• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 GUNUNG TALANG JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 GUNUNG TALANG JURNAL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PESERTA

DIDIK DI SMP NEGERI 1 GUNUNG TALANG

JURNAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (Strata-1)

Oleh:

DIANA HARIYASTI.M

NPM. 12060160

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

(2)

1

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 GUNUNG TALANG

Oleh: Diana Hariyasti. M*

Dr. Yuzarion Zubir, S.Ag., S.Psi., M.Si** Ryan Hidayat Rafiola, M.Pd., Kons*** * Mahasiswa

** Pembimbing I *** Pembimbing II

Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

This research is background by the phenomenon which the occur in the field are the students have negative self-concepts seen to interact social the students not good. The purpose of this research is the search relationships self-concept and social interaction of students in SMP N 1 Gunung Talang. This research uses a quantitative approach with a correlational analysis approach. This study population is students of class VII and VIII which amounted to 324 peoples. Samples in the research are 83 students. The using is random sampling technique. The instrument used is a questionnaire. The results generally show that the relationship between self-concept and social interactions, is strong whit correlation. Specially correlation: (a) Self-concept basic to imitation, the correlation is medium, (b). Self-concept basic to the suggestion, the correlation is low, (c). Self-concept basic to the identification, the correlation is medium, (d). Self-concept with sympathy, the correlation is medium, (e). Self-concept while the imitation, the correlation is medium, (f). Self-concept while with the suggestion, the correlation is medium, (g). Self-concept while the concept of self identification, the correlation is medium, (h). Self-concept while with sympathy, the correlation is medium, (i). Self-concept while the imitation, the correlation is medium, (j). Social concept with suggestion, the correlation is medium, (k). Social self-concept with identification, the correlation is low, (l). Social self-self-concept with sympathy, the correlation is medium, (m). Ideal self-concept with imitation, the correlation is medium, (n). Ideal self-concept by suggestion, the correlation is medium, (o). Ideal self-concept with identification, the correlation is medium, (p). Ideal self-concept with sympathy, the correlation is medium. Based on these results recommended for the students to improve positive self-concept in interacting. For the teachers BK to improve their positive self-concept that is on the students. The headmaster as an input to provide facilities and infrastructure that support.

Keywords: Self-Concept and Social Interaction Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan kapanpun di dunia terdapat pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat dan bahkan individu menyebabkan perbedaan penyelenggaraan kegiatan pendidikan tersebut, dengan demikian selain dari bersifat universal, pendidikan juga bersifat

nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai penyelenggaraan pendidikan bangsa itu.

Pendidikan adalah suatu proses interaksi menusiawi antara pendidikan dengan subjek didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan menggunakan bermacam-macam tindakan yang disebut alat pendidikan. Kelima komponen pendidikan itu, yaitu: tujuan pendidikan, pendidik, subjek didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan disebut faktor-faktor pendidikan yang saling berkaitan serta saling menunjang satu sama lainya. Pengertian yang terdapat dalam, Dictionary of Education, bahwa pendidikan adalah :

(3)

2 Pendidikan ialah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainya di dalam masyarakat dimana ia hidup, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat

memperoleh atau mengalami

perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang obtimum.

Jelaslah bahwa upaya pendidikan dilaksanakan melalui jalur yang disebut satuan pendidikan sekolah dan luar sekolah. Upaya tersebut bermaksud menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas untuk meningkatkan peranannya bagi masa depan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kegiatan pendidikan bagi pemberian, bimbingan, pengajaran dan latihan. Hakekat belajar Burton (tim pembina mata kuliah pengantar pendidikan, 2008: 32) memandang ”Belajar sebagai perubahan tingkah laku pada individu dan individu dengan lingkungannya”.

Belajar bukanlah proses penyerapan yang berlangsung tanpa usaha yang aktif dari yang bersangkutan. Apa yang diajarkan guru belum tentu menyebabkan terjadinya perubahan, apabila yang belajar tidak melibatkan diri dalam situasi tersebut. Perubahan akan terjadi kalau yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi di dalam lingkungan sosial.

Lingkungan sosial tempat manusia berinteraksi. Interaksi sosial akan terjalin karena adanya interaksi antar individu. Menurut Bonner, (Santosa, 2009: 11) memberikan rumusan “Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia ketika kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya”.

Selanjutnya Ali dan Asrori (2006: 87) “Interaksi sosial mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif”. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan interaksi sosial adalah adanya hubungan antara dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi

Interaksi sosial individu dimulai sejak individu berada di lingkungan rumah bersama keluarganya. Pengalaman interaksi sosial yang amat mendalam adalah melalui sentuhan ibu kepada anaknya. Pola asuh merupakan proses interaksi orang tua dan anak di mana orang tua mencerminkan sikap dan perilakunya dalam menuntut dan mengarahkan perkembangan anak. Menurut, Ali dan Asrori (2006: 89) “Interaksi remaja-orang tua adalah hubungan timbal balik secara aktif antara remaja dengan orang tuanya terwujud dalam kualitas hubungan yang memungkinkan remaja untuk mengembangkan potensi dirinya”.

Hubungan sosial mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian berkembang lebih luas lagi ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi, yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya”. Di sekolah peserta didik akan berinteraksi dengan teman sebaya yang secara disadari atau tidak akan berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik dalam membina interaksi sosial. Apabila kelompok teman sebaya menerimanya maka remaja tersebut akan merasa dihargai dan akan lebih mudah baginya untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya dalam membina interaksi sosial.

Kemampuan seseorang dalam membina interaksi sangat dipengaruhi oleh konsep diri yang terbentuk di dalam dirinya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kolberg, 1981

(Prayitno, 2006: 83-84) bahwa:

“Perkembangan sosial sangat ditentukan oleh perkembangan konsep diri, konsep tentang orang lain dan pemahaman tentang perbedaan atau persamaan antara standar tingkah laku sosial dengan kepentingan lingkungan sosial bersangkutan”.

Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa interaksi dipengaruhi oleh konsep diri, jadi konsep diri Menurut Epstein, dkk, 1973 (Prayitno, 2006: 121) “Konsep diri (self concept) sebagai pendapat atau perasaan atau gambaran seseorang tentang dirinya sendiri baik yang menyangkut materi, fisik (tubuh) maupun psikis (sosial, emosional, moral dan kognitif) yang dimiliki seseorang”. Selanjutnya menurut Gage dan Berliner, 1987 (Mudjiran, 2007: 132) “Konsep diri sebagai keseluruhan (totalitas) dari pemahaman yang dimiliki seorang terhadap dirinya, sikap tentang dirinya dan keseluruhan gambaran diri”.

(4)

3 Menurut Brooks, 1971 ( Sobur, 2003: 507) mendefinisikan konsep diri sebagai “Those physical, social ,and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi sosial, dan fisikis yang memiliki konsep diri tinggi menampakkan hubungan sosial yang lebih baik dari pada peserta didik yang memiliki konsep diri rendah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri secara keseluruhan meliputi fisik (tubuh), maupun psikis (sosial, emosional, moral dan kognitif).

Jika dilihat jenis-jenis, konsep diri dikelompokkan menjadi dua macam yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Menurut Calhoun (1990: 73) konsep diri positif dapat menerima dirinya sendiri apa adanya. Sedangkan konsep diri negatif adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki kestabilan dan keutuhan di dalam diri.

Senada dengan itu menurut Desmita (2011: 164) semakin baik atau positif konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Sebab, dengan konsep diri yang baik atau positif, seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses dan berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berpikir positif. Sebaliknya, semakin jelek atau negatif konsep diri, maka semakin sulit seseorang untuk berhasil. Sebab, dengan konsep diri yang jelek atau negatif akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal yang baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berguna, pesimis, serta berbagai perasaan dan perilaku inferior lainya.

Peserta didik yang memiliki konsep diri yang positif maka lebih mudah untuk membina interaksi sosial yang baik dengan lingkungan namum sebaliknya apabila peserta didik memiliki konsep diri yang negatif juga berdampak pada kemampuannya dalam membina interaksi sosial yang tidak baik.

Peserta didik yang memiliki konsep diri yang positif, maka peserta didik memiliki sifat percaya diri dan di dalam interaksi sosial

memiliki sifat menghargai orang lain, oleh karena itu konsep diri yang positif harus ditanamkan dalam diri peserta didik sejak dini agar nantinya peserta didik dapat membina interaksi sosial yang baik . Sesuai dengan pandangan Prayitno (2006: 130) “Siswa remaja yang memiliki konsep diri tinggi menampakkan hubungan sosial yang baik dari pada siswa yang memiliki konsep diri rendah”. Oleh karena itu konsep diri yang positif pada peserta didik hendaknya mampu memberikan sumbangan terhadap kemampuan dalam membina interaksi sosial seiring dengan perkembangannya. Konsep diri merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam membina interaksi sosial sesuai dengan apakah konsep diri positif atau konsep diri negatif yang dimiliki oleh peserta didik tersebut untuk berinteraksi sosial.

Kenyataan di lapangan selama melakukan PPLBK Sekolah dan PPLBK Kependidikan bulan Agustus-Desember 2015 di SMP Negeri 1 Gunung Talang diperoleh data melalui hasil pengamatan penulis pada tanggal 1 Desember 2015 terdapat peserta didik yang kurang mampu membina interaksi sosial. Terlihat bahwa adanya peserta didik tidak bisa bekerja sama saat belajar kelompok, peserta didik yang berkelahi, peserta didik yang memilih-milih teman, dan peserta didik yang tidak peduli dengan teman yang mengalami kesusahan.

Selanjutnya, menurut keterangan dua orang guru pembimbing berdasarkan hasil wawancara penulis pada tanggal 1 Desember 2015 diperoleh keterangan bahwa peserta didik yang kurang mampu membina interaksi sosial yang baik di peroleh data bahwa peserta didik memiliki konsep diri yang negatif seperti adanya peserta didik yang merasa tidak cantik atau gagah, adanya peserta didik merasa bodoh, adanya peserta didik merasa kuat di bandingkan teman-teman, dan adanya peserta didik merasa tidak dihargai oleh orang lain.

Jelas bahwa, keberhasilan peserta didik dalam berinteraksi dipengaruhi oleh konsep diri peserta didik, apabila peserta didik memiliki konsep diri yang positif maka peserta didik berhasil untuk berinteraksi sosial dan sebaliknya apabila peserta didik memiliki konsep diri yang negatif maka peserta didik bisa dikatakan tidak berhasil dalam interaksi sosial.

Untuk lebih terarahnya penelitian ini maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

(5)

4 1. Batasan masalah umum

Batasan umum penelitian ini adalah hubungan konsep diri dengan interaksi sosial.

2. Batasan masalah khusus

a. Hubungan konsep diri dasar dengan imitasi.

b. Hubungan konsep diri dasar dengan sugesti.

c. Hubungan konsep diri dasar dengan identifikasi

d. Hubungan konsep diri dasar dengan simpati .

e. Hubungan konsep diri sementara dengan imitasi.

f. Hubungan konsep diri sementara dengan sugesti.

g. Hubungan konsep diri sementara dengan identifikasi.

h. Hubungan konsep diri sementara dengan simpati.

i. Hubungan konsep diri sosial dengan imitasi.

j. Hubungan konsep diri sosial dengan sugesti.

k. Hubungan konsep diri sosial dengan identifikasi.

l. Hubungan konsep diri sosial dengan simpati.

m. Hubungan konsep diri ideal dengan imitasi.

n. Hubungan konsep diri ideal dengan sugesti.

o. Hubungan konsep diri ideal dengan identifikasi.

p. Hubungan konsep diri ideal dengan simpati

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan analisis korelasional yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi antar variabel penelitian. Yang dilakukan pada tanggal 13-16 Mei 2016 di SMP Negeri 1 Gunung Talang.

Dalam penelitian ini, yang menjadi Populasi penelitian ini mencakup seluruh peserta didik kelas VII dan VIII SMP Negeri 1 Gunung Talang yang berjumlah 324 orang

.

Dengan sampel berjumlah 83 menggunakan teknik proportional random sampling.

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan pengumpulan angket. Angket pada penelitian menggunakan skala likert, yaitu

skala yang memiliki poin, masing-masing poin mempunyai interval yang sama.

Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan (1) uji prasyarat analisis, (2) uji korelasi, (3) uji hipotesis. Yang dip roses dengan program Microsoft Excel 2007 dan IBM SPSS Versi 15.0. Selanjutnya, untuk melihat keeratan hubungan antar variabel, diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut (Riduwan, 2012: 138).

1. 0.00 – 0.199 korelasi sangat rendah 2. 0.20 – 0.799 korelasi rendah 3. 0.40 – 0.599 korelasi sedang 4. 0.60 – 0.399 korelasi kuat 5. 0.80 – 0.199 korelasi sangat kuat

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai konsep diri dengan interaksi peserta didik di SMP N 1 Gunung Talang dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan konsep diri dengan interaksi sosial dengan korelasi sebesar 0,639. Hal ini berarti bahwa konsep diri yang positif maka akan melahirkan interaksi yang positif pula, begitu pun sebaliknya apabila konsep diri negatif maka akan melahirkan konsep diri negatif. Menurut Kolberg, 1981 (Prayitno, 2006: 83-84) “Perkembangan sosial sangat ditentukan oleh perkembangan konsep diri, konsep tentang orang lain, dan pemahaman tentang perbedaan atau persamaan standar tingkah laku sosial dengan kepentingan lingkungan bersangkutan. Jadi, pada saat peserta didik berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh konsep diri peserta didik.

Konsep diri menurut James, 1974 (Prayitno, 2006: 120) “Konsep diri adalah pendapat atau pemahaman seseorang tentang dirinya sendiri, baik tentang kemampuan atau prestasi fisik ataupun mental atau segala miliknya yang bersifat material”. Selanjutnya menurut Rogers, 1997 (Sobur, 2003: 507) “Konsep diri adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat referensi setiap pengalaman”. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya secara keseluruhan.

Menurut Desmita (2011: 164) Konsep diri terbagi atas dua kelompok yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Semakin baik atau positif konsep diri seseorang maka akan semakin mudah mencapai keberhasilan. Sebab,

(6)

5 dengan konsep diri yang baik atau positif, seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses dan berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berfikir positif. Kesimpulan dan saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial peserta didik di SMP Negeri 1 Gunung Talang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara Umum

Hubungan konsep diri dengan interaksi sosial peserta didik di SMP N 1 Gunung Talang dapat di gambarkan bahwa diperoleh korelasi yaitu 0.639, ini menunjukkan ada hubungan yang kuat antara konsep diri dengan interaksi sosial 2. Secara Khusus

a. Korelasi indikator konsep diri dasar dengan imitasi, dapat digambarkan bahwa diperoleh sebesar 0,512, dapat disimpulkan terdapat hubungan antara konsep diri dasar dengan imitasi dengan kategori keeratan korelasi sedang. b. Korelasi indikator konsep diri dasar

dengan sugesti, dapat digambarkan bahwa diperoleh yaitu sebesar 0,391, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri dasar dengan sugesti, dengan kategori keeratan korelasi rendah.

c. Korelasi indikator konsep diri dasar dengan identifikasi, diperoleh sebesar 0,420, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri dasar dengan identifikasi, dengan kategori keeratan korelasi sedang. d. Korelasi indikator konsep diri dasar

dengan simpati, diperoleh sebesar 0,432, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri dasar dengan simpati, dengan kategori keeratan korelasi sedang.

e. Korelasi indikator konsep diri sementara dengan imitasi, diperoleh sebesar 0,480, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri sementara dengan imitasi dengan kategori keeratan korelasi sangat sedang.

f. Korelasi indikator konsep diri sementara dengan sugesti, diperoleh sebesar 0,463, dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara konsep diri sementara dengan sugesti dengan kategori keeratan korelasi sedang.

g. Korelasi indikator konsep diri sementara dengan identifikasi, diperoleh sebesar 0,432, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri sementara dengan identifikasi dengan kategori keeratan korelasi sedang. h. Korelasi indikator konsep diri sementara

dengan simpati, diperoleh sebesar 0,404, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri sementara dengan simpati dengan kategori keeratan korelasi sedang. i. Korelasi indikator konsep diri sementara

dengan imitasi, diperoleh sebesar 0,498, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri sosial dengan imitasi dengan kategori keeratan korelasi sedang.

j. Korelasi indikator konsep diri sosial dengan sugesti, diperoleh sebesar 0,440, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri sosial dengan sugesti dengan kategori keeratan korelasi sedang.

k. Korelasi indikator konsep diri sosial dengan identifikasi, diperoleh sebesar 0,321, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri sosial dengan identifikasi dengan kategori keeratan korelasi rendah. l. Korelasi indikator konsep diri sosial

dengan simpati, diperoleh sebesar 0,459, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri sosial dengan simpati dengan kategori keeratan korelasi sedang.

m. Korelasi indikator konsep diri ideal dengan imitasi, diperoleh sebesar 0,594, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri ideal dengan imitasi dengan kategori keeratan korelasi sedang.

n. Korelasi indikator konsep diri ideal dengan sugesti, diperoleh sebesar 0,471, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri ideal dengan sugesti dengan kategori keeratan korelasi sedang.

o. Korelasi indikator konsep diri ideal dengan identifikasi, diperoleh sebesar 0,383, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri

(7)

6 ideal dengan identifikasi dengan kategori keeratan korelasi sedang. p. Korelasi indikator konsep diri ideal

dengan simpati, diperoleh sebesar 0,478, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri ideal dengan simpati dengan kategori keeratan korelasi sedang.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti ingin mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Peserta didik, agar menumbuhkan konsep diri yang positif di dalam berinteraksi. 2. Guru BK, agar dapat mengembangkan

konsep diri yang positif yang ada pada peserta didik dan sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan.

3. Kepala sekolah, hasil penelitian dapat

dijadikan bahan masukan untuk

meningkatkan konsep diri dan interaksi peserta didik.

4. Peneliti, hendaknya dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama melakukan penelitian

.

5. Peneliti Selanjutnya, dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai hubungan konsep diri dengan interaksi sosial.

Kepustakaan

A

li, M. Asrori, M. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara: Grafika Offset.

Calhoun, James F. & Joan Rossa Acocella (alih bahasa R.S. Satmoko). 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, Semarang: IKIP Semarang Press.

Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya Mudjiran, dkk. 2007. Perkembangan Peserta

Didik. Padang: Dirjen Pendidikan Tinggi

Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru dan Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Prayitno, Elida. 2006. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: Angkasa Raya Santosa, Slamet. 2009. Dinamika Kelompok.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Tim Pembina Mata Kuliah Pengantar Pendidikan. 2008. Pengantar Pendidikan. Padang: UNP.

Tim Penyusun. (2013). Pedoman Penulisan Skripsi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Padang: STKIP PGRI Sumbar Press.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) perbedaan persepsi guru pamong terhadap kompetensi pedagogik mahasiswa PPL ditinjau dari pengalaman membimbing; (2)

Tulisan ini bertujuan untuk mensinergikan wacana tentang negara dan Islam dalam dua pandangan pemikiran, yakni pemikiran ala Hizbut Tahrir dengan tawaran

Tujuan penelitian ini untuk membuktikan efektivitas implantasi benang PDO di lapisan dermis dalam menghambat penurunan jumlah kolagen pada tikus Wistar (Rattus

Visualisasi arsitektur komunikasi literer melalui tipografi dalam kumpulan puisi MATA mBeling JEIHAN membentuk sebuah desain sehingga puisi tidak lagi dibaca semata-mata

Nilai penjaminan; dan e.Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.dan pendaftaran :selanjutnya akta itu dibawa oleh penerima fidusia (kuasa atau wakilnya) ke

atau Penerbitan Informasi Waktu dan Tempat Pembuatan Informasi Dinas Pendidikan, 05/10/2015 Dinas Pendidikan, 13/09/2015 Dinas Pendidikan, 08/10/2015 Dinas Pendidikan,

Sebaliknya berdasarkan analisis struktur dalam ekonomi industri, struktur industri dikatakan berbentuk oligopoli bila empat perusahaan terbesar menguasai minimal 40

Kemampuan karyawan dalam menjalankan tugasnya pada umumnya sejajar dengan prestasinya (Notoatmodjo, 2009). Hal lain yang dapat mempengaruhi kinerja menurun adalah masa