• Tidak ada hasil yang ditemukan

abses periapikal makalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "abses periapikal makalah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Berawal dari sisa makanan yang berampur dengan hasil metabolisme bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, Lactobacillus, dll yang berupa asam akan mengakibatkan proses demineralisasi pada email sehingga terbentuk karies. Proses karies ini mengakibatkan radang pada pulpa yang dikenal sebagai Pulpitis Reversibel dan akan berlanjut menjadi Pulpitis Irreversibel. Bila infeksi dibiarkan jaringan pulpa akan menjadi nekrosis sehingga infeksinya dapat masuk ke pembuluh darah menuju jaringan periapikal melalui apeks. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses. Sehingga Abses Periapikal dapat didefinisikan sebagai suatu proses supuratif disekitar ujung akar gigi yang terjadi karena hancurnya jaringan dan merupakan respon inflamasi berlanjut dari jaringan periapikal terhadap iritasi pulpa.

I.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi abses periapikal? I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan abses periapikal?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi abses periapikal.

I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan abses periapikal.

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu gigi dan mulut pada khususnya

(2)

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu gigi dan mulut

BAB II LAPORAN KASUS II. IDENTITAS Nama : Tn. B Alamat : Jember Umur : 25 tahun

Kelamin : Laki - laki Pekerjaan : mahasiswa

Status : belum menikah

Tanggal periksa : 12 Agustus 2014

I. RIWAYAT KASUS

1. Keluhan Utama : Pasien ingin menambal gigi kanan atas, terasa bengkak, tetapi pasien sudah tidak merasakan linu/nyeri

2. Riwayat penyakit sekarang :Nyeri dan terasa bengkak sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. Nyerinya hilang-timbul.

3. Riwayat perawatan :

a. Gigi : pernah open burr (gigi kiri atas tersebut), tetapi karena gigi tersebut kemasukan makanan, sehingga perlu di lakukan perawatan kembali. b. Jar.lunak R. mulut&sekitarnya : belum pernah melakukan perawatan Jar.lunak

R. mulut sebelumnya. 4. Riwayat kesehatan

 Kelainan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Kelainan endokrin : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Gangguan nutrisi : Pasien mengaku tidak ada kelainan

(3)

 Kelainan kulit/ kelamin : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Gangguan pencernaan : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Gangguan respiratori :Pasien mengaku tidak ada kelainan  Kelainan imunologi : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Gangguan TMJ : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Tekanan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Diabetes mellitus : Pasien mengaku tidak ada kelainan  Lain-lain : Alergi terhadap telur, ayam,dan ikan laut. 5. Obat-obatan yang telah /sedang dijalani:Pasien tidak menjalani pengobtan

6. Keadaan sosial/kebiasaan : Menengah ke atas/ Merokok dan minum kopi 7. Riwayat Keluarga :

a. Kelainan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan b. Kelainan endokrin : Pasien mengaku tidak ada kelainan c. Diabetes melitus : Pasien mengaku tidak ada kelainan d. Kelainan jantung : Pasien mengaku tidak ada kelainan e. Kelainan syaraf : Pasien mengaku tidak ada kelainan f. Alergi : Pasien mengaku tidak ada kelainan

g. lain-lain : -

III. PEMERIKSAAN KLINIS 1. EKSTRA ORAL :

a. Muka : Simetris

b. Pipi kiri : tidak ada kelainan Pipi kanan : tidak ada kelainan c. Bibir atas : tidak ada kelainan bibir bawah : tidak ada kelainan d. Sudut mulut : tidak ada kelainan

e. Kelenjar submandibularis kiri : tidak teraba/ tidak ada kelainan Kelenjar submandibularis kanan :tidak teraba/ tidak ada kelainan f. Kelenjar submentalis : tidak teraba/ tidak ada kelainan g. Kelenjar leher : tidak teraba/ tidak ada kelainan h. Kelenjar sublingualis : tidak teraba/ tidak ada kelainan

(4)

i. Kelenjar parotis : tidak teraba/ tidak ada kelainan

J. Lain-lain : (-)

2. INTRA ORAL :

a. Mukosa labial atas : edema

Mukosa labial bawah : tidak ada kelainan b. Mukosa pipi kiri : tidak ada kelainan Mukosa pipi kanan : tidak ada kelainan c. Bukal fold atas : tidak ada kelainan Bukal fold bawah :tidak ada kelainan d. Labial fold atas : tidak ada kelainan

Labial fold bawah : tidak ada kelainan e. Ginggiva rahang atas : edema

Ginggiva rahang bawah kanan :tidak ada kelainan

f. Lidah : tidak ada kelainan

g. Dasar mulut : tidak ada kelainan

h. Palatum : tidak ada kelainan

i. Tonsil : tidak ada kelainan

j. Pharynx : tidak ada kelainan

(5)

Keterangan :

KG : karang gigi GP : gangrene pulpa IV. DIAGNOSE SEMENTARA :

 Gangren pulpa  Kalkulus

V. RENCANA PERAWATAN : Pro:Open Burr

Absessembuh : pro kontrol Pro : Scalling

1. Pengobatan :

R/ Clindamicyn caps 300mg No.X S 3 dd caps I

R/ Asam mefenamat tab 500mg No.X

BT G P K G BT G H KG K G BT KG BT KG 8 7 6 4 5 3 2 1 1 457

(6)

S 3 dd tab I

2. Pemeriksaan Penunjang :

Lab.Rontgenologi mulut/ Radiologi : - Lab.Patologi anatomi : -• Sitologi : -• Biopsi : -Lab.Mikrobiologi : -• Bakteriologi : -• Jamur : -Lab.Patologi Klinik : -3. Rujukan :

Poli Penyakit Dalam :

-Poli THT :

-Poli Kulit & Kelamin :

-Poli Syaraf :

-VI. DIAGNOSE AKHIR :

Abses periapikal oleh karena gangrene pulpa Karies gigi

VII. DIFFERENTIAL DIAGNOSA Granuloma periapikal

Abses ginggiva

1

(7)

LEMBAR PERAWATAN Tanggal Elemen Diagnosa Therapi Keterangan 12 agustus 2014

Abses periapikal oleh karena gangrene pulpa

Kalkulus

Pro : Open Burr

Abses sembuh, pro : kontrol Farmako :

R/ Clindamicyn caps 300mg No.X S 3 dd caps I

R/ Asam mefenamat tab 500mg No.X S 3 dd tab I

Pro : scalling -Kontrol 7hari lagi

-Menjaga kesehatan dan kebersihan mulut 1

(8)

-Sikat gigi sebelum tidur dan sesudah makan

BAB III PEMBAHASAN 3.1 DEFINISI

Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal.

Abses ini biasanya dimulai di regio periapikal dari akar gigi dan sebagai akibat dari pulpa yang non vital atau pulpa yang mengalami degenerasi.Abses ini merupakan keadaan yang berkepanjangan dari reaksi peradangan dalam tingkat yang lebih rendah dari jaringan Connective periapikal terhadap iritasi pulpa.Karakteristik dari keadaan ini dapat dilihat adanya pembentukan pus yang aktif.

(9)

Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa.Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses. Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.

3.2. PATOGENESA

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase.Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.

(10)

Bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase, enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan.Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.

Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.

Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.

Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.

S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik

(11)

dimana S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.

Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.

Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami.

Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang.Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar.Terlihat sederhana memang, tapi perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.

Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot.Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.

3.3. KOMPLIKASI 1. Periostitis

Perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang.Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi

(12)

dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai “mencapai” korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.

2. Abses subperiosteal

Abses subperiosteal terjadi di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil “menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.

3. Fascial abscess

Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess.Fascial spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :

(13)

1. Maksila a. Canine spaces b. Buccal spaces c. Infratemporal spaces 2. Mandibula a. Submental spaces b. Buccal spaces c. Sublingual spaces d. Submandibular spaces  Fascial spaces sekunder

Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.

Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung bakteri pada abses periapikalakan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena abses periapikal ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.

(14)

Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior.Infeksi daerah ini disebabkan abses periapikal dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus.

 Buccal spaces

Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan.

 Infratemporal spaces

Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space.Berisi nervus dan pembuluh darah.Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila.Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar.

 Submental space

Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula.Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

 Sublingual space

Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula.Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan

(15)

ujung akar di atas m. mylohyoid.Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

 Submandibular space

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma.Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis.Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.

 Masticator space

Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis.Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula.Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.

 Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)

Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar.Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, trismus.

 Retropharyngeal space (posterior visceral space)

Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah, Horner syndrome)

(16)

Gambaran radiolusen berbatas difus di periapikal.

 Gigi terasa sakit, bila mengunyah juga timbul nyeri.

 Kemungkinan ada demam disertai pembengkakan kelanjar getah bening di leher.  Jika sangat berat, di daerah rahang terjadi pembengkakan.

3.5. GAMBARAN RADIOLOGIS

Ditandai dengan adanya pelebaran membran periodontal di daerah periapikal sebagai akibat dari suatu peradangan.Dalam waktu yang singkat dapat juga menyebabkan demineralisasi dari tulang alveolar dan sekitarnya sehingga terlihat gambaran radiolusen yang meluas disekitar apeks dengan batas yang difus.Lamina dura di daerah apeks gigi terputus.Terlihat adanya pelebaran membran periodontal.Gambaran radiografi memperlihatkan kerusakan tulang yang jelas meliputi sepanjang permukaan akar gigi sehingga membran periodontalnya sukar untuk dibedakan lagi. Apabila abses ini sudah berjalan cukup lama maka akan terlihat adanya resobsi dari ujung apeks akar gigi.

3.6. DIAGNOSA

(17)

3.7. DIFERENSIAL DIAGNOSA

Pemeriksaan Granuloma periapikal Kista periapikal Abses periapikal

Nyeri spontan - - +

Tes perkusi - - +

Tes palpasi - - +

Tes vitalitas - -

-Radiologis Radiolusensi batas jelas Radiolusensi batas jelas Radiolusensi difus

3.8. TERAPI

1. insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Pada abses periapikal memiliki “kondisi” khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi untuk mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding.

2. terapi farmakologi: pemberian antibiotik. 3. Bedah Endodontik

digunakan tehnik kuretase periapikal. Kuretase periapikal ini lebih dulu dikerjakan sebelum melakukan perawatan bedah lain seperti apikoektomi. lndikasi dari kuretase periapika1 adalah, bila pada daerah periapikal dijumpai abses atau lesi yang tidak sembuh dan juga bila ada dijumpai kelebihan pasta pada perawatan secara konvensional. Kuretase periapikal dilakukan setelah selesai pengisian saluran akar.Prinsip perawatan lesi periapikal secara bedah endodontik adalah sama dengan prinsip bedah secara umum, yakni insisi,

(18)

pembukaan flap, menjahit kembali flap, dan instruksi kepada pasien. Adapun tehnik perawatan lesi periapikal adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan Rontaen photo untuk melihat posisi atau keadaan lesi periapikal. 2. Dilakukan anestesi lokal.

3. Lapangan kerja diisolasi dan disterilkan dengan topikal anti septik.

4. Pembuatan flap. Bentuk flap tergantung pada besar, letak lesi dan gigi yang dirawat.

5. Flap dibuka dengan periosteal elevator dan ditahan dengan Tissue refraktor. 6. Pembuatan tulang alveolar yang menutupi lesi periapikal dengan bar yang

tajam.

7. Pengambilan jaringan lesi dengan alat kuret.

8. Daerah operasi dibersihkan dan flap ditutup kembali.

9. Flap dijahit, tergantung bentuk flap. (interrupted suture atau sirkumferensial suture)

10. Instruksi pada pasien dan kontrol setelah 24 jam. Jahitan dapat dibuka setelah 5-7 hari.

11. Dilakukan kontrol secara bertahap dengan mengadakan Rontgen photo untuk melihat pertumbuhan pada daerah periapikal.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien didiagnosa abses periapikal oleh karena gangrene pulpa pada elemen gigi 1 dengan differential diagnose granuloma periapikal abses ginggiva.

Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa.Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi

(19)

dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses. Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.

4.2 SARAN

1. Pemberian dental health education kepada masyarakat awam mengenai abses periapikal

2. Pembahasan yang lebih mendetail lagi tentang kemungkinan komplikasi dari abses periapikal

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kandari AM, Al-Quoud OA. Healing of a large periapical lesion in the palate following nonsurgical endodontic treatment. Saudi dental journal, (online), (http://www.sdsjournal.org/1990/volume-2-number-2/1990-2-2-62-65-full.html, diakses 12 agustus 2014).

Chaker, F.M. : Dent. Clin. North Am., 18:393, 1974 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic practice.11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.

(20)

Gilangrasuna.Juni 2010, Penjalaran Infeksi Odontogen.Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at http//www. Abses periapikal. Com

Hamsafir Evan . 18 April 2010. Kesehatan gigi : Definisi abses periapikal. Available at http//www. InfoGigi pusat kesehatan gigi dan mulut.Com.

Hollender L, Omnell K. 2008. dental radiology pathology. (online), (http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter11/11_4.a spx, diakses 12 agustus 2014).

Mazur, B., & Massler, M. : Oral Surg., 17 : 592. 1964 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988.Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.

Oliet, S. & Pollock,S. : Bull. Phila. Dent. Soc., 34:12, 1968 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia :Lea& Febiger.

Radenfahmi. January 2010. Abses Periapikal. Available at http//www. Abses periapikal.Com.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak Ada surat dukungan dari pabrik/ distributor/ agen dengan melampirkan brosur/foto yang diaparaf dan distempel oleh pemberi dukungan untuk barang sebagai berikut : a. Atap

Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhi bitor lekoprotease sekretorik, dan IgA sekretorik (s-IgA). Glikopdrotein yang dihasilkan oleh sel mucus penting

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar S.Kep di Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya tahun

Berdasarkan hasil analis Gambaran Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Premenstruasi Sindrom Pada Mahasiswi AKPER Ngudi Waluyo sebagian besar responden mendapatkan

Pada pengamatan di lapangan bahwa dari ketiga jenis pohon tersebut yang banyak terdapat gangguan oleh masyarakat, seperti penempelan spanduk, membakar sampah pada

Tidak ditemukan kerusakan yang serius akibat bencana tsunami terhadap ekosistem terumbu karang diperairan Pulau Weh diperkirakan berhubungan dengan tipe pantai yang pada

spare part komputer, accesories pendukungnya dan menyediakan pelayanan jasa perbaikan komputer. Selama ini proses pemasarannya hanya berupa penjualan langsung kepada

Perumusan pesan harus mampu menjawab pertanyaan dasar dari rancangan sebuah sebuah kampanye yang dirumuskan dalam 4 masalah: apa yang dikatakan (isi pesan); bagaimana