• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN CARL GUSTAV JUNG TENTANG TEORI KEPRIBADIAN (Implikasinya Terhadap Interaksi Sosial) Feiby Ismail 1 Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMIKIRAN CARL GUSTAV JUNG TENTANG TEORI KEPRIBADIAN (Implikasinya Terhadap Interaksi Sosial) Feiby Ismail 1 Abstrak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN CARL GUSTAV JUNG TENTANG TEORI KEPRIBADIAN (Implikasinya Terhadap Interaksi Sosial)

Feiby Ismail1 Abstrak

Teori kepribadian menurut Carl Gustav Jung membahas berbagai hal penting diantaranya konsepnya tentang Ego, Ketidaksadaran Personal dan ketidaksadaran kolektif. Jung meyakini manusia dipengaruhi oleh warisan masa lalu dari pendahulunya, kemudian membentuk kepribadian secara tidak sadar. Kepribadian tersebut terbentuk melalui proses yang panjang dari generasi ke generasi. Dalam konsepnya, Jung juga membagi beberapa arketipe seperti Persona, Anima dan animus, shadow(bayang-bayang), dan self (diri). Baginya manusia sebagai persona sedang memainkan peran yang bukan jati diri sebenarnya. Demikian pula dengan anima dan animus yang merupakan dua sisi feminim dan maskulin manusia, sedangkan shadow (bayang-bayang) adalah insting binatang sebagai warisan evolusi manusia. Pada akhirnya, semua arketipe ini menyatu dalam diri (self) yang menjadi pusat dari semua sistem kepribadian. Untuk dapat berinteraksi dengan baik dalam kehidupan sosial, karakteristik psikologis tersebut perlu dipahami sebagai kekhasan manusia. Sehingga akan dengan mudah kita memaknai setiap tingkah laku yang dilahirkan dalam hubungan dengan sesama. Bila tingkah laku dan kekhasan itu tidak diartikan dengan baik maka yang terjadi adalah seringnya kesalahpahaman hanya karena tingkah laku yang tidak sesuai. Setiap manusia memiliki kebebasan sosial, namun kebebasan itu memiliki batasan karena orang lain memiliki kebebasan dan hak yang sama dalam lingkungan yang sama.

Kata Kunci: Personality: Kepribadian. Arketipe: Pikiran (ide) dengan unsur emosi yang besar.

Definisi Kepribadian

Kata kepribadian berasal dari bahasa Inggris yaitu personality. Kata ini juga berakar kata dari bahasa Latin yaitu persona yang berarti topeng. Artinya topeng yang digunakan oleh aktor dalam permainan atau pertunjukan. Seperti

(2)

lazimnya dalam suatu pementasan, para aktor memainkan peran yang diinginkan dalam skenario. Ia harus menjadi diri lain dan bukan menjadi dirinya sendiri.

Namun dalam perkembangannya orang menerjemahkan kata kepribadian untuk menggambarkan jati diri dan kesan umum yang ditimbulkan seseorang ketika bertemu dan melihat tingkah lakunya. Dalam Teori Kepribadian karangan Syamsu Yusuf LN dan A. Juntika Nurihsan, Dashiell mengatakan bahwa kepribadian adalah gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi.2 Sedangkan Gordon Allport memberikan gambaran yang lebih luas tentang kepribadian, menurutnya kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya (Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjusment with environments”).3 Di sisi lain George Kelly memandang kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.4

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepribadian memfokuskan pada human behaviour atau tingkah laku manusia dalam usahanya menyesuaaikan diri dengan lingkungannya. Kepribadian (personality) dapat dipahami sebagai salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran dan kajian para ahli yang berkaitan dengan gejala-gejala psikologis pada individu. Oleh karena itu, objek kajian kepribadian tidak akan jauh dari perilaku manusia (human behaviour), terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut.5 Dalam usaha

meemahami tentang perilaku manusia yang sangat bervariasi, para ahli tentunya melihatnya dari berbagai sisi sehingga melahirkan pemikiran yang variatif pula. Demikian pula dengan beragamnya sikap dan perilaku manusia akan terus memunculkan berbagai teori.

2 Syamsu Yusuf LN, dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2008) h. 3

3 Ibid. h. 4

4 E. Koswara, Teori-Teori Kepribadian (Cet. II ; Bandung, PT. Eresco), h. 11. 5 Syamsu Yusuf LN.op.cit h. 1

(3)

Carl Gustav Jung dan Teori Kepribadian

Dalam Introduction to Theories Of Personality, disebutkan bahwa:

For Jung, the personality, or psyche (from the Greek for “spirit” or “soul” ; now also “mind”.), embraces all thought, feeling, and behaviour, conscious and unconscious. The psyche guides us in adapting to our social and physical environment.6

Jung memberikan definisinya tentang kepribadian sebagai psyche atau jiwa (psyche = diambil dari bahasa Yunani untuk kata “spirit (semangat)”, atau “soul (jiwa)”; sekarang juga biasa disebut “mind”), merangkul semua pemikiran, perasaan, tingkah laku, sadar dan ketidaksadaran. Jiwa (psyche) membimbing kita untuk beradaptasi terhadap lingkungan kita baik secara fisik ataupun sosial.

Dalam teori kepribadian, bersama Sigmund Freud, Carl Gustav Jung dikenal sebagai penemu Teori Psikologi Analitik. Pemikiran-pemikiran Carl Gustav Jung dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan filosofi pada abad ke-19, seperti contoh aplikasi tentang teori evolusi dalam pengertian kehidupan manusia, penemuan-penemuan dalam arkeologi, ilmu tentang perbandingan budaya manusia. Sebagai orang yang terlahir dari ayah yang pendeta dan ibunya adalah putri seorang Teolog, kehidupan Jung banyak dipengaruhi oleh aktifitas spiritual dan mistik. Hal ini juga yang kemudian memberikan pengaruh pada pemikiran Jung bahwa kepribadian manusia tidak terlepas dari apa yang terjadi di masa lalu terkait dengan kegiatan spritual dan mistik.

Selain sebagai ahli psikologi, Carl Gustav Jung juga tertarik untuk membahas filsafat, astrologi, sosiologi, sastra dan seni. Hal ini dibuktikan dengan karya-karyanya dalam bidang tersebut. Namun yang paling kontroversial adalah teorinya tentang ketidaksadaran kolektif (collective unconscious) sebagai salah

6 Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Introduction to Theories Of Personality (New York:

(4)

satu dari konsepnya tentang kepribadian manusia yang tersusun dari ego, ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif.

Pemikiran Jung tentang kepribadian manusia menarik untuk ditelaah karena berhasil mengungkap hubungan antara kejadian masa lalu dengan kejadian saat ini yang terjadi pada individu, sebab Jung meyakini bahwa manusia saat ini secara psikis dipengaruhi oleh bayangan-bayangan masa lampau dari nenek moyangnya. Pengaruh itu yang secara tidak sadar telah membentuk kebiasaan atau tingkah laku manusia saat ini. Menurut Jung, manusia dilahirkan dengan

membawa banyak kecenderungan yang diwariskan oleh leluhurnya,

kecenderungan ini membimbing tingkah lakunya dan sebagian menentukan apa yang akan disadarinya dan diresponnya dalam dunia pengalaman.

Kepribadian terdiri dari beberapa sistem yang dioperasikan dalam tiga tingkat dari sebuah kesadaran. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan tentang pandangan Jung tentang Kesadaran atau Ego, ketidaksadaran personal (Personal Unconscious) dan ketidaksadaran kolektif (Collective Unconscious).7

- Ego

Ego menjadi unsur yang menentukan persepsi, pemikiran, perasaan dan ingatan yang memasuki kesadaran dalam otak kita. Sehingga dengan demikian, apa yang memasuki otak kita adalah hasil dari saringan atau proses seleksi. Kesadaran nampak pada awal kehidupan, mungkin bahkan sebelum proses kelahiran. Secara perlahan, kesadaran dibedakan dari kelahiran pada umumnya, atau kenyataan, kesadaran atas rangsangan. Sebagai contoh, seorang bayi belajar untuk membedakan antara setiap individu dari anggota keluarganya dan untuk membedakan muka-muka yang dikenalinya dengan muka-muka asing yang tidak dikenalinya. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Jung, satu yang dihasilkan dari proses perbedaan ini adalah sifat ego. Sebagai pengorganisasian dari pikiran atas kesadaran, ego memainkan peranan penting dalam aturan

(5)

gatekeeper (penjaga); yang menentukan persepsi, pemikiran, perasaan, dan ingatan yang akan memasuki pintu kesadaran dalam otak kita. Jika ego tidak melakukan seleksi maka kita akan terkungkung dalam pengalaman yang membuat pikiran kalut. Melalui penyaringan pengalaman yang pernah dialami, ego berusaha untuk memelihara koherensi dengan kepribadian dan juga untuk memberikan perasaan atas identitas dan berkesinambungan.

Dalam interaksi kehidupan manusia dengan lingkungan sekitarnya baik dengan alam dan sesama manusia, banyak sekali pengalaman yang akan terlihat namun tidak semuanya secara otomatis dimasukkan alam dirinya sebagai suatu yang dapat dijadikan pegangan dan pengalaman fungsional. Oleh karena itu, ego dengan kesadarannya akan memberikan saringan melalui proses filtrasi, inilah yang dapat orang yang memiliki kesadaran untuk membedakan dua hal baik-buruk, sesuai-tidak sesuai, layak-tidak layak, dan lain sebagainya. Seseorang yang memiliki kesadaran akan melakukan itu dengan baik dalam interaksi dengan lingkungannya. Tujuan utama proses ini adalah agar seseorang individu dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungannya.

- Ketidaksadaran Personal

Banyak sekali pengalaman yang dialami oleh setiap manusia, namun dari sekian banyak pengalaman tersebut banyak yang telah hilang karena terlupakan atau sengaja direpresi (ditekan) sehingga tidak membuatnya menjadi sebuah kesan kesadaran, pada akhirnya pengalaman-pengalaman tersebut akan masuk ke dalam ketidaksadaran personal. Setiap kita pernah mengalami suatu pengalaman, kemdian mengingatnya dan tanpa disadari melupakan pengalaman itu. Namun dalam suatu kondisi kita akan dapat mengingatnya kembali tanpa disadari. Sebagai bagian yang paling penting, isi-isi didalamnya dengan mudah digapai oleh ketidaksadaran; sebagai contoh, pada saat anda menjadi dosen, anda terkadang tidak sadar akan amarah yang terjadi dengan kata-kata yang anda keluarkan dengan teman anda sebelum kelas dimulai, tetapi anda dapat dengan mudah mengingat argument itu kembali ketika kelas telah berakhir.

(6)

Melalui ketidaksadaran personal ini, sekelompok ide mungkin terikat bersamaan menjadi sebuah bentuk yang disebut oleh Jung sebagai suatu yang kompleks. Jung melakukan pencarian tentang kompleks dalam penelitian mengenai kata. Kata kompleks telah menjadi sebuah bagian dari bahasa sehari-hari kita. Pada umumnya, sifat kompleks adalah ketidaksadaran, walaupun faktor-faktor yang berhubungan mungkin saja dapat menjadi sebuah kesadaran dari waktu ke waktunya.

Beberapa sifat yang kompleks mungkin dapat diarahkan untuk menjadi prestasi terkemuka. Dalam hal ini, Jung mengatakan bahwa pengalaman yang dialami pada masa awal kanak-kanak adalah sebuah pengalaman yang akan selalu diingat. Ada banyak impian dan obsesi yang terbentuk ketika massih anak-anak yang dapat menjadikan seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu.

- Ketidaksadaran Kolektif

Dalam ketidaksadaran kolektif ini, Jung mengemukakan bahwa ketidaksadaran yang kolektif disusun oleh gambaran-gambaran dengan bentuk pemikiran yang kuno atau jejak ingatan dari nenek moyang kita di masa lalu, bukan hanya masa lalu manusia tetapi juga masa lalu sebelum peradaban manusia dimulai, dan juga evolusi dari pertalian keluarga yang terdahulu. Dalam Introduction to Theories of Personality, Jung memberikan contoh dari lingkungan keluarga dengan sosok seorang ibu, karena dalam kehidupan manusia itu selalu ada kehadiran seorang ibu, gambaran dari kehadiran seorang ibu itu tergambarkan dalam ketidaksadaran kolektif yang kita miliki. Dan gambaran ini, sungguh terpisahkan dari pengalaman pribadi kita dari ibu kita sendiri, ini adalah gambaran atau pengertian secara universal.

Seorang ayah yang mendidik anaknya dengan sikap keras secara tidak sadar sementara menanamkan pada diri anaknya kesan keras dan hal itu akn turun temurun menjadi karakter anak itu. Sampai ketika anaknya menikah dan memiliki anak, maka ia akan mempraktekkan apa yang dilakukan oleh ayahnya terhadap dirinya sebagai bagian dari cara warisan dari orang tuanya terdahulu. Mungkin

(7)

juga cara tersebut merupakan warisan dari kakeknya dan seterusnya. Namun semua itu tidak disadari bahwa itu adalah sebagai warisan masa lalu dan hanya terjadi secara alamiah. Inilah yang termasuk dalam wilayah ketidaksadaran kolektif.

Arketipe

Arketipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar.8 Bentuk pikiran ini yang menciptakan gambaran atau visi yang dalam kehidupan sadar berkaitan dengan situasi tertentu. Misalnya arketipe tentang ibu akan menghasilkan tentang gambaran ibu disertai persepsi yang terbangun dari sikap ibu. Dalam dunia pendidikan dapat digambarkan bahwa jika sejak awal seorang guru telah menampilkan sosok yang penyayang, baik hati, suka membimbing dan mencintai siswanya, maka sosok itulah yang melekat dalam benak siswa tentang guru. Namun jika sebaliknya kesan buruk yang muncul sejak pertama kali, seperti pemarah, suka memukul dan tampilan yang menakutkan, maka kesan tersebut yang akan menjadi persepsi terhadap sosok guru. Ini dapat terbentuk karena seringnya kejadian dan pengalaman itu terjadi dan dilihat. Pengalaman yang konstan dan terulang inilah yang tertanam dalam ketidaksadaran kolektif dalam bentuk arketipe.

Ada banyak arketipe yang dijelaskan Jung, namun dalam bagian ini hanya akan dijelaskan 4 (empat) arketipe yang paling penting dalam pembentukan kepribadian dan tingkah laku manusia, yaitu : persona, anima dan animus, bayang-bayang (shadow), dan diri (self).

a. Persona

Persona adalah “topeng” yang dipakai seseorang sebagai respon atas tuntutan dari masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain, persona akan memainkan peran yang diinginkan orang-orang disekitarnya. Persona bukanlah gambaran sebenarnya dari kepribadian seseorang, karena ini sifatnya tentatif disebabkan

(8)

dorongan orang lain dan lingkungan. Tujuan topeng ini untuk menciptakan kesan tertentu pada orng-orang lain, ini merupakan lawan dari kepribadian privat yang berada di balik wajah sosial. Sebagai contoh, seseorang yang berprofesi sebagai guru atau dosen harus mampu menggunakan “topeng” sebagai guru atau dosen dengan kata lain ia harus menampilkan diri sebagai dosen. Yaitu figur yang mampu mengajarkan pengetahuan tertentu, menanamkan nilai-nilai kebaikan, sosok yang penyayang, pengayom dan memiliki kepribadian utama dan terbaik. Meskipun hal itu sebenarnya bukan bentuk asli dari jati dirinya. Ia berusaha sebaik mungkin menjalankan perannya dan menyembunyikan jati diri aslinya, karena itulah tuntutan orang dan lingkungan serta profesinya.

Demikian pula seorang bawahan atau staf dapat bertindak baik, penurut, taat dan tunduk didepan atasannya, bos atau direkturnya. Ia berusaha menampilkan peran sebagai bawahan yang baik, meskipun di kesempatan lain ia menyebut atasannya sebagai “tukang perintah”, otoriter, kurang peduli, dan lain-lain sehingga ia lebih sering main game di depan komputernya dibandingkan melaksanakan tugas dari atasannya. Namun akan kembali bekerja dengan baik ketika atasannya muncul secara tiba-tiba.

Dalam ranah yang lain, kita bisa melihat bagaimana seseorang yang bekerja sebagai aktor juga memakai “topeng” diri orang lain yang diperankannya meski sebenarnya itu bukan jati dirinya. Pada akhirnya para aktor dan artis akan mengatakan bahwa hal itu adalah bagian dari tuntutan skenario. Inilah juga gambaran kepribadian manusia yang seringkali menggunakan “topeng” dan memainkan peran yang lain ketika di satu tempat dan di tempat lain muncul dengan figur sebenarnya. Akan tetapi, persona ini dapat menjadi kepribadian sebenarnya jika itu dilakukan secara terus menerus dan diyakini sebagai sebuah kebaikan dan layak dijadikan jati diri untuk mengubah kerpibadian buruk dalam diri. Proses ini dikenal dengan perubahan persona menjadi self.

(9)

b. Anima dan Animus

Sisi feminim sudah melekat dengan perempuan atau wanita, sedangkan sisi maskulin adalah hal laki-laki atau kaum pria. Secara fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon laki-laki, demikian juga dengan perempuan. Namun secara psikologis, sifat-sifat maskulin dan feminim ada pada keduanya baik laki-laki maupun perempuan. Bagi laki-laki yang memiliki sisi feminim, ini dinamakan Anima, sedangkan bagi perempuan yang memiliki sisi maskulin dinamakan animus.

Seorang laki-laki yang lebih menonjolkan sisi feminimnya akan cenderung bersikap lemah lembut dan menampilkan kelemahlembutannya itu dalam setiap aktifitasnya. Sedangkan perempuan dengan animusnya akan menampilkan sosok yang kuat dan sisi maskulin lainnya. Kedua hal ini perlu dipahami secara menyeluruh dan dijadikan sebagai suatu kekayaan psikologis yang dimiliki masing-masing individu. Inilah bukti bahwa manusia adalah makhluk yang unik dengan berbagai macam karakteristik. Kita terkadang menganggap orang yang memiliki kecenderungan kepada salah satu sisi misalnya laki-laki yang feminim kita bahasakan sebagai manusia yang kurang wajar, demikian pula sebaliknya pada perempuan. Padahal itu adalah suatu hal yang wajar dan merupakan kekayaan yang secara psikologis jarang dimiliki orang lain.

c. Bayang-bayang (Shadow)

Arketipe ini dalam pandangan Jung merupakan insting-insting binatang yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah. Arketipe ini mengakibatkan munculnya pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan dan patut dicela masyarakat dalam kesadaran tingkah laku. Setiap individu memiliki bayang-bayang yang buruk yang memunculkan tingkah laku yang buruk pula, namun tindakan itu dapat disembunyikan dari pandangan publik dengan persona atau direpresikan ke dalam ketidksadran kolektif. Hal ini sifatnya manusiawi dan karena Carl Jung termasuk terpengaruh dari teori evolusinya

(10)

Darwin maka ia menganggap bahwa shadow adalah bagian dari warisan evolusi manusia.

d. Diri (self)

Jung memandang “diri” sama dengan psike atau kepribadian secara keseluruhan. Diri adalah titik pusat kepribadian. Ia akan mempersatukan sistem-sistem dan memberikan kesatuan, keseimbangan, dan kestabilan pada kepribadian. Ini adalah proses secara langsung dari setiap individu, yang bekerja melalui aspek kegunaan dan aspek kreatifitas dari ketidaksadaran yang dibuat menjadi sebuah kesadaran dan program menjadi aktivitas yang produktif.

Diri atau self adalah tujuan hidup yang terus menerus diperjuangkan. Seperti arketipe lainnya, ia juga memotivasikan tingkah laku manusia. Pengalaman-pengalaman religius sejati merupakan bentuk pengalaman paling dekat ke diri (selfhood) yang mampu dicapai oleh manusia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila Jung menemukan bahwa perjuangan ke arah kesatuan dengan dunia melalui praktik ritual keagamaan di timur lebih maju dibandingkan dengan agama-agama di barat. Konsep ini sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Karena akan menunjukkan usaha sebenarnya manusia dalam mencapai tujuan manusia. Diri akan merefleksikan diri manusia sesungguhnya dan konsep ini merupakan penemuan psikologi Carl Gustav Jung yang terpenting.

Implikasi terhadap Interaksi Sosial Manusia

Tujuan utama yang tersirat dari pengertian kepribadian yang diungkapkan Allport pada bagian awal tulisan ini adalah untuk menyesuaikan diri secara baik dengan lingkungannya (well adjusted with environments). Dalam suatu hubungan sosial, sangat tidak bisa dielakkan terjadinya interaksi antar individu, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di lingkungan kerja. Seseorang yang

(11)

memiliki pemahaman akan adanya perbedaan yang unik pada setiap individu akan dengan mudah untuk menyikapi segala hal yang terjadi dalam interaksi tersebut.

Pemahaman ini akan membuat kenyamanan dalam hubungan dengan sesama, yang sangat diperlukan adalah pemahaman dan saling pengertian. Menurut konsep kepribadian Carl Gustav Jung dapat dipahami manusia adalah individu yang sangt dipengaruhi oleh kejadian masa lalu yang terwujud dalam ketidaksadaran (unconscious). Selain itu, manusia juga sebenarnya dalam hidup sering memainkan perannya sesuai dengan kondisi, situasi dan posisi dimana ia berada. Peran yang ditampilkan jika memang baik, maka dapat dijadikan sebagai bagian dari jati diri sehingga menjadi kepribadian sebenarnya.

Dalam interaksi sosial perlu dipahami bahwa setiap individu memiliki kebebasan sosial yang melekat pada dirinya. Seseorang berhak melakukan apa saja yang diinginkan, menjadi siapa saja yang dia mau, baik sebagai persona atau topeng diri atau sebagai jati diri (self). Akan tetapi kebebasan itu memiliki batasan, yaitu kebebasan orang lain. Seseorang juga harus menyadari bahwa ditengah kebebasan sosial yang dimilikinya, orang lain juga memiliki kebebasan yang sama.9 Disinilah pentingnya sebuah pengertian dalam interaksi sosial. Dengan memahami karakteristik kepribadian, maka mudah untuk menempatkan diri, memaknai sikap dan tingkah laku orang lain dalam setiap pengalaman hidup.

Penutup

Untuk menjadi individu yang berhasil melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial melalui interaksi kehidupan, maka perlu dimengerti tentang tingkah laku dan karakteristik manusia secara psikologis. Karena pemahaman itu akan membawa pada situasi harmonis baik di keluarga, masyarakat dan di lingkungan kerja. Teori kepribadian Carl G. Jung adalah sebagian kecil dari teori kepribadian yang jumlah sangat banyak dan beragam. Namun kita dapat mengambil mangambil manfaat darinya untuk kehidupan sosial yang lebih baik.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

A. Supratiknya, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis) Yogyakarta : Kanisius, 1993.

Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Introduction to Theories Of Personality New York: John Willey & Sons, 1985.

E. Koswara, Teori-Teori Kepribadian Cet. II ; Bandung, PT. Eresco, 1991. Feist, J. & Gregory J. Feist. Theories of Personality, McGraw Hill. 2006

Franz Magnis Suseno, Etika Dasar Yogyakarta : Kanisius, 1987.

Syamsu Yusuf LN, dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008.

www.google.com/dodyhartono’sblog.html

www.google.com/Wikipedia

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan kerja, keselamatan kerja dan interaksi sosial dengan kepuasan kerja karyawan baik secara parsial maupun

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat menjalani kehiduannya dengan baik tanpa adanya Al-Qur’an, karena Alquran memperkenalkan banyak hukum-hukum yang berkaitan

dengan suasana alam sekelilingnya Manusia secara individu merupakan anggota dari suatu masyarakat, dimana ia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan dan kondisi

Peserta didik yang memiliki konsep diri yang positif maka lebih mudah untuk membina interaksi sosial yang baik dengan lingkungan namum sebaliknya apabila peserta didik

Dari permasalah ini, bahwa media sosial memberikan pengaruh sangat besar terhadap aspek kehidupan manusia baik secara individual maupun sosial terkhusus bagi remaja.Mereka menggunakan

Dari beberapa pemaparan diatas peneliti dapat menyimpulkan interaksi sosial adalah adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang saling berkomunikasi atau bertukar pikiran baik