• Tidak ada hasil yang ditemukan

abses rongga mulut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "abses rongga mulut"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rongga mulut merupakan tempat berkumpulnya bakteri, pada keadaan penurunan imunitas, bakteri rongga mulut yang semula komensal dapat berubah menjadi patogen yang dapat menimbulkan infeksi. Bakteri yang biasanya terdapat dalam mulut diantaranya adalah Streptococcus mutans, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus epidermidis, Staphylococcus pneumonia, dan Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia, namun bakteri ini juga dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan (Morgan R, 2008).

Staphylocossus aureus dikenal sebagai mikroorganisme patogen yang dihubungkan dengan berbagai sindrom klinis. Bakteri ini menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas seperti nekrosis,

peradangan dan pembentukan abses dalam rongga mulut. Penyakit rongga mulut yang berhubungan dengan bakteri antara lain karies gigi, gingivitis, periodontitis, dan berbagai penyakit infeksi odontogenik terutama abses. Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya lubang yang berisi nanah (pus) dalam jaringan (Robertson dan Smith, 2009).

Abses gigi terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam gigi. Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah (Sabiston, 2004).

BAB 2

(2)

2.1 Definisi

Abses merupakan infeksi yang gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan efektif terhadap penjalaran infeksi dan cenderung berpindah akibat pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot dekat permukaan. Abses pada rongga mulut dapat terjadi akibat infeksi dentoalveolar.Infeksi dentoalveolar dapat didefinisikan sebagai infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya (seperti periodontium dan tulang alveolar) yang menghasilkan pus (Pedlar J, 2007).

2.2 Klasifikasi Abses Rongga mulut 1. Abses periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).

(3)

Gambar 2.2 : Abses periapikal

Sumber : http://www.dental-health-index.com/toothabscess.html., (diakses 19 juli 2012.)

2. Abses subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

(4)

Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di daearah lingual

b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal

Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

3. Abses submukosa

b a

(5)

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

b a

(6)

Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal.

b. Tampakan klinis Abses Submukosa

Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

4. Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.

(7)

Gambar 2.5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina

b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

5. Abses spasium bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m. Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.

b a

(8)

a b

Gambar 2.6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses lateral ke muskulus buccinator

b. Tampakan Klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

6. Abses spasium infratemporal

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris

(9)

interna dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

a b

Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal

(10)

b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer 7. Abses spasium submasseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.

Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.

(11)

a b

Gambar 2.8 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah submasseter

b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

8. Abses spasium submandibula

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.

(12)

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.

a b

Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid b. Tampakan klinis

(13)
(14)

9. Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh permukaan lingual mandibula.

Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.

a b

Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual

b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi lidah ke arah berlawanan

(15)

10. Abses spasium submental

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar.

Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

a b

Gambar 2.11 : a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental b. Tampakan klinis

(16)

11. Abses spasium parafaringeal

Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.

Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinuim.

2.3 Perbedaan Abses dan Selulitis

KARAKTERISTIK SELULITIS ABSES (Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)

(17)

Durasi Sakit Ukuran Palpasi Lokasi Kehadiran pus Derajat keparahan Bakteri

Enzim yang dihasilkan Sifat

Akut

Berat dan merata Besar Indurasi jelas Difus Tidak ada Lebih berbahaya Aerob (Streptococcus) Streptokinase/fibrinolisin , hyaluronidase dan streptodornase Difus Kronis Terlokalisir Kecil Fluktuasi Berbatas jelas Ada Tidak darurat Anaerob (Stafilococcus) Coagulase Terlokalisir 2.3 Etiologi 2.4 Patogenesis

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yangterinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif. Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host ,dan anatomi jaringan yang terlibat. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcusaureus dan Streptococcus mutans.

Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Proses kematian pulpa, salah satu yang

(18)

bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi,akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik,sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal. Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronisdapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang responkeradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi host nya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan,namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.

Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada

pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergidua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh Pus (Topazian, 1981). 2.5 Epidemiologi

2.6 Gambaran Histopatologi

(19)

2.8 Diagnosis

- Anamnesa : keluhan berupa nyeri pada saat mengunyah dan jika kontak dengan panas atau dingin

- Pemeriksaan fisik: Inspeksi dan palpasi : gusi merah dan bengkak, Perkusi : nyeri

- Pemeriksaan laboratorium: Diperlukan jika ada komplikasi abses (Kapner, Michael, 2004).

2.9 Komplikasi 2.10 Penatalaksanaan

Abses rongga mulut merupakan infeksi pada mulut, wajah,

(20)

yangdilakukan terhadap kasus infeksi odontogen harus memperhatikan prinsip- prinsipnya, yaitu:

1) Mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita 2) Memberi antibiotik yang sesuai dan dosis yang tepat

3) Tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada 4) Menghilangkan sumber infeksi

5) Evaluasi terhadap efek perawatan yang sudah diberikan(Mahmood, 2005)

Penatalaksanaan abses itu sendiri prinsip yang digunakan yaitu insisi dandrainase. Karena insisi dan drainase merupakan perawatan terbaik pada absestersebut. Insisi dilakukan jika tidak terjadi drainase spontan

dari abses. Menurut langkah-langkah dari prosedur insisi pada penatalaksanaan abses yaitu: (Peterson, 2003).

1) Sebelum dilakukan insisi diaplikasikan larutan antiseptik

2) Penerapan anastesi dilakukan dengan anastesi infiltrasi pada daerah sekitardrainase abses

3) Agar meminimalizir dari penyebaran mikroba ke jaringan sekitar makaharus diperhatikan ketika melakukan insisi:

- Menghindari duktus dan pembuluh darah besar

- Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian

superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit d an pengeluaran pus sesuai gravitasi

- Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secaraestetik atau secara intraoral

- Insisi dan drainase dilakukan pada saat yang tepat, yaitu fluktuasi positif

4) Drainase abses diawali dengan memasukkan hemostat ke dalam rongga abses dengan ujung tertutup, eksplorasi dilakukan kemudian dikeluarkandengan ujung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi dilakukan pijatanlunak untuk mempermudah pengeluaran pus 5) Kemudian drain karet ditempatkan dalam rongga abses dan

difiksasidengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk untuk menjaga insisimenutup dan drain tidak lepas.

(21)

6) Perawatan pendukung yaitu dengan pemberian antibiotik,

berupaantibiotik penisilin atau erythromycin serta obat analgesik (kombinasinarkotik/nonnarkotik) sebagai penghilang rasa sakitnya. Dapat jugaditambah dengan kumur larutan saline (1 sendok teh garam + 1 gelas air)yang dikumur setelah makan.

7) Pencabutan pada gigi yang terlibat abses dapat dilakukan

sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membai k. Keadaanumum penderita misalnya terkait diabetes melitusnya harus terkontroldemikian juga dengan hipertensi dan penyakit jantung harus diperhatikan.

(22)

BAB 3 PENUTUP

(23)
(24)

Kapner, Michael. MedlinePlus Medical Encyclopedia: Tooth Abscess, 2004.

Mahmood, MHS. & Mahmood, SSA. Odontogenic Neck Infections. The Journalof Teachers Association. 18(1): 55-59.

Morgan, M., 2008, Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus and Animals: Zoonosis or Humanosis?, Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 62: 1181-1187.

Pedlar J, John W.Frame. Oral and Maxillofacial Surgery. 2ed Philadelphia: Churchill Living Stone Elsevier; 2007.

Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis Peterson, LJ. 2003. Contemporaray Oral and Maxillofacial Surgery. FouthEdition. St. Louise: Mosby Ltd.

Robertson, D., dan Smith, J., 2009, The Microbiologgy of The Acute Dental Abscess, Journal of Medical Microbiology, 58: 155-162.

Sabiston, D.C., Jr, M.D. 2004. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC. p. 364-384.

Topazian RG, Goldberg MH. Oral and Maxillofacial infection. 2nd ed. London: WB Saunders Co, Philadelphia, 1981:413 –5.

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia.

Gambar

Gambar 2.3 :  a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di   daearah lingual
Gambar   2.4   :   a.   Ilustrasi   gambar   Abses   Submukosa   dengan lokalisasi didaerah bukal.
Gambar 2.6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses  lateral ke muskulus buccinator
Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga   infratemporal
+4

Referensi

Dokumen terkait