• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme yang terbanyak dalam rongga mulut adalah bakteri. Bakteri yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme yang terbanyak dalam rongga mulut adalah bakteri. Bakteri yang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rongga mulut manusia merupakan habitat aneka ragam mikroorganisme. Mikroorganisme yang terbanyak dalam rongga mulut adalah bakteri. Bakteri yang telah berhasil dideteksi jumlahnya lebih dari 700 spesies (Aas et al., 2005). Kolonisasi bakteri dalam rongga mulut terjadi pada permukaan gigi, saliva, epitel dorsum lidah, dan epitelium mukosa (Wilson, 2009). Bakteri sebagai flora normal yang dapat ditemukan di dalam rongga mulut antara lain Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus mitis, Streptococcus salivarius, Streptococcus mutans, Enterococcus faecalis, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, Neisseria sp., Neisseria meningitidis, Enterobacteriaceae (Escherichia coli), Proteus sp., Pseudomonas aeruginosa, Lactobacillus sp., Corynebacteria, Mycobacteria, Actinomycetes, Spirochetes (Todar, 2014).

Genus Pseudomonas memiliki lebih dari 100 spesies (Salyers et al., 1994). Spesies yang paling sering ditemukan adalah P. aeruginosa. Bakteri tersebut merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang, bergerak dengan flagelum, bersifat aerob dan hanya membutuhkan nutrisi minimal untuk dapat bertumbuh (Iversen, 2010).

Pseudomonas aeruginosa dapat ditemukan di rongga mulut pada 4% individu yang sehat (Botzanhart et al., 1985). Kolonisasi P. aeruginosa bakteri ini

(2)

dapat berada di lidah, mukosa bukal, saliva (Linderman et al., 1985), dan plak gigi (Komiyama et al., 1985).

Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan infeksi pada individu yang immunocompromised (Department of Health UK, 2013) dan rentan seperti pada penderita kistik fibrosis atau pasien dengan luka bakar (Mayhall, 1999). Pada kasus tersebut, bakteri ini dapat menyerang secara agresif menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Newburg et al., 2005).

Pseudomonas aeruginosa bertanggung jawab terhadap kira-kira 50% dari tingkat kematian pasien karena septikemia di rumah sakit (Sifuentes-Osornio et al., 1998). Penularan bakteri ini kebanyakan dihubungkan dengan sterilisasi alat-alat medis yang kurang tepat, personel, dan juga infeksi nosokomial di rumah sakit. Penggunaan ulang alat medis dengan sterilisasi yang kurang sempurna adalah penyebab utama penularan bakteri ini (Iversen, 2010).

Proses masuknya P. aeruginosa melalui rongga mulut bisa melalui makanan, minuman (Hardalo et al., 1997), juga dari ventilator mekanik yang kurang steril (Genuit et al., 2001), pipa air dental unit dan alat penyedot cairan tubuh (suction) pasien (Donlan, 2002). Penggunaan ventilator mekanik di rumah sakit dapat menularkan infeksi nosokomial berupa Ventilator Associated Pneumonia (VAP) (Genuit et al., 2001) yang paling banyak disebabkan oleh P. aeruginosa (Hunter, 2014).Ventilator mekanik dihubungkan ke pasien melalui pipa endotrakeal yang dimasukkan dalam mulut (American Thoracic Society, 2005). Ventilator dengan sterilisasi kurang dapat mengandung bakteri, bakteri

(3)

tersebut berkoloni di orofaring, teraspirasi ke paru-paru, lalu bakteri menginfeksi paru-paru dan menyebabkan pneumonia (Marik, 2001).

Pseudomonas aeruginosa juga dapat mengkontaminasi praktek dokter gigi sehari-hari (Donlan, 2002). Bakteri mengkontaminasi air dental unit dengan dua cara yaitu dari sumber air ke dental unit dan ketika suction menyedot saliva pasien. Sejumlah kecil bakteri dari sumber air dapat mengkontaminasi dental unit karena pipa air dental unit menyediakan lingkungan dengan lumen kecil dan tergenang air dengan waktu tertentu (Barben dan Schmid, 2008). Bakteri ini kemudian berada di saluran dan pipa air. Kondisi pipa air yang lembab merupakan faktor yang menguntungkan untuk perkembangbiakan P. aeruginosa (Donlan, 2002).

Faktor-faktor virulensi P. aeruginosa antara lain eksotoksin A dan protease (Salyers et al., 1994). Faktor virulensi yang berperan untuk perlekatan ke sel target (Gilboa-Garber, 1996) disebut juga adhesin terdiri dari pili (fimbriae) (Salyers et al., 1994), Pseudomonas aeruginosa lectins I (PA-IL) dan Pseudomonas aeruginosa lectins II (PA-IIL) (Gilboa-Garber, 1982).

Kemampuan mikroorganisme untuk melekat pada permukaan sel merupakan faktor penting dalam memulai aktivitas patogenesis (Oliveira et al., 2007). Kontak langsung antara agen infeksi dengan sel inang diawali dengan proses adhesi (perlekatan). Proses adhesi P. aeruginosa dimulai dari interaksi awal oleh pili bakteri yang panjang dan polar berikatan dengan rangkaian karbohidrat spesifik dari membran glikoprotein atau glikolipid sel inang (Fick, 1993). Bakteri P. aeruginosa dapat melakukan adhesi dan membentuk koloni

(4)

pada bermacam-macam sel seperti epitel sel bukal, paru, ginjal dan sel endotel (Comolli et al., 1999).

Perlekatan P. aeruginosa ke sel epitel bukal dipengaruhi oleh kadar fibronektin di permukaan sel inang dan protease saliva. Pasien immunocompromised mempunyai kadar protease yang lebih tinggi dibandingkan individu normal. Peningkatan kadar protease saliva menyebabkan turunnya kadar fibronektin. Hal ini mengakibatkan P. aeruginosa lebih mudah menempel pada sel bukal penderita immunocompromised (Woods et al., 1983). Pseudomonas aeruginosa mempunyai dua tipe protein adhesi yaitu protein adhesi yang terdapat pada pili dan non pili (Hidayati, 2010 ).

Pili P. aeruginosa merupakan bentuk tetap dari sebuah subunit monomerik dan mempunyai berat molekul antara 15 kDa hingga 17 kDa (Hidayati, 2010). Pili mampu meluas, beretraksi, berperan pada adhesi sehingga mempengaruhi kolonisasi dan memfasilitasi proses twitching (Burrows, 2012). Proses twitching adalah sebuah bentuk motilitas yang sangat penting dalam penyebaran patogen (Hidayati, 2010).

Berbagai produk lebah, meliputi madu, propolis, pollen, royal jelly dan sengatan lebah (Ahuja et al., 2011) sudah lama digunakan untuk berbagai keperluan terapeutik (Cooper et al., 2002). Madu menunjukkan efek antikaries, antiinflamasi, antihalitosis (Ahuja et al., 2010), propolis berperan juga sebagai antikaries, antiplak, obat periodontitis kronis, kandidiasis, dan terapi pulpa gigi sulung maupun gigi permanen (Ahuja et al., 2011).

(5)

Selama dekade terakhir ini dilakukan terobosan penggunaan madu maupun royal jelly untuk mengobati infeksi karena banyaknya bakteri mulai resisten terhadap antibiotik. Telah banyak laporan kasus dan percobaan klinis yang membuktikan efektivitas madu dan royal jelly dalam melawan bakteri, termasuk P. aeruginosa, pada penderita luka bakar terinfeksi (Cooper et al., 2002), ulserasi akibat diabetes (Eddy, 2005) dan lesi kulit akibat septikemia meningococcal (Dunford, 2000). Efek antibakteri madu merupakan kombinasi dari osmolaritas tinggi dan aktivitas bakteriosidal atau bakteriostatik termasuk hidrogen peroksida, komponen fenolik dan antioksidan (Taormina et al., 2001). Madu terbukti efektif membunuh isolat biofilm P. aeruginosa dan Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antibiotik pada pasien rhinosinusitis kronis (Alandejani et al., 2009). Menurut Boukraa (2008), semua jenis madu dan royal jelly efektif menghambat P. aeruginosa. Minimal Inhibitory Concentration (MIC) dari royal jelly 4% mengindikasikan royal jelly lebih efektif menghambat pertumbuhan P. aeruginosa dibandingkan dengan madu yang memiliki MIC 12%-18% bervariasi berdasarkan jenis madu.

Salah satu fokus penelitian bahan antibakteri akhir-akhir ini adalah tentang pencegahan adhesi mikroba ke sel inang yang menjadi awal terjadinya infeksi (Gilboa-Galber, 1996). Rachmaninov et al. (2014) menggunakan telur burung, royal jelly, buah-buahan dan biji-bijian untuk menghambat perlekatan Lectin PA-IL dan PA-IPA-IL. Royal jelly diketahui dapat berikatan dengan PA-PA-IL dan PA-IPA-IL yang terdapat pada P. aeruginosa pada proses hemaglutinasi, namun belum diketahui bagaimana pengaruhnya ke adherensi bakteri itu sendiri. Adherensi

(6)

merupakan mekanisme awal terjadinya proses patogenesis bakteri. Berdasarkan peran bakteri P. aeruginosa dalam menimbulkan kondisi patologis baik di rongga mulut maupun sistemik, serta khasiat royal jelly terhadap pertumbuhan berbagai macam bakteri, maka diperlukan penelitian lebih lanjut efek royal jelly terhadap adhesi P. aeruginosa.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: Apakah royal jelly berpengaruh terhadap kemampuan adhesi Pseudomonas aeruginosa?

C. Keaslian Penelitian

Alandejani et al. (2009) telah menguji tingkat efektivitas madu dalam membunuh isolat dari biofilm P. aeruginosa. Hasil penelitian tersebut menunjukkan efektivitasnya mencapai 91%. Boukraa (2008) menguji penggunaan royal jelly sebagai bahan antibakteri P. aeruginosa dengan metode MIC. Penelitian tersebut membuktikan bahwa royal jelly lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dibanding madu. Penelitian oleh Rachmaninov et al. (2014) membuktikan kemampuan progeny-protecting glycodecoys yang terkandung dalam telur burung, royal jelly, buah-buahan dan biji-bijian dalam menghambat perlekatan oleh lectin PA-IL dan PA-IIL yang dimiliki P. aeruginosa. Sejauh penulis ketahui belum pernah dilaporkan penelitian mengenai efek royal jelly terhadap adhesi P.aeruginosa.

(7)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh royal jelly terhadap kemampuan adhesi bakteri P. aeruginosa

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan akan didapat dari penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui pengaruh royal jelly terhadap adhesi bakteri P. aeruginosa

2. Sebagai referensi bahwa royal jelly dapat digunakan sebagai bahan herbal untuk mengurangi adhesi P. aeruginosa.

3. Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai royal jelly sebagai agen untuk menghambat pembentukan biofilm P. aeruginosa

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melakukan transaksi atas pembelian bahan baku, bagian penting yang di bentuk dalam perusahaan adalah bagian gudang, bagian pembelian, bagian penerimaan, dan

The correlation between genetic distance based on morphological characteristics and genetic similarity based on isozyme banding pattern was analyzed based on

Pada proses pengeringan ini lebih efisien karena proses perpindahan panas dan massa terjadi secara simultan di dalam unggun an dikontakkan dengan gas panas sehingga dengan

Pada tulisan ini dibahas mengenai Screw Conveyor merupakan salah satu jenis alat transportasi yang sering digunakan dalam kegiatan pemidahan bahan, Screw conveyor digunakan

berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah

Padahal dengan mengetahui bahkan menghafal hari-hari perayaan nasional bisa meningkatkan nasionalisme, maka itu dibuatlah sebuah perancangan media interaktif dengan

Muatan materi kurikulum untuk program akselerasi tidak berbeda dengan kurikulum standar yang digunakan untuk program regular. Perbedaannya terletak pada penyusunan kembali

Maka, dengan memanfaatkan perkembangan android saat ini, peneliti akan membuat sebuah aplikasi augmented reality sebagai alat peraga atau media pembelajaran pengenalan hardware