BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi mikroorganisme. Kalau bahan makanan telah tercemar oleh mikroorganisme, mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, yakni terjadinya perubahan fisik dan kimia dari bahan tersebut. Hal ini menyebabkan mutu pangan menjadi turun. Selain itu mikroba juga dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan yang telah tercemar oleh mikroba. Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan. Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri.
Biasanya tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira –15 s/d 90 °C).
Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua situasi di atas, terkait proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan makanan. Karena proses enzimatik juga bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan makanan.
Pendinginan adalah penyimpanan pada suhu rendah dimana suhunya di atas titik beku yaitu antara 2oC – 16oC. suhu dalam lemari es umumnya berkisar antara 4oC – 7oC tetapi unit-unit pendinginnya biasanya memiliki suhu yang lebih rendah tergantung pada jenis produk yang disimpan. Pada suhu rendah sebagian
reaksi metabolisme berlangsung lambat tetapi ada pula yang sama sekali terhenti bila suhu penyimpanan berada di bawah suhu kritis tertentu.
Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira –17 oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara – 12 oC sampai – 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.
Oleh karena itu praktikum ini dilakukan, sehingga penaganan hasil dan produk pertanian sangat diperlukan demi memperpanjang masa simpan bukan menghidari dari kerusakan karena pada dasarnya kerusakan hasil dan produk ternak bersifat alamiah sehingga tidak bisa dihindari.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah :
1. untuk mengetahui karakteristik dan kualitas bahan hasil pertanian pada suhu rendah.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Macam-Macam Penyimpanan Suhu Rendah 2.1.1 Pendinginan
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10 °C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es adalah pada suhu 5-8 °C (Winarno, 1993). Pendinginan dan pembekuan juga akan berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat-sifat lain dari bahan pangan. Pendinginan merupakan cara yang sudah umum bagi pengawetan makanan yang sifatnya sementara. Beberapa faktor yang kritis dalam pendinginan adalah temperatur, kelembaban relatif, ventilasi dan penggunaan cahaya ultra violet (Apandi, 1974). Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara –1 oC sampai 4 oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2 oC sampai 16 oC (Rusendi, 2010).
Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990).
Pendinginan atau refrigerasi adalah proses pengambilan panas dari suatu bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila suatu medium pendingin kontak dengan benda lain misalnya bahan pangan, maka akan terjadi pemindahan panas dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin sampai suhu keduanya sama atau hampir sama. Pendinginan telah lama digunakan sebagai salah satu upaya pengawetan bahan pangan, karena dengan pendinginan tidak hanya citarasa yang dapat dipertahankan, tetapi juga kerusakan-kerusakan kimia dan mikrobiologis dapat dihambat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu : 1. Jenis dan Varietas Produk
Pendinginan biasanya digunakan untuk jenis bahan yang mudah mengalami kerusakan dan peka terhadap kondisi lingkungan disekitarnya. Jenis dan varietas setiap bahan tidak sama dengan tingkat kematangan dan pemanenan yang berbeda pula sehingga suhu yang digunakan selama pendinginan harus dapat disesuaikan dengan jenis dan sifat bahan tersebut agar tujuan dari pendinginan tersebut dapat tercapai.
2. Suhu
Suhu dalam penyimpanan seharusnya dipertahankan agar tidak terjadi kenaikan dan penurunan. Biasanya dalam penyimpanan dingin, suhu dipertahankan berkisar antara 1OC sampai dengan 2OC. Suhu pendinginan di bawah optimum akan menyebabkan pembekuan atau terjadinya chilling injury, sedangkan suhu di atas optimum akan menyebabkan umur simpan menjadi lebih singkat. Fluktuasi suhu yang luas dapat terjadi bilamana dalam penyimpanan terjadi kondensasi yang ditandai adanya air pada permukaan komoditi simpanan. Kondisi ini juga menandakan bahwa telah terjadi kehilangan air yang cepat pada komoditi tersebut.
3. Kelembaban Relatif
Untuk kebanyakan komoditi yang mudah rusak, kelembaban relatif dalam penyimpanan sebaiknya dipertahankan pada kisaran 90 sampai 95%. Kelembaban di bawah kisaran tersebut akan menyebabkan kehilangan kelembaban komoditi. Kelembaban yang mendekati 100% kemungkinan akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme lebih cepat dan juga menyebabkan permukaan komoditi pecah-pecah.
4. Kualitas Bahan dan Perlakuan Pendahuluan
Untuk tetap mempertahankan kesegaran bahan maka sebaiknya sayuran, buah-buahan maupun bunga potong yang akan disimpan terbebas dari luka atau lecet maupun kerusakan lainnya. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kehilangan air. Buah-buah yang telah memar dalam penyimpanannya akan mengalami susut bobot hingga empat kali lebih besar bila dibandingkan buah- buah yang utuh dan baik.
5. Jenis Pengemas
Pengemasan merupakan salah satu upaya modified packaging storage yang dapat membantu mempertahankan mutu dari bahan. Dengan dilakukan pengemasan maka proses reaksi enzimatis dan chilling injury dapat diminimalisir sehingga kesegaran produk tetap terjaga.
2.1.2 Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana produk pangan diturunkan suhunya sehingga berada dibawah suhu bekunya. Selama pembekuan terjadi pelepasan energy (panas sensible dan panas laten). Pembekuan menurunkan aktivitas air dan mengehntikan aktivitas mikroba (bahkan beberapa dirusak, reaksi enzimatis, kimia dan biokimia. Dengan demikian produk beku dapat memiliki daya awet yang lama (Kusnandar, 2010).
Selama pembekuan, suhu produk pangan menurun hingga di bawah titik bekunya, dan sebagian dari air berubah wujud dari fase cair ke fase padat dan membentuk kristal es. Adanya kristalisasi air ini menyebabkan mobilitas air terba-tas sehingga aktiviterba-tas air pun menurun. Penurunan aktiviterba-tas air ini berpengaruh pada penghambatan pertumbuhan mikroba, serta reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang mempengaruhi mutu dan keawetan produk pangan. Dengan demikian, pengawetan oleh proses pembekuan disebabkan oleh adanya kombinasi penu-runan suhu dan penupenu-runan aktivitas air (Kusnandar, 2010).
Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan umumnya dibawah -2 OC. Pembekuan bahan pangan biasanya digunakan untuk pengawetan
bahan dan produk olahan yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang tinggi) seperti buah, sayur, ikan, daging dan unggas. Pada suhu beku, sebagian besar air yang ada di dalam bahan pangan (90%-95%) membeku. (Kusnandar, 2010).
2.2 Pengaruh Suhu terhadap Penyimpanan Bahan Pangan
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat Buletin Anatomi dan Fisiologi dari segi penyimpanan adalah suhu.
Peningkatan suhu antara 0 oC – 35 oC akanmeningkatkan laju respirasi buah-buahan dan sayuran, yang memberi petunjuk bahwa baik proses biologi maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya caraekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, l997).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8 oC, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun (Winarno, l982).
Perubahan yang terjadi antara lain kenaikan kandungan gula, disusul penurunannya. Hal ini terjadi akibat pemecahan polisakarida-polisakarida. Perubahan keasaman dapat berbeda sesuaitingkat kemasakan dan tingginya suhu penyimpanan. Pada umumnya turunnya asam askorbat lebih cepat pada suhu penyimpanan tinggi. Asam-asam amino dengan cepat berkurang selama penympanan suhu rendah yaitu antara 6-20 oC tetapi stabil pada suhu 2 oC. Kegiatan ezim-enzim katalase, pektinesterase, selulase dan amilase meningkat
selama penyimpanan. Perubahan lain yaitu penurunan ketegaran dan kepadatan, warna okasidasi lemak dan melunaknya jaringan-jaringan serta rasa pada bahan pangan.
2.3 Mekanisme Proses pembekuan
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lebih lambat. Pada awal proses pembekuan terjadi faseprecooling dimana suhu bahan diturunkan dari awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada dalam keadaan cair. Setelah tahapprecooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pemebentukan kristal es. (Rohanah, 2002). laju pembekuan ada dalam 3 golongan yaitu :
1. pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan
2. Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukaN
3. Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Prinsip dasar dari semua proses pembekuan cepat adalah cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan (Rohanah, 2002
Ditimbang
Amati berat/volume, kesegaran, aroma, warna, tekstur
Simpan dalam refigerator, 3 hari
Amati berat/volume, kesegaran, aroma, warna, tekstur
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat 1. Pisau 2. Piring Plastik 3. Sealer 4. Neraca Analitik 5. Freezer 6. Refrigerator 7. Kamera 8. Kain lap 9. Wadah Plastik 3.2.2 Bahan 1. Susu 2. Telur Ayam 3. Kubis 4. Nanas 5. Bayam 6. Wortel 7. Kertas Label 8. Tissue 9. Air 3.2 SkemaKerja 3.2.1 Pendinginan
Ditimbang
Amati berat/volume, kesegaran, aroma, warna, tekstur
Simpan dalam frezeer, 3 hari
Amati berat/volume, kesegaran, aroma, warna, tekstur
Gambar 3.1 Diagram Alir Pendinginan 3.2.2 Pembekuan
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembekuan
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan 4.2.1 Pendinginan
A. Kelompok 1 (Tanpa Dibungkus)
Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Kelompok 1
o pengamatan Nanas Bayam Telur
Ayam Nanas Bayam Telur Ayam 1. Berat(g)/ volume (ml) 10 4,16 55,47 5 1,11 55,18 2. Warna Kuning Segar Hijau tua segar Coklat muda Kuning terang
Hijau pucat Coklat muda 3. Aroma Khas nanas Khas bayam Tidak berbau Aroma nans matang Tidak khas bayam Agak amis 4. Kekentalan/ tekstur Keras sedikit lunak utuh Cangkan g keras
Lembek Agak keras dan kering
Cangakang keras
5 Gambar
B. Kelompok 3 (Dibungkus Plastik)
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Kelompok 3 N
o
Jenis pengamatan
Sampel segar Sampel setelah pendinginan Nanas Bayam Telur
Ayam
Nanas Bayam Telur Ayam
1. Berat(g)/ volume (ml) 10 2,97 51, 04 9,52 2,96 50,96 2. Warna Kuning Segar Hijau tua segar Coklat muda Kuning kecokelat an
Tetap hijau Coklat muda 3. Aroma Khas nanas Khas bayam Tidak berbau Berbau Asam Tidak khas bayam Tidak berbau 4. Kekentalan/
tekstur Keras sedikit lunak
utuh Cangkan
g keras Lembek Layu Cangkang keras
5. Gambar
C. Kelompok 5 (Tanpa Dibungkus)
Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Kelompok 5 N
o
Jenis pengamatan
Sampel segar Sampel setelah pendinginan
Wortel Kubis Susu Wortel Kubis Susu
1. Berat(g)/ volume (ml)
2. Warna Orange
keruh Putih dan ada garis kehijauan
Putih
segar Orange cerah Putih ada garis kehijauan Kekuning - kuningan 3. Aroma Khas wortel
Khas kubis Amis Tidak khas wortel Tidak khas kubis Amis dan asam 4. Kekentalan/ tekstur
Keras utuh Cair Sedikit
mengkeru t Sedikit mengkerut Sedikit mengenta l 5. Gambar
D. Kelompok 7 (Dibungkus Plastik)
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Kelompok 7 N
o
Jenis pengamatan
Sampel segar Sampel setelah pendinginan
Wortel Kubis Susu Wortel Kubis Susu
1. Berat(g)/ volume (ml) 9,80 11, 36 125 9,65 11, 48 122, 43 2. Warna Orange cerah Putih kehijauan Putih kekunin gan Orange cerah Putih kehijauan Kekuning - kuningan 3. Aroma Khas wortel
Khas kubis Amis Tidak khas wortel Tidak khas kubis Amis dan asam 4. Kekentalan/ tekstur Keras Sedikit Keras Kental Sedikit mengkeru t Lembek Sedikit mengental 5. Gambar 4.2.2 Pembekuan
A. Kelompok 2 (Tanpa Dibungkus Plastik)
Tabel 4.5. Hasil Pengamatan Kelompok 2 N
o
Jenis pengamatan
Sampel segar Sampel setelah pendinginan Nanas Bayam Telur
Ayam
Nanas Bayam Telur Ayam Tanpa
tanpa cangkang cangakang 1. Berat(g)/ volume (ml) 54,00 1,70 9,37 52, 84 1, 07 8,95 2. Warna Kuning pucat Hijau terang Warna kuning telur merata Lebih Kuning
Hijau gelap Warna kuning telur tidak merata
3. Aroma Khas
nanas Khas bayam Amis Tajam tidak segar
Tidak segar Tidak berbau
4. Kekentalan/ tekstur
Keras Tidak layu
Kental Lunak Layu Encer
5. Gambar
B. Kelompok 4 (Dibungkus Plastik)
Tebel 4.6. Hasil Pengamatan Kelompok 4 N
o
Jenis pengamatan
Sampel segar Sampel setelah pendinginan Nanas Bayam Telur
Ayam tanpa cangkang
Nanas Bayam Telur Ayam Tanpa cangakang 1. Berat(g)/ volume (ml) 10 11,62 47,93 8,54 3,39 48,2 2. Warna Kuning segar Hijau segar Normal Lebih Kuning Agak menguning Makin menguning 3. Aroma Khas nanas Khas bayam Amis Aroma berkurang Lebih berbau Tidak telalu amis 4. Kekentalan/ tekstur Agak Keras Keras Sedikit Kental Lembek Lembek berair Lebih Encer 5. Gambar
C. Kelompok 6 ( Tanpa Dibungkus)
Tabel 4.7. Hasil Pengamatan Kelompok 6 N
o
Jenis pengamatan
Sampel segar Sampel setelah pendinginan
Wortel Kubis Susu Wortel Kubis Susu
1. Berat(g)/ volume (ml)
2. Warna Orange
keruh Putih kehijauan Putih segar Orange cerah Putih kehijauan Kekuning- kuningan
3. Aroma Khas
wortel
Khas kubis Amis Tidak khas wortel Tidak khas kubis Amis dan asam 4. Kekentalan/ tekstur
Keras utuh Tidak
terlalu Kental Sedikit mengkeru t Sedikit mengkerut Sedikit mengenta l 5. Gambar
D. Kelompok 8 (Dibungkus Plastik)
Tabel 4.8. Hasil Pengamatan kelompok 8 N
o pengamatanJenis Wortel Sampel segarKubis Susu Wortel Sampel setelah pendinginanKubis Susu 1. Berat(g)/
volume (ml)
11,34 11,67 125 11,59 11,85 124,52
2. Warna Orange Putih
kehijauan Putih segar Orange Putih kehijauan Kekuning - kuningan 3. Aroma Khas wortel
Khas kubis Segar Lebih menyenga t Lebih menyengat Kurang berbau 4. Kekentalan/ tekstur
Keras Lembek Kental Lebih lembek
Lembek lentur
Keras
4.2 Hasil Perhitungan
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan 5.1.1 Pendinginan
Pada praktikum pendinginan bahan yang digunakan adalah wortel, kubis, susu, nanas, telur ayam, dan bayam sedangkan alat yang digunakan untuk proses mendinginkan adalah refrigerator. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengemasan terhadap bahan. Oleh karena itu diberikan perlakuan berbeda yaitu bahan yang dibungkus plastik dan yang tidak dibungkus plastik. Pertama-tama yaitu menyiapkan bahan, bahan dibagi menjadi dua yaitu untuk dibungkus plastik dan tidak dibungkus, setelah itu semua bahan diamati secara organoleptik yaitu berat, warna, aroma, dan tekstur,untuk susu yang digunakan sebanyak 125 ml selanjutnya dilakukan pembungkusan untuk bahan yang ingin dibungkus dengan menggunkan plastik dan di sealer supaya tidak ada udara yang masuk kedalam bahan. Sebelum dimasukan ke dalam refrigerator diberi label terlebih dahulu supaya memudahkan dalam pengamatan. Kemudian bahan dimasukan kedalam refrigerator dan disimpan selama 3 hari. Setelah 3 hari dilakukan pengamatan organoleptik kembali meliputi berat, warna, aroma, dan tekstur. Setelah dilakukan pengamatn kemudian dicatat hasilnya dan selanjutnya dilakukan analisa data yang diperoleh.
5.1.2 Pembekuan
Pada praktikum pembekuan bahan yang digunakan sama seperti pada praktikum pendinginan yaitu wortel, kubis, susu, nanas, telur ayam, dan bayam dan alat yang digunakan adalah freezer. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengemasan terhadap bahan. Oleh karena itu diberikan perlakuan berbeda yaitu bahan yang dibungkus plastik dan yang tidak dibungkus plastik. Pertama-tama yang dilakukan adalah menyiapkan bahan, bahan dibagi menjadi dua yaitu untuk dibungkus plastik dan tidak dibungkus, setelah itu semua bahan diamati secara organoleptik yaitu berat, warna, aroma, dan tekstur/ viskositas (untuk susu), untuk susu yang digunakan sebanyak 125 ml selanjutnya dilakukan pembungkusan
untuk bahan yang ingin dibungkus dengan menggunkan plastik dan di sealer supaya tidak ada udara yang masuk kedalam bahan. Sebelum dimasukan ke dalam freezer diberi label terlebih dahulu supaya memudahkan dalam pengamatan. Kemudian bahan dimasukan kedalam refrigerator dan disimpan selama 3 hari. Setelah 3 hari dilakukan pengamatan organoleptik kembali meliputi berat, warna, aroma, dan tekstur. Setelah dilakukan pengamatn kemudian dicatat hasilnya dan selanjutnya dilakukan analisa data yang diperoleh.
5.2 Analisa Data 5.2.1 Pendinginan
Setelah dilakukan pengamatan terhadap bahan yaitu wortel, kubis, susu,nanas, telur ayam, dan bayam terdapat beberapa perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan pendinginan. Dari segi berat rata-rata mengalami penurunan dikarenakan bahan yang disimpan dalam refrigerator masih melakukan respirasi akan tetapi respirasi yang terjadi berjalan lambat. Sesuai dengan pernyataan Satuhu (1996), bahwa pada prinsipnya penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk menekan terjadinya respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat. Akibatnya daya simpannya cukup panjang dan susut beratnya menjadi minimal, serta mutunya masih baik.
Pada pengamatan warna diperoleh data yaitu untuk semua bahan mengalami penurunan warna baik yang dibungkus plastik maupun yang tidak dibungkus plastik ini disebabkan karena penyimpanan pada suhu dingin selama 3 hari, Perubahan yang terjadi selama penyimpanan yaitu penurunan kesegaran warna. Perubahan warna selama pendinginan pada produk sayur dan buah diakibatkan karena reaksi enzimatis (pencoklatan) dimana terjadi degradasi pigmen klorofil yang menyebabkan warna kulit berubah menjadi kuning kecoklatan karena adanya karetenoit dan xantifil yang semula tertutup menjadi terbuka akibat dari efek suhu pendinginan. (Buckle, 1987)
Dari segi aroma diperoleh data yaitu semua bahan mengalami perubahan aroma baik yang dibungkus plastik maupun yang tidak dibungkus plastik
dikarenakan terjadi kontamiansi dari bahan lain dalam satu lemari pendingin. Namun pada bahan yang dibungkus plastik tidak mengalami perubahan yang besar. Sesuai dengan pernyataan Winarno (2004), bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya, bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus.
Pada pengamatan tekstur diperoleh bahwa rata-rata bahan mengalami penurunan tekstur atau menjadi lebih lembek. Buah yang disimpan pada suhu rendah kulitnya akan menjadi bernoda hitam atau berubah menjadi coklat dan teksturnya menjadi lembek karena mengalami dehidrasi (kehilangan air).
5.2.2 Pembekuan
Pada praktikum pembekuan, bahan yang digunakan sama seperti pada praktikum pendinginan yaitu wortel, kubis, susu, nanas, telur ayam, dan bayam. Dari data yang diperoleh maka semua bahan yang disimpan pada freezer mengalami penurunan berat. Perubahan berat atau susut berat pada komoditi yang dibekukan dapat disebabkan karena kandungan air yang ada pada bahan keluar selama proses pembekuan dan menuju ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian dalam es akan kosong. Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan didalam sel sehingga air dalam sel akan menuju kristal dan hilang pada saat proses thawing dilakukan. Kehilangan air pada bahan akan menyebabkan turgiditas bahan menjadi menurun dan berat bahan menjadi berkurang. (Estiasih dkk, 2011)
Pada pengamatan warna, dari data yang diperoleh maka semua bahan mengalami penurunan kecerahan warna. Perubahan warna disebabkan karena terjadi reaksi enzimatis (pencoklatan) yang disebabkan karena aktivitas enzim peroksidase, katalase yang menghasilkan warna coklat, degradasi karoten dan degradasi pigmen klorofil yang menyebabkan warna kulit berubah menjadi kuning kecoklatan karena adanya karetenoit dan xantifil yang semula tertutup menjadi terbuka akibat dari efek suhu pembekuan dan kristal es. Perubahan ini memiliki persamaan dengan perbandingan hasil studi literatur yang didapatkan.
Menurut Dragon (2008) Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan. Pada komoditi daging dan ikan kerusakan pada pembekuan atau freeze burn akan tampak sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang berwarna putih atau kuning kotor. Selain itu terjadi oksidasi pigmen heme dari mioglobin menjadi metmioglobin yang bewarna coklat abu-abu. Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui jangan permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan warna.
Dari segi aroma semua bahan mengalami perubahan aroma dikarenakan pada saat pembekuan disimpan pada satu lemari pendingin atau freezer. Sesuai dengan pernyataan Winarno (2004), bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya, bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus.
Dari segi tekstur, data yang diperoleh adalah bahan yang disimpan di freezer menjadi lebih lembek dan layu. Hal ini dikarenakan buah dan sayur memiliki komponen kadar air yang besar sebagai penyusun utamanya. Kadar air yang tinggi. Dengan adanya kadar air yang tinggi akan menyebabkan perubahan volume yang besar. Dari hasil praktikum didapatkan bahan seperti nanas dan wortel memiliki tekstur yang keras berubah menjadi lunak. Hal ini sesuai dengan studi literatur yang didapat. Dimana menurut Estiasih (2009) buah dan sayur sebagian besar memiliki tekstur yang lebih kaku jika dibandingkan dengan tekstur daging dan ikan. Dalam pembekuan semakin suhu yang digunakan masih berada di antara titik beku bahan maka akan terjadi pembekuan yang lambat dengan pembekuan lambat ini maka pelepasan air di dalam jaringan bahan menjadi lebih banyak dan membentuk kristal yang besar. Secara normal pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra seluler, karena viskositas cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan berlangsung secara lambat, maka volume ekstra seluler lebih besar sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat
itu. Kristal es yang besar akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Kadar air bahan makin rendah , maka akan terjadi denaturasi protein terutama pada bahan nabati.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses pendinginan dan pembekuan dapat memperpanjang daya simpan bahan pangan akan teteapi berpengaruh terhadap stabilitas bobot (berat), warna, aroma dan tingkat kekerasan (tekstur).
2. Pada penyimpanan suhu rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, jenis dan varietas produk, kelembaban relatif, kualitas bahan dan jenis pengemas.
3. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10 °C.
4. Pembekuan merupakan penyimpanan bahan pangan yang menggunakan freezer dengan suhu penyimpanan 0⁰ samapi -10⁰C.
6.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu:
1. Pada saat melakukan pengamtan sebaiknya dilakukan dengan teliti untuk menghindari penyimpangan karena ketidaktelitian.
2. Kepada praktikan hendaknya tidak malu bertanya pada asisten jika ada yang belum dipahami untuk menghindari kesalahan dalam melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Apandi, R. M. 1974. Pengantar Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Bandung: Universitas Padjajaran.
Buckle. K, Edward.R, Fleet.G, Wotton. M. 1987. Food Knowledge. UI.Press. Jakarta.
Estiasih. T, Indria. P, Wenny B., Umi H. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. UB. Malang
Kusnandar, Feri. 2010. Pembekuan. Artikel.USU digital library.
Pentastico, Er. B. 1982. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Rohanah, Ainun. 2002. Pembekuan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. USU digital library.
Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjannah, Sarifah. Widyasanti, Asri. Rosalinda, S.2010. Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung: Unpad.
Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokima dan Teknologi Pasca Panen . Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.