PERVAPORASI METANOL MENGGUNAKAN MEMBRAN
SELULOSA ASETAT/POLIVINIL PIROLIDON DAN
NATRIUM DODESIL SULFAT
INDRIANI WIDYA LESTARI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
INDRIANI WIDYA LESTARI. Pervaporasi Metanol Menggunakan Membran Selulosa
Asetat/Polivinil Pirolidon dan Natrium Dodesil Sulfat. Dibimbing oleh SRI MULIJANI,
DAN ARMI WULANAWATI.
Membran pervaporasi menjadi metode alternatif yang banyak digunakan untuk
pemurnian metanol. Kinerja pervaporasi membran sangat dipengaruhi oleh ciri membran
yang digunakan. Teknik pembuatan membran menggunakan teknik pembalikan fase.
Pembuatan membran diawali dengan pembuatan larutan campuran polimer selulosa asetat
(CA) dan natrium dodesil sulfat (SDS) sebagai porogen dalam pelarut aseton. Komposisi
CA sebesar 17% b/v dan komposisi SDS diragamkan 0; 0.5; 1; 1.5; dan 2% b/v. Larutan
polimer disonikasi menggunakan getaran ultrasonik selama 10 dan 20 jam dan dicetak
pada pelat kaca kemudian direndam dalam air hangat pada suhu 60
oC. Membran yang
diperoleh dilapisi dengan polivinil pirolidon. Kinerja pervaporasi diteliti dengan fluks
permeasi dan faktor pemisahan kemudian dihitung nilai pervaporation separation index
(PSI). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa PSI berbanding terbalik dengan fluks
permeasi, tetapi PSI sebanding dengan faktor pemisahan. Kinerja pervaporasi yang
diinginkan adalah fluks permeasi dan faktor pemisahan yang besar. Penelitian ini
menunjukkan konsentrasi metanol hasil pervaporasi dari membran CA berporogen SDS
2% b/v dengan pengadukan 20 jam yang diperoleh sebesar 79% dari larutan umpan 60%.
Disimpulkan bahwa membran ini dapat digunakan untuk pervaporasi metanol, tetapi
masih membutuhkan perbaikan.
ABSTRACT
INDRIANI
WIDYA
LESTARI.
Methanol
Pervaporation
Using
Cellulose
Acetate/Polyvinyl Pyrrolidone Membrane and Sodium Dodecyl Sulfate. Supervised by
SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.
Pervaporation membrane is one of alternative methods to purify methanol.
Performance of the pervaporation is affected by its characteristics. Phase inversion
technique was used for preparing the membrane. The membrane was prepared by mixing
polymeric solution of cellulose acetate (CA) and sodium dodecyl sulfate (SDS) as
template in acetone solution. Composition of CA was 17% w/v and composition of SDS
were varied 0; 0.5; 1; 1.5; dan 2% w/v. The solution was stirred by ultrasonic for 10 and
20 hours and it was casted on the glass plate surface and then submerged it into water of
60
oC. The membrane was coated by polyvinyl pyrrolidon. The performance of
pervaporation was evaluated through permeation flux and separation factor and then was
calculated for its pervaporation separation index (PSI) value. In this research, permeation
flux and separation factor were contradicted results, but PSI was proportional to the
separation factor. High permeation flux and separation factor are desired in the
performance of pervaporation. The results showed that methanol concentration from
pervaporation product by CA membrane with SDS 2% b/v in 20 hours stirring by
ultrasonic was 79% from feed solution of 60%. Therefore, this membrane is applicable
for methanol pervaporation, but it still needs some improvements.
Judul
: Pervaporasi Metanol Menggunakan Membran Selulosa
Asetat/Polivinil Pirolidon dan Natrium Dosesil Sulfat
Nama
: Indriani Widya Lestari
NIM
: G44063267
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Sri Mulijani, M.S
Armi Wulanawati, S.Si, M.Si
NIP 19630401 199103 2 001
NIP 19690725 200003 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S
NIP 19501227 197603 2 002
3
PERVAPORASI METANOL MENGGUNAKAN MEMBRAN
SELULOSA ASETAT/POLIVINIL PIROLIDON DAN
NATRIUM DODESIL SULFAT
INDRIANI WIDYA LESTARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dalam karya
ilmiah ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 dan judul karya ilmiah ini adalah
Pervaporasi Metanol Menggunakan Membran Selulosa Asetat/Polivinil Pirolidon dan
Natrium Dodesil Sulfat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Sri Mulijani, M.S selaku
pembimbing pertama dan Ibu Armi Wulanawati, S.Si, M.Si selaku pembimbing kedua
yang telah banyak memberi saran selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Disamping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada staf-staf Laboratorium
Anorganik, Laboratorium Analitik, dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB
atas segala bantuan, fasilitas, dan saran yang diberikan.
Terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Abah, Mama, dan
Kakak-kakak tercinta atas segala doa, nasehat, dan semangatnya. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Caesar, Nurul, Noriza, dan teman-teman di
Laboratorium Anorganik atas semangat dan bantuan yang telah diberikan selama
penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman kimia 43.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan.
Bogor, Agustus 2010
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 21 Januari 1989 dari ayah Mudjahidun
dan ibu Saitah. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri I Slawi dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB. Setelah masa satu tahun perkuliahan, penulis
mendapat mayor Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi BEM KM IPB pada
tahun 2006/2007 dan kepanitiaan pada acara yang diadakan Ikatan Mahasiswa Kimia
(IMASIKA). Pada bulan Juli-Agustus 2009, penulis melaksanakan Praktik Lapangan di
Laboratorium Air dan Limbah, Balai Besar Industri Agro. Selain itu, penulis juga
menjadi asisten Kimia Anorganik pada tahun ajaran 2009/2010 dan asisten praktikum
Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...
vii
PENDAHULUAN ...
1
TINJAUAN PUSTAKA
Membran ...
1
Selulosa Asetat ...
2
Polivinil Pirolidon ...
2
Natrium Dodesil Sulfat ...
2
Fluks Air ...
2
Pervaporation Separation Index ...
3
Mikroskop Elektron Payaran ...
3
Fourier Transform Infrared ...
3
Kromatografi Gas ...
3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...
3
Metode ...
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Selulosa Asetat ...
5
Nilai Fluks Air ...
5
Pengaruh Konsentrasi SDS dan Lama Sonikasi pada Nilai Fluks Air ...
6
Analisis Membran Selulosa Asetat dengan Fourier transform infrared
(FTIR) ...
6
Analisis Membran Selulosa Asetat dengan Mikroskop Elektron Payaran
(SEM) ...
7
Hubungan antara Faktor Pemisahan, Fluks Permeasi, dan PSI ...
7
Pengujian dengan Kromatografi Gas ...
8
SIMPULAN DAN SARAN ...
9
DAFTAR PUSTAKA ...
9
7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Struktur kimia selulosa asetat ... 2
2
Struktur kimia vinilpirolidon ... 2
3
Struktur kimia SDS ... 2
4
Membran selulosa asetat ...
5
5
Penurunan nilai fluks air membran dengan SDS 0% (
▲
), 0.5% (■), 1% (
•
),
1.5% (
×
), dan 2% b/v (
) pada sonikasi 10 jam ...
5
6
Penurunan nilai fluks air membran dengan SDS 0% (
▲
), 0.5% (■), 1% (
•
),
1.5% (
×
), dan 2% b/v (
) pada sonikasi 20 jam ...
5
7
Pengaruh penambahan SDS terhadap rerata nilai fluks air pada sonikasi 10 (
■
)
dan 20 (■) jam ...
6
8
Spektrum FTIR membran selulosa asetat ...
7
9
Permukaan membran CA dengan SDS 2% b/v pada sonikasi 10 jam dengan
perbesaran 10000x ...
7
10 Nilai PSI (■) dan J
p(
■
) pada membran dengan sonikasi 10 jam terhadap
konsentasi SDS ...
7
11 Nilai PSI (■) dan J
p(
■
) pada membran dengan sonikasi 20 jam terhadap
konsentasi SDS ...
7
12 Nilai PSI (■) dan α
sep(
■
) pada membran dengan sonikasi 10 jam terhadap
konsentasi SDS ...
8
13 Nilai PSI (■) dan α
sep(
■
) pada membran dengan sonikasi 20 jam terhadap
konsentasi SDS ...
8
14 Kromatogram kromatografi gas dari standar metanol 60% (larutan umpan) ...
8
15 Kromatogram kromatografi gas dari permeat hasil pervaporasi membran CA
dengan SDS 2% b/v pada sonikasi 20 jam ...
8
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir kerja penelitian ...
12
2 Gambar aliran kerja modul pemisahan crossflow ...
13
3 Diagram alat pervaporasi ...
13
4 Nilai fluks air membran CA dengan SDS 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2% b/v
pada sonikasi 10 dan 20 jam pada tekanan 20 psi ...
14
5 Spektrum FTIR natrium dodesil sulfat (SDS) ...
15
6 Nilai J
P, α
sep, dan PSI membran
CA dengan SDS 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2% b/vpada sonikasi 10 dan 20 jam ...
16
7
Data kromatogram kromatografi gas dari standar metanol 60% dan permeat
PENDAHULUAN
Kebutuhan akan metanol dengan
kemurnian tinggi sebagai bahan baku
pembuatan aditif bahan bakar fosil ataupun sebagai pelarut semakin meningkat. Oleh karena itu, usaha permurnian metanol telah banyak dilakukan, seperti distilasi, resin pertukaran ion, dan membran (Widodo et al. 2004). Teknik distilasi yang biasa digunakan tidak mungkin lagi digunakan karena hanya mampu memurnikan metanol pada titik azeotropnya. Padahal kemurnian alkohol untuk bahan bakar harus lebih dari 99.5% (Prihandana et al. 2007). Teknik pervaporasi merupakan salah satu aplikasi membran yang banyak digunakan baru-baru ini karena dipercaya dapat memurnikan metanol di atas titik azeotrop. Pervaporasi merupakan teknik pemisahan berdasarkan transpor selektif
melalui lapisan tipis (membran) yang
dihubungkan dengan penguapan permeat
(Tsai et al. 2000). Salah satu parameter
keberhasilan teknik pervaporasi adalah
karakteristik membran yang digunakan
(Widodo et al. 2004).
Selulosa asetat (CA) sering digunakan sebagai bahan untuk membuat membran mikropori karena memiliki kinerja yang cukup baik, ramah lingkungan, dan murah. Selain itu, Cao et al. (1999) telah melakukan
pervaporasi metanol menggunakan CA.
Namun, umumnya membran CA mempunyai pori-pori yang tidak seragam sehingga menghambat penyerapan. Oleh karena itu,
perlu adanya bahan pembentuk dan
penyeragam pori-pori membran atau porogen. Penggunaan natrium dodesil sulfat (SDS)
mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya, yaitu Onggowosito (2008) dan
Nugraha (2010) yang telah meneliti
pembuatan membran selulosa
asetat-polistirena menggunakan SDS sebagai
porogennya. Hasilnya pori yang terbentuk pada membran tersebut lebih seragam dengan ukuran sekitar 260 nm. Usaha lain untuk lebih menyeragamkan pori-pori, yaitu dengan sonikasi menggunakan getaran ultrasonik.
Penggunaan polistirena berfungsi untuk menguatkan membran karena sifat CA yang rapuh sehingga memberikan kisaran nilai
fluks air yang tinggi, yaitu 45-371 L/m2jam
(Nugraha 2010). Dalam penelitian ini fungsi
tersebut dilakukan dengan penambahan
konsentrsi CA sebesar 17%. Untuk aplikasi pervaporasi fungsi tersebut digantikan oleh polivinil pirolidon (PVP) dengan cara melakukan coating (pelapisan). Selain itu,
pelapisan dengan PVP dapat menahan air sehingga diharapkan metanol yang akan melewati pori-pori membran. Menurut Tsai et al (2000) modifikasi dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja pemisahan.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat membran yang berfungsi sebagai pervaporasi
metanol. Pengujian kualitas membran
dilakukan dengan uji fluks air dan
pervaporation separation index pada
membran. Uji fourier transform infrared untuk membuktikan ada atau tidaknya surfaktan dalam membran, analisis mikroskop elektron payaran untuk melihat morfologi permukaan membran, dan uji kemurnian
metanol hasil pervaporasi dengan
kromatografi gas.
TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Membran adalah suatu lapisan film tipis yang dapat memisahkan pelarut dan zat terlarutnya secara selektif (Ghosh 2003). Teknologi membran sudah dikenal oleh ilmuan-ilmuan terdahulu, yaitu sejak abad 18. Namun, sampai abad 19 dan permulaan abad 20, penggunaannya hanya untuk skala laboratorium, yaitu untuk mengembangkan teori fisika/kimia, belum sampai tahap industri dan belum diperluas secara komersial. Hal tersebut dikarenakan membran-membran yang dibuat pada saat itu mempunyai beberapa kekurangan, yaitu tidak dapat dipercaya, lambat, tidak selektif, dan sangat mahal (Baker 2004). Oleh karena itu, membran juga dilarang digunakan untuk proses pemisahan. Namun, sekarang ini aplikasinya dalam proses pemisahan, pemurnian, dan pemekatan sering digunakan.
Radiman dan Eka (2007) mengemukakan
bahwa teknologi membran mempunyai
berbagai keunggulan dibandingkan metode pemisahan konvensional lain, antara lain proses dapat dilakukan secara kontinu, tidak memerlukan zat kimia tambahan sehingga komponen yang dipisahkan dapat dipakai kembali, konsumsi energinya rendah, dan
mudah dikombinasikan dengan proses
pemisahan lainnya. Selain itu, teknologi membran lebih sederhana, praktis, dan mempunyai sifat filtrasi yang spesifik.
Berdasarkan asalnya, membran dapat dibedakan menjadi 2, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami adalah membran yang terdapat dalam sel tubuh makhluk hidup.
Membran sintetik dibuat berdasarkan reaksi kimia dan merupakan fase antara yang memisahkan 2 fase, yaitu umpan dan permeat, serta dapat membatasi perpindahan dengan cara yang spesifik. Bahan pembuat membran jenis ini biasanya dari bahan keramik dan bahan polimer (Mulder 1996).
Menurut Baker (2004), tipe membran
berdasarkan morfologinya digolongkan
menjadi membran simetrik/isotropik dan membran anisotropik. Membran berdasarkan
fungsinya terdiri atas mikrofiltrasi,
ultrafiltrasi, osmosis balik, dan elektrodialisis Meskipun osmosis balik, mikrofiltrasi, dan ultrafiltrasi mempunyai proses yang hampir sama, tetapi perbedaan ukuran diameter pori menghasilkan perbedaan yang drastis pada cara membran digunakan.
Selulosa Asetat
Selulosa asetat (Gambar 1) adalah turunan dari selulosa, jenis termoplastik amorf, material translusen yang termasuk ke dalam kelas selulosa ester (Flieger et al. 2003), tidak berasa, dan tidak berbau. Bobot molekulnya beragam, yaitu 500000−1500000 g/mol dan
densitasnya sebesar 1.25-1.35 gcm-3 (Stuart
2002). Secara umum selulosa asetat (CA) terdiri atas selulosa diasetat dan selulosa triasetat. Menurut Flieger et al. 2003, secara komersial CA dibentuk dari selulosa yang diperoleh dari kayu dan kapas. Pembentukan CA dapat dilakukan dengan mereaksikan selulosa dengan anhidrida asam menggunakan asam asetat sebagai pelarut dan asam sulfat
atau asam perklorat sebagai katalis
(Meenakshi et al. 2002).
Gambar 1 Struktur kimia selulosa asetat. Hal yang sangat berpengaruh pada pembentukan CA adalah kandungan lignin dan hemiselulosa pada selulosa. Kedua senyawa tersebut merupakan senyawa yang tidak diinginkan dalam bahan baku produksi CA. Aplikasi CA sekarang ini sangat luas, pada tahun 2001 saja telah dikembangkan sebagai plastik biodegradabel, komposit, film optik, pelapis, dan membran pemisahan (Edgar et al. 2001). Sebagai membran, CA mempunyai keselektifan cukup tinggi di
dalam proses ultrafiltrasi sehingga materi-materi yang kecil pun dapat ditahan (Mulder 1996).
Polivinil Pirolidon
Polivinil pirolidon (PVP) merupakan
polimer yang dapat digunakan untuk
menguatkan membran karena memiliki sifat mekanik yang baik (Rahmi 2007). Polimer ini mempunyai karakter dan hubungan yang lemah dengan surfaktan anionik, seperti natrium dodesil sulfat dalam larutan cair. Larutan PVP banyak digunakan dalam farmasi, kosmetik, dan obat-obatan dengan sifat racun yang rendah. Selain itu, PVP juga dapat digunakan untuk formulasi pada deterjen (Holmberg et al. 2003). Gambar 2 di bawah ini merupakan monomer dari polivinil pirolidon.
Gambar 2 Struktur kimia vinilpirolidon.
Natrium Dodesil Sulfat
Natrium Dodesil Sulfat (SDS) termasuk ke
dalam surfaktan anionik (Gambar 3).
Surfaktan anionik adalah zat aktif permukaan dengan gugus hidrofilik bermuatan negatif (Pudjaatmaka & Qodratillah 2002). SDS
memiliki rumus molekul C12H25NaO4S
dengan bobot molekul 288,38 g/mol. Ukuran partikelnya sebesar 260 nm. Nilai KMK-nya sebesar 0.125% (Nugraha 2010). Bagian kepala mengandung gugus polar sulfat yang berinteraksi kuat dengan air. Bagian ekornya mengandung hidrokarbon berantai panjang yang larut dalam minyak atau lemak.
Gambar 3 Struktur kimia SDS.
Fluks Air
Pengukuran fluks air merupakan salah satu uji homogenitas membran komposit. Fluks air adalah jumlah mol, volume, atau massa dari air yang melewati satuan luas area permukaan membran per satuan waktu (Koros et al. 1996). Hal-hal yang dapat mempengaruhi nilai fluks air, yaitu bahan dasar pembuatan
membran, gaya dorong/tekanan yang
3
serta sifat pelarut dan partikel terlarut pada umpan (Ghosh 2003). Secara umum fluks air dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
J = Fluks (L/m2 jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas permukaan membran (m2)
t = waktu (jam)
Pervaporation Separation Index
Pervaporation Separation Index (PSI) merupakan hasil dari fluks permeasi dan faktor pemisahan. Kemampuan membran dalam pemisahan untuk pervaporasi dapat diketahui dari nilai PSI (Tsai et al 2000).
Fluks permeasi (JP), faktor pemisahan (αsep),
dan PSI dapat dihitung dari rumus:
(Kittur et al. 2000). Keterangan:
WP = massa permeat (kg)
A = luas area membran efektif (m2)
t = waktu permeasi (jam)
P dan F = massa fraksi permeat dan umpan
Mikroskop Elektron Payaran
Analisis mikroskop elektron payaran (SEM) merupakan metode yang tepat untuk melihat morfologi permukaan membran dan untuk membedakan membran berdasarkan
ukuran pori-porinya. Prinsipnya adalah
elektron dengan energi kinetik tinggi
dipancarkan dari sumbernya mengenai sampel membran. Pantulan elektron ini (elektron kedua) akan ditangkap oleh detektor sehingga membentuk bayangan tertentu. Tampilan permukaan sampel bergantung pada intensitas pengukuran elektron kedua (Mulder 1996).
Fourier Transform Infrared
Spektroskopi IR mempunyai 2 variasi instrumental, yaitu metode disversif dan metode fourier transform. Metode disversif
menggunakan prisma atau kisi untuk
mendispersikan radiasi IR, sedangakan
metode fourier transform merupakan metode yang lebih modern, yaitu menggunakan interferometri. Keunggulan dari metode ini adalah ukuran sampel kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan kemampuannya menyimpan spektrum (Steven 2001). Fourier
transform infrared (FTIR) ini dapat
digunakan untuk mengetahui gugus pada suatu senyawa organik dan polimer. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer, seperti degradasi atau ikat silang. Selain itu, FTIR juga dapat digunakan untuk meneliti paduan-paduan polimer (Steven 2001).
Kromatografi Gas
Kromatografi gas (KG) digunakan untuk
memisahkan senyawa (cairan/gas) yang
mudah menguap dan tidak mengalami dekomposisi akibat pemanasan. Prinsipnya adalah sampel diinjeksikan ke dalam aliran fase gerak gas yang lembam kemudian akan digerakkan melalui suatu kolom. Komponen
sampel akan terpisah berdasarkan
kemampuannya untuk berdistribusi di antara fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan dapat berupa cairan ataupun padatan, sedangkan fase geraknya berupa gas
inert, seperti He, N2, dan H2. Komponen
utama KG meliputi sistem gas pembawa dilengkapi dengan pengaturan aliran gas, sistem injeksi sampel, kolom, oven, dan detektor. Keuntungan memakai KG adalah
analisisnya cepat, resolusinya tinggi,
detektornya sensitif, akurasi dalam analisis
kualitatif tinggi, sistemnya otomatis,
nondestruktif, sampel yang dibutuhkan
sedikit, dan hasil analisis terpercaya.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah selulosa asetat
(MERCK), polivinil pirolidon (MERCK), natrium dodesil sulfat (ALDRICH), aseton
teknis (BRATACO), metanol teknis
(BRATACO), dan air suling.
t
A
V
J
t
A
W
J
P P
)
1
(
J
P sepPSI
MeOH air MeOH air sepF
F
P
P
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, modul penyaring cross flow, alat pervaporasi, alat ultrasonik AS ONE, SEM JEOL JSM-8360LA, FTIR Perkin Elmer Spectrumone, dan kromatografi gas Agilent Technologies 6890N.
Metode
Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pembuatan Membran Selulosa Asetat Berporogen
Pembuatan membran dilakukan dengan metode pembalikan fase. Tahap pertama, membuat campuran yang terdiri atas selulosa asetat (CA) dan natrium dodesil sulfat (SDS) dalam pelarut aseton. Komposisi CA yang dicampurkan sebesar 17% b/v dengan variasi konsentrasi SDS 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0% b/v. Komposisi CA 17% mengacu pada penelitian Indriani (2009) yang diberikan beberapa modifikasi. Campuran polimer disonikasi menggunakan getaran ultrasonik selama 10 dan 20 jam.
Larutan polimer yang sudah jadi di cetak di atas pelat kaca yang sudah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama sehingga akan membentuk lapisan tipis (membran). Selanjutnya, didiamkan selama 15 menit untuk menguapkan pelarut. Pelat kaca beserta membran yang menempel pada pelat kaca dimasukkan ke dalam air dengan suhu 60
oC selama 1 jam kemudian membran
dilepaskan dari pelat kaca. Membran tetap direndam dalam air suling ketika belum digunakan.
Pelapisan (coating)
Polivinil pirolidon (PVP) dilarutkan dalam metanol. Membran CA yang telah dibuat dikeringudarakan kemudian larutan PVP
tersebut dituangkan di atas membran,
dibentuk seperti membuat membran kedua. Selanjutnya, membran didiamkan hingga kering. Membran yang sudah dilapisi PVP adalah membran yang akan mengalami uji pervaporation separation inde.
Pencirian Membran Fluks air
Membran selulosa asetat yang terbentuk (yang belum dilapisi PVP) ditempatkan pada modul alat pemisahan cross flow (Lampiran 2). Modul dihubungkan dengan selang pengalir umpan, rentetat, permeat, dan selang pengatur tekanan. Setelah itu, umpan dialirkan dan tekanannya diatur untuk mendapatkan
hasil yang diinginkan. Tekanan yang
digunakan sebesar 20 psi. Masing-masing membran diukur fluks airnya terhadap fungsi waktu.
Pervaporation Separation Index
Pengukuran pervaporation separation
index (PSI) dilakukan menggunakan alat pervaporasi (Lampiran 3). Membran yang akan diukur PSI-nya adalah membran yang
telah dilapisi PVP. Hal yang harus
diperhatikan adalah jumlah konsentrasi
permeat dan umpan. Membran yang telah terbentuk diletakkan pada modul pemisahan cross flow. Larutan metanol 60% dialirkan pada salah satu sisi membran sebagai aliran umpan. Pengukuran dilakukan selama 1 jam. Larutan yang diserap oleh membran diukur konsentrasinya dengan kromatografi gas.
Fourier Transform Infrared
Pengukuran dengan Fourier Transform Infrared adalah untuk mendapatkan spektrum inframerah dari membran sehingga dapat dianalisis gugus fungsinya. Sampel membran selulosa asetat dalam bentuk lapisan film tipis ditempatkan dalam cell holder kemudian dicari spektrum yang sesuai.
Mikroskop Elektron Payaran
Mikroskop elektron payaran (SEM)
dilakukan dengan tujuan melihat morfologi permukaan membran. Sampel ditambahkan nitrogen cair lalu dipatahkan. Sampel tersebut kemudian dipotong sehingga berukuran 1x1 cm. Setelah itu, direkatkan pada permukaan suatu silinder logam steril berdiameter 1 cm dengan menggunakan perekat ganda. Silinder diletakkan dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0.1 mbar. Setelah itu, contoh dilapisi dengan emas menggunakan pelapis ion kemudian difoto dengan instrumen.
5
Kromatografi gas
Kromatografi gas digunakan untuk
menentukan konsentrasi permeat hasil
pervaporasi. Sebanyak 1 µL permeat
diinjeksikan melalui port injeksi. Permeat akan melewati kolom dan diuapkan. Detektor akan menganalisis sinyal dan ditampilkan dalam bentuk spektrum. Detektor yang digunakan adalah detektor nyala pengion (FID) dan kolom kapiler HP-5 yang mempunyai ukuran 30 m x 0.32 mm x 0.25 µm. Temperatur oven diawali pada 30 ºC, berakhir pada 100 ºC dengan kenaikan 10 ºC/menit, dan waktu penahanan 15 menit. Gas pembawa berupa gas helium dengan mode aliran kolom adalah aliran konstan dan laju aliran kolom sebesar 0.4 ml/menit. Fase diam berupa 95%-metil polisiloksan-5%-difenil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Selulosa Asetat
Membran selulosa asetat (CA)
berporogen natrium dodesil sulfat (SDS) yang diperoleh berbentuk lembaran tipis berwarna putih (Gambar 4). Kondisi tersebut membuktikan CA dan SDS tercampur dengan baik. Hal ini dikarenakan selain penggunaan
pelarut yang sesuai (Nugraha 2010),
perlakuan sonikasi dengan getaran ultrasonik
juga dapat membuat campuran lebih
terdispersi.
Gambar 4 Membran selulosa asetat.
Nilai Fluks Air
Pengukuran fluks air dimaksudkan untuk
mengukur ketahanan membran dalam
melewatkan cairan. Berdasarkan pengamatan, nilai fluks akan berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu. Hal ini sesuai dengan Mulder (1996), yaitu semakin bertambahnya waktu maka nilai fluks suatu membran semakin turun mencapai keadaan tunak. Penurunan nilai fluks terhadap waktu dapat dilihat dalam grafik pada Gambar 5 dan 6.
0 10 20 30 40 50 60 70 0 50 100 Waktu (menit) F lu k s a ir (L/ m 2 ja m )
Gambar 5 Penurunan nilai fluks air membran
dengan SDS 0% (▲), 0.5% (■),
1% (
•
), 1.5% (×), dan 2% b/v ()pada sonikasi 10 jam.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 50 100 Waktu (menit) F lu k s a ir (L/ m 2 ja m )
Gambar 6 Penurunan nilai fluks air membran
dengan SDS 0% (▲), 0.5% (■),
1% (
•
), 1.5% (×), dan 2% b/v ()pada sonikasi 20 jam.
Penurunan nilai fluks air dapat
dikarenakan penyumbatan (fouling) pada pori-pori membran. Penggunaan membran secara terus menerus dapat mengurangi efisiensi kinerja membran karena adanya penyumbatan sehingga mempengaruhi nilai fluks (Hartuti
2007). Fouling merupakan peristiwa
penyerapan partikel pada permukaan bagian luar atau dalam membran, sehingga membran kehilangan efesiensinya. Membran CA yang mengalami fouling dapat dikembalikan seperti semula dengan cara back wash. Back wash adalah pencucian pori-pori membran sehingga pori-pori terbuka kembali.
Penurunan nilai fluks juga dapat
Peristiwa kompaksi ini terjadi akibat pergerakan struktur membran oleh tekanan yang diberikan (Mulder 1996). Tekanan ini akan memberikan gaya dorong sehingga struktur membran bergerak dan membuat pori-pori tertekan dan merapat. Semakin besar tekanan yang diberikan maka kompaksi akan semakin cepat terjadi. Penurunan efisiensi membran akibat kompaksi tidak dapat dikembalikan seperti semula.
Pengaruh Konsentrasi SDS dan Lama Sonikasi pada Nilai Fluks Air
Pemberian SDS berfungsi sebagai
porogen. Menurut Tsai et al (2000), penambahan surfaktan pada larutan dapat
mempengaruhi proses pembentukan
makropori. Selain itu, sifat SDS yang hidrofilik membuatnya lebih efektif dalam
mengubah struktur membran daripada
surfaktan lipofilik. Keberadaannya pada matriks membran dapat dihilangkan dengan cara perendaman dengan air destilata. Sifatnya yang hidrofilik membuat SDS tertarik ke air dan lepas dari matriks membran sehingga meninggalkan pori-pori pada membran. Pada penelitian ini, penambahan konsentrasi SDS berbanding lurus dengan rerata nilai fluks
(Tabel pada Lampiran 4). Hubungan
konsentrasi SDS dengan rerata nilai fluks air dapat dilihat pada Gambar 7. Semakin banyak SDS yang ditambahkan akan membuat rerata nilai fluks semakin besar. Hal ini dikarenakan penambahan SDS akan membuat pori-pori membran semakin banyak. Oleh karena itu, lebih banyak air yang dapat melewatinya.
0 20 40 60 80 100 120 0 0,5 1 1,5 2 Konsentrasi SDS (%b/v) R e ra ta f lu k s a ir (L/ m 2 ja m )
Gambar 7 Pengaruh penambahan SDS terhadap rerata nilai fluks air
pada sonikasi 10 (■) dan 20
jam (■).
.
Perlakuan sonikasi dilakukan 10 dan 20 jam dengan getaran ultrasonik. Ultrasonik
merupakan gelombang suara yang
frekuensinya di atas 16 kHz. Hasil yang diperoleh adalah semakin lama sonikasi maka
rerata nilai fluks akan semakin naik. Jadi, lama sonikasi juga berbanding lurus dengan rerata nilai fluks. Grafik dapat dilihat pada Gambar 7.
Getaran ultrasonik dapat memperbesar
tumbukan berkecepatan tinggi di antara partikel padatan yang tersuspensi sehingga
mengakibatkan terbentuknya butiran
individual yang lebih kecil. Oleh karena itu, partikel SDS akan semakin kecil sehingga banyak terbentuk pori-pori pada membran. Getaran ultrasonik juga akan memaksa
partikel-partikel dalam larutan polimer
bergetar sehingga menjadi lebih terdispersi. Jadi, keseluruhannya memberikan campuran polimer yang lebih homogen dan tanpa menghasilkan gelembung.
Kisaran rerata nilai fluks air yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan kisaran rerata nilai fluks air pada penelitian Nugraha (2010). Rerata nilai fluks air yang
diperoleh berkisar antara 3-96 L/m2jam,
sedangkan rerata nilai fluks pada penelitian Nugraha (2010) berkisar antara 45-128
L/m2jam. Hal ini dikarenakan membran
selulosa asetat tidak dikompositkan dengan polistirena, seperti pada penelitian Nugraha (2010). Oleh karena itu, pori-pori membran selulosa asetat merapat kembali pada saat pembentukan membran atau lebih cepat terjadi kompaksi sehingga membran selulosa tiduk cukup kuat dalam mengalirkan air.
Analisis Membran Selulosa Asetat dengan
Fourier transform infrared (FTIR)
Pada spektrum FTIR selulosa asetat (Gambar 15) terdapat serapan pada daerah
bilangan gelombang 3444.65 cm-1 yang
merupakan pita serapan dari gugus −OH dari
selulosa asetat. Bilangan gelombang
3200−3600 cm-1 adalah pita serapan dari
gugus –OH (Creswell 2005). Daerah bilangan
gelombang 1763.17 cm-1 terdapat pita serapan
dari gugus karbonil (C=O) dari selulosa
asetat. Bilangan gelombang 1640−1820 cm-1
adalah pita serapan dari karbonil (Fessenden & Fessenden 1986).
Jika spektrum FTIR khas SDS (Lampiran 5) dan spektrum FTIR membran selulosa asetat dibandingkan maka dalam spektrum selulosa asetat tidak terdapat pita serapan sulfat dari SDS. Hal ini membuktikan bahwa SDS telah terlepas dari matriks membran pada saat perendaman sehingga membentuk pori-pori pada membran. Jadi, antara membran selulosa asetat dan SDS hanya berikatan secara fisika.
7
1763.65 (C=O)4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -6.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result Membran CA dengan SDS 3444.65 2944.89 2124.54 1763.17 1638.03 1379.75 1261.96 904.42 838.87 603.98 556.51 492.94
Gambar 8 Spektrum FTIR membran selulosa asetat.
Analisis Membran Selulosa Asetat dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Pengamatan morfologi permukaan
membran dilakukan dengan Mikroskop
Elektron Payaran (SEM). Hal ini
dimaksudkan untuk melihat keberadaan dan besarnya pori-pori pada membran. Hasil SEM dengan perbesaran 10000x (Gambar 9)
menunjukkan bahwa ukuran pori-pori
membran kurang dari 1 µm. Berdasarkan gambar dapat terlihat bahwa persebaran pori-pori membran cukup merata. Hal ini juga membuktikan bahwa SDS telah terlepas dari matriks membran dan membentuk pori-pori. Namun, pori-pori yang dihasilkan tidak seragam sehingga dapat dikatakan membran yang terbentuk adalah membran asimetrik.
Gambar 9 Analisis SEM permukaan membran CA dengan SDS 2% b/v pada sonikasi 10 jam dengan perbesaran 10000×.
Hubungan antara Faktor Pemisahan, Fluks Permeasi, dan PSI
Kinerja pervaporasi diteliti melalui faktor pemisahan (αsep) dan fluks permeasi (Jp) (Chan et al. 2008) kemudian akan diperoleh nilai PSI (pervaporation separation index). Kemampuan membran dalam pemisahan untuk pervaporasi dapat diketahui dari nilai PSI (Tsai et al. 2000). Apabila nilai PSI besar
maka membran tersebut mempunyai
karakteristik yang baik untuk pervaporasi. Permeat yang dihasilkan adalah metanol sehingga fluks yang terkait adalah fluks metanol. Pada Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa nilai PSI berbanding terbalik dengan nilai fluks metanol. Semakin besar fluks metanol maka semakin rendah nilai PSI-nya. Akan tetapi, nilai PSI sebanding dengan nilai faktor pemisahan (Gambar 10 dan 11). Jadi, kenaikan nilai PSI yang sebanding dengan nilai faktor pemisahan selalu diikuti dengan penurunan nilai fluks metanol. Hal ini sama dengan pernyataan Chan et al. (2008), yaitu faktor pemisahan dan fluks permeasi selalu berbanding terbalik. 160 170 180 190 200 210 220 0 0,5 1 1,5 2 Konsentrasi SDS (%b/v) P S I 0 10 20 30 40 F lu k s m e ta n o l (k g / m 2 ja m )
Gambar 10 Nilai PSI (■) dan fluks metanol
(■) pada membran dengan
sonikasi 10 jam terhadap
konsentasi SDS. 160 170 180 190 200 210 220 0 0,5 1 1,5 2 Konsentrasi SDS (%b/v) P S I 0 10 20 30 40 F lu k s m e ta n o l (k g / m 2 ja m )
Gambar 11 Nilai PSI (■) dan fluks metanol
(■) pada membran dengan
sonikasi 20 jam terhadap
konsentasi SDS. 3444.65 (-OH) %T ν (cm-1 )
160 170 180 190 200 210 220 0 0,5 1 1,5 2 Konsentrasi SDS (%b/v) P S I 0 2 4 6 8 10 12 14 F a k to r p e m is a h a n
Gambar 12 Nilai PSI (■) dan faktor
pemisahan (■) pada membran
dengan sonikasi 10 jam
terhadap konsentrasi SDS. 160 170 180 190 200 210 220 0 0,5 1 1,5 2 Konsentrasi SDS (%b/v) P S I 0 2 4 6 8 10 12 14 F a k to r p e m is a h a n
Gambar 13 Nilai PSI (■) dan faktor
pemisahan (■) pada membran
dengan sonikasi 20 jam
terhadap konsentrasi SDS. Nilai fluks metanol pada membran dengan pengadukan 20 jam cenderung lebih besar (Gambar 11) dibandingkan nilai fluks metanol pada membran dengan pengadukan 10 jam (Gambar 10). Hal ini dikarenakan pengaruh lama sonikasi, yaitu semakin lama sonikasi menyebabkan semakin banyaknya pori-pori pada membran. Namun, menyebabkan nilai PSI pada membran dengan sonikasi 20 jam cenderung lebih kecil. Nilai fluks metanol,
faktor pemisahan, PSI, dan contoh
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Pengujian dengan Kromatografi Gas
Membran yang digunakan untuk
pervaporasi adalah membran selulosa asetat (CA) berporogen SDS 2% b/v pada sonikasi 20 jam yang dilapisi dengan polivinil pirolidon (PVP). Standar metanol 60% dijadikan larutan umpan. Temperatur yang digunakan sebesar 65 ºC. Penentuan besarnya temperatur mengacu pada titik didih metanol, yaitu 64,70 ºC. Jadi, diharapkan hanya larutan metanol yang akan teruapkan dan melewati
membran. Sifat membran selulosa asetat yang hidrofilik akan lebih menarik air daripada metanol. Oleh karena itu, digunakan PVP sebagai pelapis untuk mencegah air melewati membran sehingga metanol yang akan melewati membran. Standar metanol 60% dan permeat yang diperoleh diukur dengan
kromatografi gas. Kromatogram yang
diperoleh berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 12 dan 13.
Gambar 14 Kromatogram kromatografi gas dari standar metanol 60% (larutan umpan).
Gambar 15 Kromatogram kromatografi gas
permeat hasil pervaporasi
membran CA dengan SDS 2% b/v pada sonikasi 20 jam. Berdasarkan kromatogram menunjukkan bahwa standar metanol 60% dan permeat
berturut-turut mempunyai waktu retensi
sebesar 8.605 menit dan 8.632 menit. 8.605 menit 8.632 menit Tr (menit) Ti n g g i (p A ) Tr (menit) Ti n g g i (p A )
9
Kromatogram permeat hanya memiliki 1 puncak dan waktu retensinya mendekati waktu retensi standar metanol 60%. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kromatogram
tersebut adalah kromatogram dari metanol dan
permeat hanya mengandung metanol.
Konsentrasi metanol hasil pervaporasi
diperoleh dari perbandingan luas puncak permeat dengan luas puncak standar metanol (Lampiran 7) kemudian dikalikan 60%. Hasilnya menunjukan bahwa konsentrasi metanol yang lebih tinggi dari larutan umpan. Konsentrasi metanol hasil pervaporasi sebesar 79.33%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Membran selulosa asetat berporogen SDS memberikan nilai fluks air yang rendah. Pelapisan polivinil pirolidon pada membran selulosa asetat berporogen SDS 2% b/v dengan sonikasi 20 jam untuk aplikasi
pervaporasi menghasilkan konsentrasi
metanol permeat sebesar 79.33% dari larutan umpan 60%. Jadi, membran ini dapat digunakan untuk pervaporasi metanol.
Saran
Analisis SEM untuk membran CA dengan SDS 2% b/v pada pengadukan 20 jam, pengukuran diameter pori-pori membran, dan batas waktu penyimpanan membran dalam air.
DAFTAR PUSTAKA
Baker RW. 2004. Membrane Technology and Applications. England: John Wiley & Sons, Ltd.
Cao S, Shi Y, Chen G. 2000. Influence of
acetylation degree of cellulose
acetate on pervaporation properties for MeOH/MTBE mixtures. J Memb Sci 165: 89.
Chan CW et al. 2008. Pervaporation of isopropanol-water mixture using poly (vinyl) alcohol-zsm-5 membranes. J Teknol 49(F): 159–166.
Creswell CJ et al. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Padmawinata K,
Soediro I, penerjemah. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.
Terjemahan dari: Spectrum Analysis of Organic Compound.
Edgar et al. 2001. Advances in cellulose ester performance and application. Progr Polym Sci. 26: 1605-1688.
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik ed ke-3. Pudjaatmaka AH,
penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Organic Chemistry Third Edition.
Flieger M et al. 2003. Biodegradable plastics
from renewable source. Folia
Microbiol 48 (1): 27-44.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using Ultrafiltration: Theory, Application, and New Development. London: Imperial College Pr.
Hartuti I. 2007. Pengaruh variabel proses terhadap penyumbatan membran selulosa asetat [terhubung berkala].
http://digilib.its.ac.id [1 Februari
2010].
Holmberg K, Jonsson B, Kronberg B, Lindman B. 2003. Surfactants and Polymers in Aqueous Solution, edisi ke-2. England: John Wiley and Sons, Ltd.
Indriani N. 2009. Perilaku membran komposit nanopori selulosa asatat-polistirena (CA-PS) akibat pengaruh suhu dan surfaktan[skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kittur AA et al. 2000. Pervaporation
separation of water-isopropanol
mixtures using ZSM-5 Zeolit
incorporated poly(vinyl alcohol)
membranes. Dep Sci Technol. New Delhi. SP/S1/H-31/2000.
Koros WJ, Ma YH, Shimidzu YH. 1996. Terminology for membranes and
membrane processes (IUPAC
Recommendations1996).s
Meenakshi P et al. 2002. Mechanical and
microstructure studies on the
modification of CA film by blending
Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Technology. Dordrecht: Kluwer.
Nugraha IR. 2010. Membran komposit
selulosa asetat-polistirena akibat
pengaruh SDS dan suhu [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Onggowosito T. 2008. Peningkatan mutu membran komposit nanopori selulosa
asetat-polistirena menggunakan
natrium lauril sulfat sebagai porogen [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Prihandana R et al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: Agro Media Pustaka. Pudjaatmaka AH, Qodratillah MT. 2002.
Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka. Radiman CL, Eka I. 2007. Pengaruh jenis dan
temperatur koagulan terhadap
morfologi dan karakteristik membran selulosa asetat. Makara Sains11(2): 80-84.
Rahmi. 2007. Adsorpsi fenol pada membran komposit khitosan berikatan silang. J Rek Kim Lingkung 6(1): 28-34. Steven MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Polymer
Chemistry: An Introduction.
Stuart B. 2002. Polymer Analysis. England: John Wiley&Sons, LTd.
Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant addition on the morphology and
pervaporation performance of
asymmetric polysulfone membranes. Memb Sci176: 97-103.
Widodo S, Widiasa IN, Wenten IG. 2004.
Pengembangan teknologi
pervaporasi untuk produksi etanol absolut. Prosiding Seminar Nasional
Rekayasa Kimia Dan Proses;
Universitas Diponegoro, 17-18
November 2004. Semarang: Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik
xi
Lampiran 1 Diagram alir kerja penelitian
Dicampurkan aseton sambil diaduk dengan
batang pengaduk
Ultrasonik 10 dan 20 jam
Pencetakkan membran pada pelat kaca
Perendaman membran dalam air hangat (60°C)
Analisis membran dengan SEM dan
FTIR Penentuan fluks air Kering udarakan Pelapisan dengan PVP Pervaporasi Metanol Analisis dengan KG CA 17% b/v SDS: 0; 0.5; 1.0; 1.5; dan 2.0% b/v Didiamkan selama 15 menit
13
Lampiran 2 Gambar aliran kerja modul pemisahan cross flow
Arah cairan umpan Arah permeat Arah rentetat Keterangan: A. Penampung cairan/umpan B. Pompa C. Pengatur tekanan D. Alat pemisahan E. Penampung permeat
Lampiran 3 Diagram alat pervaporasi
A
B
C
D
Lampiran 4 Nilai fluks air membran CA dengan SDS 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2% b/v pada sonikasi 10 dan 20 jam pada tekanan 20 psi
Waktu Nilai fluks air membran CA (L/jam m2)
(menit) SDS 0%, t SDS 0.5%, t SDS 1%, t SDS 1.5%, t SDS 2%, t
10 jam 20 jam 10 jam 20 jam 10 jam 20 jam 10 jam 20 jam 10 jam 20 jam
5 12.50 50.00 15.00 51.67 25.00 81.67 41.67 83.33 65.00 136.67 10 7.50 45.00 10.00 47.50 25.00 61.67 35.00 50.00 53.33 136.67 15 5.83 43.33 9.67 46.67 23.33 53.33 28.33 49.17 46.67 128.33 20 5.83 38.33 6.33 45.83 21.67 46.67 24.17 45.83 41.67 128.33 25 5.00 36.67 5.00 45.00 20.83 38.33 22.50 35.83 38.33 108.33 30 4.17 35.00 4.67 43.33 20.00 35.00 21.67 35.83 35.00 106.67 35 4.17 35.00 4.33 41.67 18.33 33.33 20.83 33.33 33.33 105.00 40 3.33 31.67 4.17 38.33 17.50 30.00 19.17 31.67 30.00 100.00 45 3.33 30.00 4.00 36.67 17.50 30.00 18.33 28.33 28.33 96.67 50 2.50 30.00 4.00 33.33 16.67 29.17 17.50 27.50 26.67 93.33 55 2.50 28.33 3.83 31.67 16.67 28.33 15.83 25.00 25.00 91.67 60 2.33 23.33 3.50 26.67 15.83 26.67 14.17 24.17 23.33 86.67 65 2.17 20.00 1.67 23.33 15.83 23.33 14.17 23.33 18.33 81.67 70 2.17 18.33 0.83 18.33 13.33 18.33 13.33 21.67 15.00 76.67 75 1.83 16.67 0.67 11.67 12.50 15.00 12.50 20.83 13.33 76.67 80 1.83 14.17 0.50 8.33 11.67 13.33 12.50 20.83 10.00 75.00 85 1.67 11.67 0.17 3.33 10.00 8.33 11.67 18.33 8.33 71.67 90 1.67 11.67 0.17 1.67 10.00 7.50 11.67 18.33 5.00 71.67 95 1.67 11.67 0.17 0.83 10.00 6.67 10.83 17.50 3.33 70.00 100 1.67 11.67 0.17 0.83 10.00 5.00 10.00 15.83 3.33 65.00 Rerata 3.68 27.13 3.94 27.83 16.58 29.58 18.79 31.33 26.17 95.33
15
Lampiran 5 Spektrum FTIR natrium dodesil sulfat (SDS)
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -0.5 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 29.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result
SDS 3467.89 2915.25 1657.69 1468.97 1219.10 1083.63 996.67 919.09 835.82 762.73 721.41 634.87 591.53
15
ν
ν (cm-1)Lampiran 6 Nilai JP, αsep, dan PSI membran CA dengan SDS 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2% b/v
pada sonikasi 10 dan 20 jam Parameter Membran CA F (g) PMeOH (g) Pair (g) JP
(kg/m2jam) αsep PSI
SDS 0% b/v 10 jam 90.18 9.82 80.36 18.51 12.27 208.64 SDS 0.5% b/v 10 jam 90.94 15.38 75.56 28.99 7.37 184.59 SDS 1% b/v 10 jam 90.69 15.33 75.36 28.88 7.38 184.15 SDS 1.5% b/v 10 jam 88.32 12.55 75.77 23.65 9.06 190.53 SDS 2% b/v 10 jam 86.38 14.22 72.16 26.79 7.61 177.18 SDS 0% b/v 20 jam 88.35 16.06 72.29 30.26 6.75 174.08 SDS 0.5% b/v 20 jam 88.99 17.34 71.64 32.68 6.20 169.84 SDS 1% b/v 20 jam 87.56 15.13 72.43 28.51 7.18 176.22 SDS 1.5% b/v 20 jam 89.58 12.23 77.36 23.04 9.49 195.62 SDS 2% b/v 20 jam 90.85 16.50 74.35 31.09 6.76 179.07 Keterangan:
F : larutan umpan awal 60% A : luas permukaan membran
PMeOH : permeat metanol t : waktu
JP : fluks metanol (permeat) Pair : permeat air
αsep : faktor pemisahan Fair : komposisi air dalam umpan
PSI : pervaporation separation index
WP : bobot permeat metanol
Contoh perhitungan pada membran CA dengan SDS 0% b/v 10 jam:
Lampiran 7 Data kromatogram kromatografi gas dari standar metanol 60% dan permeat hasil pervaporasi dari membran CA dengan SDS 2% b/v pada sonikasi 20 jam.
Larutan Waktu retensi (menit) Luas puncak (pA.s)
Standar metanol 60% 8.605 40371.1
Permeat hasil pervaporasi 8.632 53374.7