• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Tanaman bawang merah diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Sejak zaman dulu bawang merah ini menjadi andalan manusia (di samping bawang putih), untuk kesejahteraan dan pengobatan sehingga selalu dilambangkan pada barang-barang peninggalan sejarah. Sampai kini pun masih banyak digunakan untuk pengobatan dan juga sebagai bumbu

penyedap (Wibowo, 2001).

Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales Family : Liliaceae Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum L. atau Allium cepa var. ascalonicum Spesies bawang merah yang banyak ditanam di Indonesia terdiri dari 2 macam, yaitu bawang merah biasa atau shallot alias syalot dan bawang merah

(2)

sebenarnya atau disebut bawang bombay, bawang timur alias onion (Rukmana, 1994).

Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Rukmana, 1994).

Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) sangat beragam, beberapa jenis mudah berbunga, menghasilkan biji dapat disilangkan dengan bawang

bombay sedangkan yang lain jarang berbunga. Ketika baru terinisiasi tangkai

bunganya padat tetapi setelah mencapai panjang 60-70 cm tangkai berongga karena heterozigot. Keturunan dari biji tidak sama dengan tetuanya sehingga tanaman biasanya diperbanyak dengan umbi, populasi tanaman umumnya mencapai 300 ribu tanaman/Ha (Yamaguchi dan Rubatzky,1998).

Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang bulat, bundar, sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar, sedang, dan kecil. Warna kulit umbi ada yang putih, kuning, merah muda sampai merah tua. Umbi bawang merah sudah umum digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif (Rukmana, 1994).

Pada pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang tidak sempurna (rudimenter). Dari bagian bawah cakram ini tumbuh akar-akar serabut yang tidak terlalu panjang. Sedang di atas cakram, diantara lapisan kelopak daun yang membengkak terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Lalu di bagian cakram terdapat mata tunas utama yang nantinya dari bagian ini dapat muncul bunga. Tunas yang akan menjadi tempat tumbuhnya

(3)

bunga ini disebut tunas apical, sedangkan tunas-tunas lain yang dapat tumbuh jadi tanaman baru disebut tunas lateral (Wibowo, 2001).

Bawang merah mempunyai akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah. Bawang merah memiliki batang sejati disebut discus yang bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek, sebagai tempat melekatnya perakaran dan titik tumbuh. Di bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah – pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus).

Pemilihan lahan untuk tanaman bawang merah harus memperhatikan syarat tumbuh tanaman. Syarat tumbuh tanaman bawang merah yang paling penting adalah iklim dan tanah. Tanaman bawang merah membutuhkan tempat yang beriklim kering dengan suhu yang cukup panas antara 250 – 300C. Curah hujan yang cocok untuk tanaman bawang merah adalah 300 – 2500 mm per tahun. Tanaman ini sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi. Angin kencang yang berhembus terus – menerus secara langsung dapat merobohkan tanaman karena sistem perakaran tanaman yang dangkal.

Tanah yang sesuai untuk tanaman bawang merah adalah tanah yang mempunyai pH sekitar 5,5-7,0. Tanah yang terlalu masam dengan pH < 5,5 tidak cocok untuk bawang merah. Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman bawang merah adalah tanah lempung berpasir atau lempung berdebu. Jenis tanah ini mempunyai aerasi dan drainase yang baik karena mempunyai perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir dan debu (Rahayu dan Berlian, 2006).

(4)

Umur tanaman bawang merah siap panen bervariasi antara 60 – 90 hari tergantung varietasnya. Ciri – ciri tanaman bawang merah yang siap panen adalah umbi tampak besar dan beberapa daun berwarna kecoklatan. Keadaan tanah pada

saat panen diusahakan kering untuk mencegah terjadinya pembusukan umbi (Sudarmanto, 2009 ).

Kualitas bawang merah yang disukai pasar adalah berwarna merah atau kuning mengilap, bentuknya padat, aromanya harum saat digoreng, dan tahan lama. Beberapa varietas unggul tanaman bawang merah yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut : bawang merah bima brebes, bawang merah sumenep, bawang merah ampenan, bawang merah bali, bawang merah medan, bawang merah kramat 1 dan 2, bawang merah australia, bawang merah bangkok, dan bawang merah Pilipina (Sudarmanto, 2009).

2.1.1 Tinjauan Ekonomi

Peluang sekaligus tantangan baru dalam pengembangan komoditas hortikultura ke depan adalah adanya liberalisasi perdagangan. Dikatakan memberikan peluang karena pasar komoditas tersebut akan semakin luas sejalan dengan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antarnegara. Namun, liberalisasi perdagangan tersebut akan menimbulkan masalah jika komoditas hortikultura yang dihasilkan petani nasional tidak mampu bersaing dengan komoditas dari negara lain sehingga pasar domestik semakin dibanjiri oleh komoditas hortikultura impor, yang pada akhirnya akan merugikan petani nasional. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi nasional juga perlu diiringi dengan peningkatan daya saing dan efisiensi usaha komoditas hortikultura

(5)

tersebut (Irawan et al., 2001). Hal yang senada juga dikemukakan oleh Adyana dan

Adyana dan Suryana (1996), untuk mengantisipasi permintaan pasar ke depan kita harus bisa menciptakan : teknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan menciptakan nilai tambah serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan struktur agribisnis menjadi tersekat-sekat dan kurang memiliki daya saing (Irawan et al., 2001), yaitu : (1) tidak ada keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku agribisnis, (2) terbentuknya margin ganda, sehingga ongkos produksi, pengolahan dan pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga sistem agribisnis berjalan tidak efisien, (3) tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dengan pelaku agribisnis lainnya, sehingga petani sulit mendapatkan harga pasar yang wajar.

Pada sektor agribisnis hortikultura di kawasan sentra produksi hortikultura di Jawa Tengah dan Sumatra Utara, setiap kegiatan agribisnis mulai dari pengadaan sarana produksi, produksi, hingga pengolahan dan pemasaran hasil, serta jasa penunjang umumnya dilakukan oleh pelaku agribisnis yang berbeda (Saptana et al., 2000 dan Saptana et al., 2004).

Beberapa kekhasan yang dimiliki dalam agribisnis hortikultura ada antara lain (1) usahatani yang dilakukan lebih berorientasi pasar, (2) bersifat padat modal, (3) risiko harga relatif besar karena sifat komoditas yang cepat rusak dan (4) dalam jangka pendek harga relatif berfluktuasi (Hadi et al., 2000; Irawan, 2001). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto et al. 1993 yang

(6)

mengemukakan bahwa petani sayuran unggulan di sentra produksi pada saat panen raya berada pada posisi lemah. Lebih lanjut Rachman (1997) mengungkapkan bahwa, rata-rata perubahan harga ditingkat produsen lebih rendah dari rata-rata perubahan harga ditingkat pengecer, sehingga dapat dikatakan bahwa efek transmisi harga berjalan tidak sempurna (Imperfect price

transmission). Keadaan ini menunjukkan bahwa pasar masih merupakan masalah

bagi produk hortikultura.

Pada umumnya komoditi pertanian memiliki kurva penawaran yang agak inelastis. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti tanah, tenaga kerja dan peralatan yang digunakan untuk keperluan pertanian tidak bisa dengan cepat dialihkan ke sektor non pertanian pada saat permintaan jatuh dan tidak bisa dengan cepat dikembalikan lagi ke sektor pertanian pada saat permintaan naik.

Lipsey (1995) menjelaskan bahwa perubahan harga akibat fluktuasi produksi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan produsen. Besarnya perubahan harga yang terjadi sangat tergantung dari elastisitas kurva permintaan. Apabila kurva permintaan elastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif kecil. Sebaliknya, apabila kurva permintaan inelastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif besar.

Sebagian besar produk pertanian, mempunyai permintaan inelastis. Hal ini menyebabkan variasi harga produk pertanian yang relatif besar. Saat produksi meningkat akibat panen yang baik, harga cenderung merosot tajam. Sebaliknya saat panen gagal, produksi merosot dan mengakibatkan harga naik dengan tajam.

Hal ini mengakibatkan, penerimaan petani cenderung berubah berlawanan arah dengan perubahan hasil panen. Bila hasil panen baik, produksi melimpah,

(7)

penerimaan petani cenderung turun. Demikian sebaliknya, jika panen kurang berhasil, penerimaan petani akan cenderung meningkat. Dalam kasus ini, terlihat bahwa kepentingan petani berlawanan dengan kepentingan konsumen. Hal ini semakin terasa pada saat terjadi kegagalan panen di mana harga bahan makanan melonjak dan penerimaan petani meningkat tetapi konsumen dirugikan. Bila panen berhasil, harga akan merosot tajam dan konsumen diuntungkan, sedangkan petani dirugikan karena penerimaannya turun.

Ketersediaan input produksi yang sangat mendukung besarnya produksi yang dihasilkan. Produksi yang tinggi akan sangat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh pengolah. Harga jual yang ditetapkan oleh pengolah bedasarkan hasil produksi dan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Semakin banyak bawang merah yang dikupas terjual dan kecilnya biaya produksi memberikan keuntungan yang besar bagi tenaga kerja dan pengusaha bawang merah (Sarwono,2003).

2.1.2. Tenaga Kerja

Menurut UU No 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan kesempatan kerja mengandung arti jumlah tenaga kerja dewasa yang bekerja penuh waktu, sedangkan pengangguran berarti jumlah tenaga kerja dewasa yang tidak bekerja dan aktif mencari pekerjaan.

Angkatan kerja adalah jumlah total antara mereka yang bekerja dengan mereka yang sedang tidak bekerja dan sedang mencari kerja. Menurut Sukirno

(8)

(2000), pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Sedangkan menurut BPS (2007), tenaga kerja adalah seluruh penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat adalah dengan cara menanam investasi pada kegiatan yang bersifat produktif. Investasi yang sehat yang didukung oleh prinsip-prinsip ekonomi yang universal akan mendorong kegiatan segala bidang selanjutnya. Hal ini akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat (Gray, 1986).

Khusus mengenai kesempatan kerja di daerah pedesaan, usaha-usaha itu telah dilakukan, misalnya dengan program padat karya, melalui program latihan dan keterampilan tenaga kerja. Kenyataannya bahwa sektor pertanian tersebut daya serapnya kurang jika dibandingkan dengan sektor yang lain (Suprapto, 1982). Lapangan pekerjaan sangat terbatas di bidang pertanian atau secara relatif berarti jumlah tenaga kerja lebih banyak daripada sumber daya alam dan faktor produksi lainnya. Kebanyakan tenaga kerja pertanian menjadi setengah menganggur (disguised unemployment) (Mubyarto, 1989).

2.1.3 Konsep Nilai Tambah

Sifat mudah rusak (perishable/bulky) yang dimiliki produk pertanian memberikan motivasi terhadap petani dan pengusaha untuk melakukan penanganan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Di dalam sistem pertanian terjadi arus komoditas yang mengalir dari

(9)

hulu ke hilir, yaitu yang berawal dari produsen dan penyalur input pertanian ke petani, pedagang pengumpul, pedagang besar sampai ke konsumen akhir. Dalam perjalanan dari produsen ke konsumen akhir, komoditi pertanian tersebut mendapat perlakuan- perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah.

Konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan-perubahan bentuk, tempat, dan waktu.

Menurut Hayami et. al (1987), terdapat dua cara dalam menghitung nilai tambah, yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah (value added) adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi.

Menurut Hayami et. al (1987) definisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (form utility ), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input

(10)

penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain (selain bahan bakar). Dengan demikian fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Tambah = f ( K, B, T, U, H, h, L) Dimana : K = Kapasitas produsi unit usaha (Unit)

B = Jumlah bahan baku yang digunakan (unit) T = Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan (HOK) U = Upah tenaga kerja ( Rp/ HOK)

H = Harga Output (Rp/unit) h = Harga bahan baku (Rp/unit) L = Nilai input lain (unit)

Analisis input lain adalah semua korbanan yang terjadi selama proses proses pelakuan untuk menambah nilai output, selain bahan baku dan tenaga kerja langsung, mencakup biaya modal berupa bahan penolong dan biaya overhead pabrik lainnya, upah tenaga kerja tidak langsung.

2.1.4. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Menurut Hayami et. al (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor- faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen.

(11)

Dari besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat ditaksir besarnya balas jasa yang diterima faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut. Dalam analisis nilai tambah terdapat tiga komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor koefesien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan, serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cenderung padat karya maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja.

Perbedaan pendapatan berkaitan erat dengan produktivitas para petani. Sementara produktivitas tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor antara lain: luas lahan yang dimiliki, kebijakan pemerintah dalam pemberian insentif pada petani, dan sebagainya (Soetrisno, 1998).

2.2. Landasan Teori

Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang cukup strategis di Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi bawang merah sebagai bahan utama bumbu makanan di seluruh Indonesia sehingga tingkat permintaannya sangat tinggi. Menurut data Ditjen Hortikultura (2008) tingkat produksi bawang merah di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya. Tingkat produktivitas bawang

(12)

merah pun relatif menurun dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu komoditas hortikultura ini perlu ditingkatkan.

Agribisnis adalah segala kegiatan produksi dan distribusi sarana produksi pertanian yang ada hubungannya budidaya dan juga semua kegiatan mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan hasil-hasil pertanian. Agribisnis mencakup seluruh sektor pertanian dan sebagian sektor industri yang mengolah hasil pertanian (Soeharjo, 1991). Dengan demikian sistem agribisnis juga terdiri dari beberapa kelompok atau subsistem yang saling berkaitan dan mendukung. Sehingga sistem agribisnis itu adalah suatu sistem vertikal dari setiap komoditi pertanian yang terdiri dari subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem budidaya (usaha tani), subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran

Sumber : Soeharjo, 1991

Gambar 1. Katerkaitan Subsistem Agribisnis

Menurut Austin (1993) ada tiga faktor yang saling mempengaruhi dalam faktor produksi yaitu : pengadaan bahan bahan baku, pengolahan, dan pasar. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan sehingga kegagalan pada satu faktor akan mempengaruhi yang lainnya

Istilah faktor produksi sering juga disebut dengan korbanan produksi, karena faktor produksi atau input tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produk. Macam faktor produksi atau input ini, berikut jumlah dan kuantitasnya perlu diketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input)

Produksi input,alat dan mesin Produk primer olahan petani, peternak dan nelayan Penanganan dan pengolahan (nilai tambah) Pemasaran (saluran distribusi dan harga)

(13)

dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini disebut dengan faktor relationship. Dalam rumus matematis, faktor relationship ini ditulis dengan :

Y = f (X₁,X₂,…,Xi,…,Xn)

Produktivitas tenaga kerja yang tinggi akan menunjukkan penekanan input produksi yang efisien bagi usahatani karena tingkat produksi yang tinggi akan dicapai tenaga kerja. Efisiensi kerja akan dipengaruhi oleh luas areal, cara budidaya, pendidikan, keterampilan, dan pola konsumsi. Makin luas usahatani maka pengolahan kerja dapat diusaha seoptimal mungkin (Daniel, 2003).

Produktivitas tenaga kerja=

erja k tenaga Jumlah produksi Jumlah

Semakin banyak tenaga kerja semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi sehingga semakin kecil dana yang dapat dialokasikan untuk biaya usaha tani, tetapi di sisi lain semakin banyak anggota keluarga yang aktif berusahatani berpeluang memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada petani lain dengan jumlah anggota keluarga yang tidak aktif (Sahara, dkk, 20044).

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. (Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Pendapatan didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh dari usaha tani selama periode tanam. Pendapatan dapat bertambah apabila suatu komoditas

(14)

produksi tambahan. Selisih antara pendapatan dan biaya produksi merupakan keuntungan atau kerugian (Sunarjono, 2004).

Menghitung nilai tambah yang dihasilkan digunakan rumus value added yaitu: NT = NP- (NBB + NBP). Kriteria uji : Nilai Tambah Tinggi bila NP > NBB + NBP dan Nilai Tambah Rendah NP < NBB+ NBP (Suryana,1990).

2.3. Kerangka Pemikiran

Pengupasan bawang merah merupakan salah satu usaha yang memanfaatkan bawang merah sebagai bahan baku utama, dimana bawang merah ini kemudian dijual di pasar untuk konsumen. Dalam hal ini pengadaan input, yaitu jumlah komoditi bahan baku (bawang merah) dan ketersediaan tenaga kerja sangat dibutuhkan.

Bawang merah dapat dibeli oleh konsumen dalam bentuk belum di kupas dan juga dapat diperoleh dalam bentuk bawang merah telah di kupas untuk dikonsumsi. Selain itu, melalui proses pengupasan akan diperoleh nilai tambah. Nilai tambah untuk usaha pengupasan bawang merah ini adalah nilai bahan baku produk olahan (bawang yang telah dikupas) dikurangi dengan total nilai bahan baku dan bahan penunjang. Dimana nilai bahan baku diperoleh dari perkalian antara jumlah bahan baku yang dibutuhkan dengan harga beli bahan baku, sedangkan nilai bahan penunjang yang digunakan dikali dengan harga bahan penunjang. Dengan adanya proses pengupasan bawang merah ini tentu membutuhkan tenaga kerja, sehingga tercipta kesempatan kerja bagi tenaga kerja yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran di daerah penelitian.

(15)

terhadap penerimaan atau pendapatan antara lain; biaya pembelian bawang, tenaga kerja, listrik dan air, telepon dan transportasi. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar produksi bawang merah yang di kupas dan penerimaan yang diterima oleh pengusaha, maka bawang merah yang di kupas tersebut harus di jual dengan harga yang sesuai agar penerimaan dan pendapatan yang diperoleh agar dapat menutupi biaya tata niaga yang telah dikeluarkan serta dapat bersaing di pasar. Fluktuasi harga bawang merah, yang selalu berubah merupakan ancaman bagi usaha pengupasan bawang merah karena berpengaruh langsung terhadap keuntungan yang diperoleh pengusaha.

Tenaga kerja pengupas bawang merah menghasilkan bawang merah yang telah terkupas. Kemudian tenaga kerja ini memperoleh pendapatan dari hasil pekerjaannya. Mereka bekerja rata-rata 6 jam dalam satu hari. Jumlah upah yang diterima sangat tergantung dari kecepatan mereka mengupas bawang merah.

Ketersediaan input yang cukup sangat mendukung besarnya produksi yang dihasilkan Produktivitas tenaga kerja yang tinggi pada akhirnya mengakibatkan pendapatan yang diperolehnya juga tinggi. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap penggunaan input produksi yang pada akhirnya juga akan meningkatkan jumlah produk bawang merah yang terkupas.

Proses pengupasan bawang merah juga tidak terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi, untuk mengatasi kendala-kendala, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengatasinya. Berikut ini skema kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.2.

(16)

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis :

Pengadaan Input (Bahan baku) a. Jumlah komoditi

b.Harga komoditi

Biaya Tata Niaga a. Bahan baku b. Tenaga kerja c. Listrik/air d. Telepon e. Transportasi Proses Pengupasan Produk (Bawang Merah Kupas) Value Added Harga Jual Penerimaan Kesempatan Kerja Pendapatan Pengusaha dan Pakerja Total Biaya Produktivitas

(17)

1. Input produksi usaha bawang merah kupas cukup tersedia.

2. Biaya variabel usaha bawang merah kupas lebih besar dari biaya tetap. 3. Pendapatan yang diperoleh pengusaha bawang merah kupas adalah tinggi. 4. Ada nilai tambah (value added) yang tinggi diperoleh dari hasil usaha bawang

merah kupas.

5. Ada kesempatan kerja usaha bawang merah kupas di daerah penelitian.

6. Jumlah bahan baku, harga beli, harga jual, jumlah tenaga kerja dan jumlah produksi berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha bawang merah kupas di daerah penelitian.

7. Jumlah bawang merah yang di kupas berpengaruh terhadap pendapatan pekerja usaha bawang merah kupas di daerah penelitian.

8. Ada upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala di daerah penelitian.

Gambar

Gambar 1. Katerkaitan Subsistem Agribisnis
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam analisis ekonomi dilihat besarnya penerimaan yang diperoleh, keuntungan atau pendapatan bersih yaitu setelah didapat penerimaan dari usaha tani kulit manis maka

Usahatani padi adalah sistem budidaya padi yang dijalankan oleh petani dengan memanfaatkan faktor produksi seoptimal mungkin yang bertujuan untuk menghasilkan produktivitas padi

Pendapatan atau income petani adalah hasil penjualan dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan sektor ini membeli faktor-faktor produksi tersebut

Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa kebijaksanaan- kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja

Sehingga dari berbagai kerangka tersebut dapat menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani tebu dengan memberikan rekomendasi penggunaan

Dengan diketahuinya biaya( pengeluaran) yang terdiri dari biaya tetap ( fixed cost) dan biaya variabel ( variabel cost) pada proses produksi dan penerimaan yang diperoleh

Input dan Output dari usahatani mencakup biaya dan hasil biaya pada usaha pertanian umumnya adalah biaya produksi yang meliputi biaya investasi, yaitu : biaya yang digunakan