• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Kota Kajian Utama Ilmu Sejarah UNAIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sejarah Kota Kajian Utama Ilmu Sejarah UNAIR"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

“Sejarah Kota” Kajian Utama

Ilmu Sejarah UNAIR

UNAIR NEWS – Bertempat di kampus yang berada di tengah kota

Surabaya, Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, menempatkan kajian sejarah kota menjadi salah satu kajian unggulan.

Hal itu bukan tanpa sebab, keberadaan sebuah program studi memang berkaitan erat dengan kebutuhan untuk menjawab berbagai kondisi di masyarakat yang terus mengalami perubahan dan perkembangan.

Mengenai hal itu, UNAIR News berhasil menemui Gayung Kusuma, S.S., M.Hum., selaku Ketua Program Stud IIlmu Sejarah UNAIR. Dalam kesempatan tersebut Gayung menyampaikan, pemilihan kajian sejarah perkotaan menjadi kajian unggulan di UNAIR, tidak bisa lepas dari letak UNAIR yang berada dalam lingkup masyarakat perkotaan. Selain itu, UNAIR juga berada di tengah kota yang berlatar belakang tradisi maritim, yakni masyarakat yang bermukim di kota-kota pantai.

“Oleh karena itu, prodi Ilmu Sejarah memilih kajian ini. Untuk kajian itu, kami memang menjadi rujukan jurusan sejarah di perguruan tinggi lainnya,” terangnya.

Untuk menunjang kemampuan itu, beberapa kegiatan di prodi Ilmu Sejarah seperti seminar dan kajian-kajian ilmiah dengan mendatangkan pembicara dari Belanda atau Negara Eropa lainnya. Hal ini menjadi upaya untuk menunjang pengembangan pendidikan. Selain itu, adanya peneliti-peneliti asing yang sering meminta bantuan Ilmu Sejarah UNAIR untuk melakukan riset bersama mengenai kajian perkotaan.

“Bulan Desember tahun ini, ada mahasiswa S3 dari Chicago United States of America (USA) tertarik untuk riset disertasi tentang Islam Urban,” terang Gayung.

(2)

Upaya untuk menunjukkan eksistensi kajian sejarah perkotaan di prodi Ilmu Sejarah UNAIR juga dilakukan staf pengajar. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian dosen Ilmu Sejarah UNAIR, serta adanya buku-buku karya pengajar seperti buku Pengantar

Sejarah Kota tulisan Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum.

“Kadang dosen kami, seperti Dr. Purnawan sempat diundang langsung ke Aceh sebagai pembicara mengenai sejarah perkotaan,” imbuh Gayung.

Terakhir, Gayung menambahkan bahwa prodi Ilmu Sejarah kerap diminta oleh instansi-instansi pemerintahan untuk menulis sejarah kota atau kabupaten di beberapa kota dan kabupaten. Kabupaten Lamongan, Kabupaten Sebatik Nunukan, dan Gresik merupakan daftar daerah yang tengah digarap prodi Ilmu Sejarah UNAIR .

“Penulisan sejarah lembaga sekarang ini menjadi trade mark, sehingga prodi Ilmu Sejarah UNAIR dibutuhkan banyak kalangan,” tutupnya.

Penulis : Ahmad Janni Editor : Nuri Hermawan

Siti Parwati Pendiri Fakultas

Sastra Tutup Usia

UNAIR NEWS – Fakultas Sastra atau yang pada tahun 2008 berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, kehilangan salah satu putra terbaiknya. Ialah Dra. Siti Parwati Soemarto D, M.Ed, pencetus berdirinya Fakultas Sastra UNAIR pada tahun 1998. Siti Parwati wafat dalam usia 81

(3)

tahun.

Upacara persemayaman yang dihadiri kerabat, handai taulan, serta sivitas akademika UNAIR berlangsung Senin, (24/7). Isteri guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR almarhum Prof. Sumarto Danusugondho tutup usia pada Minggu (23/7) di perumahan dosen Kampus B UNAIR. Sebelumnya, almarhumah sempat dirawat di Rumah Sakit Siloam, Surabaya.

Putra pertama Siti Parwati, Raditiyo Tribawono Anindito, S.E., mewakili keluarga memohon maaf terhadap segala kesalahan yang mungkin pernah diperbuat almarhumah semasa masih hidup. Dalam sambutannya ia mengatakan, almarhumah adalah sosok ibu yang menjadi tauladan bagi anak-anaknya.

“Ibu dan almarhum bapak adalah benar-benar tauladan bagi saya dan adik. Beliau berdua Ksatria Airlangga buat kami,” ujar Raditiyo.

Kawan karib Wakil Rektor III UNAIR Prof Amin Alamsjah itu mengatakan, ketika dirinya masih kecil, almarhumah adalah sosok ibu yang selalu memberikan contoh kepada anak-anaknya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Sementara itu, Prof Amin mewakili Rektor UNAIR mengungkapkan rasa duka mendalam atas meninggalnya Siti Parwati. “Ananda Raditiyo adalah sahabat saya. Saya seperti kehilangan ibu saya sendiri,” ungkapnya.

Sementara itu, Sudijah selaku kawan karib almarhumah memberikan kilas balik atas kebaikan almarhumah. “Beliau sangat perhatian dengan kami semua. Beliau selalu ingat hari ulang tahun rekan-rekannya,” ungkap dosen Departemen Sastra Inggris itu.

Almarhumah Siti Parwati pernah menjabat sebagai dosen di Departemen Bahasa dan Satra, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, tahun 1976-2001. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Bahasa dan Sastra di fakultas serupa tahun

(4)

1977-2000. Tahun 1998, almarhumah ikut penjadi pelopor berdirinya Fakultas Sastra UNAIR. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan

Fasilitas Mengasyikkan Dukung

Perkuliahan di FIB

UNAIR NEWS – Fakultas Ilmu Budaya (FIB) memiliki banyak

fasilitas. Selain laboratorium bahasa yang lengkap, ada pula ruang-ruang khusus bagi mahasiswa yang ingin berkesenian. Baik seni kontemporer, maupun tradisional. Terdapat juga tempat yang berisi peninggalan serta buku bersejarah.

Berikut sejumlah potret hasil bidikan Helmy Rafsanjani dan Yudira Pasada Lubis, dua fotografer Pusat Informasi dan Humas, yang merekam sedikit gambaran tentang fakultas ini.

(5)

Editor: Rio F. Rachman

Diah Arimbi Ph.D, Konsisten

Lakukan Perjuangan Gender

Melalui Kajian Sastra

UNAIR NEWS – Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, peran

perempuan begitu sentral. Sayangnya, sejarah tidak mencatat itu dengan apik. Lihatlah deretan nama pahlawan nasional. Dominasi laki-laki begitu kentara. Padahal, tidak mungkin mereka bisa mencapai cita-cita bangsa tanpa dukungan aktif dan totalitas Kaum Hawa.

(6)

Apa yang disampaikan di atas sekadar salah satu potret dari banyak gambaran lain tentang belum tercapainya kesetaraan gender di negeri ini. Mungkin, secara regulasi, gagasan ini telah diakomodasi. Namun, pada aplikasi di lapangan, perempuan masih termarginalkan.

“Saya pikir, perjuangan untuk equality and justice masih harus konsisten dijalankan. Melalui kajian sastra, saya ingin menjalankan gender jihad ini,” ungkap Diah Ariani Arimbi S.S., MA., Ph.D., dekan Fakultas Ilmu Budaya yang merupakan salah satu pakar kajian budaya dan sastra UNAIR.

Perjuangan perempuan melalui sastra bukanlah hal baru. Bahkan, langkah ini sudah teruji waktu dan tergolong efektif. Lihatlah RA Kartini yang menyuarakan aspirasinya melalui kata-kata. Bertolak dari fakta itulah, Diah yakin kalau “Gender Jihad” yang diserukannya bakal membuahkan hasil. Meski memang, butuh proses yang panjang.

Peraih gelar doktor dari University of New South Wales ini mengatakan, negara sekelas Amerika yang disebut-sebut mendewakan kesetaraan saja tampaknya belum bisa menerima pemimpin perempuan. Salah satu indikasinya, orang lebih banyak memilih Donald Trump daripada Hillary Clinton. Sedangkan bila ingin berkaca dari luar negeri, agaknya negeri-negeri Skandinavia bisa menjadi contoh kongkret aplikasi kesetaraan gender. Misalnya, di Swedia dan Finlandia.

“Di sana, cuti hamil dan melahirkan tidak hanya untuk perempuan. Tapi juga buat suami. Karena, peran menjaga bayi juga mesti dilakukan utuh oleh laki-laki,” terangnya.

Meskipun belum sepenuhnya tercapai, cita-cita kesetaraan gender di Indonesia relatif menunjukkan tren positif. Betapa tidak, di usianya yang masih 72 tahun, negara ini sudah pernah memiliki presiden perempuan. Pemilihan umum juga sudah melibatkan perempuan secara aktif dengan nilai suara yang sama dengan laki-laki (one man one vote). Sementara di beberapa

(7)

negara Eropa, untuk mencapai kesamaan ini, butuh waktu yang jauh lebih panjang.

Tapi, “gender jihad” tetap mesti dikobarkan. Betapa tidak, masih ada banyak kekerasan rumah tangga yang korbannya mayoritas perempuan dan anak. Mereka termarginalkan dengan alasan-alasan kultural patriarkis. Yang dalam perjalanannya, justru lebih parah karena perempuan makin jadi korban kapitalisme atau jadi komoditas.

Dalam hal ini, sejumlah perspektif mesti dibenahi. Tidak hanya sudut pandang yang berasal dari laki-laki dan lingkungan. Perempuan sendiri mesti bisa melihat dirinya dengan adil dan tidak termakan mitos kultural. (*)

Editor: Nuri Hermawan

Alifia Tifani, Terapkan Ilmu

Selama Kuliah di Dunia Kerja

UNAIR NEWS – Menjadi bagian dari program studi (prodi) Sastra

Jepang Universitas Airlangga merupakan hal yang sangat menyenangkan bagi Alifia Tiffani Putri. Perempuan yang akrab disapa Alifia ini merasakan atmosfer Jepang ketika menjalani kuliah, mulai dari kedisiplinan hingga berbagai kegiatan yang pernah ia lakukan.

Alumnus Sastra Jepang UNAIR ini mengaku sangat memiliki kesan baik ketika berkuliah di Sastra Jepang, apalagi dari awal ia memang menyukai hal-hal yang berbau Jepang.

“Waktu pertama kali masuk kuliah pasti excited ya. Dapat temen baru, lingkungan baru, apalagi dulu aku bayanginnya masuk

(8)

jurusan Sastra Jepang pasti sistem belajarnya nggak beda jauh lah sama yang di Jepang, jadi ya semangat banget,” ujar Alifia.

Sekarang, Alifia bekerja di salah satu perusahaan Jepang yang bergerak di bidang Agriculture Machinery yang bertempat di Pasuruan. Disana, kemampuan berbahasa hingga ilmu tentang Jepang yang ia dapat sewaktu kuliah sangat digunakan. Alifia mengaku bahwa selama bekerja ia selalu berkomunikasi dengan Bahasa Jepang dengan pimpinannya. Tidak hanya itu, dalam pekerjaannya ia mampu beradaptasi dengan budaya kerja orang Jepang yang cenderung disiplin dan patuh tata krama.

“Meskipun pertama kali masuk juga masih perlu banyak belajar karena bahasa kerja sama sehari-hari beda ya, tapi sedikit banyak membantu sekali apa yag sudah kudapat di perkuliahan,” ujar Alifia

Alifia menambahkan, ketika berkuliah ia sering sharing mengenai kebudayaan dengan native asal Jepang yang didatangkan oleh prodi Sastra Jepang tiap tahun. Dari native tersebut, Alifia banyak mendapat informasi mengenai kekhasan dalam kebiasaan orang-orang Jepang, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, darisana ia banyak menerapkan ilmu tersebut di pekerjaanya sekarang.

“Pesan buat adik-adik mahasiswa baru. Kalo ada apa- apa, mungkin nggak tahu atau kesusahan sama pelajaran, jangan sungkan-sungkan tanya senpai (senior). Kebanyakan anak- anak di Sastra Jepang itu bisa berkembang di bidang akademik karena dia aktif tanya dan nggak malu buat latihan berbicara Bahasa jepang,” pesan Alifia mengakhiri. (*)

Penulis : Faridah Hariani Editor : Nuri Hermawan

(9)

Prospek Keilmuan yang Bagus,

Pilih

Geluti

Linguistik

Jepang

UNAIR NEWS – Dwi Anggoro Hadiutomo, S.S., M.Hum., Ph.D., telah

menggeluti Linguistik Jepang sejak menempuh pendidikan S-1 Sastra Jepang di Universitas Padjadjaran, Bandung. Ia kemudian menempuh program magister di universitas yang sama, lalu menempuh studi doktoral di Rikkyo University, Tokyo.

Dwi Anggoro tertarik dengan kajian Linguistik Jepang sebab konsep kebahasaan dalam bahasa Jepang memiliki berbagai keunikan. Tidak hanya berbeda dengan bahasa lain, secara struktur, tata bahasa dan jenis huruf yang dipakai saja menarik. Misalnya, kesantunan berbahasa dalam bahasa Jepang tidak hanya bersifat vertikal (atasan-bawahan atau tua-muda), melainkan juga horizontal (dalam/luar kelompok).

“Orang Jepang selalu melibatkan pemikiran dan perasaan mereka dalam pemilihan pola ungkapan dan diksi. Hal itu lah yang membuat saya tertarik,” ujar laki-laki kelahiran Bandung, 5 Desember 1973 ini.

Dwi berangkat dari pandangan bahwa semua cabang keilmuan, apapun itu, tidak bisa terlepas dengan tata bahasa. Ke depan, keilmuan ini prospek untuk terus diteliti. Sebab, hari ini seringkali ilmu bahasa dipandang tidak penting bila berbicara tentang penelitian.

“Apabila dilihat lebih teliti lagi, ilmu bahasa merupakan penyokong utama dari rumpun ilmu yang lain. Sebagai contoh, pengacara bisa memenangkan perkara seorang koruptor karena dia pandai memakai bahasa untuk beralibi. Calon kepala daerah yang

(10)

tidak populer bisa saja menang di pilkada karena bisa memanfaatkan bahasa dengan baik dalam kampanye atau debat,” ujar dosen yang menggeluti riset struktur dan semantik bahasa Jepang ini.

Dalam tata bahasa bahasa Jepang, terdapat pemikiran dan perasaan orang yang menuturkannya. Menurut Dwi, ilmu ini menjadi sangat penting dalam upaya untuk bernegosiasi atau berhubungan dengan Jepang, yang ke depannya masih menjadi partner penting dalam pembangunan dan pengembangan IPTEK di Indonesia.

Di lingkungan UNAIR, Dwi dipercaya menjadi tim Direktorat Kependidikan untuk menyiapkan konten-konten aktivitas pendidikan internasional. Selain itu, ia aktif mengajar, melakukan pengabdian masyarakat, dan menjalankan amanah sebagai Ketua Departemen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga.

Sejak tahun 2015 setelah ia selesai menamatkan studi di Tokyo, ia mulai aktif melakukan pengabdian masyarakat. Bersama dosen Sastra Jepang FIB UNAIR, ia mengajar bahasa dan budaya Jepang di Rumah Bahasa, Pemerintah Kota Surabaya. Bersama tim di Departemen Sastra Jepang pula, setiap tahun melakukan pelatihan bagi perawat-perawat Indonesia yang akan menjadi tenaga kesehatan di Jepang.

“Ilmu bahasa setelah saya pelajari, semakin saya tahu bahwa bidang ilmu apapun di luar bahasa pasti terkait dengan bahasa. Terutama tata bahasa, sangat berpengaruh terhadap semua rumpun ilmu. Akhirnya saya merasa bahwa linguistik itu juga penting, walaupun tidak langsung. Sistemnya adalah eksperimen terlebih dahulu, kemudian ada hasil yang bisa diterapkan,” tandasnya. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan

(11)

Prodi Sastra Jepang, Hadirkan

Nuansa Negeri Sakura di

Airlangga

UNAIR NEWS – Program studi (prodi) Sastra Jepang Universitas

Airlangga masih terbilang sebagai salah satu prodi yang baru. Berada di lingkup Fakultas Ilmu Budaya (FIB), prodi Sastra Jepang baru dibentuk pada tahun 2006 dan sudah mengalami banyak perkembangan di dalamnya.

Ketika ditemui di ruang kerjanya, Dwi Anggoro Hadiutomo, M.Hum., Ph.D., selaku Kepala prodi Sastra Jepang mengatakan bahwa prodi yang tengah dipimpinnya tersebut sudah dilengkapi dengan tenaga pengajar yang mempunyai keahlian di masing-masing bidang.

“Dosen–dosen yang kami miliki mempunyai keahlian yang beragam, bahkan ada juga yang menekuni budaya popular Jepang seperti cosplay dan anime,” tutur Dwi.

Selain itu, untuk menambah kemampuan mahasiswa dalam berbicara dan menulis huruf kanji prodi Sastra Jepang secara rutin mendatangkan Native asal Jepang untuk bisa membimbing secara langsung mahasiswa.

Untuk Native sendiri, Dwi menjelaskan bahwa prodi Sastra Jepang bekerja sama dengan beberapa lembaga Jepang, salah satunya adalah Ashinaga Foundation. Lembaga tersebut secara berkala bersedia mendatangkan mahasiswa asal Jepang ke Indonesia untuk belajar maupun membantu dosen membimbing mahasiswa dalam mengasah kemampuan berbahasa Jepang.

(12)

fasilitas laboratorium Bahasa Jepang yang memadai. Dalam kurikulum yang disusun prodi Sastra Jepang memberikan mata kuliah yang tidak hanya berupa kajian sastra dan budaya saja. Namun, juga dibekali dengan ilmu penerjemahan, korespondensi, dan juga mata kuliah pengajaran.

“Dengan begitu lulusan Sastra Jepang diharuskan unggul dalam Ilmu Kebahasaan,” imbuh Dwi.

Untuk kegiatan mahasiswa sendiri setiap tahunnya prodi Sastra Jepang memiliki kegiatan “Japanese World” yang dikelola oleh Himpunan Mahasiswa Sastra Jepang UNAIR (Niseikai). Kegiatan ini merupakan sebuah event yang menyelenggarakan festival seni, bazaar makanan, panggung hiburan, dan juga lomba-lomba yang semuanya disusun dengan mengangkat nuansa Jepang.

Tiap tahunnya Japanese World yang diadakan di Kampus B UNAIR dan selalu ramai dikunjungi pengunjung dari dalam kota maupun luar kota. Selain ingin menikmati acara, pengunjung juga ingin merasakan animo suasana Negeri Sakura di Surabaya.

“Jepang kan kaya akan tata tertib dan budaya popular, kita ingin hadirkan disini. Jadi disini (Sastra Jepang, -red), mahasiswa tidak melulu belajar Bahasa atau grammar tapi dibarengi dengan mempelajari budaya Jepang yang lain seperti minum teh, menonton film Jepang, dan bersama sama memasak masakan Jepang,” tambah Dwi.

Sesuai peninjauan berkala yang dilakukan prodi Sastra Jepang, 80% lulusan Sastra Jepang bekerja di berbagai macam bidang yang linier seperti di Bank Jepang, penerjemah, dosen atau guru Bahasa jepang, staf di perusahaan Jepang hingga Guide

Tour.

Dwi juga mengatakan bahwa masyarakat selalu berpandangan bahwa prodi yang berawalan dengan “Sastra” selalu diidentikkan dengan puisi dan sajak. Padahal di sastra banyak yang bisa dipelajari, dari sastra sendiri, sejarah hingga budaya.

(13)

“Kita harus mengubah pola pikir tentang sastra. Jadi sastra itu dengan budaya yang menyangkut-menyangkut dengan kehidupan manusia. Pemikiran seperti itu harus mulai digaungkan. Jangan terjebak dengan pemikiran sastra yang sempit. Dengan artian lulusan sastra tidak hanya bisa jadi editor bahasa, tapi bisa di lingkungan kerja manapun,” tambah Dwi. (*)

Penulis : Faridah Hari Editor : Nuri Hermawan

Desa Binaan, Wujud Pengabdian

dan Laboratorium Mahasiswa

Sastra Indonesia

UNAIR NEWS – Demi meningkatkan mutu program studi (prodi) dan

kualitas mahasiswa, sivitas akademika S-1 Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga terus berupaya mencari terobosan. Salah satu terobosan yang dilakukan yakni dengan mewujudkan desa binaan yang berada di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.

Desa yang berada di kaki Gunung Kelud tersebut merupakan bentuk pengabdian masyarakat. Desa binaan yang diproyeksikan menjadi desa wisata tersebut juga merupakan laboratorium mahasiswa untuk mata kuliah folklor.

Dosen Sastra Indonesia Drs. Tubiyono, M.Si., yang memprakarsai terwujudnya desa binaan menuturkan, kegiatan pengabdian masyarakat itu dimaksudkan untuk menghidupkan tradisi lisan berupa seni Reog Bulqio yang ada di desa tersebut. Tubiyono juga menambahkan, ketika seni yang menjadi aset desa dikembangkan, industri ekonomi kreatif masyarakat akan turut

(14)

berkembang.

“Awalnya memang kita hidupkan seni Reog Bulqio yang menjadi ciri dari desa ini. Nah, kalau ini sudah jalan nanti kami akan kerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mengembangkan yang lainnya,” jelasnya.

Desa binaan juga difungsikan sebagai laboratorium mahasiswa. Pakar linguistik jurnalistik tersebut menuturkan, bentuk kegiatan riset yang dilakukan mahasiswa ditekankan pada pendokumentasian dan penerjemahan tradisi lisan dan naskah-naskah lama yang dimiliki warga desa setempat.

“Saya ingin dari hasil penerjemahan yang dilakukan mahasiswa ini nanti, bisa dibuat sebuah karya seni yang bisa dilombakan untuk pelajar yang ada di Blitar ini. Jadi, dengan seni dan kearifan lokal yang ada ini bisa turut mengembangkan desa sekaligus menanamkan rasa cinta kepada seni budaya pada pelajar,” terang Tubiyono.

Ke depan, industri kreatif itu diharapkan bisa menjadi stimulan perekonomian. Sebab, selama ini, warga Kemloko telah membudidayakan macam-macam ikan koi, kakau, dan beragam hasil kreativitas masyarakat setempat. “Kalau desa ini berkembang, kita bisa gandeng keilmuan yang lain. Misalnya dengan perikanan, biologi, juga kesehatan masyarakat,” pungkasnya. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S

(15)

Sastra

Indonesia

UNAIR,

Kuatkan Keilmuan Lokal dan

Kerja Sama Internasional

UNAIR NEWS – Perjalanan Program Studi (Prodi) Sastra

Indonesia Universitas Airlangga terus menunjukan nilai yang positif. Peminat prodi yang berada dalam lingkungan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR tersebut terus meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu, pihak prodi juga meningkatkan kuota untuk calon mahasiswa. Tercatat, dari kuota 100 mahasiswa di awal tahun 2000, terus meningkat hingga saat seleksi tahun 2016 lalu menjadi 160 mahasiswa. Dra. Dwi Handayani, M.Hum., selaku Ketua Prodi Sastra Indonesia UNAIR mengatakan bahwa salah satu keunggulan dari prodi memang bisa dilihat dari peminat dan kuota yang tersedia.

“Kuota ini kami naikkan karena melihat peminat Sastra Indonesia dari tahunnya terus meningkat, bahkan 50% calon mahasiswa menempatkan prodi kita ini dipilihan pertama,” jelasnya.

Ketua prodi terbaik UNAIR tahun 2016 tersebut juga menuturkan keunggulan lain yang dimiliki prodi yang dipimpinnya untuk kali kedua ini. Salah satunya adalah adanya peminatan studi filologi. Menurutnya, beberapa prodi Sastra Indonesia di lain universitas sudah mulai menggeser studi filologi.

“Kebanyakan peminatan di kampus lain hanya sastra, linguistik, dan budaya. Kami tetap mempertahankan filologi meski peminantnya sedikit. Untuk itu, kami terus mendorong agar mahasiswa mulai tertarik, dan hasilnya alhamdulillah dari tahun ke tahun peminatnya terus meningkat,” papar perempuan yang akrab disapa Handa.

Mengenai peminatan studi filologi, Handa juga menjelaskan bahwa tahun depan salah satu mata kuliah yang terkait studi

(16)

filologi yakni folklor atau tradisi lisan akan menjadi mata kuliah wajib. Hal itu diharpakan bisa semakin meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai studi yang mengkaji tentang naskah-naskah lama dan tradisi lisan di masyarakat.

“Solusi yang kami angkat yakni dengan menjadikan mata kuliah folklor yang dulunya pilihan menjadi wajib. Karena kami sekarang sudah punya laboratorium di FIB ini dan di Blitar,” jelasnya.

Kerja sama Internasional

Belajar dari pengalaman mendapatkan akreditasi A yang baru saja diraih tahun lalu. Handa menyatakan bahwa kelayakan sebuah prodi juga diukur dari kerja sama internasional. Hal tersebut mendorongnya untuk menggandeng Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA) Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dalam pengamalan tri dharma yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Di bidang pendidikan, Handa menjelaskan bahwa ke depan ia ingin ada staf pengajar, baik dari Sastra Indonesia UNAIR maupun ATMA UKM, bisa memberikan kuliah umum atapun pengajaran kepada mahasiswa kedua pihak. Selain itu, Handa juga berharap selain dosen nantinya juga ada pertukaran mahasiswa.

“Ke depan kami harap dosen UKM bisa mengajar di sini, begitu juga sebaliknya. Selain itu, perihal riset, kami sudah komitmen bahwa salah satu anggota dari tim kami adalah dosen UKM, jadi ada semacam kolaborasi riset,” jelasnya.

Perihal pengabdian masyarakat, Handa menjelaskan mengenai desa binaan yang ada di Desa Kemloko, Blitar. Menurut Handa, pihak ATMA UKM sangat tertarik dengan program pengabdian yang sudah berjalan empat tahun tersebut. Nantinya, pihak ATMA UKM juga ingin mengirimkan mahasiswanya untuk mengikuti kuliah lapangan yang diselenggarakan tiap tahunnya di desa binaan tersebut. “Kami juga sampaikan, bahwa mahasiswa atau dosen ATMA UKM yang nantinya belajar di UNAIR bisa kami ajak ke desa binaan dan

(17)

mereka sangat tertarik untuk hal itu,” pungkas Handa. (*) Penulis: Nuri Hermawan

Editor: Faridah Hari

Mengkritik Lewat Pementasan

Dramaturgi

UNAIR NEWS – Dramaturgi telah memasuki penampilan yang ke 12.

Pementasan yang dibuat oleh mahasiswa mata kuliah Dramaturgi Sastra Indonesia Universitas Airlangga tahun ini menyuguhkan dua pementasan, yakni naskah AA II UU karya Arifin C. Noer dan

Malam Jahanam karya Motinggo Boesje. Berbeda dari tahun-tahun

sebelumnya, pertunjukan tahun ini diadakan di gedung Srimulat Taman Hiburan Remaja pada Senin, (16/1). Acara dibuka oleh tarian remo dari mahasiswa Sastra Indonesia, dilanjutkan oleh sambutan pimpinan produksi, Citra, dan Puji Karyanto selaku dosen pengampu mata kuliah Dramaturgi.

AA II UU yang disutradarai oleh Chendra Mitra membuka jalannya

pementasan. Setting panggung menggambarkan keadaan sebuah rumah dengan ruang tamu dan kamar tidur. Tampak tokoh UU dan Mama di dalam kamar. Terlibat percakapan panjang antara UU dan Mama yang membicarakan tentang sejarah. UU mengaku pada Mama ingin menjadi ahli sejarah, namun dibalas bahwa lulusan Sejarah akan sulit mencari kerja.

Adegan selanjutnya mengambil fokus di ruang depan. Adegan tersebut merupakan adegan usai makan malam keluarga yang dihiasi dengan obrolan-obrolan seputar jurusan yang diambil anak-anak Rustam. Di sela-sela perbincangan, UU mengutarakan niatnya menjadi ahli sejarah. Keinginannya itu ditentang Papa. Hal tersebut membuat UU kecewa dan marah sehingga memutuskan

(18)

mengunci diri di kamar. Kedatangan Om Bahar dan Tante Seli diharapkan mampu mencairkan kemarahan UU. Namun UU tetap saja tidak bergeming, ia tetap ingin belajar di Jurusan Sejarah. Terjadi obrolan panjang antara Om Bahar, Tante Seli, Papa, dan Mama yang sama-sama memikirkan jalan keluar agar UU menyerah. Pergantian adegan dilakukan kembali di kamar untuk mengecek keadaan UU. Keluarga tersebut membicarakan keanehan UU yang selalu menjawab dengan kalimat ‘Ya, Ma’. Mereka mulai berspekulasi kalau UU kesurupan. Hingga pada akhir adegan Mama menyetujui pilihan UU untuk masuk Sejarah dan lampu dipadamkan.

Malam Jahanam

Sama seperti pertunjukan pertama, pertunjukan kedua yang disutradarai oleh Faridah Eka Fatmala digarap dengan alur dan

setting realis sebuah perkampungan. Awal adegan, suara tawa

menggelegak terdengar dari ujung panggung. Muncullah sesosok lelaki bernama Utai yang berpakaian compang-camping dan berjalan serampangan, lalu menuju sebuah rumah dan meminta rokok. Tidak mendapatkan sambutan, ia pergi menuju rumah Paijah. Paijah muncul mengangkat jemuran dan meminta bantuan Utai memasukkan jemuran ke dalam rumah. Di depan Utai, Paijah mengadu sedang menunggu suaminya pulang. Panggung dibiarkan kosong hingga datang Tukang Pijat yang lewat dengan suara rombeng. Adegan selanjutnya menampilkan tokoh Mat Kontan yang berperan sebagai suami Paijah yang terlibat pertikaian dengan Soleman karena Burung Mat Kontan yang mati dan menuduh Soleman membunuh Burung Beonya. Hingga pada akhirnya Paijah mengaku bahwa ia yang membunuh burungnya. Ia juga mengaku kalau anak mereka adalah hasil perselingkuhan Paijah dengan Soleman lantaran Mat Kontan jarang di rumah. Hal tersebut memicu pertengkaran antara Mat Kontan dan Soleman hingga menyebabkan tewasnya Soleman. Mat Kontan membicarakan kematian Soleman pada Tukang Pijat, lalu keluar dari panggung. Masih dalam bingkai adegan yang sama, terdengar teriakan histeris Paijah dari dalam rumah. Ia keluar menggendong bayinya yang sudah

(19)

mati karena sakit. Adegan ditutup dengan tangisan Paijah dan disaksikan Tukang Pijat di sebelahnya.

Dua pementasan dramaturgi ke 12 memiliki keragaman dalam segi penceritaan. Pementasan pertama berisi kritikan terhadap masyarakat yang meremehkan jurusan yang jarang diminati, sedangkan pementasan kedua menggambarkan konflik rumah tangga. Gedung pementasan dipenuhi tamu undangan tidak hanya dari keluarga Sastra Indonesia, melainkan berbagai jurusan.

“Mata kuliah ini memberikan kesempatan pada mahasiswa yang ingin merasakan ekstase main teater. Adik-adik kita dengan penuh semangat dalam waktu yang relatif singkat, mereka berproses mulai menyiapkan naskah, latihan, sampai eksekusi malam ini. Melalui teater, kita diberi ruang untuk belajar tentang masalah-masalah yang dihadapi dan kemungkinan memecahkannya,” tutur Puji Karyanto. (*)

Penulis : Lovita Marta Fabella Editor : Faridah Hari

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik gerakan renang yang menggunakan kinerja dominan otot-otot pernapasan, pengaruh kelembaban air yang tinggi, terbukti dapat memberikan efek positif

Hasil analisis data dan pembahasan menyatakan bahwa (1) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pendelegasian wewenang terhadap prestasi kerja karyawan Bank

[r]

Dewasa ini salah satu gaya hidup konsumen yang cenderung terjadi di dalam masyarakat adalah gaya hidup yang menganggap materi sebagai sesuatu yang dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas benih tiram mutiara (Pinctada maxima) hasil pemijahan induk alam dengan karakter nacre putih dari tiga habitat yang berbeda

KJKS BINAMA (Koperasi Jasa Keuangan Syariah BINA NIAGA UTAMA), adalah lembaga keuangan berbadan hukum koperasi yang bergerak dibidang jasa keuangan syariah, yaitu

Athens membahagikan masyarakatnya kepada tiga kumpulan yang terdiri daripada kumpulan pertama ialah warganegara, yang kedua penduduk bukan warganegara dan yang ketiga

Dalam produksi gula sangat perlu ditingkatkan kinerjanya untuk memperoleh biaya operasi yang makin kecil, sehingga dapat diperoleh nilai ekonomis yang makin