• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Metagenomik untuk Mengetahui Potensi Infeksi Virus pada Jaringan Usus sebagai Penyebab Radang Usus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Metagenomik untuk Mengetahui Potensi Infeksi Virus pada Jaringan Usus sebagai Penyebab Radang Usus"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Semester Genap-Tahun Akademik 2019/2020

Analisis Metagenomik untuk Mengetahui Potensi Infeksi Virus

pada Jaringan Usus sebagai Penyebab Radang Usus

Moh. Hari Rusli1

Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Ilmu Komputer, Universitas Pertamina, Jalan Teuku Nyak Arief, Simprug, 12220 Kebayoran Lama, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Penyakit radang usus, penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, adalah gangguan yang hingga saat ini kurang dipahami dan menyerang bagian saluran usus. Model saat ini untuk memprediksikan penyebab penyakit menunjukkan bahwa pasien yang rentan secara genetik mengembangkan intoleransi terhadap mikroflora usus, dan peradangan kronis berkembang sebagai akibat dari faktor lingkungan. Umumnya studi berfokus pada varian genetik dan flora bakteri usus, namun sedikit yang diketahui tentang potensi infeksi virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini. Oleh karena itu, studi ini melakukan analisis metagenomik untuk mendokumentasikan virome baseline pada sampel biopsi usus pasien penderita inflammatory

bowel diseases (IBD) untuk menilai kontribusi infeksi virus terhadap IBD. Pustaka berisi data

RNA usus yang dirancang dalam 2 GB urutan basis data. Menggunakan jalur bioinformatik yang dirancang untuk mendeteksi sekuens virus, lebih dari 1000 virus terdeteksi langsung pada jaringan usus tanpa prosedur kultur atau isolasi. Studi ini menggambarkan kompleksitas dan kelimpahan virus, bakteri, dan bakteriofag, serta sekuens retroviral endogen manusia dari 10 pasien penderita IBD dan 5 subjek sehat yang menjalani pengawasan kolonoskopi. Perbedaan mikroflora usus dan kelimpahan virus mamalia serta retrovirus endogen manusia mudah terdeteksi dalam analisis metagenomik. Secara khusus, pasien dengan sekuens herpesviridae di usus besar mereka menunjukkan peningkatan ekspresi sekuens virus endogen manusia dan perbedaan dalam keragaman mikrobioma pada usus mereka. Studi ini menawarkan pendekatan metagenomik yang menjanjikan untuk menggambarkan mikrobioma pada usus yang dapat digunakan untuk memahami lebih jauh interaksi host-virus dan fag-bakteri pada IBD.

Kata kunci: penyakit radang usus, metagenomik virus, mikrobioma.

1. PENDAHULUAN

Penyakit radang usus atau inflammatory bowel diseases (IBD) merupakan sebuah penyakit yang meliputi 2 (dua) kondisi inflamasi kronis, yaitu Crohn disease (CD) dan

ulcerative colitis (UC) pada saluran pencernaan terutama bagian distal. Kedua kelainan

tersebut muncul akibat faktor genetik yang cukup kompleks dan diduga timbul dari kombinasi berbagai faktor sehingga memicu gejala yang kadang-kadang tidak dapat dibedakan dari infeksi usus. Dalam sebuah studi, varian genetik atau strain dari turunan bakteri Escherichia coli dan Mycobacterium avium paratuberculosis yang bersifat invasif

1105116008

(2)

telah diduga menjadi salah satu pemicu timbulnya IBD, tetapi anehnya tidak satu pun dari kedua strain tersebut memiliki keterkaitan secara kausal dan menjadi penyebab langsung timbulnya IBD. Hal tersebut didukung dengan hasil uji klinis menggunakan antibiotik yang ditargetkan pada kedua strain bakteri tersebut tak menunjukkan hasil yang memuaskan [1]. Salah satu model patofisiologis saat ini menunjukkan bahwa pasien IBD juga mengalami

dysbiosis, sebuah kondisi ketidakseimbangan jumlah atau pasangan mikroba ataupun

maladaptasi yang terjadi dalam tubuh. Hal ini kemudian dapat menyebabkan respon imun mukosa yang abnormal terhadap bakteri usus jenis komensalisme, sehingga mengakibatkan peradangan kronis [2].

Beberapa studi metagenomik terhadap mikroflora usus mendukung pandangan ini dan melaporkan adanya penurunan tingkat keragaman mikroba usus pada pasien IBD serta peningkatan pola kemiripan mikroba yang semakin spesifik pada jenis mikroba tertentu seperti Enterobacteriaceae. Selain itu, terdapat kemungkinan alternatif bahwa penyakit IBD disebabkan oleh agen infeksi tunggal tertentu yang dapat memicu respon inflamasi sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mikrobiota usus, ditandai dengan hilangnya mikroflora tertentu dalam usus.

Di sisi lain, hanya sedikit data yang tersedia mengenai peran potensial yang mungkin dimainkan oleh virus dalam memicu timbulnya penyakit IBD. Infeksi virus dalam usus mungkin memiliki berbagai konsekuensi mulai dari tidak adanya patologi yang jelas, gejala yang timbul bersifat umum dalam fisiologi usus, terjadinya modulasi sistem kekebalan tubuh enterik, hingga kerusakan biofisik pada usus. Beberapa virus seperti cytomegalovirus (CMV), memiliki interaksi yang kompleks dengan proses timbulnya penyakit pada penderita IBD, di mana infeksi dapat muncul dalam bentuk gejala primer yang mirip dengan kolitis atau dapat menyebabkan penyakit yang berlapis bila pasien diberikan terapi imunosupresif [3,4]. Banyak virus termasuk virus herpesviridae, rubella, dan campak telah dipelajari baik secara serologis maupun dalam jaringan dan hasilnya menunjukkan tak ada bukti yang jelas tentang keterlibatan kausal jenis virus tersebut dalam memicu timbulnya IBD [5,6]. Potensi infeksi virus untuk memicu hilangnya toleransi terhadap bakteri yang dilatarbelakangi oleh keadaan genetik tertentu dan terkait erat dengan CD telah didemonstrasikan pada hewan dan perlu dokumentasi data lebih lanjut untuk membuktikan keterlibatan virus pada pasien penderita IBD [7,8].

(3)

Studi keterlibatan virus pada penyakit IBD dibatasi oleh kurangnya metodologi yang sistematis untuk mendeteksi agen potensial. Munculnya metode sequencing generasi berikutnya telah membuat analisis metagenomik layak dilakukan pada manusia. Selain itu, pendekatan ini juga telah digunakan untuk mempelajari keberadaan komunitas virus dalam darah [9] dan sekresi pernapasan [10], serta untuk membuat katalog DNA dan RNA komunitas spesies virus dalam sampel tinja dari subjek sehat [11,12]. dan pasien penderita IBD [13]. Analisis metagenomik juga berfungsi untuk menemukan agen virus dalam kondisi idiopatik neoplastik dan inflamasi di mana keadaan tersebut tidak mampu dijangkau oleh pendekatan lain [14,15]. Penulis akan mereview kembali studi yang melaporkan analisis metagenomik dari urutan virus dalam RNA usus yang berasal dari pasien dengan CD atau UC. Namun studi ini tidak memiliki kemampuan untuk membedakan passanger virus yang diaktivasi oleh peradangan dan supresi kekebalan tubuh akibat adanya agen penyebab yang potensial. Investigasi pada studi ini akan memberikan deskripsi rinci tentang virom kolon pada pasien dengan IBD.

2. BAHAN DAN METODE 2.1. Pasien

Sampel usus dikumpulkan dari pasien yang menjalani operasi untuk IBD atau dari subjek sehat yang menjalani pengawasan kolonoskopi untuk polip dan kanker. Jaringan diidentifikasi dengan diagnosis dan disimpan pada suhu -80oC. Pasien dan sampel kontrol yang tersedia kemudian dipilih untuk penelitian deskriptif awal guna menentukan kelayakan menggunakan pendekatan metagenomik sehingga diperoleh gambaran profil mikrobioma dan virom dalam jaringan usus besar. Setelah analisis metagenomik, hasil analisis terhadap kondisi pasien ditinjau untuk pertimbangan penggunaan obat sebelum tindakan operasi.

2.2. Preparasi Sampel untuk Illumina Sequencing

Jaringan kolon dihomogenisasi, dan RNA total diekstraksi dengan TRIzol (Invitrogen,

CA). DNA genomik dihilangkan dengan DNase I (RNase-free, Qiagen, CA), dan total RNA

selanjutnya dimurnikan dengan RiboMinus (Invitrogen, CA) untuk menghilangkan RNA ribosom manusia. Konstruksi pustaka sequencing generasi berikutnya dilakukan dengan

Illumina mRNA-Seq Preparation Kit mengikuti instruksi pabrik (Illumina, CA). Sekitar 2 GB

data urutan pasangan-basa berukuran 75 bp hingga 90 bp yang terdiri dari sekitar 30 juta pembacaan dihasilkan tiap pustaka menggunakan platform sequencing Illumina HiSeq 2000.

(4)

2.3. Jalur Bioinformatik (Bioinformatic Pipeline) untuk Analisis Metagenomik Virus

Jalur bioinformatik atau bioinformatic pipeline dikembangkan untuk mengoptimalkan deteksi sequence virus dengan kelimpahan rendah dalam RNA manusia dan untuk menghindari anotasi yang ambigu [9]. Data mantah pembacaan urutan pasangan-basa akan terlebih dahulu disaring dengan perangkat lunak WindowMasker untuk menghilangkan data pembacaan dengan kompleksitas dan kualitas rendah [16]. Data urutan ribosomal, mitokondrial, dan sentromal dianotasi menggunakan NCBI nt/nr dengan bantuan perangkat lunak SOAPaligner [17,18] dan RepeatMasker-RepBase versi 16.04 untuk memaksimalkan deteksi pembacaan urutan virus dan menghilangkan background dari sequence manusia dan bakteri [3]. Basis data dibuat dari basis data milik NCBI nt/nr disertai ID takson termasuk data manusia, bakteri, dan basis data khusus virus untuk persiapan tahap multialignment [9]. Basis data manusia mencakup kumpulan genom manusia (GRCh37/hg19, Februari 2009) dan semua transkrip refseq manusia dari basis data GenBank; sedangkan basis data virus dan bakteri disusun menggunakan takson ID untuk mengekstraksi semua sekuens terkait yang bersumber dari basis data nt/nr.

Ketika proses penyelarasan hasil pembacaan pada basis data manusia, bakteri, dan virus secara terpisah, ditemukan beberapa hasil pembacaan beranotasi sebagai "equally best hits" dengan variasi kurang dari 3 bp dalam wilayah yang cocok dari 2 atau 3 sumber basis data. Maka hasil pembacaan akan dikelompokkan ke dalam set data yang ambigu. Berdasarkan anotasi, selanjutnya dilakukan pengelompokan data menjadi 3 set data utama yang diproses, yaitu manusia, bakteri, dan virus yang mengandung hasil pembacaan pasangan-basa yang memiliki anotasi “best hit” hanya dari satu basis data. Hasil pembacaan yang tak memiliki kecocokan sama sekali dengan 3 basis data akan dikelompokkan ke dalam satu set data yang tak terklasifikasi. Untuk mengoptimalkan sumber daya komputasi untuk analisis

multialignment ini, pertama-tama digunakan SOAPaligner dengan parameter default [17].

Perangkat lunak ini bersifat tak fleksibel dan menggunakan lebih sedikit memori daripada

blastn. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hit terbaik terhadap basis data manusia, bakteri,

dan virus yang memungkinkan variasi maksimum 5 bp tanpa celah pada subjek. Setelah mengurangi ukuran kueri oleh SOAPaligner, kemudian digunakan blastn untuk melakukan analisis tahap kedua terhadap data-data pembacaan yang tak menemukan kecocokan (unmatched reads) menggunakan e-value <1e-5 sebagai batas untuk ketiga basis data. Hubungan urutan pasangan basa hasil pembacaan dengan hasil analisis menggunakan

(5)

pencarian SOAP dan blastn diintegrasikan untuk mengevaluasi akurasi anotasi, sehingga dapat dilakukan kategorisasi lebih lanjut menggunakan set data yang berbeda.

Selanjutnya dilakukan ekstraksi subkelompok untuk memasukkan retrovirus endogen pada manusia (HERV) dari set data manusia. pembacaan HERV dinormalisasi sebagai hasil transkrip per juta dengan total pembacaan kualitas tinggi dari setiap pustaka untuk tingkat ekspresi relatif. Analisis statistik (uji-F) telah digunakan untuk mengevaluasi perbedaan signifikan dari kelimpahan HERV antara sampel dengan dan tanpa virus herpes. Hasil pembacaan kemudian diklasifikasikan ke dalam kelompok HERV-K, HERV-H, HERV-W, dan kelompok yang lainnya. Klasifikasi ini didasarkan pada asam amino dari masing-masing t-RNA spesifik yang digunakan selama replikasi; misalnya, keluarga betaretrovirus, HERV-K, menggunakan t-RNA lisin untuk proses priming reverse transcription [19].

2.4. Verifikasi Virus

Hasil pembacaan sequence virus dianalisis lebih lanjut dengan menyelaraskan seluruh genom virus menggunakan blastn dengan e-value <1e-5. Untuk mengidentifikasi genotipe dan strain virus yang paling relevan, hasil pembacaan tersebut juga diselaraskan dengan genom virus terkait jika tersedia. Hasil pembacaan yang telah menunjukkan kecocokan dengan 1 strain virus dianggap sebagai hasil pembacaan unik, sedangkan hasil pembacaan yang cocok ke beberapa entri terkait akan dipilih berdasarkan nilai kecocokan terbaik dengan parameter berupa e-value terendah, panjang untai yang mengalami kecocokan terpanjang, dan variasi terendah pada subjek. Berdasarkan distribusi dan cakupan baca, virus dengan banyak hasil pembacaan unik yang terdistribusi di sepanjang genom dianggap sebagai kandidat virus yang paling mungkin dalam setiap sampel klinis.

2.5. Profiling Bakteri

Hasil pembacaan dari semua pustaka dikumpulkan untuk penyusunan kumpulan data gabungan. Set data bakteri selanjutnya dianotasi lebih lanjut dengan contigs/scaffolds menggunakan blastn atau balstx pada e-value <1e-5 untuk merecover urutan bakteri yang lebih panjang sehingga dapat dilakukan klasifikasi yang lebih akurat. Hierarchical klastering dan analisis komponen utama (PCA) digunakan lebih lanjut untuk menyusun kembali kelompok (regroup) di antara 15 sampel berdasarkan profil bakteri menggunakan perangkat lunak MeV versi 4.8.1 dan skrip yang ditulis dalam perangkat lunak R. Set data kedua dibuat

(6)

untuk bakteriofag dari kumpulan basis data virus dengan ID takson, dan data tersebut disimpan dengan set data bakteri.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pustaka RNA dibuat dari sampel kolon yang berasal dari 10 pasien dengan CD dan UC dan 5 subjek yang menjalani kolonoskopi untuk pengawasan kanker usus besar. Setiap pustaka kolon disequencing menjadi 30 juta hasil pembacaan pasangan-basa dengan ukuran 75 bp hingga 90 bp, yang kemudian dianalisis oleh sistem jalur metagenomik virus. Proses prefiltrasi akan menghilangkan sekuens ribosom dan hasil pembacaan berkualitas rendah, sehingga tersisa sekitar 7 juta hasil pembacaan untuk diidentifikasi lebih lanjut dalam tahap multialignment. Hasil pembacaan menunjukkan rata-rata komposisi terbesar berupa sekuens manusia sebesar 71% dari pembacaan total dalam sampel jaringan klinis, kemudian disusul oleh hasil pembacaan sekuens bakteri yang menyumbang 1%, dan virus kurang dari 1%. Jumlah hasil pembacaan virus yang terverifikasi bervariasi pada 10 pustaka IBD dan berkisar antara 50 hingga 1000, dengan rincian 3% bersifat ambigu dan sekitar 25% tidak terklasifikasi sehingga membutuhkan analisis lebih lanjut [20].

(7)

Pada Gambar 1 ditunjukkan adanya keragaman virom dalam sampel usus pasien penderita IBD dan pasien kolonoskopi pengawasan kanker. Virus endogenik mamalia dan patogen manusia ditemukan dengan kelimpahan lebih tinggi pada jaringan usus penderita IBD, sedangkan virus endogen tanaman dominan ditemukan dalam sampel usus besar dari pasien yang menjalani pengawasan kanker usus besar yang belum memperoleh vonis penyakit yang terdokumentasi secara medis (sumbu x: sampel pasien, sumbu y: keluarga virus, sumbu-z: log plot jumlah pembacaan).

Sekuens yang memiliki kecocokan terverifikasi dengan 15 jenis keluarga virus yang berbeda ini diidentifikasi dan diverifikasi dengan mendeteksi sekuens genom yang berdekatan dan memiliki pembacaan pasangan basa yang sama yang menyertainya. Di antara 10 sampel pasien IBD, keragaman yang relatif tinggi diamati mulai dari 2 hingga 5 strain virus per pustaka (Gambar 1). Adenovirus endogen manusia ditemukan di semua pustaka sampel pasien IBD (dan tidak ditemukan pada pasien non-IBD), tetapi hasil pembacaan yang cocok dengan wilayah konservatif 1,2 kB, membatasi kemampuan analisis untuk membedakan strain adenovirus yang spesifik. Adapun urutan herpesviridae diamati pada cdC08, ucC06, dan ucC07, tetapi tidak ditemukan pada pasien non-IBD.

Pada awalnya, cukup sulit untuk membedakan antara 2 jenis virus herpes simpleks (HSV) dalam sampel ucC07, karena secara genetika baik genom HSV-1 dan HSV-2 memiliki kesamaan 83%. Namun, hasil pembacaan yang mirip HSV-1 mencakup wilayah genom yang lebih pendek dan menunjukkan varian yang lebih besar dengan HSV-1 (8,6%) meskipun tetap tidak memiliki keunikan pada data set tertentu. Dengan demikian, keberadaan HSV-2 dapat disimpulkan berdasarkan pada cakupan genom yang lebih tinggi dan jumlah pembacaan unik yang tercatat. Infeksi kompleks oleh virus Epstein-Barr (EBV) dan CMV diamati dalam sampel cdC08 yang menunjukkan kecocokan pada wilayah genom secara berturut-turut sekitar 19 kB dan 12 kB [20].

Secara total, dapat diamati adanya varian 1,0% dari genom referensi untuk jenis virus EBV, 1,6% untuk CMV, dan 0,4% untuk HSV-2. Data-data tersebut menunjukkan kemungkinan keberadaan virus ini dalam sampel usus besar. Sekuens virus endogen mamalia lain diamati pada usus penderita IBD dengan kemiripan nukleotida dengan virus torque teno

mini, parvovirus, dan retrovirus endogen porcine B. Lebih jauh lagi, ditemukan pula sekuens

berbagai tanaman dan serangga dalam sampel IBD dan sampel kontrol. Dalam sampel cdC07, sekuens virus yang menyerupai DNA virus double-stranded nukleositoplasma

(8)

berukuran besar terdeteksi dan diduga terkait dengan virus paramecium bursaria chlorella. Meskipun megavirus ini belum pernah dilaporkan sebelumnya pada manusia, virus

acanthocystis turfacea chlorella baru-baru ini ditemukan di orofaring manusia yang

menyebabkan penurunan kinerja pada saat dilakukan tes neurokognitif.

Sekuens bakteri diamati memiliki komposisi sekitar 1% dari total hasil pembacaan sekuens, Data tersebut membuka kesempatan untuk dilakukan penyelidikan mikrobioma usus dalam masing-masing pustaka sampel. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan penggabungan data dari semua jenis bakteri yang terbaca dari 15 pustaka untuk merecover urutan bakteri yang lebih panjang sehingga dapat dilakukan klasifikasi yang lebih akurat. Kemudian analisis pengelompokan hierarkis dilakukan menggunakan data kelimpahan bakteri di setiap pustaka lalu dilakukan analisis lanjut dengan PCA dan skrip yang ditulis dalam bahasa R untuk menentukan hubungan potensial dari masing-masing pustaka.

Sebagian besar sampel IBD dikelompokkan dalam satu klaster (Gambar 2), kelimpahan yang lebih tinggi dari keluarga bakteri yang mencakup bradyrhizobiaceae, enterobacteriaceae, comamonadaceae, dan moraxellaceae teramati pada sampel IBD. Hasil

analisis metode ini didasarkan pada transkrip per juta (per jumlah sampel mulai dari 0 hingga sekitar 2000). Klaster diidentifikasi dari pola profil bakteri pada tiap jenis bacteri (baris dengan nilai jarak mulai dari -0,12 sampai 1) dan per sampel (kolom dengan nilai jarak berkisar antara 0,08 sampai 1). Sebagian besar sampel IBD berkumpul dalam satu klaster kecuali 2 sampel usus UC ditandai dengan tanda bintang (ucC03 dan ucC04 dengan sekuens dan/atau keragaman virus yang terbatas). Klaster yang menunjukkan tingkat ekspresi bakteri yang tinggi secara konsisten terlihat dalam sampel IBD sebagaimana dilaporkan juga pada studi sebelumnya.

(9)

Gambar 2. Hasil analisis pengelompokan hirarki dari kumpulan data bakteri [20] Hasil analisis PCA konsisten dengan hasil analisis pengelompokan hierarkis yang telah dijelaskan sebelumnya dan menunjukkan 2 kelompok dominan yakni kelompok IBD dan subjek kontrol. Namun menariknya, terdapat tambahan satu kelompok lagi yang berisi 3 sampel dengan keragaman virus yang tinggi, termasuk 2 sampel dengan infeksi virus herpes, tampaknya tersebar secara terpisah dan tidak masuk ke dalam 2 kelompok dominan sebelumnya (Gambar 3).

(10)

Gambar 3. Hasil analisis PCA [20]

Analisis PCA tiga dimensi pada set data bakteri disubkategorikan menjadi 3 kelompok besar: (1) mayoritas sampel IBD (berwarna hijau), (2) sampel dari pasien yang menjalani pengawasan kolon dan 2 sampel UC dengan urutan virus terbatas (merah: ucC03 dan ucC04), dan (3) sebaran 3 sampel kolon IBD dengan kelimpahan virus yang relatif tinggi (berwarna biru: cdC05, parvovirus B19; cdC08, CMV dan EBV; ucC07, HSV-2 dan virus torsi teno) [20].

Selain itu, dilaporkan pula bahwa mayoritas DNA virus di dalam usus adalah berupa bakteriofag. Virus-virus ini dilaporkan dapat mempertahankan populasi yang stabil di dalam mikrobioma usus dari waktu ke waktu dengan perbedaan kurang dari 20% pada jumlah strain yang tercatat selama periode waktu 2 tahun. Untuk mempelajari populasi bakteriofag ini, dilakukan tabulasi semua jenis bakteriofag dan akhirnya terdeteksi sebanyak 119 strain bakteriofag berbeda dengan hasil pembacaan unik, yang memiliki keterkaitan dengan 49

(11)

strain inang bakteri yang berbeda. Pada studi menggunakan sampel usus penderita IBD yang lebih beragam, ditemukan kelompok fag yang sangat melimpah hanya dalam 1 atau 2 sampel jaringan usus. Sebagai contoh, pustaka ucC07 berisi urutan yang homolog dengan beberapa jenis fag seperti Enterococcus phage, Streptococcus phage phi-m46.1, Escherichia phage

K1ind3, dan lain-lain. Sebagai perbandingan, sebagian besar fag jenis lain dideteksi

keberadaannya pada beberapa sampel usus yang berbeda. Pengamatan ini mengindikasikan bahwa populasi bakteri yang luas dikenal sebagai inang bagi fag umumnya akan dapat ditemukan dalam sampel usus penderita IBD meskipun dengan variasi perbedaan yang muncul bergantung pada masing-masing individu pasien yang diambil sebagai sampel. Selanjutnya, dilaporkan juga bahwa hampir setengah dari bakteriofag yang ada pada usus memiliki keterkaitan dengan strain bakteri yang teridentifikasi dalam sampel usus besar. Selain itu, terdapat 5 strain fag yang memiliki keterkaitan dengan bakteri yang ditemukan dalam probiotik, seperti Lactococcus lactis, yang mungkin terkait dengan terapi probiotik VSL#3 yang digunakan untuk mengobati 2 pasien yang diambil sebagai sampel [20].

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Keberadaan sekuens virus yang terdeteksi pada sampel usus penderita IBD tampaknya memiliki dampak yang nyata pada keanekaragaman mikroba (Gambar 3). Interaksi infeksi virus dengan mikrobiota enterik baru-baru ini terbukti menjadi pendorong penting dalam model penyebab timbulnya IBD. Sebagai contoh, bakteri enterik memungkinkan infeksi

norovirus pada limfosit B usus [8]. Hal tersebut menunjukkan interaksi kompleks antara

mikrobiota dan infeksi virus seperti yang disorot oleh model Atg16L1-deficient mouse. Tikus ini mengembangkan penyakit seperti CD setelah terjadinya infeksi murine norovirus, yang dapat dicegah dengan pemberian antibiotic dengan jangkauan luas. Infeksi virus jelas mengubah mikroflora usus karena penyakit ini dapat ditularkan ke tikus yang kekurangan Atg16L1 yang sehat bahkan setelah infeksi virus terlihat sudah hilang [7]. Mekanisme interaksi virus-bakteri dalam IBD memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Oleh karena itu, studi ini menggarisbawahi pentingnya model di mana infeksi virus dapat mengubah mikrobioma usus. Data studi ini juga menekankan pentingnya penggunaan analisis metagenomik virus untuk mendeteksi potensi infeksi virus sebagai faktor yang mempersulit pengelolaan dan penanganan pasien penderita IBD. Di masa depan, studi tambahan akan diperlukan untuk lebih tegas menghubungkan temuan metagenomik dengan gambaran klinis penyakit IBD.

(12)

5. REFERENSI

[1] Vanderploeg R, Panaccione R, Ghosh S, et al. Influences of intestinal bacteria in human inflammatory bowel disease. Infect Dis Clin North Am. 2010;24:977–993, ix.

[2] Tamboli CP, Neut C, Desreumaux P, et al. Dysbiosis in inflammatory bowel disease. Gut. 2004;53:1–4.

[3] Hussein K, Hayek T, Yassin K, et al. Acute cytomegalovirus infection associated with the onset of inflammatory bowel disease. Am J Med Sci.2006;331:40–43.

[4] Kandiel A, Lashner B. Cytomegalovirus colitis complicating inflammatory bowel disease. Am J Gastroenterol. 2006;101:2857–2865.

[5] Bernstein CN, Rawsthorne P, Blanchard JF. Population-based casecontrol study of measles, mumps, and rubella and inflammatory bowel disease. Inflamm Bowel Dis. 2007;13:759–762.

[6] Bernstein CN, Blanchard JF. Viruses and inflammatory bowel disease: is there evidence for a causal association? Inflamm Bowel Dis. 2000;6:34–39.

[7] Cadwell K, Patel KK, Maloney NS, et al. Virus-plus-susceptibility gene interaction determines Crohn’s disease gene Atg16L1 phenotypes in intestine. Cell. 2010;141:1135– 1145.

[8] Jones MK, Watanabe M, Zhu S, et al. Enteric bacteria promote human and mouse norovirus infection of B cells. Science. 2014;346:755–759.

[9] Law J, Jovel J, Paterson J, et al. Identification of hepatotropic viruses from plasma using deep sequencing: a new generation diagnostic tool. PLoS One. 2013;8:e60595.

[10] Riesenfeld CS, Schloss PD, Handelsman J. Metagenomics: genomic analysis of microbial communities. Annu Rev Genet. 2004;38:525–552.

[11] Breitbart M, Hewson I, Felts B, et al. Metagenomic analyses of an uncultured viral community from human feces. J Bacteriol. 2003;185: 6220–6223.

[12] Zhang T, Breitbart M, Lee WH, et al. RNA viral community in human feces: prevalence of plant pathogenic viruses. PLoS Biol. 2006;4:e3.

[13] Perez-Brocal V, Garcia-Lopez R, Vazquez-Castellanos JF, et al. Study of the viral and microbial communities associated with Crohn’s disease: a metagenomic approach. Clin Transl Gastroenterol. 2013;4:e36.

[14] Feng H, Shuda M, Chang Y, et al. Clonal integration of a polyomavirus in human Merkel cell carcinoma. Science. 2008;319:1096–1100.

[15] Palacios G, Druce J, Du L, et al. A new arenavirus in a cluster of fatal transplant-associated diseases. N Engl J Med. 2008;358:991–998.

[16] Morgulis A, Gertz EM, Schaffer AA, et al. WindowMasker: windowbased masker for sequenced genomes. Bioinformatics. 2006;22:134–141.

[17] Li R, Li Y, Kristiansen K, et al. SOAP: short oligonucleotide alignment program. Bioinformatics. 2008;24:713–714.

[18] Li R, Yu C, Li Y, et al. SOAP2: an improved ultrafast tool for short read alignment. Bioinformatics. 2009;25:1966–1967.

[19] Larsson E, Kato N, Cohen M. Human endogenous proviruses. Curr Top Microbiol Immunol. 1989;148:115–132.

[20] Wang, Weiwei et al., Metagenomic Analysis of Microbiome in Colon Tissue from Subjects with Inflammatory Bowel Diseases Reveals Interplay of Viruses and Bacteria. Inflammatory Bowel Disease Journal. 2015:21 no.6 page 1419-1427.

Gambar

Gambar 1. Kompleksitas virus terdeteksi [20]
Gambar 2. Hasil analisis pengelompokan hirarki dari kumpulan data bakteri [20]
Gambar 3. Hasil analisis PCA [20]

Referensi

Dokumen terkait

TABEL MATRIK RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016.. 3 4

Seperti terlihat pada Tabel IV.4 diatas, beberapa capaian di pertengahan tahun 2014 ini telah sesuai ataupun melebihi indicator yang dicanangkan, antara lain dari

B Cukai yang dikenakan adalah berkadar langsung dengan tingkat pendapatan C Beban cukai ini mesti dibayar oleh orang yang dikenakan cukai dan tidak boleh.. dipindahkan kepada

(1) “ setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud pasal 24

Background: Parapharyngeal space tumors account for some 0.5% of tumors of the head and neck, most of them benign.. The most common benign neoplasms are salivary gland

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh beberapa Seko- lah Dasar adalah Masih rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelaja- ran matematika materi bilangan Romawi serta

Perubahan cara pandang akan gerakan mahasiswa ini juga berdampak pada metode yang digunakan, mahasiswa lebih menghindari demonstrasi, mengutamakan