2008

Agus Hasim

NRP. G651050084

(3)

AGUS HASIM. Prakiraan Beban Listrik Kota Pontianak dengan Jaringan

Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network). Dibimbing oleh PRAPTO TRI

SUPRIYO dan SUGI GURITMAN.

Tenaga listrik harus disediakan pada jumlah atau besaran yang sesuai

dengan kebutuhan dan pada waktu yang tepat. Penyedian tenaga listrik yang

melebihi kebutuhan beban berakibat pada terjadinya kerugian daya listrik.

Sebaliknya, jika terjadi kekekurangan pasokan (penyedian) listrik, akan berakibat

pada terjadinya pemadaman. Untuk menyediakan tenaga listrik yang sesuai

dengan kebutuhan tersebut, harus ada rencana penyediaan listrik yang dilakukan

dengan cara membuat prediksi atau prakiraan beban listrik. Oleh karena itu

persoalan prakiraan beban listrik menjadi sangat penting didalam penyediaan

tenaga listrik yang efisien.

Untuk memprediksi kebutuhan beban listrik, PLN selama ini

menggunakan metode koefisien beban. Perhitungan dengan metode ini didasarkan

pada pengalaman-empiris perencana penyedia listrik yang relatif sulit dilakukan

terutama dalam hal koreksi-koreksi yang perlu dilakukan terhadap perubahan

beban. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang lebih baik dari metode

koefisien beban.

Pada penelitian ini, penulis mencoba untuk membangun suatu model

prediksi beban listrik jangka pendek menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST)

dengan algoritma pembelajaran backpropagation dan fungsi aktivasi sigmoid.

Lingkup pengambilan data penelitian dibatasi beban listrik pada wilayah kerja

Kota Pontianak Propinsi Kalimantan Barat.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa prediksi JST lebih baik dari

pada prediksi yang dihitung dengan menggunakan metode sebelumnya. Prediksi

beban listrik tanggal 17 Mei sampai dengan 23 Mei 2007 memperlihatkan bahwa

rata-rata error JST adalah 5.81% sedangkan rata-rata error metode koefisien beban

adalah 8.24%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi beban listrik

menggunakan JST lebih akurat sebesar 2.43% dibandingkan dengan metode

koefisien beban.

Kata kunci : beban listrik, prakiraan beban listrik jangka pendek, jaringan syaraf

tiruan, backpropagation.

(4)

AGUS HASIM. Electrics Load Forecasting of Pontianak City by Using

Artificial Neural Network. Under direction of PRAPTO TRI SUPRIYO and

SUGI GURITMAN

Electric power should be provided in amount or magnitude to meet the

requirement and also in the right time. Excess of the requirement electric power

may cause loss. On the contrary, lacking electric power supply, will cause

blacking out. Thus, to provide adequate electric power that meet the requirement,

there should be an electric power’s plan performed by making a prediction or

electric load forecasting. Therefore, matter of electric load forecasting become

much important in efficient electric power supply.

To predict electric load needs, PLN currently using load coefficient

(koefisien beban) method. Such computing method is based on empirical

experience of electric power’s planning division which relatively harder to

complete especially in several correction needed for change of load. Therefore, a

better method is still needed than load coefficient method.

In this research, the author attempted to build a prediction model for

short-term electric load by using artificial neural network (ANN) with backpropagation

learning algorithm and sigmoid activation function. Research data collection

scope was limited by electric load in work region of Pontianak city, Kalimantan

Barat province.

The result showed that prediction outcome of ANN was generally better

than prediction which calculated using the previous method. Electrics load

forecast of 17

th

May to 23

rd

May 2007 presenting that mean error of ANN was

about 5.81%, while mean error of the load coefficient method was about 8.24%.

Thereby, the conclusion can be made here is that the load prediction method using

ANN is more accurate by 2.43% compared to the load coefficient method.

Keywords: electric load, short term electric load forecast, artificial neural network,

backpropagation.

(5)

AGUS HASIM. Prakiraan Beban Listrik Kota Pontianak dengan Jaringan

Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network). Dibimbing oleh PRAPTO TRI

SUPRIYO dan SUGI GURITMAN.

Tenaga listrik mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda dengan

“komoditi” lain pada umumnya. Tingkat produksi atau tenaga yang dihasilkan

oleh mesin pembangkit listrik harus sesuai dengan tingkat kebutuhan atau besar

beban yang harus dilayani. Penyesuaian atau pengendalian antara produksi

dengan kebutuhan beban listrik menjadi sangat penting untuk dilakukan

mengingat sifat khusus (khas) dari tenaga listrik, yakni tenaga listrik tidak dapat

disimpan dalam skala besar, dengan demikian tenaga ini harus disediakan pada

saat dibutuhkan. Akibatnya akan timbul persoalan dalam menghadapi kebutuhan

daya listrik yang tidak tetap atau selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga

harus ada penjadualan dalam mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik agar

selalu dapat memenuhi permintaan daya pada setiap saat.

Apabila daya yang dikirim dari suatu pembangkit listrik jauh lebih besar

daripada permintaan daya pada beban, maka akan terjadi pemborosan pada

perusahaan listrik. Sebaliknya apabila daya yang dibangkitkan atau yang

disediakan pembangkit listrik lebih rendah dari permintaan atau kebutuhan beban

konsumen maka akan terjadi over load yang akan berdampak pada terjadinya

pemadaman. Agar tercapai penyesuaian antara pembangkitan dan permintaan

daya, maka pihak penyedia listrik harus mengetahui beban atau permintaan daya

listrik untuk beberapa waktu ke depan. Berdasarkan jangka waktu, prakiraan

beban listik dapat dikelompokkan dalam: 1) prakiraan beban jangka panjang (long

term); 2) prakiraan beban jangka menengah (medium term); 3) prakiraan beban

jangka pendek (short term).

Metode prakiraan beban listrik jangka pendek yang selama ini

dikembangkan atau telah diterapkan PLN adalah dengan cara konvensional

berbasis statistik, yaitu metode koefisien beban yang dilakukan dengan

mem-pelajari data historis beban listrik terdahulu. Koefisien beban dibuat untuk tiap

jam selama 24 jam dari hari senin s/d minggu yang merupakan angka atau

representasi dari prosentase atau perbandingan besar beban pada jam tersebut

terhadap beban puncak pada hari tersebut (juga merupakan hasil prakiraan)

termasuk koreksi-koreksi yang harus dilakukan disesuaikan dengan beban yang

sesungguhnya terjadi. Keberhasilan prediksi beban dengan metode ini terletak

pada pengalaman dan keahlian ”seorang” perencana penyediaan listrik yang lebih

banyak dilakukan secara empiris. Oleh karena itu adanya metode lain yang dapat

melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek yang lebih sistematis dan akurat

dengan menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat di-perlukan.

Pada penelitian ini akan dibangun model prediksi yang dapat melakukan

prakiraan beban listrik jangka pendek yang dapat digunakan untuk penjadualan

dalam pengoperasian mesin pembangkit listrik menggunakan jaringan syaraf

tiruan.

Neural network atau artificial neural network (jaringan syaraf tiruan

disingkat JST) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami

dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis di dalam otak. Definisi lain menurut

(6)

yang mempunyai karakteristik menyerupai jaringan syaraf biologi.

Jaringan syaraf tiruan juga dapat digambarkan sebagai model matematis

dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data cluster dan

regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model syaraf biologi.

Model jaringan syaraf tiruan memiliki kemampuan dalam emulasi, analisis,

prediksi dan asosiasi. Kemampuan yang dimiliki JST dapat digunakan untuk

belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh atau input

yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan

muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan kepadanya.

Setiap pengolahan elemen membuat perhitungan berdasarkan pada jumlah

masukan (input). Sebuah kelompok pengolahan elemen disebut layer atau lapisan

dalam jaringan. Lapisan pertama adalah input dan yang terakhir adalah output.

Lapisan di antara lapisan input dan output disebut dengan lapisan tersembunyi

(hidden layer). Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu bentuk arsitektur yang

terdistribusi paralel dengan sejumlah besar neuron dan hubungan antar neuron

tersebut. Tiap titik hubungan dari satu neuron ke neuron yang lain mempunyai

harga yang diasosiasikan dengan bobot. Setiap neuron memiliki suatu nilai yang

diasosiasikan sebagai titik aktivasi neuron.

Berdasarkan cara memodifikasi bobotnya, ada dua macam pelatihan yang

dikenal yaitu dengan terawasi atau terbimbing (supervised) dan tanpa pengawasan

atau tanpa bimbingan (unsupervised). Dalam pelatihan dengan supervised,

terdapat sejumlah pasangan data (masukan-target keluaran) yang dipakai untuk

melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Pasangan data tersebut

berfungsi sebagai ”guru” untuk melatih jaringan hingga diperoleh bentuk yang

terbaik. ”Guru” akan memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana sistem

harus mengubah dirinya untuk meningkatkan unjuk kerjanya.

Pada setiap kali pelatihan, suatu input diberikan ke jaringan. Jaringan akan

memperoses dan mengeluarkan keluaran. Selisih antara keluaran jaringan dengan

target (keluaran yang diinginkan) merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan

akan memodifikasi bobot sesuai dengan kesalahan tersebut. Jaringan yang proses

atau metode pelatihannya dengan pengawasan antara lain adalah perceptron,

adaline dan backpropagation atau propagasi balik. Sebaliknya dalam pelatihan

tanpa pengawasan (unsupervised), tidak ada ”guru” yang akan mengarahkan

proses pelatihan. Perubahan bobot jaringan dilakukan berdasarkan parameter

tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut.

Dalam melakukan prakiraan beban listrik, langkah pertama yang perlu

dilakukan adalah dengan mempelajari dan mengevaluasi pola-pola beban setiap

hari dalam satu minggu sampai beberapa minggu. Pola beban dalam setiap hari,

menunjukkan perilaku konsumen atau pelanggan dalam menggunakan atau

memanfaatkan tenaga listrik. Beban pada saat ini (current load) diakibatkan atau

dipengaruhi oleh beban beberapa waktu berlalu. Data atau pola beban sebagai

input yang relatif besar, jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net) dengan

algoritma pembelajaran backpropagation dan beberapa fungsi pelatihan (training

functions) akan diterapkan pada penelitian ini. Pada jaringan (model JST)

diberikan sepasang pola yang terdiri dari pola masukan dan pola yang diinginkan

atau target.

(7)

temperatur udara harian Kota Pontianak dari bulan Januari 2007 s/d Mei 2007.

Untuk data temperatur yang akan digunakan atau menjadi masukan bagi model

JST adalah temperatur udara harian yang terdiri dari temperatur udara minimum,

maksimum dan rata-rata. Besarnya data yang akan digunakan dan relatif

kompleksnya persoalan yang harus diselesaikan maka model JST yang akan

dikembangkan adalah JST dengan arsitektur multilayer net yang terdiri dari 3

(tiga) layer (lapisan) yaitu: lapisan input yang terdiri dari 54 neuron; satu lapisan

tersembunyi dengan beberapa neuron yang jumlahnya dilakukan dengan

coba-coba (trial and error); lapisan output/keluaran yang terdiri dari 24 neuron.

Untuk mencapai konvergensi yang lebih cepat, model yang dikembangkan

diatur pada learning rate, jumlah neuron pada lapisan tersembunyi (hidden layer)

serta dengan mengubah fungsi pelatihan atau training functions (traingd,

traingda, traingdx, traingdm, traincgf, traincgp, traincgb). Dengan mencoba

berbagai nilai atau besaran untuk learning rate dan jumlah neuron hidden layer,

didapat nilai 0.5 untuk learning rate dan 220 untuk jumlah neuron hidden layer.

Pada nilai tersebut ketika training atau pelatihan dilakukan, proses iterasi yang

terjadi pada model JST menghasilkan nilai MSE yang semakin baik atau

konvergen menjadi lebih cepat. Dari hasil pelatihan tersebut, dengan menetapkan

galat error atau MSE = 0.0001 diketahui bahwa fungsi pelatihan traincgb,

menghasilkan MSE = 0.00009962 pada epoch ke 642. Bobot yang telah didapat

kemudian disimpan, selanjutnya model JST yang telah dilatih tersebut diberikan

lagi pola data input baru yaitu data yang belum pernah digunakan selama

pelatihan dengan maksud untuk menguji model tersebut.

Pada pengujian model JST selama satu minggu yaitu prediksi beban listrik

untuk tanggal 17 Mei - 23 Mei 2007 memberikan hasil sebagai berikut: rata-rata

error prediksi JST adalah 5.81% sedangkan rata-rata error prediksi PLN adalah

8.24%. Demikian juga dengan error tertinggi (maksimum error) prediksi JST

adalah 8.07% sedangkan error tertinggi prediksi PLN adalah 16.05%.

Secara umum hasil prediksi beban listrik dengan jaringan syaraf tiruan

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan prediksi menggunakan

metode koefesien beban yang selama ini digunakan oleh PLN.

Kata kunci : beban listrik, prakiraan beban listrik jangka pendek, jaringan syaraf

tiruan, backpropagation.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini

tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(9)

PRAKIRAAN BEBAN LISTRIK KOTA PONTIANAK

DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

(ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

AGUS HASIM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(10)

Judul Tesis

: Prakiraan Beban Listrik Kota Pontianak Dengan Jaringan

Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network)

Nama :

Agus

Hasim

NIM :

G651050084

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Prapto Tri Supriyo, M.Kom

Dr. Sugi Guritman

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Sugi Guritman

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas Rahmat dan

KaruniaNya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam

penelitian ini adalah Prakiraan Beban Listrik Kota Pontianak dengan Jaringan

Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network).

Penyusunan Tesis merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

dan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer,

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penyusun bermaksud untuk menyampaikan

penghargaan dan terima kasih kepada :

- Bapak Gubernur Kalbar yang telah memberikan kesempatan dan pembiayaan

untuk mengikuti pendidikan Strata-2.

- Bapak Ir. Prapto Tri Supriyo, M.Kom dan Bapak Dr. Sugi Guritman selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam

memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

- Bapak Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom

Selaku dosen penguji yang telah

memberi-kan masumemberi-kan demi perbaimemberi-kan tesis ini.

- Pimpinan PLN Wilayah Kalbar dan Kepala BMG Supadio Pontianak, yang

telah membantu dalam memberikan data beban listrik dan data temperatur

udara Kota Pontianak.

- Emak, Bapak (alm), istriku Emiliya dan anak-anakku tersayang Rizka, Taufik

dan Lutfi yang telah memberikan semangat, motivasi dan bersabar menunggu

selama menempuh dan menyelesaikan pendidikan ini.

- Staf Pengajar atau para Dosen Program Studi Ilmu Komputer yang telah

memberikan bekal pengetahuan, membuka dan menambah wawasan.

- Teman-teman Prodi Ilmu Komputer khususnya “Angkatan-7”, atas kerjasama,

bantuan dan support-nya.

- Pihak-pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah

membantu baik ketika perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini.

Penyusun menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya, namun

demikian semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan ikut memberikan kontribusi

dalam khazanah pengembanga ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2008

Agus Hasim

NRP. G651050084

(12)

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 24 Agustus 1966. Merupakan

anak keempat dari sembilan bersaudara dari orang tua Zainal A. Madjid dan

Ra’onah A. Rani. Penulis beristrikan Emiliya dan mempunyai tiga orang anak,

satu putri dan dua putra.

Penulis menempuh pendidikan sarjana teknik elektro pada Jurusan Teknik

Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak mulai dari tahun

1987 hingga 1994.

Pada akhir tahun 1994 sampai dengan tahun 1998 bekerja di perusahaan

swasta dan sejak akhir tahun 1998 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai

pegawai negeri sipil di Bappeda Propinsi Kalimantan Barat.

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Permasalahan ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Ruang Lingkup ……….

3

1.5. Manfaat Penelitian ……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Beban dan Prakiraan Beban Listrik ... 4

2.2. Pengertian Neural Network ...

6

2.3. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan ...

10

2.4. Propagasi Balik (Back Propagation) ...

11

2.5. Mean Square Error (MSE) ...

17

2.6. Transformasi Data ...

18

2.7. Missing Value ... 19

2.8. Penelitian Terdahulu ...

19

BAB III METODE PENELITIAN ...

20

3.1. Kerangka Pemikiran ...

20

3.2 Data dan Alat ...

23

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ………..

24

BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI MODEL JST ...

25

4.1. Desain Arsitektur Model JST ...

25

4.2. Penentuan Pola Input dan Ouput ...

25

4.3. Praproses Data ... 27

4.4. Algoritma Pembelajaran Jaringan ...

28

4.5. Hasil Pelatihan Model JST ...

28

4.6. Tahap Pengujian ...

33

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...

44

(14)

DAFTAR PUSTAKA ...

46

LAMPIRAN ...

48

(15)

Halaman

1. Input-Output Model Jaringan ... 26

2. Kinerja Model JST Pada Beberapa Fungsi Pelatihan ... 33

3. Beban Listrik tanggal 17 Mei 2007 ... 34

4. Beban Listrik tanggal 18 Mei 2007 ... 36

5. Beban Listrik tanggal 19 Mei 2007 ... 37

6. Beban Listrik tanggal 20 Mei 2007 ... 38

7. Beban Listrik tanggal 21 Mei 2007 ... 39

8. Beban Listrik tanggal 22 Mei 2007 ...

40

9. Beban Listrik tanggal 23 Mei 2007 ...

41

(16)

Halaman

1. Struktur Unit Jaringan Syaraf Tiruan ... 7

2. Jaringan Syaraf Tiruan dengan 3 Lapisan ... 8

3. Jaringan Syaraf Tiruan dengan Banyak Lapisan ...

10

4. Tiga Lapisan Jaringan Propagasi Balik ...

11

5. Langkah Perambatan Maju ...

12

6. Fungsi Sigmoid Beserta Turunannya ... 13

7. Backpropagation Dengan Satu Lapisan Tersembunyi ... 15

8. Diagram Alir Model Prakiraan Beban Listrik Jangka Pendek ... 21

9. Diagram Blok Model JST ... 26

10. Arsitektur Model JST yang dikembangkan ...

27

11. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traingd ...

29

12. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traingda ...

30

13. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traingdx ...

30

14. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traingdm ...

31

15. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traincgf ...

31

16. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traincgp ...

32

17. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traincgb ...

32

18. Kurva Beban Listrik tanggal 17 Mei 2007 ...

35

19. Kurva Beban Listrik tanggal 18 Mei 2007 ...

36

20. Kurva Beban Listrik tanggal 19 Mei 2007 ...

37

21. Kurva Beban Listrik tanggal 20 Mei 2007 ...

38

22. Kurva Beban Listrik tanggal 21 Mei 2007 ...

39

23. Kurva Beban Listrik tanggal 22 Mei 2007 ...

40

(17)

Halaman

1. Data Beban Listrik Harian Kota Pontianak untuk Pelatihan Model JST...

49

2. Data Beban Listrik Harian Kota Pontianak untuk Pengujian Model JST...

53

3. Data Temperatur Udara Harian Kota Pontianak untuk Pelatihan Model JST...

54

4. Data Temperatur Udara Harian Kota Pontianak untuk Pengujian Model JST.. 56

5. Gambar Pengguna Antarmuka (GUI) ... 57

6. Listing Program GUI ...

58

(18)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Listrik atau tenaga listrik sudah menjadi kebutuhan masyarakat saat ini baik dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sebagai konsumen biasa, maupun dalam memenuhi kebutuhan dunia industri. Kebutuhan akan tenaga atau energi listrik ini akan terus meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitas seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin beragamnya aktivitas.

Tenaga listrik mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda dengan “komoditi” lain pada umumnya. Distribusi atau penyaluran tenaga listrik hingga saat ini harus melalui jaringan tertentu, kemudian tingkat produksi atau tenaga yang dihasilkan oleh mesin pembangkit listrik harus sesuai dengan tingkat kebutuhan atau besar beban yang harus dilayani. Penyesuaian atau pengendalian antara produksi dengan kebutuhan beban listrik ini menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat sifat khusus (khas) dari tenaga listrik, yakni tenaga listrik tidak dapat disimpan dalam skala besar, dengan demikian tenaga ini harus disediakan pada saat dibutuhkan. Akibatnya akan timbul persoalan dalam menghadapi kebutuhan daya listrik yang tidak tetap atau selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga harus ada penjadualan dalam mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik agar selalu dapat memenuhi permintaan daya pada setiap saat, dengan kualitas baik dan efisien.

Apabila daya yang dikirim dari suatu pembangkit listrik jauh lebih besar daripada permintaan daya pada beban, maka akan terjadi pemborosan energi pada perusahaan listrik. Sebaliknya apabila daya yang dibangkitkan atau yang disediakan pembangkit listrik lebih rendah dari permintaan atau kebutuhan beban konsumen maka akan terjadi over load yang akan berdampak pada terjadinya pemadaman, hal ini tentunya harus dihindari karena akan merugikan pihak konsumen dalam hal kontinuitas layanan. Oleh karena itu diperlukan suatu pengendalian atau penyesuaian antara pembangkitan dengan permintaan daya.

Agar tercapai penyesuaian antara pembangkitan dan permintaan daya, maka pihak penyedia listrik harus mengetahui beban atau permintaan daya listrik untuk beberapa waktu ke depan.

(19)

Prakiraan permintaan beban listik berdasarkan jangka waktu dapat dikelompokkan dalam (Marsudi, 2006) :

1) Prakiraan beban jangka panjang (long term) adalah prakiraan permintaan beban dengan jangka waktu di atas 1 (satu) tahun.

2) Prakiraan beban jangka menengah (medium term) adalah prakiraan permintaan beban dengan jangka waktu satu bulan sampai dengan satu tahun.

3) Prakiraan beban jangka pendek (short term) adalah prakiraan permintaan beban dengan jangka waktu beberapa jam dalam sehari sampai dengan satu minggu.

Pada penelitian kali ini akan dibangun model prediksi yang dapat melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek yang dapat digunakan untuk penjadualan dalam pengoperasian mesin pembangkit listrik.

1.2. Rumusan Permasalahan

Metode prakiraan beban listrik jangka pendek yang selama ini dikembangkan atau telah diterapkan PLN adalah dengan metode koefisien beban yang merupakan metode konvensional berbasis statistik, yang dilakukan dengan mempelajari data beban listrik terdahulu. Koefisien beban didapatkan untuk tiap-tiap jam selama 24 jam untuk hari Senin s/d Minggu yang merupakan angka atau representasi dari prosentase atau perbandingan besar beban pada jam tersebut terhadap beban puncak pada hari tersebut. Koefisien beban yang telah didapat kemudian digunakan untuk memprediksi beban minggu berikutnya dengan mengalikan koefisien tersebut dengan beban puncak minggu yang sama tahun lalu. Selanjutnya koefisien beban ini perlu dikoreksi secara terus menerus berdasarkan hasil pengamatan atas beban yang sesungguhnya terjadi.

Keberhasilan prediksi beban dengan metode ini terletak pada pengalaman dan keahlian ”seorang” perencana penyediaan listrik yang lebih banyak dilakukan secara empiris. Oleh karena itu adanya metode lain yang dapat melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek yang lebih sistematis dan akurat dengan menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat diperlukan.

(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun dan merancang suatu model yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi atau prakiraan beban listrik jangka pendek (short term) dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Alasan dari penggunaan jaringan syaraf tiruan (JST) adalah karena JST mampu melakukan pembelajaran terhadap pola data atau contoh yang diinputkan atau dapat melakukan generalisasi, abstraksi dan ekstraksi terhadap propertis data statistik data historis beban listrik kemudian dapat melakukan prediksi atau prakiraan besar beban yang akan datang.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini, adalah :

1) Model prediksi atau prakiraan beban listrik yang akan dibangun adalah untuk Wilayah Kerja PT. PLN untuk Kota Pontianak atau PLN Wilayah Kalimantan Barat Sektor Kapuas.

2) Faktor cuaca yang akan digunakan sebagai variabel dalam model yang dikembangkan adalah suhu atau temperatur udara, yang diperoleh di Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Pontianak.

3) Model JST yang akan dibangun menggunakan metode pembelajaran

backpropagation atau propagasi balik dengan beberapa fungsi pelatihan

(training functions).

1.5. Manfaat Penelitian

Model prediksi yang dikembangkan pada penelitian ini dapat menjadi salah satu model alternatif untuk membuat atau menyusun jadual pengoperasian mesin pembangkit tenaga/daya listrik jangka pendek (harian atau mingguan) dan menjadi acuan bagi operator pembangkit listrik dalam penyediaan/suplai tenaga listrik sesuai dengan permintaan daya atau kebutuhan konsumen.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beban dan Prakiraan Beban Listrik

Di dalam sebuah sistem kelistrikan terdapat 2 sisi yang sangat berbeda, yaitu sisi beban dan sisi pembangkitan. Pada sisi beban atau beban sistem tenaga listrik merupakan pemakaian tenaga listrik dari para pelanggan listrik (konsumen) oleh karenanya besar kecilnya beban beserta perubahannya tergantung pada kebutuhan para pelanggan akan tenaga listrik, sedangkan sisi pembangkitan merupakan bagian yang memproduksi tenaga listrik.

Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa tingkat produksi atau tenaga yang dihasilkan oleh mesin pembangkit listrik harus sesuai dengan tingkat kebutuhan atau besar beban yang harus dilayani. Oleh karenanya dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik diperlukan perencanaan yang baik, untuk itu perlu dibuat Rencana Operasi terlebih dahulu sebelum suatu sistem akan dioperasikan. Rencana Operasi adalah suatu rencana mengenai bagaimana suatu sistem tenaga listrik akan dioperasikan untuk kurun atau jangka waktu tertentu. Rencana Operasi ini selanjutnya akan dipakai sebagai pedoman dalam pengoperasian sistem tenaga listrik.

Rencana operasi berkaitan erat dengan upaya penyediaan tenaga listrik yang efisien dan handal. Efisien dimaksudkan agar tenaga listrik yang dibangkitkan benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan, sedangkan handal berkenaan dengan kualitas dan kuntinyuitas pelayanan.

Untuk mengetahui berapa besar beban listrik yang harus dilayani, sebenarnya tidak ada perhitungan yang eksak mengenai berapa besar beban pada suatu saat, yang bisa dilakukan hanyalah membuat prakiraan atau prediksi beban. Untuk membuat prakiraan beban yang baik, perlu data atau informasi tentang beban sistem tenaga listrik yang sudah terjadi di masa lalu (Marsudi 2006). Oleh karenanya data statistik beban dari masa lalu sangat diperlukan untuk melakukan prakiraan beban listrik di masa yang akan datang yang dilakukan dengan cara mengekstrapolir grafik beban di masa lampau ke masa yang akan datang.

Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan beban listrik, antara lain sebagai berikut :

(22)

2) Bertambahnya tingkat konsumsi tenaga listrik dari konsumen, misalnya karena menambah peralatan listrik;

3) Suhu udara, ketika suhu udara tinggi maka pemakaian alat-alat pendingin ruangan bertambah;

4) Aktivitas atau kegiatan ekonomi dalam masyarakat; 5) Kegiatan sosial dalam masyarakat.

Prakiraan beban listrik berdasarkan jangka waktu dapat dikelompokkan menjadi (Marsudi 2006) :

1. Perkiraan Beban Jangka Panjang

Perkiraan beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu di atas satu tahun. Persoalan makroekonomi merupakan masalah ekstern perusahaan listrik yang sangat menentukan arah prakiraan beban, masalah makroekonomi tersebut antara lain adalah pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Karena prakiraan beban jangka panjang banyak menyangkut masalah makroekonomi yang bersifat ekstern, maka penyusunannya perlu mendapat pengarahan dari pemerintah.

2. Perkiraan Beban Jangka Menengah

Prakiraan beban jangka menengah adalah untuk jangka waktu satu bulan sampai dengan satu tahun. Berbeda dengan prakiraan beban jangka panjang yang lebih banyak digunakan untuk keperluan perencanaan pengembangan sistem, sedangkan dalam prakiraan beban jangka menengah aspek operasional yang menonjol, karena dalam jangka menengah (kurang dari satu tahun) tidak banyak yang dapat dilakukan dalam segi pengembangan. Penyambungan langganan baru yang mempunyai daya tersambung dengan nilai antara 1% sampai dengan 3% dari beban puncak sistem perlu diperhitungkan dalam prakiraan beban jangka menengah.

3. Perkiraan Beban Jangka Pendek

Prakiraan beban jangka pendek adalah untuk jangka waktu beberapa jam sampai satu minggu (168 jam). Dalam prakiraan beban jangka pendek terdapat batas atas untuk beban maksimum dan batas bawah untuk beban minimum yang ditentukan oleh prakiraan beban jangka menengah. Besarnya beban untuk setiap jam ditentukan dengan memperhatikan langgam/perilaku beban di waktu yang lalu

(23)

dengan memperhatikan berbagai informasi yang dapat mempengaruhi besarnya beban sistem seperti acara televisi dan suhu udara.

Metode yang telah dikembangkan dan diterapkan oleh PLN dalam melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek adalah Metode Koefisien Beban. Beban listrik untuk setiap jam diberi koefisien yang menggambarkan besarnya beban pada jam tersebut dalam perbandingannya terhadap beban puncak, misalnya k4 = 0,6 berarti bahwa beban pada jam 04.00 adalah sebesar 0,6 kali beban puncak yang terjadi pada jam 19.00 atau pada k19 = 1,0. Koefisien-koefisien ini berbeda untuk hari Senin s/d Minggu dan juga untuk hari libur bukan Minggu. Beban puncak dapat diperkirakan dengan melihat beban puncak mingguan pada tahun-tahun yang lalu kemudian dengan menggunakan koefisien-koefisien tersebut di atas bisa diperkirakan grafik beban harian untuk suatu minggu yang akan datang. Koefisien-koefisien ini perlu dikoreksi secara terus-menerus berdasarkan hasil pengamatan atas beban yang sesungguhnya terjadi.

2.2. Pengertian Neural Network

Neural network atau artificial neural network (jaringan syaraf tiruan disingkat JST) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Definisi lain menurut Fausett (1994)

artificial neural network adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang mempunyai

karakteristik menyerupai jaringan syaraf biologi.

Jaringan syaraf tiruan tercipta sebagai generalisasi model matematis dari pemahaman manusia (human cognition) yang didasarkan pada asumsi :

1) Pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut neuron, unit, sel atau node.

2) Isyarat mengalir di antara sel syaraf/neuron melalui suatu sambungan penghubung.

3) Setiap sambungan penghubung memiliki bobot yang bersesuaian. Bobot ini akan digunakan untuk menggandakan isyarat yang dikirim melaluinya.

(24)

4) Setiap sel syaraf/neuron akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap isyarat hasil penjumlahan berbobot yang masuk kepadanya untuk menentukan isyarat keluarannya.

Karakteristik jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh :

- pola hubungan antar neuron (disebut dengan arsitektur jaringan);

- metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/

learning/algoritma);

- fungsi aktivasi.

Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga terdiri dari beberapa neuron dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Beberapa neuron akan mentransformasikan informasi yang diterimanya melalui sambungan keluaran menuju neuron-neuron yang lain. Dengan kata lain, neuron adalah sebuah unit pemroses informasi yang merupakan dasar operasi jaringan syaraf tiruan. Neuron ini dimodelkan dari penyederhanaan sel syaraf manusia yang sebenarnya. Gambar 1 adalah ilustrasi atau gambar yang menunjukkan suatu neuron.

Gambar 1. Struktur Unit Jaringan Syaraf Tiruan

Gambar 1 memperlihatkan struktur unit pengolah jaringan syaraf tiruan. Pada sisi sebelah kiri terlihat beberapa masukan yang menuju ke unit pengolah, yang masing-masing datang dari unit-unit yang berbeda Xn. Setiap sambungan mempunyai kekuatan hubungan terkait (bobot) yang disimbolkan dengan Wn. Unit pengolah akan membentuk penjumlahan berbobot dari tiap masukannya dan menggunakan fungsi

(25)

ambang non-linier (fungsi aktivasi) untuk menghitung keluarannya. Hasil perhitungan akan dikirimkan melalui hubungan keluaran seperti pada gambar pada sisi sebelah kanan.

Pada Gambar 2 diperlihatkan suatu jaringan syaraf tiruan yang terdiri atas 3 lapisan unit pengolah. Lapisan pertama adalah unit-unit masukan. Unit-unit ini menyatakan nilai sebuah pola sebagai masukan jaringan. Lapisan tengah adalah lapisan tersembunyi (hidden layer) yang menanggapi sifat-sifat tertentu yang mungkin terlihat dalam pola masukan. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu lapisan tersembunyi dalam satu jaringan. Lapisan terakhir adalah lapisan keluaran, yang bertugas sebagai tempat keluaran bagi jaringan syaraf.

Gambar 2. Jaringan Syaraf Tiruan dengan 3 Lapisan

Jaringan syaraf tiruan juga dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model syaraf biologi. Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi. Kemampuan yang dimiliki JST dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan kepadanya.

Rao (1993) mendefinisikan jaringan syaraf (tiruan) sebagai sebuah kelompok pengolahan elemen dalam suatu kelompok yang khusus membuat perhitungan sendiri dan memberikan hasilnya kepada kelompok kedua atau berikutnya. Setiap

(26)

sub-kelompok menurut gilirannya harus membuat perhitungan sendiri dan memberikan hasilnya untuk subgrup atau kelompok yang belum melakukan perhitungan. Pada akhirnya sebuah kelompok dari satu atau beberapa pengolahan elemen tersebut menghasilkan keluaran (output) dari jaringan.

Setiap pengolahan elemen membuat perhitungan berdasarkan pada jumlah masukan (input). Sebuah kelompok pengolahan elemen disebut layer atau lapisan dalam jaringan. Lapisan pertama adalah input dan yang terakhir adalah output. Lapisan di antara lapisan input dan output disebut dengan lapisan tersembunyi (hidden layer). Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu bentuk arsitektur yang terdistribusi paralel dengan sejumlah besar neuron dan hubungan antar neuron tersebut . Tiap titik hubungan dari satu neuron ke neuron yang lain mempunyai harga yang diasosiasikan dengan bobot. Setiap neuron memiliki suatu nilai yang diasosiasikan sebagai titik aktivasi neuron.

Berdasarkan cara memodifikasi bobotnya, ada dua macam pelatihan yang dikenal yaitu dengan terawasi atau terbimbing (supervised) dan tanpa pengawasan atau tanpa bimbingan (unsupervised). Dalam pelatihan dengan supervised, terdapat sejumlah pasangan data (masukan-target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Pasangan data tersebut berfungsi sebagai ”guru” untuk melatih jaringan hingga diperoleh bentuk yang terbaik. ”Guru” akan memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana sistem harus mengubah dirinya untuk meningkatkan unjuk kerjanya.

Pada setiap kali pelatihan, suatu input diberikan ke jaringan. Jaringan akan memperoses dan mengeluarkan keluaran. Selisih antara keluaran jaringan dengan target (keluaran yang diinginkan) merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan memodifikasi bobot sesuai dengan kesalahan tersebut. Jaringan yang proses atau metode pelatihannya dengan pengawasan antara lain adalah perceptron, adaline dan backpropagation. Sebaliknya dalam pelatihan tanpa pengawasan (unsupervised), tidak ada ”guru” yang akan mengarahkan proses pelatihan. Perubahan bobot jaringan dilakukan berdasarkan parameter tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut.

(27)

2.3. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu aturan yang bersifat menyeluruh (general rule) dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Arsitektur JST berkenaan dengan susunan neuron yang memperlihatkan pola hubungan antar neuron serta banyaknya layer/lapisan yang diterapkan pada jaringan. Arsitektur sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan target yang akan dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama.

Jaringan dengan banyak lapisan memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak di antara lapisan input dan lapisan output seperti terlihat pada Gambar 3. Umumnya terdapat lapisan bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit dari pada lapisan dengan lapisan tunggal, dengan pembelajaran yang lebih rumit.

(28)

2.4. Propagasi Balik (Backpropagation)

Jaringan propagasi balik (backpropagation) merupakan salah satu algoritma yang sering digunakan dalam menyelesaikan persoalan atau masalah yang rumit. Hal ini dimungkinkan karena jaringan dengan algoritma ini dilatih (learned) dengan menggunakan metode belajar terbimbing. Pada jaringan diberikan sepasang pola yang terdiri atas pola masukan dan pola yang diinginkan. Ketika suatu pola diberikan kepada jaringan, bobot-bobot diubah untuk memperkecil perbedaan pola keluaran dan pola yang diinginkan. Latihan ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga semua pola yang dikeluarkan jaringan dapat memenuhi pola yang diinginkan.

Algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan propagasi balik terdiri atas 2 langkah, yaitu perambatan/propagasi maju dan perambatan/propagasi mundur. Langkah perambatan maju dan perambatan mundur ini dilakukan pada jaringan untuk setiap pola yang diberikan selama jaringan mengalami pelatihan. Jaringan propagasi balik terdiri atas 3 atau lebih lapisan/layer. Perbedaannya hanya pada jumlah lapisan tersembunyi yang dimilikinya, ada yang 1 lapisan ada yang lebih dari 1 lapisan. Gambar 4 menunjukkan jaringan propagasi balik dengan 3 lapisan, bagian bawah gambar sebagai masukan, bagian tengah disebut sebagai lapisan tersembunyi dan bagian atas disebut lapisan keluaran. Ketiga lapisan ini terhubung secara penuh.

(29)

Perambatan maju dimulai dengan memberikan pola masukan ke lapisan masukan. Pola masukan ini merupakan nilai aktivasi unit-unit masukan. Dengan melakukan perambatan maju dihitung nilai aktivasi pada unit-unit di lapisan berikutnya. Pada setiap lapisan, tiap unit pengolah melakukan penjumlahan berbobot dan menerapkan fungsi sigmoid untuk menghitung keluarannya.

Untuk menghitung nilai penjumlahan berbobot digunakan rumus :

w

x

S

ji n i i j

= = 0 ... (2.1) Dengan :

x

i = masukan yang berasal dari unit i

w

ji = bobot sambungan dari unit i ke unit j.

Setelah nilai Sj dihitung, fungsi sigmoid diterapkan pada Sj untuk membentuk f(Sj). Fungsi sigmoid ini mempunyai persamaan :

Sj j

e

S

f

+

=

1

1

)

(

……….……...………. (2.2)

Gambar 5. Langkah Perambatan Maju

Hasil perhitungan f(Sj) ini merupakan nilai aktivasi pada unit pengolah j. Nilai ini dikirimkan ke seluruh keluaran unit j. Setelah perambatan maju selesai dikerjakan maka jaringan siap melakukan perambatan mundur.

Pada perambatan mundur yang dilakukan adalah menghitung galat dan mengubah bobot-bobot pada semua interkoneksinya. Di sini galat dihitung pada

(30)

semua unit pengolah dan bobotpun diubah pada semua sambungan. Perhitungan dimulai dari lapisan keluar dan mundur sampai lapisan masukan. Hasil keluaran dari perambatan maju dibandingkan hasil keluaran yang diinginkan. Berdasarkan perbedaan ini kemudian dihitung galat untuk tiap-tiap lapisan pada jaringan. Pertama-tama dihitung galat untuk lapisan keluaran (Gambar 6.a), kemudian bobot-bobot setiap sambungan yang menuju lapisan keluaran disesuaikan. Setelah itu dihitung harga galat pada lapisan tersembunyi (Gambar 6.b) dan dihitung perubahan bobot yang menuju ke lapisan tersembunyi. Demikian proses dilakukan mundur sampai ke lapisan masukan secara iteratif.

Jika j adalah salah satu unit pada lapisan keluaran maka galat lapisan keluaran dapat dihitung dengan rumus :

δj = (tj – yj) f’(Sj) ... (2.3) Dengan :

tj = keluaran yang diinginkan dari unit j yj = keluaran dari unit j

f’(Sj) = turunan pertama dari fungsi sigmoid Sj = hasil penjumlahan berbobot.

Gambar 6. Fungsi Sigmoid Beserta Turunannya.

Jika j adalah suatu lapisan tersembunyi, maka galat lapisan tersembunyi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

[

k kj

.

'

]

(

j

)

k

j

=

δ

w

f

S

(31)

∆wji = α.δj.xi ... (2.5) Dengan :

∆wji = perubahan bobot dari unit i ke unit j

α = laju belajar (learning rate) δj = galat lapisan tersembunyi xi = masukan yang berasal dari unit i

Variabel α menyatakan suatu konstanta belajar yang berharga antara 0.25-0.75. Nilai ini menunjukkan kecepatan belajar dari jaringan. Nilai yang terlalu tinggi dapat menyebabkan jaringan menjadi tidak stabil sedangkan nilai yang terlalu kecil dapat menjadikan waktu belajar yang lama. Oleh karena itu pemilihan nilai α harus seoptimal mungkin agar didapatkan proses belajar yang cepat.

Dalam hal cara memodifikasi bobot (weight), pada propagasi balik standar, perubahan bobot didasarkan atas gradien yang terjadi untuk pola yang dimasukkan saat itu. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya (disebut momentum) yang dimasukkan (Jong 2005). Jadi tidak hanya pola masukkan terakhir saja yang diperhitungkan. Penambahan momentum dimaksudkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain (outlier). Apabila beberapa data terakhir yang diberikan ke jaringan memiliki pola serupa (berarti arah gradien sudah benar), maka perubahan bobot dilakukan secara cepat. Namun apabila data terakhir yang dimasukkan memiliki pola yang berbeda dengan sebelumnya, maka perubahan dilakukan secara lambat.

Algoritma selengkapnya pelatihan jaringan backpropagation adalah sebagai berikut (Fausett 1994):

Langkah 0 : Inisialisasi bobot-bobot (tetapkan dalam nilai acak kecil) Langkah 1 : Bila syarat berhenti adalah salah, kerjakan langkah 2 sampai 9. Langkah 2 : Untuk setiap pasangan pelatihan, kerjakan langkah 3 sampai 8.

Umpan maju :

Langkah 3 : Tiap unit masukan (xi, i = 1,....,n) menerima isyarat masukan xi dan diteruskan ke unit-unit tersembunyi.

(32)

Langkah 4 : Tiap unit tersembunyi (zj, j = 1,...,p) menjumlahkan isyarat masukan berbobot, ij n i i oj j v xv in z

= + = 1 _ ... (2.6) dengan menerapkan fungsi aktivasi hitung :

zj = f(z-inj) ... (2.7) dan kirim isyarat ini ke unit-unit keluaran.

Gambar 7. Backpropagation Dengan Satu Lapisan Tersembunyi

Langkah 5 : Tiap unit keluaran (yk, k = 1,....,m) menjumlahkan isyarat masukan berbobot, jk p j j ok k w z w in y

= + = 1 _ ... (2.8) dengan menerapkan fungsi aktivasi hitung,

yk = f(y_ink) ... (2.9)

Perambatan Balik Galat :

Langkah 6 : Tiap unit keluaran (yk, k = 1,...,m) menerima pola sasaran berkaitan dengan pola pelatihan masukannya.

(33)

Hitung galat informasi :

δk = (tk – yk) f’(y_ink) ... (2.10) Hitung koreksi bobot dan prasikapnya:

∆ wjk = α δk zj ... (2.11)

∆ w0k = α δk ... (2.12) Langkah 7 : Tiap unit tersembunyi (zj, j = 1,....,p) menjumlahkan delta

masukan-nya (dari unit-unit di lapisan atasmasukan-nya).

w

jk m k k j in

= = 1 _ δ δ ... (2.13) Hitung galat informasinya :

δj = δ_inj f’(z_inj) ... (2.14) Hitung koreksi bobot dan prasikapnya :

∆vij = α δj xi ... (2.15)

Perbaharui bobot dan prasikapnya :

Langkah 8 : Tiap unit keluaran (yk, k=1,...,m) memperbaharui bobot-bobot dan prasikapnya (j=0,1, ....,p)

wjk(baru) = wjk(lama) + ∆wjk ... (2.16) Tiap unit tersembunyi (zj, j=1,...,p) memperbaharui bobot dan prasikapnya (i=0,1,…,n);

vij(baru) = vij(lama) + ∆vij ... (2.17) Langkah 9 : Uji syarat berhenti.

Prosedur pembaharuan bobot-bobot dapat dimodifikasi dengan menggunakan momentum. Dengan menambahkan momentum ke dalam rumus pembaharuan bobot, biasanya konvergensi akan lebih cepat dicapai. Dalam pembaharuan bobot menggunakan momentum, nilai bobot pada iterasi ke (t+1) ditentukan oleh nilai bobot pada iterasi ke t dan ke (t-1).

Rumus pembaharuan bobotnya adalah sebagai berikut :

( ) ( 1)

) ( ) 1 (t+ =w t + z + w tw twij jk αδk j µ jk jk atau, ) ( ) 1 (t z w t wij + = k j + ∆ ij ∆ αδ µ ... (2.18)

(34)

dan,

( ) ( 1)

) ( ) 1 (t+ =v t + x + v tv tvij jk αδj i µ jk jk atau, ) ( ) 1 (t x v t vij + = j i + ∆ ij ∆ αδ µ ... (2.19) Dengan : x1..xn : masukan y1..yn : keluaran

z1..zn : nilai lapisan tersembunyi

vij : bobot antara lapisan masukan dan lapisan tersembunyi wjk : bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran

δ : galat informasi

α : kecepatan atau laju belajar µ : momentum

Kecepatan konvergensi juga dapat ditingkatkan dengan memodifikasi laju belajar menjadi adaptive yang berubah selama proses pelatihan. Jika galat yang muncul lebih besar daripada galat sebelumnya maka nilai bobot-bobot, prasikap, keluaran, dan galat yang baru diabaikan, dan nilai laju belajar diturunkan. Jika galat yang muncul lebih kecil daripada galat sebelumnya, maka nilai bobot-bobot, prasikap, keluaran, dan galat yang baru disimpan, dan laju belajar ditingkatkan.

2.5. Mean Square Error (MSE)

Jaringan syaraf tiruan propagasi balik dilatih dengan metode belajar terbimbing. Pada metode ini jaringan diberi sekumpulan pasangan pola yang terdiri dari pola masukan dan pola yang diinginkan. Pelatihan dilakukan berulang-ulang sehingga dihasilkan jaringan yang memberikan tanggapan yang benar terhadap semua masukannya.

Perhitungan kesalahan (error) merupakan pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik, sehingga jika dibandingkan dengan pola yang baru akan dengan mudah dikenali. Kesalahan (error) pada keluaran jaringan merupakan selisih antara keluaran sebenarnya (current output) dan keluaran yang diinginkan (desired output) atau target.

(35)

Selisih yang dihasilkan antara keduanya biasanya ditentukan dengan cara dihitung menggunakan persamaan :

- Sum Square Error (SSE) : 2 ) ( jp j jp p Y T SSE=

− ... (2.20) - Mean Square Error (MSE) :

j pn n SSE MSE . = ... (2.21) - Root Mean Square Error (RMSE) :

MSE

RMSE= ………..…..……….. (2.22)

Dimana :

Tjp = nilai keluaran yang diinginkan atau target jaringan syaraf Yjp = nilai keluaran jaringan syaraf

np = jumlah seluruh pola nj = jumlah keluaran

2.6. Transformasi Data

Sebelum menggunakan data dengan metode atau teknik yang akan diterapkan, kita harus melakukan praprosesing terhadap data. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dalam pemakaian teknik-teknik

machine learning atau data mining. Dalam beberapa hal, praprosesing bisa membuat nilai data menjadi lebih kecil tanpa merubah informasi yang dikandungnya. Ada beberapa cara transformasi data yang dilakukan sebelum menerapkan suatu metode, antara lain adalah normalisasi atau scaling adalah prosedur mengubah data sehingga berada dalam skala tertentu (Santosa 2007). Skala ini bisa antara (0,1), (-1,1) atau skala lain yaang dikehendaki. Misalkan kita akan mentransformasi data beban listrik, data beban tersebut akan dikonversi ke dalam skala atau rentang nilai antara 0 sampai dengan 1. Dalam hal ini batas bawah (BB) adalah 0 dan batas atas (BA) adalah 1. Jika nilai maksimum tiap kolom adalah Xmax dan nilai minimumnya adalah Xmin, untuk mengubah data ke skala baru, untuk setiap data bisa dilakukan rumus :

X’ = BA BB BB X X X X + − − − *( ) min max min ... (2.23)

(36)

2.7. Missing Value

Jika suatu set data mempunyai beberapa pengamatan dengan missing value

(record dengan beberapa nilai variabel tidak ada), maka ada beberapa cara mengatasinya. Kalau jumlah datanya besar, maka pengamatan dengan missing value

bisa diabaikan. Ini dengan pertimbangkan bahwa pengamatan yang serupa masih banyak ditemukan di dalam data. Jika jumlah pengamatan terbatas atau kecil, maka missing value bisa diganti dengan nilai rata-rata dari variabel yang bersangkutan.

2.8. Penelitian Terdahulu

Sebenarnya penelitian atau riset terdahulu tentang prediksi beban listrik menggunakan jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) bukanlah hal baru, namun telah banyak dilakukan baik oleh peneliti luar maupun peneliti dalam negeri sendiri, antara lain sebagai berikut :

1) El-Sharkawi (1991). Short Term Electric Load Forecasting Using An Adaptively Trainer Layered Perceptron, IEEE.

2) Lee dan Park (1992). Short Term Load Forecasting Using an Artificial Neural Network, IEEE.

3) Karmila (2006). Pengembangan Jaringan Syaraf Tiruan pada Pemodelan Prakiraan Beban Listrik Jangka Pendek (Studi Kasus beban listrik Region I Jakarta-Banten).

4) Adepoju et al. (2007). Application of Neural Network to Load

Forecasting in Nigerian Electrical Power System, The Pacific Journal of Science Technology.

Hasil penelitian dari para peneliti tersebut di atas adalah Jaringan Syaraf Tiruan dapat digunakan untuk melakukan prediksi atau prakiraan beban listrik relatif lebih baik atau lebih akurat dari metode konvensional berbasis statistik.

(37)

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Permasalahan yang akan dijawab atau tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek atau untuk mendapatkan besar beban listrik jam per jam selama satu hari ke depan (besok), yang dapat digunakan para operator dalam pengendalian dan pen-jadualan mesin pembangkit listrik.

Untuk melakukan prakiraan beban listrik, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mempelajari dan mengevaluasi pola-pola beban setiap hari dalam satu minggu sampai beberapa minggu. Pola beban dalam setiap hari, menunjukkan perilaku konsumen atau pelanggan dalam menggunakan atau memanfaatkan tenaga listrik. Beban pada saat ini (current load) diakibatkan atau dipengaruhi oleh beban beberapa waktu berlalu (Lee dan Park 1992), misalnya beban pada hari Rabu dipengaruhi oleh beban pada hari Senin dan Selasa. Dengan kata lain, beban listrik pada jam ke-49 dipengaruhi oleh beban listrik yang terjadi 48 jam sebelumnya.

Kerangka pemikiran untuk membangun suatu model prediksi/prakiraan beban listrik tersebut diperlihatkan seperti diagram alir berikut. Diagram alir ini memperlihatkan tahapan-tahapan ataupun proses-proses yang akan dilakukan dalam rencana penelitian ini.

1. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari rencana penelitian ini. Prakiraan beban listrik beberapa waktu (satu hari sampai satu minggu) ke depan diperlukan dalam rangka membuat penjadualan sebagai pedoman bagi operator dalam pengoperasian mesin pembangkit listrik. Metode yang digunakan oleh pihak PLN selama ini adalah metode koefisien beban. Metode ini relatif sulit dilakukan dan memerlukan keahlian khusus serta pengalaman dalam memahami karakteristik beban (listrik) suatu daerah, sehingga tersedianya suatu metode alternatif yang cukup akurat dan relatif lebih mudah dilakukan untuk memprediksi beban masih diperlukan.

(38)
(39)

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan dan melengkapi data yang diperlukan untuk melakukan penelitian, dalam hal ini adalah berupa data historis beban listrik dan temperatur udara kota Pontianak beberapa bulan yang lalu. Data tersebut berupa data beban listrik harian yang memperlihatkan perilaku beban listrik Kota Pontianak, berupa besar beban listrik dalam Mega-Watt (MW) dan waktu terjadinya beban tersebut dalam setiap hari (24 jam). Data tersebut diperoleh di PT. PLN Wilayah Kalbar (Unit Sektor Kapuas) untuk data beban listrik, sedangkan data atau informasi tentang temperatur udara harian berupa data temperatur minimum, rata-rata dan maksimum Kota Pontianak yang didapat di Badan Meteorologi dan Geofisika Supadio Pontianak. Kedua jenis data historis (beban listrik dan temperatur) tersebut di atas adalah data harian dengan rentang waktu Januari 2007 – Mei 2007.

3. Praproses Data

Praproses data dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memperlakukan data beban listrik dan temperatur udara agar dapat diproses atau diterapkan pada model JST yang akan dikembangkan, beberapa tahapan dapat disampaikan sebagai berikut :

a) Koreksi Data

Koreksi terhadap data perlu dilakukan, baik terhadap record data beban listrik maupun temperatur udara yang hilang (miss value) dengan cara yang dapat dibenarkan yaitu dengan mengganti nilai tersebut dengan nilai rata-rata.

b) Normalisasi Data

Normalisasi data diperlukan dengan maksud untuk mempermudah proses perhitungan yaitu dengan mentransformasi nilai data kedalam range atau rentang nilai tertentu. Misalnya range data ditransformasi menjadi antara 0 dan 1, artinya data minimal adalah 0 dan data maksimal adalah 1. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan ataupun metode aktivasi yang diterapkan pada model JST yang dikembangkan.

(40)

4. Data Training dan Testing

Membagi data tersebut menjadi 2 (dua) bagian, untuk keperluan pelatihan (data training) dan pengujian (data testing) agar menjadi data sebagai input (vektor input) maupun sebagai target (output) yang sesuai dengan model JST yang dikembangkan.

5. Rancangan Model dengan Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Rancangan model prakiraan beban listrik jangka pendek dilakukan dengan membangun Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan metode pembelajaran backpropagation atau propagasi balik, kemudian melakukan perubahan pada

learning rate dan jumlah neuron pada hidden layer dengan trial and error, dengan harapan agar terjadinya konvergen menjadi lebih cepat.

6. Pengujian Model

Pengujian pada model JST dilakukan untuk mengetahui ketepatan atau akurasi hasil atau ouput dari model prakiraan yang dibangun, dibandingkan dengan besar beban listrik yang sebenarnya (beban real).

7. Model Prakiraan Beban Listrik

Model prakiraan yang telah dilakukan pengujian, telah siap untuk melakukan prakiraan beban listrik beberapa waktu kedepan dengan meng-inputkan data baru yang belum pernah dipakai pada proses training.

3.2 Data dan Alat

Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data historis beban listrik dan data temperatur udara Kota Pontianak untuk wilayah/area yang menjadi fokus penelitian. Data tersebut diperoleh di PT. PLN Wilayah Kalbar dan Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika Supadio Pontianak ataupun unit/satuan kerja lain yang terkait. Alat-alat dan software (tool) yang digunakan diantaranya, seperangkat Personal Computer (Notebook) dengan spesifikasi Processor type Intel Pentium-4 1.8 GHz, RAM 512 Mb, Hardisk 60 Gb, dan software Matlab versi 7.0, dan Microsoft Office 2003 untuk pengetikan dan dokumentasi penelitian.

(41)

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Juni 2007 dan direncanakan akan selesai pada April 2008 bertempat di Laboratorium Komputer Program Magister Ilmu Komputer FMIPA-Institut Pertanian Bogor di Baranangsiang Bogor.

(42)

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI MODEL JST

4.1. Desain Arsitektur Model JST

Rancangan arsitektur model JST yang akan dikembangkan disesuaikan dengan aplikasi yang akan dikembangkan. Untuk melakukan prediksi atau prakiraan beban listrik yang memerlukan data atau pola beban atau input yang relatif besar, jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net) dengan algoritma backpropagation

dan metode pembelajaran terawasi (learning supervised) merupakan pilihan yang baik. Pada jaringan (model JST) diberikan sepasang pola yang terdiri dari pola masukan dan pola yang diinginkan atau target.

Data beban yang digunakan sebagai input bagi model JST yang dikembangkan adalah data beban listrik setiap jam dalam sehari (beban selama 24 jam) dari bulan Januari 2007 s/d Mei 2007. Untuk data temperatur yang akan digunakan atau menjadi masukan bagi model JST adalah temperatur udara harian yang terdiri dari temperatur minimum, maksimum dan rata-rata.

Dengan besarnya data yang akan digunakan dan relatif kompleksnya persoalan yang harus diselesaikan maka model JST yang akan dikembangkan adalah JST dengan arsitektur multilayer net yang terdiri dari 3 (tiga) layer (lapisan) yaitu :

- Satu lapisan input yang terdiri dari beberapa neuron yang jumlahnya disesuaikan pola input.

- Satu lapisan tersembunyi dengan beberapa neuron yang jumlahnya dilakukan dengan coba-coba (trial and error), yang dipilih adalah yang menghasilkan konvergensi dengan jumlah iterasi (epoch) paling sedikit.

- Satu lapisan output/keluaran yang terdiri dari bebarapa neuron tergantung pola keluaran yang diinginkan.

4.2. Penentuan Pola Input dan Ouput A. Pola Input

- Data beban listrik per hari yang memperlihatkan besar beban listrik dalam setiap jam selama 24 jam.

(43)

Temperatur hari ini (3) Temperatur kemarin (3) Beban kemarin (24)

Beban hari ini (24) Beban besok (24)

(Hasil Prediksi) - Beban listrik atau pola beban listrik besok (yang akan datang) dipengaruhi

oleh pola beban kemarin dan hari ini. B. Pola Ouput

Keluaran yang diharapkan dari model atau jaringan adalah berupa prediksi atau prakiraan pola beban listrik besok (mendatang) atau besar beban listrik jam per jam selama 24 jam. Dengan demikian jumlah neuron keluaran jaringan adalah 24 neuron.

Variabel yang mempengaruhi perilaku beban listrik adalah temperatur udara sehingga data atau record tentang kondisi suhu udara pada hari yang sama dengan terjadinya suatu beban dimasukkan sebagai input jaringan yang terdiri dari temperatur minimum, maksimum dan rata-rata.

Berikut adalah gambar diagram blok dari model JST yang akan dikembangkan :

Gambar 9. Diagram Blok Model JST

Tabel 1. Input-Output Model Jaringan

Input Model JST (Xn) Keterangan

X1,...,X24 Data beban listrik kemarin jam per jam selama 24 jam, 24 neuron input

X25,...,X48 Data beban listrik hari ini jam per jam selama 24 jam, 24 neuron input.

X49 - X51 Data suhu udara kemarin (Tmin, Tavg, Tmaks), 3 neuron input

X52 - X54 Data suhu udara hari ini (Tmin, Tavg, Tmaks), 3 neuron input

(44)

Output Model JST (Yn) Keterangan

Y1,...,Y24 Keluaran dari model JST berupa besar beban listrik

besok (prakiraan) jam per jam selama 24 jam, 24 neuron output

Jumlah varibel yang menjadi input bagi model JST adalah 54.

Jumlah data atau banyaknya pola beban yang akan digunakan pada model JST pada penelitian ini adalah data beban listrik dan temperatur harian dari bulan Januari 2007 s/d Mei 2007 (5 bulan).

Gambar 10. Arsitektur Model JST yang dikembangkan

4.3. Praproses Data

- Data beban listrik dan temperatur dibagi menjadi 2 (dua) bagian, 138 pola data digunakan sebagai data untuk men-training model JST sedangkan sisanya atau 7 pola data digunakan untuk pengujian model.

- Fungsi aktivasi yang diterapkan pada jaringan adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki rentang nilai antara 0 s/d 1, sehingga data beban listrik dan temperatur udara perlu dilakukan normalisasi data dengan menggunakan persamaan (2.23).

(45)

4.4. Algoritma Pembelajaran Jaringan

Algoritma pembelajaran yang diterapkan pada model prediksi JST adalah propagasi balik (backpropagation) dengan metode supervised learning (pembelajaran terawasi), dimana ada nilai target yang akan dicapai oleh keluaran (output) jaringan/model JST yang dikembangkan.

4.5. Hasil Pelatihan Model JST

Kinerja dari model JST dinyatakan dengan MSE (mean square error) yang merupakan ukuran ketepatan atau kemampuan model JST dalam mencapai nilai target atau nilai yang diinginkan.

Pelatihan propagasi balik (backpropagation) menggunakan metode pencarian titik minimum untuk mencari bobot dengan error minimum. Pada proses pencarian ini dikenal 2 macam mode yaitu metode incremental dan metode kelompok (batch). Dalam metode incremental, bobot diubah setiap kali pola masukan diberikan ke jaringan. Sebaliknya, dalam mode kelompok, bobot diubah setelah semua pola masukan diberikan ke jaringan. Error yang terjadi dalam setiap pola masukan dijumlahkan untuk menghasilkan bobot baru.

Metode yang paling sederhana untuk merubah bobot adalah metode penurunan gradien (gradient descent). Bobot dan bias diubah pada arah dimana unjuk kerja fungsi menurun paling cepat, yaitu dalam arah negatif gradiennya.

Untuk mencapai konvergensi yang lebih cepat model yang dikembangkan diatur pada learning rate, jumlah neuron pada lapisan tersembunyi (hidden layer) serta dengan mengubah fungsi pelatihan atau training functions (traingd, traingda, traingdx, traingdm, traincgf, traincgp, traincgb).

Pada penelitian ini banyaknya data (pola data) yang digunakan untuk training adalah 138 pola. Dengan mencoba berbagai nilai atau besaran untuk learning rate

dan jumlah neuron hidden layer, dimulai dengan learning rate 0.1, 0.2,...,1 kemudian jumlah neuron pada hidden layer menggunakan kelipatan 10 (10, 20, 30,...,280) sedangkan training function yang digunakan adalah Traingd. Selanjutnya dengan cara atau kombinasi yang sama digunakan training functions traingda, traingdx, traingdm, traincgf, traincgp, traincgb. Dari hasil coba-coba (trial and error) didapat nilai 0.5 untuk learning rate dan 220 untuk jumlah neuron hidden layer. Pada nilai

(46)

tersebut ketika training dilakukan, proses iterasi yang terjadi pada model JST menghasilkan nilai MSE yang semakin baik atau terjadi konvergen menjadi lebih cepat.

Berikut ini adalah ilustrasi hasil pelatihan terhadap model jaringan syaraf tiruan yang dibangun dengan menerapkan beberapa fungsi pelatihan (training function).

Untuk learning rate = 0.5 dengan jumlah neuron hidden layer = 220 dan fungsi pelatihan traingd :

0 500 1000 1500 2000 2500 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100 2500 Epochs T ra ini ng -B lu e G oa l-B la c k Performance is 0.0128382, Goal is 0.0001

(47)

Untuk learning rate = 0.5 dengan jumlah neuron hidden layer = 220 dan fungsi pelatihan traingda :

0 500 1000 1500 2000 2500 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100 2500 Epochs T rai ni ng -B lue G o al -B lac k Performance is 0.005257, Goal is 0.0001

Gambar 12. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traingda

Untuk learning rate = 0.5 dengan jumlah neuron hidden layer = 220 dan fungsi pelatihan traingdx :

0 500 1000 1500 2000 2500 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100 2500 Epochs T rai ni ng -B lu e G oa l-B lac k Performance is 0.00311258, Goal is 0.0001

(48)

Untuk learning rate = 0.5 dengan jumlah neuron hidden layer = 220 dan fungsi pelatihan traingdm :

0 500 1000 1500 2000 2500 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100 2500 Epochs T rai ni ng -B lu e G oa l-B lac k Performance is 0.0134572, Goal is 0.0001

Gambar 14. Grafik performance JST dengan fungsi pelatihan traingdm

Untuk learning rate = 0.5 dengan jumlah neuron hidden layer = 220 dan fungsi pelatihan traincgf :

0 500 1000 1500 2000 2500 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100 2500 Epochs T rai ni ng -B lu e G oa l-B lac k Performance is 0.00191028, Goal is 0.0001

Gambar

Gambar 1. Struktur Unit Jaringan Syaraf Tiruan
Gambar 2. Jaringan Syaraf Tiruan dengan 3 Lapisan
Gambar 3. Jaringan Syaraf Tiruan dengan Banyak Lapisan
Gambar 4. Tiga Lapisan Jaringan Propagasi Balik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari pelatihan adalah agar Jaringan Syaraf Tiruan melakukan proses pengenalan pola-pola data tinggi signifikan pasang surut laut yang ada yakni data tinggi

Tujuan dari pelatihan adalah agar Jaringan Syaraf Tiruan melakukan proses pengenalan pola-pola data tinggi signifikan pasang surut laut yang ada yakni data tinggi

Penemuannya mengatasi kelemahan jaringan syaraf tiruan dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan jaringan syaraf tiruan merupakan generalisasi aturan delta

Akurasi yang di dapat dalam pengenalan tanda tangan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Back-Propagation adalah 81.78%, dengan Jaringan Syaraf Tiruan Self Organizing Map 71.83%..

Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Berdasarkan jumlah lapis (layer), arsitektur jaringan syaraf tiruan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu jaringan

Suatu sistem jaringan syaraf tiruan memproses sejumlah besar informasi secara paralel dan terdistribusi hal ini terinspirasi oleh kinerja oleh model kerja otak

Untuk itu diperlukan suatu metoda Jaringan Syaraf Tiruan yang dapat meminimalisir masalah yang mungkin timbul pada sistem jaringan saraf tiruan yang dibuat,

Sekilas Tentang Artikel Kata Kunci:  Kecerdasan Buatan Jaringan  Jaringan Syaraf Tiruan  Pemodelan Sistem Energi  Keamanan Pasokan Listrik  Pembelajaran Mesin Machine Learning