• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PROTEIN ONGGOK UREA ZEOLIT YANG DIFERMENTASI OLEH Aspergillus niger (Cassabio) DENGAN PENAMBAHAN AMONIUM SULFAT SEBAGAI SUMBER SULFUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN PROTEIN ONGGOK UREA ZEOLIT YANG DIFERMENTASI OLEH Aspergillus niger (Cassabio) DENGAN PENAMBAHAN AMONIUM SULFAT SEBAGAI SUMBER SULFUR"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PROTEIN ONGGOK–UREA–ZEOLIT YANG

DIFERMENTASI OLEH Aspergillus niger (Cassabio)

DENGAN PENAMBAHAN AMONIUM SULFAT

SEBAGAI SUMBER SULFUR

SKRIPSI PITRIYATIN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

RINGKASAN

Pitrityatin. D24062356. 2010. Peningkatan Protein Onggok–Urea–Zeolit yang Difermentasi oleh Aspergillus niger (Cassabio) dengan Penambahan Amonium Sulfat sebagai Sumber Sulfur. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Dosen Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc. Dosen Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, MSi.

Onggok merupakan limbah padatan yang berasal dari pembuatan tapioka ubi kayu. Limbah ini masih mengandung pati dalam jumlah yang tinggi akan tetapi sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Onggok dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak akan tetapi kandungan proteinnya rendah, kurang dari 5% dengan kandungan serat yang tinggi sekitar 35%. Salah satu teknologi alternatif untuk meningkatkan kualitas onggok adalah melalui proses fermentasi. Proses tersebut dapat dilakukan secara fermentasi padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum, ditambah campuran urea sebagai sumber nitrogen anorganik dan zeolit sebagai sumber mineral dan penyerap amonia dalam konsentrasi tinggi. Kualitas onggok-urea-zeolit fermentasi (cassabio) ini dapat dioptimalkan dari segi kandungan protein kasar dan protein murni dengan penambahan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen dan sulfur.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri atas AS1 (tanpa penambahan amonium sulfat), AS2 (penambahan amonium sulfat 0,5%), AS3 (penambahan amonium sulfat 1%) dan AS4 (penambahan amonium sulfat 1,5%). Hasil data yang diperoleh diolah dengan meggunakan analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan (Steel and Torrie, 1997).

Peubah-peubah yang diamati terdiri atas analisis proksimat yaitu kadar bahan kering (BK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), protein kasar (PK) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), analisis protein murni dan analisis asam amino. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan penambahan amonium sulfat berpengaruh nyata terhadap kadar SK dan LK cassabio (P<0,05) dan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar BK, PK, BETN, dan protein murni (P>0,05). Penambahan amonium sulfat cenderung meningkatkan kadar PK (P=0,057). Perlakuan AS4 mempunyai nilai protein murni paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan penambahan amonium sulfat berpengaruh nyata terhadap kandungan asam amino glutamat, serin dan tirosin (P<0,05). Berdasarkan hasil perhitungan skor kimia, asam amino arginin merupakan asam amino pembatas, hal ini menunjukan bahwa penambahan amonium sulfat dapat menjadi sumber sulfur sehingga kebutuhan untuk asam amino metionin dan sistin dapat terpenuhi. Cassabio dapat dijadikan sebagai pakan sumber energi yang dapat menggantikan dedak padi atau jagung.

(3)

ABSTRACT

Protein Enrichment of Cassava (Manihot esculenta Crantz) By-products Through Solid Fermentation by Aspergillus niger (Cassabio)

Added with Amonium Sulfat Pitriyatin, A. D. Lubis and W. Hermana

Cassava pulp is a solid waste that produced as a by product of tapioca production in tropical regions. This product still contains high levels of starch and constitutes a serious environmental concern as a disposal. The problems of this product are low level in crude protein and high level in crude fiber. Cassava pulp can be used as a feed by enriching the protein content with fermentation process. Cassava pulp was added with 3% urea and 2.5% zeolit and was fermented by Aspergillus niger for six days. Fermented cassava pulp-urea-zeolit (cassabio) has protein content about 9% and the protein content of this product can enriched by ammonium sulphate supplementation. The objective of this experiment was to determine level of ammonium sulphate supplementation to increase protein content and to reduce crude fiber content. The experimental design used in this research was Completely Randomized Design with 4 treatments and 4 replications. The treatments are: AS1 (0% ammonium sulphate of cassava pulp dry matter), AS2 (0.5% ammonium sulphate of cassava pulp dry matter), AS3 (1% ammonium sulphate of cassava pulp dry matter), AS4 (1.5% ammonium sulphate of cassava pulp dry matter). The results were analyzed by ANOVA and Duncan Test (Steel and Torrie, 1997). Fermented cassava pulp variables measured were dry matter content, crude protein, crude fiber, crude fat, BETN, true protein and amino acid content. The results of this research indicated that the highest level of ammonium sulphate supplementation gave significant effect (P<0.05) was from crude fat and crude fiber, but not significant effect (P>0.05) from crude protein, dry matter, BETN, true protein and amino acid essential content. The highest level of ammonium sulphate supplementation has the highest crude and true protein content. Limiting amino acid is arginin, it was indicated that ammonium sulphate supplementation gave sulphur which sufficient in this fermentation.

(4)

PENINGKATAN PROTEIN ONGGOK–UREA–ZEOLIT YANG

DIFERMENTASI OLEH Aspergillus niger (Cassabio)

DENGAN PENAMBAHAN AMONIUM SULFAT

SEBAGAI SUMBER SULFUR

PITRIYATIN D24062356

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

Judul : Peningkatan Protein Onggok-Urea-Zeolit yang Difermentasi oleh Aspergillus niger (Cassabio) dengan Penambahan Amonium Sulfat sebagai Sumber Sulfur

Nama : Pitriyatin NIM : D24062356

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M. Sc. Ir. Widya Hermana, M. Si. NIP. 19670103 199303 1 001 NIP. 19680110 199203 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat G. Permana, M. Sc.Agr. NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 03 Juni 1988 di Singaparna, Tasikmalaya. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Rojak, BA dan Ibu Dais Aisyah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri Mohammad Toha dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Singaparna. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Singaparna, Tasikmalaya pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Paduan Suara Gradziono Symphonia Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor periode 2007-2009, anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi Ternak (HIMASITER) Divisi Nutrisi dan Industri (NUTRISARI) periode 2007-2008, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan Bendahara Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) periode 2008-2009 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Asal Tasikmalaya (HIMALAYA) periode 2006-2007. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Farm Charoen Pokphand Subang kurang lebih selama satu bulan, pada tahun 2008. Penulis berkesempatan menjadi poster presenter dengan judul “Organic Pesticide from Urine and Spices Modification” pada International Seminar and Symposium, Go Organic 2009 di Bangkok-Thailand, dan melaksanakan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) yang didanai oleh DIKTI dengan judul “Bioteknologi Amoniasi Alami Larva Semut Penganyam Asia sebagai Pakan Sumber Protein Alternatif-Nonkompetitif” periode tahun 2008-2009. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) tahun 2008-2009 dan beasiswa SUPERSEMAR tahun 2010.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam dijunjungkan kepada nabi besar Nabi Muhammad SAW karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peningkatan Protein Onggok–Urea–Zeolit yang Difermentasi oleh Aspergillus niger (Cassabio) dengan Penambahan Amonium Sulfat sebagai Sumber Sulfur” yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2009. Penelitian dimulai dari penggilingan onggok, pembuatan produk cassabio dengan berbagai perlakuan, proses fermentasi, analisis proksimat dan protein murni serta analisis asam amino. Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu analisis proksimat dan protein murni di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta analisis asam amino di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengevaluasi kualitas kandungan zat makanan onggok-urea-zeolit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dengan penambahan amonium sulfat dan menentukan taraf penggunaan amonium sulfat yang optimal.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Juni 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... i10

DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Onggok ... 3

Potensi Onggok sebagai Pakan Ternak ... 5

Urea ... 6

Zeolit ... 8

Onggok-Urea-Zeolit Fermentasi (Cassabio) ... 9

Fermentasi ... 10

Fermentasi Medium Padat ... 11

Kapang sebagai Inokulum Fermentasi ... 12

Kapang Aspergillus niger ... 13

Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kualitas Pakan ... 14

Faktor Lingkungan dalam Fermentasi ... 15

Waktu Inkubasi dan Proses Perubahan Selama Fermentasi ... 16

Amonium Sulfat ... 17

Asam Amino dan Pengaruhnya terhadap Ternak ... 18

MATERI DAN METODE ... 19

Waktu dan Tempat ... 19

Materi ... 19

Bahan ... 19

Alat ... 19

Metode ... 19

Fermentasi Bahan ... 19

Analisis Bahan Kering ... 22

Analisis Kadar Abu ... 23

(9)

Analisis Kadar Protein Kasar ... 24

Analisis Kadar Lemak Kasar ... 24

Kadar Protein Murni ... 24

Analisis Asam Amino ... 25

Rancangan Percobaan ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Komposisi Zat Makanan Onggok Sebelum Fermentasi ... 27

Kehilangan Bahan Kering Selama Proses Fermentasi ... 28

Perubahan Kandungan Zat Makanan Onggok Fermentasi dengan Penambahan Amonium Sulfat ... 29

Kandungan Protein Kasar ... 30

Kandungan Protein Murni ... 33

Kandungan Serat Kasar ... 34

Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) ... 35

Kandungan Lemak Kasar ... 37

Perubahan Kandungan Asam Amino Onggok Fermentasi dengan Penambahan Amonium Sulfat ... 38

Efek Penggunaan Cassabio sebagai Ransum terhadap Lingkungan ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran... 42

UCAPAN TERIMAKASIH ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Zat Makanan Onggok dari Beberapa Sumber Berdasarkan Bahan Kering ... 5 2. Hasil Analisa Kandungan Zat Makanan Onggok Sebelum Fermentasi

Berdasarkan Bahan Kering ... 27 3. Rataan Kehilangan Bahan Kering Onggok Hasil Fermentasi dengan

Penambahan Amonium Sulfat ... 28 4. Pengaruh Pemberian Amonium Sulfat terhadap Komposisi Kimia

Onggok-Urea-Zeolit Fermentasi Berdasarkan Bahan Kering ... 30 5. Jumlah NPN Semua Perlakuan ... 33 6. Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat terhadap Komposisi Asam

Amino Onggok-Urea-Zeolit Fermentasi (%)………. 38 7. Perbandingan Kandungan Asam Amino Cassabio dengan Penambahan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Tepung Tapioka dan Tepung Onggok

Industri Rakyat ... 4

2. Pembuatan Urea ... 6

3. Rangkaian Pemecahan dan Penggunaan Urea oleh Kapang ... 7

4. Rangka Zeolit yang Terbentuk dari Ikatan 4 Atom O dengan 1 Atom Si ... 8

5. Mekanisme Penguraian dan Penyerapan Substrat oleh kapang ... 13

6. Proses Penghalusan Onggok ... 21

7. Proses Penghalusan Zeolit ... 21

8. Proses Sterilisasi ... 21

9. Proses Pencampuran ... 21

10. Masa Inkubasi dan Penghentian Aktivitas Kapang ... 22

11. Kondisi Biomassa Cassabio ... 29

12. Grafik Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat terhadap Kadar Protein Kasar ……… 32

13. Grafik Persamaan Linear Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat terhadap Kadar Protein Kasar ... 32

14. Grafik Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat terhadap Kadar Protein Murni ……….. 34

15. Grafik Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat terhadap Kadar Serat Kasar ………. 35

16. Grafik Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat terhadap Kadar BETN 36

17. Grafik Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat terhadap Kadar Lemak Kasar ……….. 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Anova Kehilangan Bahan Kering Onggok fermentasi ..…... 50

2. Anova Kadar Bahan Kering Onggok Fermentasi ... 50

3. Anova Kadar Protein Kasar Onggok Fermentasi ... 50

4. Anova Kadar Serat Kasar Onggok Fermentasi ... 50

5. Uji LanjutDuncan Serat Kasar Onggok Fermentasi ... 50

6. Anova Kadar Lemak Kasar Onggok Fermentasi ... 51

7. Uji Lanjut Duncan Lemak Kasar Onggok Fermentasi ... 51

8. Anova Kadar BETN Onggok Fermentasi ……… ... 51

9. Anova Kadar Protein Murni Onggok Fermentasi ... 51

10. Anova Kadar Asam Aspartat Onggok Fermentasi ... 51

11. Anova Kadar Asam Glutamat Onggok Fermentasi ... 51

12. Uji Lanjut Duncan Kadar Asam Glutamat Onggok Fermentasi ... 51

13. Anova Kadar Serin Onggok Fermentasi ... 52

14. Uji Lanjut Duncan Kadar Serin Onggok Fermentasi ... 52

15. Anova Kadar Glysin Onggok Fermentasi ... 52

16. Anova Kadar Histidin Onggok Fermentasi ... 52

17. Anova Kadar Arginin Onggok Fermentasi ... 52

18. Anova Kadar Treonin Onggok Fermentasi ... 52

19. Anova Kadar Alanin Onggok Fermentasi ... 53

20. Anova Kadar Prolin Onggok Fermentasi ... 53

21. Anova Kadar Tyrosin Onggok Fermentasi ... 53

22. Uji Lanjut Duncan Kadar Tyrosin Onggok Fermentasi ... 53

23. Anova Kadar Valin Onggok Fermentasi ... 53

24. Anova Kadar Metionin Onggok Fermentasi ... 53

25. Anova Kadar Sistin Onggok Fermentasi ... 54

26. Anova Kadar Isoleusin Onggok Fermentasi ... 54

27. Anova Kadar Leusin Onggok Fermentasi ... 54

28. Anova Kadar Phenilalanin Onggok Fermentasi ... 54

(13)

30. Tabel Komposisi Kimia Protein Sel Tunggal dari Fermentasi

Aspergillus niger (g/kg As Fed) ... 55 31. Tabel Perhitungan Skor Kimia ... 56 32.Gambar Cassabio dengan Perlakuan AS1 (Tanpa Penambahan

Amonium Sulfat) Selama 6 Hari Fermentasi ... 57 33. Gambar Cassabio dengan Perlakuan AS2 (Penambahan Amonium

Sulfat 0,5%) Selama 6 Hari Fermentasi ... 57 34. Gambar Cassabio dengan Perlakuan AS3 (Penambahan Amonium

Sulfat 1%) Selama 6 Hari Fermentasi ... 58 35. Gambar Cassabio dengan Perlakuan AS4 (Penambahan Amonium

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketergantungan industri pakan di Indonesia terhadap pakan impor saat ini semakin meningkat dan semakin tidak dapat dihindari terutama pakan ternak unggas seperti jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dan lain-lain. Harga pakan impor semakin mahal karena dipengaruhi oleh harga global. Hal ini semakin mendorong peneliti untuk mencari pakan alternatif yang tersedia dalam jumlah yang besar secara lokal, berkesinambungan dan murah. Pengembangan pakan alternatif dengan menggunakan sumber daya lokal harus dimulai dari pengetahuan akan ketersediaan dan pengaruhnya terhadap kebutuhan nutrisi ternak. Salah satu limbah agroindustri yang potensial digunakan sebagai pakan ternak adalah limbah pengolahan singkong atau ubi kayu menjadi tapioka yaitu onggok. Produksi singkong di Indonesia terus meningkat, dan pada tahun 2008 mencapai 21.756.991 ton (Biro Pusat Statistik, 2009). Singkong mempunyai harga yang murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak, dapat tumbuh pada kondisi tanah dengan ketersediaan nutrien yang rendah dan dapat bertahan pada musim kemarau. Ketersediaan onggok pun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka dan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubi kayu (Supriyati et al., 2003). Dalam pengolahan tapioka, setiap ton ubi kayu dapat menghasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok dan 120 kg sludge (Enie dan Hasibuan, 1989). Produksi onggok di Indonesia pada tahun 2008 apabila dikonversi menurut Enie dan Hasibuan (1989) adalah sekitar 2.480.296,97 ton.

Onggok mempunyai kandungan protein yang rendah yaitu lebih rendah dari 2% dan serat kasar yang tinggi yaitu lebih dari 35%, sehingga jarang dimanfaatkan oleh masyarakat (Pandey et al., 2000). Limbah ini masih mengandung pati dalam jumlah yang tinggi sebagai sumber karbon sehingga kualitasnya dapat ditingkatkan dengan teknologi fermentasi menggunakan Aspergillus niger (Iyayi dan Losel, 2001; Pandey et al., 2000; Vandenberghe et al., 1999; Lubis, 2007). Hal ini dikarenakan Aspergillus niger adalah salah satu mikroorganisme yang sangat baik dalam menggunakan onggok sebagai substrat dan sekaligus dapat meningkatkan kualitasnya. Apabila limbah ini tidak dimanfaatkan, maka akan menimbulkan masalah lingkungan karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik.

(15)

2 Proses fermentasi membutuhkan nitrogen yang lebih tinggi dan juga mineral untuk pertumbuhannya sehingga harus ditambahkan beberapa zat makanan seperti urea untuk meningkatkan proses fermentasi dan kualitas produk akhir (Pepler, 1973). Produksi amonia dari urea mempunyai kecepatan empat kali lebih besar dari pembentukan sel tubuh mikroorganisme, sehingga konsentrasi amonia yang dihasilkan akan sangat tinggi dan dapat menjadi racun bagi proses fermentasi itu sendiri (Hendriksen dan Ahring, 1991). Untuk mengurangi kadar amonia tersebut, digunakan zeolit yang bertindak sebagai reservoir untuk menjaga konsentrasi amonia selama fermentasi. Kombinasi onggok-urea-zeolit (cassabio) merupakan gabungan yang realistis karena banyak tersedia dan harganya yang murah. Onggok-urea-zeolit yang difermentasi dengan Aspergillus niger memperlihatkan kualitas yang baik pada percobaan di laboratorium dan lapang pada ayam broiler pada penelitian sebelumnya (Lubis, 2007). Akan tetapi kualitas produk cassabio tersebut masih dapat dioptimalkan dengan penambahan mineral sulfur yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan asam amino bersulfur.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan amonium sulfat terhadap kualitas kandungan zat makanan onggok-urea-zeolit yang difermentasi oleh Aspergillus niger (cassabio).

(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Onggok

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) disebut juga singkong atau ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat yang sangat penting dan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat tropis dan tanaman ini dapat tumbuh pada kondisi tanah dengan ketersediaan nutrien yang rendah dan dapat bertahan pada musim kemarau (Burrel, 2003). Sebanyak dua per tiga, singkong dikonsumsi oleh manusia dan sisanya digunakan untuk pakan ternak (Nwokoro et al., 2002) dan industri (Tonukari, 2004). Ketersediaan onggok pun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka dan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubi kayu (Supriyati et al., 2003). Produksi ubi kayu Indonesia pada tahun 2008 mencapai 21.756.991 ton (Biro Pusat Statistik, 2009). Di Indonesia, singkong digunakan sebagai bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan singkong dapat digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape atau peuyeum), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka.

Tepung tapioka merupakan produk yang paling banyak dihasilkan dari pengolahan ubi kayu. Dalam proses pembuatannya, dihasilkan limbah cair dan limbah padat. Limbah padat terdiri atas kulit hasil pengupasan ubi kayu, sisa-sisa potongan ubi kayu yang tidak terparut, limbah hasil pengendapan air buangan serta onggok yang merupakan hasil ekstraksi pati. Bagan alir proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioka disajikan pada Gambar 1. Haroen (1993) merinci lebih lengkap tentang persentase dari produk utama berupa tepung tapioka berkisar 20%-24% sementara limbah yang dihasilkan selama proses pengolahan berturut-turut untuk kulit luar, kulit dalam dan onggok adalah 2%, 15% dan 5-15%.

(17)

4

Umbi ubi kayu

Pengupasan Limbah Kulit

Air Pencucian Limbah cair

Pemarutan Penyaringan

Onggok Basah Pengendapan pati

Pengepresan

Pengeringan Endapan pati Limbah cair

Penggilingan Pengepakan Pengeringan

Pengayakan Pengayakan

Tepung Onggok Tepung Tapioka

Gambar 1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Tepung Tapioka dan Tepung Onggok Industri Rakyat (Halid, 1991)

Pada proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioka diperoleh hasil sampingan berupa padatan yang disebut onggok dan hasil buangan berupa cairan yang disebut sludge. Ketersediaan jumlah onggok sangat bergantung pada varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi pati tapioka dan penanganannya. Produksi ubi kayu mengalami peningkatan dari 19,3 juta ton pada tahun 2005 menjadi 21,7 juta ton pada tahun 2008.

Onggok merupakan sumber karbon yang cukup baik digunakan sebagai medium fermentasi karena onggok masih mengandung pati sebesar 60%-70% bahan

(18)

5 kering. Onggok juga dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi selulase, amilase, amiloglukosidase dan angkak. Kandungan pati dalam onggok sangat bergantung pada varietas dan mutu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi pati tapioka dan penanganan onggok. Hal ini menyebabkan beberapa hasil analisis proksimat menunjukan hasil yang berbeda seperti pada Tabel 1.

Potensi Onggok Sebagai Pakan Ternak

Onggok merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan protein yang rendah disertai dengan kandungan serat kasar yang tinggi (Tabel 1). Akan tetapi ditinjau dari komposisi zat makanannya, onggok merupakan sumber energi dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 98,85 % (Gohl, 1981).

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Onggok dari Beberapa Sumber Berdasarkan Bahan Kering Zat Makanan 1 2 3 Abu 0,85 1,44 0,83 Protein Kasar 2,21 1,15 2,04 Lemak Kasar 0,33 0,26 0,36 Serat Kasar 11,16 15,06 9,28 BETN 85,45 82,09 87,49

Energi Bruto (kkal/g) 3558 3427 3426

Sumber: 1. Lubis, et al (2007)

2. Taram (1995)

3. Suhartono (2000)

Hasil analisis komponen pada onggok sangat tergantung pada varietas, cara pengolahan, mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka dan cara penanganan onggok tapioka yang dihasilkan (Halid, 1991). Salah satu teknologi altenatif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui proses fermentasi. Proses tersebut dapat dilakukan secara semi padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum, ditambah campuran urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik.

(19)

6 Menurut Supriyati (2003), sebelum difermentasi onggok tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu, sampai kadar airnya maksimal 20% dan selanjutnya digiling. Untuk setiap 10 kg bahan baku pakan dibutuhkan 80 gram kapang Aspergillus niger dan 584,4 gram campuran mineral anorganik. Setelah dianalisis kandungan nutriennya, antara onggok dan onggok terfermentasi berbeda yaitu kandungan protein kasar dan protein sejati, masing-masing meningkat dari 2,2% menjadi 25,6% dan 18,4%. Kandungan karbohidratnya menurun dari 51,8% menjadi 36,2%. Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang Aspergillus niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan protein meningkat dari 2,2% menjadi 18,4%, dengan menggunakan urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen.

Penggunaan singkong untuk pakan ayam bukanlah hal yang baru, walaupun demikian, dalam pakan konvensional penggunaannya terbatas karena beberapa faktor yaitu berdebu dalam bentuk tepung, rendah kandungan protein kasarnya, kandungan serat kasar yang tinggi, adanya kandungan HCN dan perhitungan secara ekonomi dalam penggunaannya.

Urea

Urea merupakan salah satu sumber nitrogen bukan protein (NBP) yang berbentuk kristal putih, bersifat mudah larut dalam air dan mengandung 45% nitrogen (Parakkasi, 1995). Menurut Fardiaz (1988) nitrogen mempunyai fungsi fisiologis bagi mikroorganisme yaitu merupakan bagian protein, asam nukleat dan koenzim. Urea dibuat dengan mereaksikan amonia dan karbondioksida dengan reaksi seperti diperlihatkan pada Gambar 2.

C O

║ ║

NH4 + CO2 NH4 – O – C – O – NH4 H2N – C – NH2

Ammonium karbondioksida diamonium karbonat urea Gambar 2. Pembuatan Urea

Urea dalam proses fermentasi akan diuraikan kembali oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida selanjutnya amonia akan digunakan untuk membentuk asam amino seperti pada Gambar 3 (Garraway dan Evans, 1984).

(20)

7 Menurut Fardiaz (1992), nitrogen dalam media fermentasi mempunyai fungsi fisiologis bagi mikroorganisme yaitu sebagai bahan untuk mensintesis protein, asam nukleat dan koenzim.

Lubis (1996) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam proses fermentasi mempengaruhi kandungan protein kasar, protein murni, serat kasar, lemak kasar, BETN dan bahan kering. Dalam penggunaanya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penambahan urea yaitu ketersediaan karbohidrat yang mudah dicerna, harus dicampur dengan baik dengan bahan pakan lain, diberikan pada waktu adaptasi dua sampai dengan tiga minggu, tidak memakai urea lebih besar dari 1% dari ransum lengkap atau lebih besar 5% dari konsentrat serta pemberiannya disarankan disertai dengan penambahan mineral (Parakkasi, 1995).

Urea NH4 Glutamat

Asam Amino Lainnya Pool Asam amino

N asetil Gugus Utama Pirimidin Vitamin Protein Glukosamin Fosfolipid Purin

DNA, RNA

Gambar 3. Rangkaian Pemecahan dan Penggunaan Urea oleh Kapang (Garraway dan Evans, 1984)

Zeolit

Mineral zeolit adalah kristal alumunium silikat terhidrasi dari kation-kation alkali dan alkali tanah (terutama Ca dan Na) yang tidak terbatas dalam bentuk rongga-rongga yang saling berhubungan sedangkan struktur kristalnya adalah tiga dimensi, yang mempunyai rumus kimia sebagai berikut:

(21)

8 dimana x adalah angka tertentu 2 hingga 10, y adalah angka tertentu 2 hingga 7, n adalah valensi logam alkali dan m adalah molekul air (Salundik dan Siregar, 1991). Zeolit merupakan mineral tanah liat yang berasal dari deposit batuan atau sediment. Di antara 45 jenis, clinoptiloit adalah jenis zeolit yang secara spesifik mengabsorbsi amonia sehingga berpotensi untuk meningkatkan daya cerna protein. Clinoptiloit adalah jenis zeolit yang mempunyai rongga dengan total volume pori-pori sekitar 35% (Leung et al., 2006). Beberapa spesimen zeolit berwarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat, dan lain-lain, karena hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Densitas zeolit antara 2,0-2,3 g/cm3, dengan bentuk halus dan lunak. Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation logam, dan molekul air dalam fase occluded (Harben dan Kuzvart, 1996).

Morfologi dan sistem kristal zeolit adalah berbentuk kristal alumino silikat terhidrasi yang mengandung muatan positif dari ion-ion logam alkali dan alkali tanah dalam kerangka kristal tiga dimensi (Hay, 1966), dengan setiap oksigen membatasi antara dua tetrahedral seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Rangka Zeolit yang Terbentuk dari Ikatan 4 Atom O dengan 1 Atom Si (Bell, 2001).

Dalam susunan zeolit terdapat dua jenis molekul air yaitu molekul air yang terikat dan molekul air yang bebas. Sifat zeolit dapat melepaskan dan mengikat air serta dapat bertukar kation tanpa mengubah strukturnya. Menurut Pond dan Mumpton (1984) kerangka alumunium silikat dari zeolit adalah terbuka dan mengandung saluran-saluran dan penghubung antar bagian-bagian ruangan diisi oleh kation dan molekul air. Molekul zeolit dapat mengikat dan membebaskan molekul-molekul spesifik secara selektif dan membebaskan molekul-molekul-molekul-molekul spesifik secara

(22)

9 selektif dengan absorbsi atau pertukaran kation, sebagai katalisator dan zeolit juga merupakan penukar kation yang relative lebih tinggi.

Penggunaan zeolit dapat dicampur langsung dengan bahan seperti debu karena zeolit dapat merusak kulit dan aktivitas serangga yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Sifat fisika dan kimia dari zeolit unik, sehingga oleh peneliti sering dijadikan mineral serba guna. Sifat-sifat unik tersebut meliputi dehidrasi, absorben dan penyaring molekul, katalisator dan penukar ion. Zeolit mempunyai sifat dehidrasi (melepaskan molekul H20) apabila dipanaskan. Pada umumnya, struktur kerangka zeolit akan menyusut, tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Sifat zeolit sebagai absorben dan penyaring molekul dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan rongganya. Selain itu, kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan absorben yang selektif dan mempunyai efektivitas absorpsi yang tinggi (Rohmah, 2009).

Menurut Anwar (1987), secara umum zeolit yang berpori didalamnya yang mudah lepas mempunyai kemampuan untuk menyerap, menukar ion, dan menjadi katalis serta dapat menyaring ukuran halus. Leung et al. (2006) menerangkan bahwa penggunaan zeolit dalam bidang peternakan di samping sebagai feed additive dalam ransum untuk meningkatkan produksi ternak, juga ditaburkan di kandang untuk mengurangi kandungan air, amonia, dan asam belerang dari kotoran ternak.

Onggok-Urea-Zeolit Fermentasi (Cassabio)

Lubis (1995) mengemukakan bahwa Aspergillus niger adalah salah satu mikroorganisme yang sangat baik dalam menggunakan onggok sebagai substrat dan sekaligus dapat meningkatkan kualitasnya. Akan tetapi proses fermentasi ini membutuhkan nitrogen yang lebih tinggi dan juga mineral untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu dalam proses fermentasi ini harus ditambahkan beberapa zat makanan untuk meningkatkan proses fermentasi dan kualitas produk akhirnya, misalnya urea.

Zeolit jenis Clinoptiloit mempunyai keistimewaan dalam menyerap ion yang besar seperti amonia, sehingga dapat memperlambat perpindahan dan melepaskannya secara berangsur-angsur untuk digunakan oleh mikroorganisme. Menurut Pond dan Mumpton (1984), penggunaan Clinoptiloit kurang dari 10% dalam pakan babi dan

(23)

10 unggas menunjukkan bahwa ternak tersebut dapat tumbuh lebih cepat dan mengurangi bau kotoran dan alas kandang. Leung et al. (2006) menyatakan bahwa zeolit dapat digunakan sebagai suplemen pakan karena zeolit dapat meningkatkan kecernaan pakan sehingga dapat menurunkan biaya pakan.

Menurut Lubis (1996) penggunaan urea 3% dan zeolit 2,5% dalam pembuatan kompleks biologis onggok-urea-zeolit menggunakan Aspergillus niger menghasilkan protein kasar 12,97% dan serat kasar 12,73%. Di antara beberapa mikroorganisme, Aspergillus niger merupakan mikroorganisme yang bagus dalam proses fermentasi limbah singkong (Iyayi dan Losel, 2001; Pandey et al., 2000). Urea merupakan salah satu sumber nitrogen bukan protein yang banyak digunakan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi (Brook et al., 1969). Menurut Garraway dan Evans (1984), dalam proses fermentasi, urea akan diurai menjadi amonia dan karbondioksida. Produksi amonia dari urea mempunyai kecepatan empat kali lebih besar dari pembentukan sel tubuh mikroorganisme, sehingga konsentrasi amonia yang dihasilkan akan sangat tinggi dan dapat menjadi racun bagi proses fermentasi itu sendiri (Hendriksen dan Ahring, 1991). Untuk mengurangi kadar amonia tersebut, maka digunakanlah zeolit yang bertindak sebagai suatu reservoir untuk menjaga konsentrasi amonia selama fermentasi. Menurut Maryanto (1995) kombinasi 2,5% zeolit dan 3% urea dapat menghasilkan komplek onggok-urea-zeolit yang terbaik, ditinjau dari produksi ammonia dan VFA yang optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen dan dari peningkatan produksi protein mikroba.

Fermentasi

Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk meghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasa terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas (Sungguh, 1993). Fermentasi dapat didefinisikan juga sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur (Hidayat et al., 2006).

Fermentasi pada bahan pangan menghasilkan beberapa keuntungan diantaranya meningkatkan mutu dari bahan pangan baik dari aspek gizi ataupun daya cernanya, selain itu juga dapat meningkatkan lama penyimpanan (Adewusi et al., 1999). Bahan-bahan yang difermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih

(24)

11 tinggi daripada bahan asal, hal ini disebabkan karena mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen yang komplek menjadi sederhana dan mudah dicerna melalui biosintesis vitamin, asam amino esensial dan protein dengan meningkatnya kualitas protein dan daya cerna serat kasar (Achinewhu et al., 1998). Menurut Nwafor dan Ejukonemu (2004) menyatakan bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan protein.

Fermentasi didefinisikan sebagai jaringan tanaman ataupun hewan yang diberikan perlakuan penambahan mikroorganisme dan enzim-enzim yang memberikan perubahan biokimia yang diinginkan dan modifikasi yang mempengaruhi kualitas makanan. Fermentasi pada ubi kayu dan limbahnya (byproducts) yaitu onggok dapat secara otomatis dapat meningkatkan kualitasnya (Campbell-Platt, 1994). Beberapa alasan digunakannya fermentasi sebagai metode untuk meningkatkan kualitas dari makanan menurut Steinkraus (1995) dan Aro (2008) adalah: (a) terjadinya proses detoksifikasi pada zat anti nutrisi dalam bahan makanan atau pakan selama proses fermentasi, (b) terjadi peningkatan substrat secara biologis yaitu peningkatan kandungan protein, asam amino esensial, asam lemak esensial dan vitamin, (c) terjadinya peningkatan aroma, rasa dan tekstur produk-produk fementasi, (d) terjadi pengawetan pada produk-produk-produk-produk yang difermentasi melalui produksi asam laktat, asam asetat, alkohol dan alkali pada substrat sebagai hasil dari proses fermentasi, (e) menurunkan waktu pemasakan dan kebutuhan bahan bakar.

Prinsip yang digunakan dalam melakukan fermentasi adalah pengaturan kondisi pertumbuhan mikroorganisme sehingga dicapai suatu keadaan yang menghasilkan laju pertumbuhan spesifik yang paling optimum. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah substrat (media fermentasi), mikroorganisme yang digunakan dan kondisi fisik pertumbuhan. Ketiga hal tersebut akan berpengaruh terhadap masa sel (Halid, 1991).

Fermentasi Medium Padat

Chalal (1985) membagi proses fermentasi menjadi dua menurut jenis medium yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut dalam fase cair, tetapi mengandung cukup air untuk keperluan organisme, sedangkan fermentasi

(25)

12 medium cair adalah fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair.

Beberapa keuntungan fermentasi padat bila dibandingkan dengan medium cair adalah penggunaan substrat alami yang sifatnya tunggal, persiapan inokulum sederhana, dapat menghasilkan produk dengan kepekatan yang lebih tinggi, kontrol terhadap kontaminasi lebih rendah, kondisi inkubasi hampir menyerupai kondisi alami sehingga tidak memerlukan kontrol suhu dan pH yang teliti dan aerasi dapat berlangsung lebih optimum (Hardjo et al., 1989). Penggunaan fermentasi padat dalam membuat produk mikroba semakin meningkat, hal ini dikarenakan proses fermentasi padat membutuhkan energi yang rendah dan menghasilkan limbah cair yang sedikit sehingga aman terhadap lingkungan (Nampoothiri dan Pandey, 1996; Pandey et al., 1999).

Apabila ditinjau dari komposisi kimia yang dimiliki onggok, maka penggunaan onggok sebagai bahan utama medium fermentasi perlu penambahan komponen-komponen lainnya seperti nitrogen, vitamin dan mineral. Bahan onggok, dedak padi dan dedak gandum dapat digunakan sebagai substrat pada fermentasi medium padat meskipun masih memerlukan penambahan sumber nitrogen dan unsur-unsur mineral lainnya (Prescott dan Dunn, 1982).

Kapang sebagai Inokulum Fermentasi

Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen. Pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakan yang berserat. Pertumbuhan mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk warna sesuai dengan jenis kapang (Fardiaz, 1989).

Inokulum adalah kultur mikroba yang diisolasikan ke dalam medium fermentasi saat kultur mikroba tersebut berada pada fase pertumbuhan eksponensial. Menurut Rachman (1989) kriteria penting kultur mikroba untuk dapat digunakan dalam proses fermentasi adalah (1) sehat dan berada dalam keadaan aktif sehingga mempersingkat waktu fase adaptasi, (2) tersedia cukup sehingga menghasilkan inokulum dan takaran yang optimum, (3) berada dalam bentuk morfologis yang sesuai, (4) bebas kontaminasi.

Keterbatasan penggunaan kapang sebagai inoklum fermentasi adalah memilki kadar protein yang lebih rendah dari mikroorganisme lainnya yaitu 31%-50% (Halid,

(26)

13 1991) dan sifatnya yang membutuhkan suatu lingkungan pertumbuhan yang benar-benar steril. Meskipun demikian, kapang memiliki beberapa keuntungan yaitu pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, kadar asam nukleat yang relatif rendah dibandingkan dengan bakteri, ganggang dan khamir, tekstur dan flavor lebih mudah diterima konsumen (Scherllart, 1975).

Dalam kegiatan pertumbuhan kapang, hifa berperan untuk menyerap zat-zat makanan yang terdapat dalam media. Molekul-molekul sederhana seperti glukosa akan digunakan lebih dahulu, sedangkan molekul-molekul yang lebih kompleks seperti selulosa harus dipecah terlebih dahulu menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana (Nur, 1993). Untuk dapat memecah molekul-molekul yang kompleks tersebut, kapang harus mampu menghasilkan enzim-enzim ekstraseluler seperti -amilase, pektinase, selulase, amilo-glukosidase, dan katalase. Mekanisme penguraian dan penyerapan substrat oleh kapang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Mekanisme Penguraian dan Penyerapan Substrat oleh Kapang (Nur, 1993)

Pertumbuhan mikroorganisme pada media tumbuhnya dapat ditandai dengan meningkatnya jumlah dari massa sel (Nur, 1993). Kecepatan tumbuh dan waktu regenerasi dari biakan yang digunakan dalam proses fermentasi bervariasi menurut biakannya.

Kapang Aspergillus niger

Aspergillus niger termasuk Genus Aspergillus, Famili Moniliceae, ordo Monoliales dan klas Ascomycetes. Kapang ini mempunyai kepala pembawa konidia

(27)

14 yang besar, bulat dan berwarna hitam, cokelat-hitam atau ungu cokelat. Konidianya kasar dan mengandung pigmen. Kapang ini mempunyai bagian khas yaitu hifa yang berseptat dan spora bersifat aseksual dan tumbuh memanjang di atas stigma, dan mempunyai sifat aerobik sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah cukup. Aspergillus niger termasuk mesofilik dan mempunyai pertumbuhan yang optimum pada kisaran 350C sampai 370C (Fardiaz, 1989).

Aspergillus niger memiliki kelebihan baik dalam penggunaan substrat maupun dalam menghasilkan enzim-enzim ekstraseluler seperti selulase, amilase, pektinase, katalase dan glukosa oksidase, sehingga produk fermentasi tersebut menghasilkan senyawa yang sederhana. Aspergillus niger membutuhkan unsur utama seperti karbon, nitrogen, fosfor dan sulfur dalam pertumbuhannya. Selain itu juga membutuhkan mineral Fe, Zn, Mn, Cu, Li, Na, K dan Rb (Hardjo et al., 1989). Sedangkan garam-garam Mg dan Cu berfungsi sebagai pengendap senyawa-senyawa kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan kapang, namun pada konsentrasi di atas 0,306 mg dapat menjadi racun bagi Aspergillus niger.

Menurut Lehninger (1991), kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amonia dan karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino. Oboh et al, (2002) menyatakan bahwa Aspergillus niger merupakan mikroba yang murah, efisien dan merupakan non patogen-saprofit yang dapat meningkatkan kandungan protein onggok dan dapat menurunkan kadar tannin dan sianida pada berbagai varietas singkong. Menurut Chiou et al. (2001) kapang Aspergillus niger mempunyai kandungan protein kasar yang berasal dari protein sel tunggal sebesar 50,18%.

Menurut Taram (1995), fermentasi onggok dengan menggunakan kapang Aspergillus niger selama 6 hari mempunyai kandungan protein yang paling tinggi yaitu 25,72 % dibandingkan dengan menggunakan kapang jenis Aspergillus oryzae dan Rhyzopus oryzae.

Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kualitas Pakan

Lama fermentasi berhubungan erat dengan kesempatan mikroorganisme dan komposisi nutrisi yang tersedia dalam medium serta efektivitas sistem metabolisme mikroorganisme dalam pemanfaatannya (Utari, 1997).

(28)

15 Berdasarkan laju pertumbuhan, pertumbuhan mikroorganisme dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase adaptasi, fase perumbuhan eksponensial dan fase stasioner. Jika mikroorganisme diinokulasikan ke dalam suatu media mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan sekitarnya (Fardiaz, 1988). Fase selanjutnya adalah fase eksponensial, tetapi karena kondisi lingkungan sekitar berubah di mana zat makanan di dalam substrat dikonsumsi dan zat-zat metabolik dilepaskan mengakibatkan pertumbuhan terus menurun. Setelah fase eksponensial tercapai, laju pertumbuhan terus menerus sampai nol yaitu fase stasioner. Pada fase ini jumlah sel konstan, sehingga fase stasioner jumlah sel yang hidup sama dengan jumlah sel yang mati. Bila fermentasi dilanjutkan, tidak akan menambah junlah massa sel, melainkan jumlah sel hidup akan berkurang karena adanya lisis yang menyebabkan penurunan sel.

Menurut Halid (1991), perlakuan lama fermentasi 2, 4 dan 6 hari berpengaruh terhadap komposisi zat makanan medium, waktu fermentasi lebih lama menghasilkan onggok fermentasi dengan kadar protein kasar (PK), serat kasar (SK), dan Acid Detergent Fiber (ADF) semakin tinggi. Akan tetapi, nilai N-Amonia, pH, koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organic (KCBO) makin menurun.

Taram (1995) mengemukakan bahwa perlakuan lama fermentasi dengan jenis kapang Aspergillus niger selama 6 hari mampu meningkatkan kandungan protein murni pada onggok dari 0,75% menjadi 25,72% dan kandungan serat kasar dari 15,26% menjadi 16,80%. Secara statistik, kandungan protein murni dan serat kasar tidak berbeda nyata dengan lama fermentasi 4 hari yaitu masing-masing 24,34% dan 17,31%. Penelitian Iyayi dan Losel (2001) menunjukkan bahwa kadar protein kasar pada onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger meningkat secara siginifikan dari hari ke-0 sampai hari ke-5 dan setelah hari ke-5 tidak terlihat perubahan yang signifikan.

Faktor Lingkungan dalam Fermentasi

Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada media biakan jika kondisi lingkungannya mendukung, maka harus diperhatikan faktor-faktor seperti suhu, aerasi, pH, oksigen dan air.

(29)

16 Suhu akan mempengaruhi efisiensi konversi media menjadi massa sel yaitu konversi maksimum dicapai pada suhu sedikit di bawah suhu optimum. Konversi media utama menjadi protein mikroorganisme paling tinggi dicapai pada suhu 5ºC-10ºC di bawah suhu maksimum untuk menghasilkan miselium (Halid, 1991). Suhu untuk produksi enzim selulase adalah 25ºC-28ºC, sedangkan suhu untuk pertumbuhan optimum 35ºC-37ºC (Suhartono, 2000).

Nilai pH untuk kapang diusahakan 5 atau sedikit dibawahnya. Jika pH lebih dari 5 maka akan tumbuh bakteri lain dan jika kurang dari 5 maka pertumbuhan kapang akan terhambat. Enzim selulase yang dihasilkan Aspergillus niger menunjukan aktivitas optimum pada kisaaran pH 4,5-5,5 (Nur, 1993). Perubahan pH akan menyebabkan perubahan dalam aktivitas enzim, karena perubahan pH akan menyebabkan perubahan ionisasi pada protein enzim, substrat dan kompleks enzim substrat. Konsentrasi sumber nutrien juga mempunyai batas maksimum, garam ammonium mulai menimbulkan penghambatan pada konsentrasi 5 gram per liter dan garam fosfat pada 10 gram per liter (Nur, 1993).

Kebutuhan oksigen untuk pertumbuhan mikroorganisme ternyata secara kuantitatif hampir sama dengan kebutuhan akan sumber energi. Oksigen dalam proses fermentasi diperlukan mikroorganisme untuk mendapatkan energi melalui oksidasi karbondioksida dan air (Siswoko, 1996). Kebutuhan oksigen untuk mikroorganisme tergantung pada jenis media dan efisiensi penggunaannya oleh mikroorganisme tersebut. Suhartono (2000) menyatakan bahwa pada proses fermentasi onggok dengan Aspergillus niger, kadar air media sebesar 65%-70% dianggap cukup dalam menyediakan keperluan air bagi mikroorganisme untuk pertumbuhannya.

Waktu Inkubasi dan Proses Perubahan Selama Fermentasi

Pada proses fermentasi terjadi perubahan-perubahan terhadap komposisi kimia bahan. Nur (1993) menyatakan bahwa kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral bahan mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangan mikroorganisme selama fermentasi. Halid (1991) menyatakan selama fermentasi terjadi perubahan pH, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein, vitamin dan beberapa zat gizi lainnya walaupun vitamin B1 dan fosfor mengalami penurunan. Halid (1991) juga menyatakan bahwa

(30)

17 kecepatan tumbuh dan waktu regenerasi dari inokulum yang digunakan dalam proses fermentasi bervariasi, tergantung jenis inokulumnya. Kecepatan tumbuh pada medium ubi kayu berkisar antara 0,03-0,18/jam serta waktu regenerasinya 4-20 jam.

Selama proses fermentasi terjadi peningkatan kadar air produk karena aktivitas enzim mikroorganisme, kadar protein kasar karena asimilasi non protein dari bahan kapang, penurunan nilai pH karena asam-asam organik yang dihasilkan kapang (Enie dan Hasibuan, 1986). Peningkatan kandungan protein disebabkan oleh kenaikan jumlah sel kapang, sedangkan menurut Halid (1991) meningkatnya kandungan protein disebabkan karena terjadinya penyusutan bahan kering.

Menurut Fardiaz (1988) mikroorganisme menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi setelah terlebih dahulu dipecah menjadi glukosa. Pemecahan glukosa selanjutnya dilakukan melalui jalur glikolisis sampai akhirnya dihasilkan energi. Pada proses tersebut, selain energi juga dihasilkan molekul air dan karbondioksida. Sebagian air akan keluar dari produk sehingga berat kering produk cenderung berkurang setelah fermentasi.

Perubahan kadar serat kasar setelah fermentasi, menurut Nur (1993), hampir semua peneliti menemukan bahwa kadar serat tempe meningkat selama fermentasi berlangsung. Meningkatnya kadar serat tersebut disebabkan oleh pertumbuhan miselia kapang yang mengandung serat serta terjadinya kehilangan sejumlah padatan lainnya. Fermentasi juga menyebabkan perubahan terhadap kadar abu. Menurut Siswoko (1996) dan Taram (1995) peningkatan kadar abu disebabkan adanya kehilangan bahan kering selama proses fermentasi. Selain itu proses fermentasi juga menyebabkan perubahan terhadap kandungan serat kasar.

Amonium Sulfat

Amonium sulfat mempunyai rumus molekul (NH4)2SO4 termasuk garam anorganik. Amonium sulfat mengandung 21% kation amonium dan 24% sulfur sebagai anion sulfat. Nama lain dari amonium sulfat adalah diamonium sulfat, sulfuric acid diammonium salt, maskagnit, aktamaster dan dolamin. Bahan ini sering digunakan dalam meningkatkan kesuburan tanah dengan menurunkan pH tanah. Dalam tanah, ion sulfat dihasilkan dalam bentuk bisulfat sehingga dapat menurunkan keseimbangan pH tanah serta berkontribusi menyediakan nitrogen esensial untuk pertumbuhan tanaman. Dalam bidang pertanian, bahan ini digunakan sebagai larutan

(31)

18 untuk insektisida, herbisida dan fungisida. Selain dalam bidang pertanian, bahan ini juga digunakan dalam bidang biokimia untuk purifikasi protein dengan presipitasi (George, 1971).

Amonium sulfat dapat dibuat dengan mereaksikan amonia sintetis dengan asam sulfat (2 NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4). Campuran antara gas amonia dan air dimasukkan ke dalam reaktor yang mengandung larutan yang larut dalam amonium sulfat dan 2%-4% asam sulfat bebas dalam oven 60ºC. Konsentrasi asam sulfat ditambahkan untuk menjaga keasaman larutan dan untuk mengurangi level asam sulfat bebas. Reaksi pemanasan tersebut tetap berada dalam oven 60ºC (George, 1971).

Menurut Phong et al. (2003), penambahan amonium sulfat sebanyak 1% pada onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama 6 hari dapat memberikan hasil yang optimal yaitu dapat meningkatkan kandungan protein kasar dan protein murni onggok yaitu sekitar 8,9% dan 5,1% yang mengalami peningkatan kandungan protein kasar sebesar 6,1%.

Asam Amino dan Pengaruhnya terhadap Ternak

Asam amino merupakan komponen pembentuk protein dan protein menyediakan struktur dan fungsi bagi berlangsungnya kehidupan ternak. Asam amino terbentuk dari karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Protein merupakan bagian terpenting dalam sel membran, sebagai katalis enzim dalam proses metabolisme, merupakan kerangka dari tulang, tulang sendi, ligamen dan tendon, pembentuk struktur pada otot dan beberapa hormon yang penting. Protein dicerna oleh asam dan enzim dalam perut dan usus kemudian diubah menjadi asam amino. Asam-asam amino diabsorbsi oleh tubuh untuk membuat protein tubuhnya sendiri. Banyak protein yang dilengkapi dengan karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin untuk melakukan fungsi tubuh dan sel. Protein pada tanaman dan ternak mempunyai komposisi asam amino yang beragam, sehingga dibuat campuran dari protein hewani dan nabati yang digunakan oleh ternak untuk membuat protein tubuhnya sendiri. Tidak ada protein ataupun campuran protein yang secara tepat dapat memenuhi kebutuhan asam amino pada ternak (McNamara, 2006).

Sekitar 200 asam amino yang telah diisolasi, hanya 20 asam amino berlainan terkandung dalam protein tubuh (McDonald et al., 1995). Keduapuluh asam amino

(32)

19 tersebut tidak seluruhnya harus tersedia dalam pakan karena ternak dapat mensintesisnya di dalam tubuh, tetapi asam-asam amino seperti lisin, arginin, histidin, leusin, isoleusin, valin, metionin, treonin, triptofan dan fenilalanin kehadirannya dalam ransum mutlak diperlukan karena ternak tidak dapat mensintesisnya. Kesepuluh asam amino tersebut digolongkan sebagai asam amino esensial (NRC, 1994). Jika kelebihan asam amino, maka harus dioksidasi menjadi karbondioksida atau disimpan dalam bentuk lemak sehingga dihasilkan amonia sebagai limbah. Amonia dikonversi menjadi urea oleh mamalia, asam urat oleh burung dan diekskresikan tetap sebagai amonia oleh ikan (McNamara, 2006).

(33)

20 MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Petanian Bogor.

Materi Bahan

Bahan yang digunakan adalah onggok sebagai media fermentasi, urea dengan konsentrasi 3% BK onggok, zeolit sebesar 2,5% BK onggok, amonium sulfat, alkohol 70%, H2SO4 0,3 N, H2SO4 pekat, air panas, aceton, NaOH 33%, NaOH 0,3 N, larutan TAC (larutan tri-chlor acetic acid), kapang Aspergillus niger 0,2% BK onggok, NaOH 1,5 N, larutan pengering 30 µl (200 µl methanol GR dan 200 µl natrium asetat 1 M dan 100 µl triethylamin/ TEA), larutan derivat (350 µl methanol GR dan 50 µl HPLC Grade water, 50 µl PITC GR, dan 50 µl TEA) dan 200 l larutan pengencer (buffer natrium asetat 1 M).

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan digital, oven 60ºC, oven 105ºC, plastik, plastik tahan panas, gelas ukur, corong, masker, sarung tangan, tanur, gilingan, mortar, autoclave, cawan petri, eksikator, inkubator, ruang fermentasi, pipet volumetrik, bulp, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) , freezer, erlenmeyer, kertas saring Whatman, dan gelas piala.

Metode Fermentasi Bahan

1. Bahan onggok yang diperoleh dari industri tapioka dikeringkan kemudian digiling dengan menggunakan hammer mill sehingga terbentuk tepung onggok.

(34)

21 Onggok kering Hammer mill Onggok halus

Gambar 6. Proses Penghalusan Onggok

2. Zeolit Clinoptiloit kasar yang berasal dari Cianjur dihaluskan menggunakan mortar sehingga terbentuk zeolit halus.

Zeolit kasar Mortar Zeolit halus Gambar 7. Proses Penghalusan Zeolit

3. Onggok halus dan zeolit sebanyak 2,5% dari bahan kering onggok dicampurkan hingga homogen, kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoclave dengan suhu 120ºC dan tekanan 250 psi selama 15 menit.

Campuran onggok dan zeolit Autoclave Gambar 8. Proses Sterilisasi

4. Setelah dingin, campuran onggok dan zeolit dicampur dengan urea sebanyak 3% dari bahan kering onggok dan ditambahkan ammonium sulfat sesuai dengan perlakuan yaitu AS1 (0%), AS2 (0,5%), AS3 (1,0%) dan AS4 (1,5%) dari bahan kering onggok. Seluruh bahan tersebut dicampur secara merata dan kemudian ditambahkan larutan aquadest untuk mencapai kadar air sekitar 75%.

  

(35)

22 Campuran onggok + zeolit+ urea+ amonium sulfat +aquadest

Gambar 9. Proses Pencampuran

5. Selanjutnya starter Aspergillus niger ditambahkan sebanyak 0,2% dari fermentasi dan diinkubasikan pada suhu 28ºC -32ºC selama 6 hari. Setelah waktu inkubasi selesai, dilakukan pemanenan dengan menghentikan aktifitas kapang dengan cara dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC selama 48 jam. Hasil fermentasi kemudian dianalisis proksimat yang meliputi kandungan bahan kering (BK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), protein kasar (PK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), protein murni dan komposisi asam aminonya.

Campuran bahan Aspergillus niger Cassabio Inkubator

AS1 AS2 AS3 AS4 Oven 60ºC Gambar 10. Masa Inkubasi dan Penghentian Aktivitas Kapang Analisis Bahan Kering

Penentuan kadar air adalah sebagai berikut : cawan dikeringkan dam oven 105ºC selama 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang (x) gram, setelah itu sampel ditimbang (y) gram dan dimasukkan ke dalam cawan dan sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 8 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (z) gram. Bahan kering dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% Kadar air = x + y - z x 100% y

(36)

23 Bahan kering = (100 % - % Kadar air

Perhitungan Kehilangan Bahan Kering (KBK): KBK = (Bk x % BK k - BOF x BKOF) x 100%

(Bk x % BK k) Keterangan:

BK = Berat Kontrol

BOF = Berat Onggok Fermentasi BK k = Bahan Kering Kontrol

BKOF = Bahan Kering Onggok Fermentasi Analisis Kadar Abu

Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama beberapa jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (x). Sampel ditimbang kira-kira (y) gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Setelah itu dipijarkan sampai tidak berasap, lalu dimasukkan dalam tanur listrik pada suhu 600ºC. Setelah abu menjadi putih seluruhnya, dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang (z). Kadar abu dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut :

Kadar Abu = ( z – x) x 100% y

Analisis Kadar Serat Kasar

Sampel kira-kira 1 gram ( x ) dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N, lalu dipanaskan dari mendidih selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N dan dididihkan kembali selama 30 menit. Cairan disaring dalam kertas saring (a) dengan corong Buchner dan dicuci berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4, 50 ml air panas dan 25 ml aceton. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC sampai kering. Setelah itu dimasukkan ke dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang (y), lalu dipijarkan dalam tanur sampai putih dan didinginkan kembali serta ditimbang (z). Penentuan kadar serat kasar dengan menggunakan rumus berikut ini :

Kadar Serat Kasar = ( y – z – a ) x 100% x

(37)

24 Analisis Kadar Protein Kasar

Sampel kira-kira 0,3 gram ( x ) dimasukkan ke dalam labu destruksi dan ditambahkan katalis secukupnya serta 25 ml H2SO4 pekat. Kemudian dipanaskan dalam ruang asam sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Setelah itu didinginkan dan dimasukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air serta ditambah batu didih dan 100 ml NaOH 33 %. Labu penyuling dipanaskan dengan cepat di atas alat penyuling hingga 2/3 cairan dalam labu penyuling menguap yang ditangkap dengan larutan H2SO4 berindikator dengan labu Erlenmeyer. Hasil penyulingan dalam labu Erlenmeyer dititar dengan larutan NaOH 0,3 N sampai warna menjadi biru kehijauan. Volume NaOH dihitung sebagai z ml dan dibandingkan dengan titar blanko y ml. Penentuan nilai kadar protein kasar dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar Protein Kasar = ( y – z ) x titar NaOH x 0,014 x 6,25 x 100% x

Analisis Kadar Lemak Kasar

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap.

Kadar Lemak Kasar (%) = Berat lemak (g) x 100%

Berat sampel (g)

Kadar Protein Murni

Sampel kira-kira 1-2 gram kering ditambahkan batu didih dan 25 ml aquadest. Suspensi dikocok dengan keras selama 10 menit kemudian didiamkan selama 20 menit. Larutan tri-chlor acetic acid 20% sebanyak 25 ml ditambahkan dan

(38)

25 dikocok selama 10 menit, kemudian didiamkan selama tiga jam pada suhu 4ºC (Freezer). Supernatan disaring melalui kertas saring Whatman 41 sampai didapat filtrat yang transparan. Kandungan N dalam filtrat ini ditentukan dengan metode Kjeldahl. Perbedaan antara protein kasar dengan NPN (Non Protein Nitrogen) adalah protein murni.

Analisis Asam Amino

Analisis asam amino dilakukan dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Sampel kira-kira 0,1 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 5-10 ml HCL 6 N. Filtrat dimasukkan ke dalam oven 100ºC selama 18-24 jam kemudian disaring dengan kertas saring whatman 40. Larutan hasil saringan dipipet 30 µl kedalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan pengering 30 µl (200 µl methanol GR ditambah dengan 200 µl natrium asetat 1 M dan 100 µl triethylamin/ TEA). Kemudian dikeringkan dengan menggunakan pompa vakum dan ditambahkan 30 µl larutan derivat (350 µl methanol GR ditambah 50 µl HPLC Grade water, 50 µl PITC GR, dan 50 µl TEA). Filtrat dibiarkan selama 20 menit dan diencerkan dengan 200 µl larutan pengencer (buffer natrium asetat 1 M Ph 5.75/fase gerak). Filtrat siap untuk diinjekan kedalam alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

Suplementasi amonium sulfat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

AS1 = Suplementasi amonium sulfat 0% bahan kering onggok AS2 = Suplementasi amonium sulfat 0,5% bahan kering onggok AS3 = Suplementasi amonium sulfat 1% bahan kering onggok AS4 = Suplementasi amonium sulfat 1,5% bahan kering onggok

Model

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan level penambahan amonium sulfat yaitu 0%, 0,5%,

(39)

26 1,0% dan 1,5 % dari bahan kering onggok dan setiap perlakuan mempunyai empat kali ulangan. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + αi + εij Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan kualitas onggok-urea-zeolit dengan penambahan amonium sulfat dengan level yang berbeda

µ = Nilai rataan umum hasil pengamatan kualitas onggok-urea-zeolit dengan suplementasi amonium sulfat

αi = Pengaruh suplementasi amonium sulfat dengan level ke i

εij = Galat akibat pengaruh suplementasi amonium sulfat pada level ke-i dan ulangan ke-j terhadap kualitas onggok-urea-zeolit.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan apabila hasilnya menunjukkan sangat berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1997).

(40)

27 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Zat Makanan Onggok Sebelum Fermentasi

Kandungan nutrien onggok sebelum fermentasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisa Kandungan Zat Makanan Onggok Sebelum Fermentasi

Berdasarkan Bahan Kering

Zat Makanan Kandungan (%)

Abu 30,80

Protein Kasar 3,92

Serat Kasar 12,37

Lemak Kasar 0,16

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 52,74

Keterangan : Hasil Analisa Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2009)

Berdasarkan hasil analisis proksimat pada Tabel 2, onggok mempunyai kandungan protein kasar yang cukup rendah yaitu 3,92%, namun masih lebih tinggi dibandingkan penelitian Lubis (2007) dan Taram (1995) yaitu berturut-turut 2,21% dan 1,15%. Apabila digunakan sebagai pakan, kandungan protein onggok ini masih cukup rendah. Hal ini akan mengakibatkan pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak kurang optimal. Untuk meningkatkan kandungan proteinnya, perlu dilakukan pengolahan misalnya dengan fermentasi. Fermentasi memerlukan energi, nitrogen dan mineral. Onggok mempunyai kandungan karbohidrat (serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen) yang cukup tinggi yaitu sekitar 65,11% (Tabel 2), sehingga onggok dapat digunakan sebagai sumber energi oleh kapang untuk pertumbuhannya selama proses fermentasi (Gohl, 1981). Untuk sintesis protein baik untuk produksi enzim maupun untuk pembentukan sel tubuh Aspergillus niger membutuhkan nitrogen sehingga perlu penambahan urea yang dapat memproduksi nitrogen secara efisien. Penambahan zeolit ditujukan menyerap dan menyediakan lagi amonia yang dihasilkan, karena produksi amonia dari urea empat kali lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan untuk sintesis protein sel tubuh mikroorganisme. Sintesis protein sel tubuh kapang Aspergillus niger akan lebih baik apabila unsur-unsur pembentuk asam amino seperti metionin dan sistin yang mengandung sulfur dapat tersedia. Untuk itu, penambahan amonium sulfat ditujukan selain sebagai sumber nitrogen juga menjadi sumber sulfur untuk pertumbuhannya.

(41)

28 Berdasarkan hasil analisa proksimat, onggok penelitian sebelum difermentasi memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi yaitu 12,37%. dibandingkan dengan hasil penelitian Lubis (2007) yaitu 10,76%. Kandungan lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) pada onggok penelitian adalah 0,16% dan 52,74% lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Lubis (2007) yaitu 0,33% dan 85,45%. Perbedaan nilai tersebut kemungkinan disebabkan karena perbedaan varietas, proses pengolahan, mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka dan cara penanganan onggok tapioka yang dihasilkan (Halid, 1991).

Kehilangan Bahan Kering Selama Proses Fermentasi

Selama proses fermentasi terjadi perombakan bahan kering media fermentasi oleh aktivitas kapang menjadi energi, karbondioksida dan air. Suplai sumber nitrogen (urea dan amonium sulfat) dan sumber mineral (zeolit dan amonium sulfat) bagi pertumbuhan kapang akan mempengaruhi perombakan bahan kering, karena adanya suplementasi tersebut akan meningkatkan pertumbuhan kapang. Peningkatan energi kapang untuk pertumbuhan terus terjadi dengan semakin meningkatnya biomassa sel dan menyebabkan sebagian dari komponen substrat hilang. Kehilangan bahan kering cassabio selama proses fermentasi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Kehilangan Bahan Kering Onggok Hasil Fermentasi dengan Penambahan Amonium Sulfat

Perlakuan Bobot awal (gram) Bobot Akhir (gram) Jumlah Kehilangan Bahan Kering (%)

AS1 920,86 747,90 18,78

AS2 925,22 750,38 18,90

AS3 929,57 749,90 19,33

AS4 933,93 738,88 20,88

Keterangan : AS1 (tanpa penambahan amonium sulfat), AS2 (penambahan amonium sulfat 0,5%), AS3 (penambahan amonium sulfat 1%), AS4 (penambahan amonium sulfat 1,5%) Kehilangan bahan kering bahan baku onggok setelah difermentasi berkisar dari 18,78% sampai dengan 20,88% (Tabel 3). Nilai kehilangan bahan kering ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Siswoko (1996) yaitu sekitar 15,09%. Penambahan amonium sulfat dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kapang. Semakin tinggi penambahan amonium sulfat, nilai kehilangan bahan kering onggok selama fermentasi cenderung semakin tinggi (Tabel 3).

(42)

29 Selama proses fermentasi terjadi peningkatan kadar air produk karena aktivitas enzim mikroorganisme, kadar protein kasar karena asimilasi non protein dari bahan kapang, penurunan nilai pH karena asam-asam organik yang dihasilkan kapang (Enie dan Hasibuan, 1986). Hasil pengamatan organoleptik selama fermentasi terlihat terjadi peningkatan kadar air karena adanya aktivitas enzim mikroorganisme, adanya bau asam yang menunjukan nilai pH menurun dikarenakan dihasilkannya asam-asam organik oleh kapang, warna substrat yang berubah menjadi agak kehitam-hitaman dikarenakan mikroorganisme yang digunakan pada proses fermentasi ini adalah Aspergillus niger yang mempunyai konidia berwarna cokelat-hitam (Fardiaz, 1989) seperti yang terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kondisi Biomassa Cassabio

Perubahan Kandungan Zat Makanan Onggok Fermentasi dengan Penambahan Amonium Sulfat

Penambahan amonium sulfat dapat mempengaruhi komposisi kimia zat makanan cassabio (Tabel 4). Penambahan amonium sulfat berpengaruh nyata terhadap penurunan serat kasar dan lemak kasar (P<0,05) dan cenderung dapat meningkatkan kandungan protein kasar (P= 0,057) dan protein murni.

(43)

30 Tabel 4. Pengaruh Pemberian Amonium Sulfat terhadap Komposisi Kimia

Urea-Zeolit Fermentasi Berdasarkan Bahan Kering*

Peubah Perlakuan

AS1 AS2 AS3 AS4

Abu 24,84 ± 4,68ab 21,13 ± 4,45a 28,96 ± 0,96b 20,74 ± 3,96a PK 9,85 ± 0,62 10,54 ± 1,38 1 1,75 ± 1,04 12,35 ± 1,70 SK 16,26 ± 2,29b 14,85 ± 2.24b 10,89 ± 1,89a 16,08 ± 0,71b LK 0,49 ± 0,13b 0,29 ± 0,14a 0,31 ± 0,10a 0,21 ± 0,01a BETN 48,56 ± 3,12 53,19 ± 3,25 48,09 ± 1,77 50,62 ± 1,96 Protein murni 2,86 ± 0,61 3,54 ± 1.61 3,02 ± 1,11 3,73 ± 1,21 Keterangan : Superskrip pada baris yang berbeda menunjukkan berbeda nyata ( P<0,05)

*Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2009).

PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen. AS1(tanpa penambahan amonium sulfat), AS2(penambahan amonium sulfat 0,5%), AS3(penambahan amonium sulfat 1%), AS4(penambahan amonium sulfat 1,5%) Kandungan Protein Kasar

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh dan berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh karbohidrat atau lemak. Protein bersifat amfoter yaitu mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh dan keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah (Winarno, 1992). Salah satu tujuan dari penambahan amonium sulfat pada cassabio adalah untuk meningkatkan kandungan protein baik protein kasar ataupun protein murni.

Kandungan protein kasar onggok fermentasi dengan penambahan amonium sulfat ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Iyayi dan Losel (2001) serta Lubis (1995, 2007). Hal ini menunjukan bahwa penambahan amonium sulfat dapat meningkatkan kandungan protein onggok fermentasi yang lebih baik. Peningkatan kandungan protein disebabkan oleh kenaikan jumlah sel kapang dank arena meningkatnya kandungan protein disebabkan karena terjadinya penyusutan bahan kering (Halid, 1991). Selama proses fermentasi dengan kapang Aspergillus niger, komposisi kimia biomassa mengalami perubahan. Peningkatan kandungan protein ini disebabkan urea yang mampu menstimulir pertumbuhan Aspergillus niger sehingga meningkatkan jumlah sel kapang (Wang et

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Tepung Tapioka dan Tepung Onggok    Industri Rakyat (Halid, 1991)
Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Onggok dari Beberapa Sumber Berdasarkan Bahan    Kering  Zat Makanan  1  2  3  Abu   0,85  1,44  0,83  Protein Kasar   2,21  1,15  2,04  Lemak Kasar  0,33  0,26  0,36  Serat Kasar   11,16  15,06  9,28  BETN   85,45  82,09  87
Gambar 3. Rangkaian Pemecahan dan Penggunaan Urea oleh Kapang (Garraway dan        Evans, 1984)
Gambar 4. Rangka Zeolit yang Terbentuk dari Ikatan 4 Atom O dengan 1 Atom Si     (Bell, 2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meski pada kenyataannya pidana mati merupakan jenis pidana yang masih kontroversial dan menimbulkan begitu banyak perdebatan oleh dua pandangan yang saling

Pelaku dapat menagih atau menagih secara berlebihan kepada perusahaan dengan menggunakan faktur vendor, juga mencegat cek untuk faktur atau mengirim cek kepada vendor

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat, pertolongan, pendampingan, rahmat, dan kasih karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan Laporan

The main objectives of this study were analyzing the morphological aspect which focused on word formation process and Sociolinguistic aspect which focused on social factors

1 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm.. dijaminkan yaitu PT. Smart Multi Finance Cabang Malang yang bergerak dalam

Sejalan dengan undang-undang tersebut pula penulis berpendapat bahwa Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip teokrasi, demokrasi dan nomokrasi maka dalam

Identifikasi faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi pada pengembangan usaha ternak kelinci di Kelurahan Salokaraja Kecamatan

Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang telah dilakukan ialah skripsi ini lebih focus pada tingkat pengetahuan agama Islam orang tua dan pengamalan akhlakul karimah siswa