• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Santunan Jasa Raharja Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Oleh : Indri Hadi Siswati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemberian Santunan Jasa Raharja Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Oleh : Indri Hadi Siswati"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pemberian Santunan Jasa Raharja Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan

Oleh : Indri Hadi Siswati Abstraksi

Asuransi sosial Jasa Raharja dalam kecelakaan lalu lintas, baik itu yang menyebabkan matinya seseorang atau luka dan cacatnya korban dapat diberikan santunan berdasarkan keputusan pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan RI No. 416 / KKM.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 sangat membantu bagi masyarakat yang membutuhkan. Dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya terdapat kendala yang dihadapinya yaitu sering ditemui dalam rangka pemberian dana jasa raharja di dalam praktek di lapangan bisa terjadi atau ditimbulkan dari : pihak korban atau ahli warisnya hal ini karena kurang tahunya cara pengurusan untuk mendapatkan uang santunan yang sudah ditetapkan oleh pemarintah disamping itu pihak korban tidak membawa identitas diri apalagi berpergian, sehingga akan mempersulit petugas dalam mencari data yang diperlukan pihak perusahaan asuransi jasa rahardja.

A. Latar Belakang Permasalahan

Perkembangan pembanggunan yang sangat pesat dibidang fisik misalkan jalan-jalan dari pelosok pedesaan sampai ke kota dengan pertimbangan, bahwa arus lalu lintas di Indonesia ini semakin lama semakin meningkat, hal ini sejalan dengan meningkatnya perkembangan teknologi modern. Namun perkembangan dan kemajuan lalu lintas tersebut dapat membawa akibat langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan masyarakat baik positif maupun negatif sebagai akibat perkembangan pembanggunan maupun kendaraan yang sangat pesat.

Dari sektor perhubungan pemerintah telah berusaha meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan seperti pemerataan pembangunan jalan sampai ke pelosok-pelosok desa, hal ini karena jumlah arus lalu lintas angkutan perhubungan semakin lama semakin meningkat. Pembangunan sarana dan prasarana yang khusus berbentuk jalan ini dimaksudkan untuk memperlancar dan mempermudah masyarakat dalam melangsungkan kegiatannya sehari-hari, dan juga secara tidak langsung memperlancar pendistribusian barang misalnya sebelumnya seorang pedagang membawa dagangannya dengan membawa sendiri dengan memikul karena jalan yang dilewatinya tidak bisa dijangkau oleh kendaraan akan tetapi dengan adanya jalan yang

(2)

diperbaiki dan kendaraan bisa masuk, maka kelancaran pendistribusian barang juga akan lancar.

Dibalik perkembangan yang menggembirakan ini, sering pula menimbulkan problema-problema serius yang dihadapi di masyarakat khususnya di jalan-jalan yang sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan ini harus kita hadapi dengan seksama untuk dicari pemecahannya. Hal ini disebabkan karena jumlah kendaraan yang bertambah dengan pembangunan jalan-jalan tidak seimbang, seperti kendaraan bertambahnya terlalu banyak dan perkembangan pembangunan jalan tidak seimbang.

Seperti apa yang dikemukakan oleh Awaloedin Djamin dalam suatu seminar tentang “Kesadaran Hukum Dan Tertib Hukum Masyarakat” dalam kaitannya masalah lalu lintas jalan raya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta bahwa : “Dengan perkembangan lalu lintas modern disamping akan memberikan kemudahan-kemudahan masyarakat pemakai jalan untuk mengadakan kegiatan sehari-hari dalam rangka pekerjaannya, kehidupannya dan lain-lain. Namun di pihak lain akan membawa akibat permasalahan yang semakin kompleks, antara lain peningkatan pelanggaran, kecelakaan, kemacetan lalu lintas dan kriminalitas yang berkaitan dengan lalu lintas”1.

Kurangnya kesadaran hukum khususnya mematuhi rambu-rambu lalu lintas di jalan mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu faktor terjadinya kecelakaan serta faktor manusia sebagai pemakai jalan, baik sebagai pengemudi maupun sebagai pemakai jalan pada umumnya. Mereka dalam berdisiplin sebagai pemakai jalan raya baik pengendara maupun pejalan kaki masih belum dapat dikatakan kurangnya kehati-hatian, hal ini yang sering mengakibatkan tewrjadinya kecelakaan.

Faktor yang paling mendapat sorotan terjadinya kecelakaan kendaraan adalah manusianya dalam hal ini sebagai pengemudi mempunyai arti yang penting dalam aspek hukum pidana, baik kealpaan yang mengakibatkan matinya atau lenyapnya seseorang oleh karena itu dalam seperti yang diatur dalam pasal 359 dan 360 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.

Akibat daripada kecelakaan lalu lintas, maka si korban dapat mengalami kematian atau menderita cacat. Apabila terjadi demikian, maka pihak pemerintah maupun pihak pengemudi sering memberikan bantuan pada korban atau ahli warisnya bila korban meninggal. Bantuan dari si pengemudi banyak mengandung maksud untuk supaya

1

Ramdhon Naning, Kesadaran Hukum Dan Tertib Hukum Masyarakat, Ghalia Indonesia Yogyakarta, 1998 Hal 11.

(3)

meringankan beban dari sipenderita maupun keluarga korban yang diatur dalam pasal 31 Undang–Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya, sedangkan dari pemerintah diatur dalam pasal 4 Undang–Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

B. Rumusan Masalah

Dari apa yang sudah di paparkan di atas, maka penulis merumuskan suatu masalah sebagaimana berikut :

a. Bagaimana peran Jasa Raharja dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya?

b. Kendala apa yang dihadapi Jasa Raharja dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai oleh penulis berkaitan dengan pemberian jasa raharja terhadap korban atau ahli warisnya dalam kaitannya dengan kecelakaan lalu lintas yang terjadi dijalan raya seperti dalam latar belakang diatas terdiri-dari tujuan umum dan tujuan khusus yaitu :

a. Tujuan Umum yaitu untuk melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi pada Fakultas Hukum Universitas Tulungagung serta untuk pengembangan ilmu hukum.

b. Tujuan Khusus yaitu untuk mengetahui peran perusahaan jasa raharja memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi Perusahaan jasa raharja dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya.

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Adapaun bahan hukum dapat dibagi menjadi bahan hukum :

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah.

2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Sebagai data tertulis, bahan hukum sekunder dapat diperoleh melalui :

(4)

a. Literatur-Literatur, Brosur-brosur dan media massa sejenisnya yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menunjang dalam penulisan, sehingga dapat disajikan, sekaligus digunakan sebagai landasan teori.

b. Undang-undang yang berkaitan langsung dengan judul penelitian

c. Peraturan - peraturan atau keputusan-keputusan yang berkaitan dengan laporan penelitian. Dari pengambilan data ini data ini lebih banyak mengambil bahan hukum yang berasal dari brosur-brosur atau sumber-sumber bahan hukum sekunder dari pada sumber bahan hukum primer, sehingga dalam penulisan ini bahan hukum primer dapat mendukung adanya bahan hukum sekunder.

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang berupa bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdapat dalam kamus baik berupa kamus hukum maupun kamus umum.

Penulisan penelitian ini penulis dalam mengumpulkan data menggunakan metode yang akan dilakukan dengan harapan agar dapat memperoleh kelengkapan bahan dalam penulisan penelitian ini yaitu menggunakan :

1. Studi Kepustakaan yaitu diperoleh suatu data teoritis dengan cara membaca literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dibahas baik dari buku-buku atau sumber-sumber, artikel-artikel dokumentasi dari bahan-bahan hukum tertulis dari karangan para ahli hukum dan sarjana-sarjana terkemuka yang berkaitan dengan pemberian santunan kepada korban atau ahli warisnya oleh perusahaan jasa raharja.

E. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Setelah diundangkannya Undang - undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan tidak terdapat definisi mengenai pengertian kecelakaan lalu lintas, sehingga pengertian kecelakaan perlu adanya bacaan dari sisi lain. Sedangkan kecelakaan sebagaimana diungkapkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, mengandung pengertian sebagai suatu kejadian (peristiwa) selaka seperti terlanggar mobil .1

Adapun menurut Sumakmur dalam literaturnya Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan memberikan batasan, bahwa kecelakaan merupakan kejadian

2

W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka Jakarta, 1990 hal 193.

(5)

yang tidak diduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga karena dibalik peristiwa itu tidak ada unsur kesengajaan lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Sedangkan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai adanya kerugian materiil ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai paling berat. Kemudian Ramlon Naning memberikan difinisi kecelakaan lalu lintas, adalah sebagai kejadian akhir daripada suatu serangkaian peristiwa lalu lintas jalan, baik dengan kesengajaan maupun pelanggaran yang mengakibatkan kerugian, luka atau jiwa manusia ataupun kerugian harta benda.2

Mengenai kecelakaan ini merupakan sebagai kejadian yang tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dengan akibat kematian, luka-luka atau kerusakan benda. Kecelakaan selalu mengandung unsur-unsur tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dan menimbulkan rasa heran atau tercengang kepada orang yang mengalami kecelakaan itu. Kalau orang yang menubruk dengan sengaja atau direncanakan terlebih dahulu itu mengakibatkan orang mati maka perbuatan itu termasuk pembunuhan.

Sedangkan pengertian lalu lintas sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dalam Pasal 1 angka 1 dikemukakan, sebagai gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan. Sedangkan pengertian jalan sendiri sesuai dengan Pasal 1 Huruf 4 dalam penjelasannya dikemukakan : “Suatu prasarana perhubungan Darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu lintas, yang selanjutnya ditetapkan pula pengertian jalan umum dan jalan khusus”.

Dalam kejadian atau peristiwa agar dapat disebut sebagai kecelakaan lalu lintas apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya kelalaian,ini merupakan unsur yang diduga dan menentukan bahwa kecelakaan lalu lintas yang terjadi itu memang tidak diharapkan sama sekali. Kelalaian adalah sebagai akibat karena pelaku kurang hati-hati mengemudikan kendaraan, sehingga menyebabkan timbulnya kecelakaan lalu lintas. Sedangkan perbuatan yang dilakukan pengemudi merupakan perbuatan yang ditimbulkan sebagai akibat adanya perbuatan kekurang hati-hatian, sehingga ia harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan yang dilakukan karena kekurang hati-hatian, yang berarti keadaan batin pengemudi kurang memperhatikan benda-benda yang dilindungi oleh hukum. 2. Peristiwanya lalu lintas bergerak, yang dimaksudkan ini merupakan gerak

pindah manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari satu tempat ke tempat lain. Ini berarti bahwa pengemudi dalam keadaan mengemudikan kendaraan, dalam keadaan bergerak atau berjalan dalam arus lalu lintas; dan

2

(6)

3. Adanya kerugian materiil atau korban jiwa atau luka-luka sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas, yang dimaksudkan disini merupakan kerugian baik materiil atau korban jiwa yang meninggal atau luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas.3

Kalau diperhatikan dari penggolongan jenis tindak pidana sebagaimana telah diungkapkan di atas, maka kecelakaan lalu lintas pada dasarnya merupakan tindak pidana yang dilakukan karena kelalaian. Dari kelalaian yang menimbulkan orang luka-luka ringan maupun berat. Sehingga dapat menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan selama periode waktu tertentu, atau bahkan sampai mengakibatkan matinya seseorang yang merupakan perbuatan pidana.

Kealpaan atau kelalaian dari perbuatan seseorang adalah merupakan salah satu bentuk kesalahan dalam tindak pidana. Dalam kesalahan ini terdapat hubungan batin antara orang yang berbuat dengan perbuatannya. Mengenai hubungan batin yang berbentuk kesalahan ini dibedakan menjadi dua yaitu selain bentuk kesalahan karena kelalaian ada juga bentuk kesalahan karena kesengajaan.

Kesengajaan adalah salah satu bentuk kesalahan dalam tindak pidana yang dengan disengaja dilakukan oleh seseorang yang berarti bahwa pelaku menghendaki dan mempunyai tujuan terhadap akibat yang akan terjadi. Sedangkan dalam kelalaian pelaku tidak menghendaki akibat yang akan terjadi dan pelaku kurang hati-hati atau kurang waspada dalam melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan dapat ditimbulkan kerugian karena perbuatannya tersebut.

Adapun persamaan antara kesengajaan dengan kelalaian ini meliputi : a. Adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana;

b. Adanya kemampuan bertanggungjawab; dan c. Tidak adanya alasan pema’af.4

Perihal kelalaian ini Kitab Undang – undang Hukum Pidana tidak memberikan sebuah definisi tertentu. Namun, bila dapat kiranya berpatokan pada doktrin sebagaimana diungkapkan oleh para sarjana antara lain :

a. Van hamel, pada dasarnya memandang kealpaan mengandung dua hal sebagai syarat antara lain :

3 Ibid 4

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Gadjah Mada Universitas Pres Yogyakarta, 2004 hal 285

(7)

1. Tidak mengadakan penduga-penduga sebagaimana diharuskan oleh hukum; dan 2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

b. Simons, lebih jauh mengungkapkan bahwa schuld (kealpaan) pada dasarnya memiliki dua unsur antara lain :

1. Tidak adanya penghati-hati; dan 2. Dapat diduga adanya akibat.5

Dari ketentuan tersebut diatas jelas bahwa dalam kecelakaan lalu lintas jalan merupakan perbuatan pidana karena lalainya seseorang mengakibatkan orang lain menangung akibatnya yaitu menanggung kerugian baik materiif maupun formil bahkan kerugian tidak dapat di hitung dengan uang.

F. Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Memberikan Santunan Kepada Korban Atau Ahli Warisnya.

Dengan perkembangan tehnologi yang sangat cepat disertai pembangunan juga khususnya pembangunan fisik jalan raya, sebagai perimbangan cepatnya perkembangan kendaraan. Perkembangan yang begitu pesat tersebut akan mengakibatkan perubahan baik positif maupun negatif yang tidak disengaja yaitu mengakibatkan akan juga terjadi kecelakaan lalu lintas.

Seorang telah mengalami kecelakaan lalu lintas jalan akan mendapatkan suatu santunan dari pihak perusahaan khususnya Perusahaan Asuransi Jasa Rahardja hal ini sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 dikemukakan bahwa pemberian santunan kecelakaan lalu lintas hanya dapat diajukan kepada PT. Persero Jasa Raharja selaku penanggung tanpa melalui perantara atau pemilik alat kendaraan bermotor.

Dalam penerimaan asuransi jasa rahardja langsung yang berupa santunan oleh korban dimungkinkan jika korban tidak meninggal dunia atau cuma luka-luka dan apabila korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas para ahli waris yang sah berhak menerima santunan. Jikalau korban tidak dapat hadir karena berhalangan untuk menerimanya maka upaya yang ditempuh PT Persero Asuransi Jasa Raharja dengan cara mengantar santunan itu ke alamat resmi korban dengan disaksikan langsung Pamong Pradja setempat yang merupakan tertangguang.

Setiap terjadinya asuransi seperti yang dilakukan oleh perusahaan asuransi jasa rahardja akan timbul adanya tertanggung maupun penanggung yang juga mempunyai hak

5

(8)

serta kewajiban masing-masing. Akan tetapi dalam perusahaan asuransi jasa rahardja sebagai penyetor premi dikenakan kepada misalkan para penumpang, pemilik kendaraan dan lain-lain. Premi yang disetor tersebut tidak akan kembali, hal ini karena premi itu digunakan oleh seorang yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan.

Adanya tertanggung atau Korban Kecelakaan Lalu Lintas dalam asuransi kecelakaan lalu lintas jalan, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 1965, tidak terdapat suatu pasal yang menentukan dengan tegas siapakah yang harus mengajukan tuntutan pengganti kerugian. Akan tetapi dari Pasal 12 PP Nomor 17 Tahun 1965 dapat kita pakai sebagai petunjuk yang mengatur siapa-siapa yang berhak memperoleh ganti kerugian. Menurut Pasal 12 PP Nomor 17 Tahun 1965 orang yang berhak mendapat ganti kerugian adalah :

a. Dalam hal korban meninggal dunia yang dapat menerima santunan di perusahaan asuransi jasa rahardja adalah janda atau dudanya yang sah, bilamana tidak ada janda atau duda yang sah, maka diberikan kepada anaknya yang sah, dan bilamana tidak ada golongan 1 dan 2 di atas maka orang tuanya yang sah atau saudara sedarah.

b. Dalam hal korban tidak meninggal dunia yang berhak atas ganti kerugian yang diberikan pihak asuransi jasa rahardja kepada korban itu sendiri dengan datang kekantor Perusahaan Jasa Rahardja setempat

Di dalam pemberian dana santunan oleh pihak perusahaan asuransi Jasa Raharja terhadap korban kecelakaan lalu lintas jalan atau kepada ahli waris merupakan suatu kewajiban, hal ini karena secara tidak langsung setiap orang merupakan suatu jaminan sosial. Jaminan sosial ini didirikan dan pengaturannya dilakukan oleh pemerintah, sehingga tertanggungnya diperuntukkan setiap orang oleh karena itu setiap orang yang mengalami kecelakaan dengan kendaraan umum atau du jalan raya umum akan

mendapatkan uang santunan.

Disamping tertanggung yang menerima uang santunan sebagai akibat dari pada kecelakaan lalu lintas jalan oleh perusahaan asuransi jasa rahardja, maka secara tidak langsung yang menjadi penanggung terhadap kecelakaan lalu lintas jalan raya adalah perusahaan asuransi jasa rahardja itu sendiri yang merupakan asuransi sosial yang cara pengaturannya dan pemberi santunannya sudah diatur dalam peraturan yang sudah dikeluarkan.

(9)

Adapun besarnya santunan bagi kecelakaan lalu lintas jalan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI. No. 415 dan 416 / KMK.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 yaitu Tentang Penetapan Santunan Dan Dana Iuran Wajib Serta Sumbangan wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yaitu :

1. Untuk korban yang meninggal dunia santunannya sebesar Rp.

10.000.000,-2. Untuk korban yang mengalami cacat tetap santunannya sebesar maxsimum Rp.

10.000.000,-3. Untuk orang yang mengalami luka-luka santunan yang diberikan maxsimum sebesar Rp.

5.000.000,-4. Bagi orang meninggal dunia tidak diketahui alamat dan tidak ada ahli warisnya uang santunannya sebesar Rp.

1.000.000,-Santunan yang diberikan si korban atau ahli warisnya seperti yang sudah dijelaskan diatas oleh penulis diperoleh dari sumbangan wajib terhadap para penumpang, para pemilik kendaraan atau pengusaha kendaraan yang ditentukan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 416 / KNK.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 tentang Penetapan Santunan Dan sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang diumumkan berdasarkan Besaran Pengutipan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( SWDKLLJ ) yaitu :

1. Sepeda motor 50 cc kebawah, mobil ambulance, Mobil jenasah dan mobil pemadam kebakaran sebesar Rp.

3.000,-2. Traktor, buldozer, forklift, mobil derek, exeavator, crane dan sejenisnya sebesar Rp.

13.000,-3. Sepada motor, sepeda kumbang, scooter diatas 50 c sampai dengan 250 cc dan kendaraan bermotor roda tiga sebesar Rp.

22.000,-4. Sepeda motor dan scooter diatas 250 cc sebesar Rp.

43.000,-5. Pick up atau mobil barang sampai dengan 2400 cc, sedan, jeep dan mobil penumpang bukan angkutan umum sebesar Rp

73.000,-6. Mobil Penumpang angkutan umum sampai dengan 1600 cc sebesar Rp. 43.000,-7. Bus dan mikru bus bukan angkutan umum sebesar Rp

78.000,-8. Bus dan mikru bus angkutan umum, serta mobil penumpang angkutan umum lainnya diatas 1600 cc Rp.

53.000,-9. Truk, mobil tangki, mobil gandengan, mobil barang diatas 2400 cc, truk kontainer dan sejenisnya sebesar Rp.

(10)

83.000,-Adanya setoran wajib yang diberikan setiap kendaraan seperti tersebut diatas, maka dalam memberikan suatu santunan kepada korban atau ahli warisnya akan mempergunakan dana tersebut. Dengan diberikan santunan kecelakaan lalu lintas jalan seperti tersebut diatas oleh perusahaan asuransi jasa rahardja, menandakan bahwa peran untuk menyumbang atau memberikan santunan terhadap para korban sangat berguna apalagi si korban akan sangat membutuhkan dan memerlukannya. Lain halnya santunan itu diberikan kepada orang atau ahli warisnya yang sudah cukup kaya raya atau sudah berkelebihan hartanya, maka santunan yang diberikan oleh perusahaan asuransi jasa rahardja tidak akan berguna.

G. Kendala Yang Dihadapi Perusahaan Jasa Raharja Dalam memberikan Santunan Kepada Korban Atau Ahli Waris.

Setiap orang yang mengalami suatu kecelakaan lalu lintas jalan baik yang mengalami luka-luka maupun yang sudah meninggal akan mengharapkan santunan yang diberikan kepada perusahaan asuransi jasa rahardja. Untuk yang mengalami luka-luka akan mendapatkan santunan dengan datang sendiri kekantor perusahaan asuransi jasa rahardja, sedangkan yang meninggal dunia sumbangan atau santunan yang diberikan akan diberikan kepada ahli warisnya atau yang berhak.

Adapun mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar santunan pihak asuransi dibayarkan sesuai dengan pihak PT ( Persero ) Asuransi Jasa Raharja antara lain :

a. Dalam hal terjadinya kematian :

1. Proses verbal Polisi Lalu Lintas atau klaim yang berwenang tentang kecelakaan yang terjadi dengan angkutan lalu lintas jalan yang bersangkutan, yang mengakibatkan si penuntut.

2. Keputusan hakim atau pihak berwajib yang berwenang tentang pewarisan yang bersangkutan, dan

3. Surat-surat keterangan dokter dan bukti lain yang dianggap perlu guna pengesahan fakta kematian yang terjadi, hubungan sebab musabab kematian tersebut dengan penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan sebagai demikian, dan hal-hal yang diberikan berdasarkan peraturan pemerintah ini.

b. Dalam hal cacat tetap atau cedera

1. Proses verbal Polisi Lalu Lintas atau lain yang berwenang tentang kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan lalu lintas jalan yang bersangkutan yang mengakibatkan cacat tetap / cedera pada si penuntut.

(11)

2. Surat keterangan dokter tentang jenis cacat tetap / cedera yang telah terjadi sebagai akibat kecelakaan lalu lintas jalan seperti dimaksud dalam point 1 diatas,

3. Surat-surat bukti lain yang dianggap perlu guna pengesahan fakta cacat tetap / cedera tersebut dengan penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan sebagai demikian dan hal-hal yang menentukan jumlah pembayaran dana yang harus diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Setelah korban atau ahli waris mendapatkan formulir, maka kewajibannya untuk mengisi dengan data-data korban, Formulir atau daftar isian terdiri dari dua model yaitu :

a. Formulir / daftar isian Model K – I ( Terlampir – 2 ) untuk kecelakaan lalu lintas jalan, dan

b. Formulir / daftar isian Model K – II ( Terlampir –3 ) untuk kecelakaan angkutan penumpang umum.

Apabila korban kecelakaan lalu lintas jalan menderita luka-luka atau cacat tetap maka di dalam pengisian formulir tersebut di isi dan di sahkan oleh instansi kepolisian, Perum Kereta Api, DLLAJR dan Pengusaha pelabuhan yang menangani kecelakaan tersebut, dan di isi serta disahkan oleh Rumah Sakit atau Dokter yang merawat korban dan daftar isian atau formulir tersebut dilengkapi dengan kwitansi pembayaran biaya-biaya perawatan dan pengobatan yang sah dan aslinya. Begitu juga apabila korban meninggal dunia pengisian formulirnya, sama dengan apabila korban menderita luka-luka ditambah dengan pengesahan oleh Pamong Pradja dimana korban yang meninggal dunia bertempat tinggal. Pengesahan Pamong Pradja setempat diperlukan untuk keabsahan ahli waris dengan membuktikan Kartu Keterangan Penduduk yang sah dan keterangan lainnya yang diperlukan.

Dari daftar isian atau formulir tersebut merupakan dasar permintaan ganti kerugian setelah di isi dan disahkan oleh instansi-instansi yang bersangkutan dan setelah diserahkan ke Kantor Asuransi Kerugian Jasa Raharja Cabang untuk menyelesaikan pembayaran permohonan ganti kerugian. Dan khusus untuk mendapatkan ganti kerugian bagi korban yang cacat tetap harus disertai surat keterangan dokter yang menerangkan bagian-bagian tubuh korban yang mengalami cacat tetap akibat kecelakaan lalu lintas jalan untuk penetapan prosentase cacat tetap korban.

Pihak Jasa Raharja setelah menerima isian formulir akan memeriksa keterangan-keterangan yang telah disampaikan oleh korban atau ahli warisnya untuk

(12)

menentukan apakah benar-benar korban mendapatkan jaminan perlindungan menurut UU Nomor 33 Tahun 1964 dan UU Nomor 43 Tahun 1964. Dan apabila korban mendapatkan perlindungan maka segera diadakan persiapan untuk membayarkan santunan dana kecelakaan penumpang umum dan dana kecelakaan lalu lintas jalan yang akan dilakukan oleh Direksi Perusahaan. Apabila korban yang diajukan tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana menurut Undang-undang tersebut di atas maka klaim yang telah diajukan itu akan ditolak oleh pihak Jasa Raharja.

Dan apabila kemungkinan untuk mendapatkan ganti kerugian ditolak oleh Jasa Raharja, maka Jasa Raharja akan memberikan surat tembusan atau pernyataan secara lisan kepada pihak korban atau ahli waris korban perihal penolakan tersebut. Surat tembusan yang disampaikan pada intinya berisi alasan-alasan serta pertimbangan atas penolakan klaim tersebut. Penolakan klaim pada umumnya adalah menyangkut ketentuan kadaluwarsa yang kurang diperhatikan oleh korban kecelakaan lalu lintas jalan atau ahli warisnya bila korban meninggal dunia.

H. Kendala Dalam Pemberian Dana Santunan Jasa Raharja

Di dalam memberikan dana santunan jasa raharja atas suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas jalan, baik yang akan diberikan kepada korban atau ahli warisnya telah menimbulkan berbagai persoalan yang timbul. Munculnya persoalan-persoalan yang selama ini tidak lepas dari kendala atau hambatan yang datang dari yaitu:

1. Pihak Korban atau Ahli Warisnya

Kendala atau hambatan ini pada umumnya muncul disebabkan ketidak tahuan pihak korban atau ahli waris korban bahwa mereka itu, sebenarnya telah dijaminkan oleh jaminan sosial sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 dan Undang-Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964. Karena ketidaktahuan masyarakat akan adanya jaminan sosial tersebut telah mengakibatkan daluwarsa serta gugurnya hak untuk mendapatkan santunan dana kecelakaan lalu lintas jalan angkutan penumpang umum. Demikian juga, ada sebagian ada korban yang mengetahui bahwa dirinya akan memperoleh santunan akibat dari adanya kecelakaan, akan tetapi meraka tidak mengetahui mengenai prosedur atau tata cara pengurusan dana santunan tersebut. Sehingga tidak jarang mereka memakai jasa orang lain sebagai kuasanya guna mengurus klaim itu, yang tentunya hal ini akan mengurangi jumlah pendapatan yang seharusnya diterima karena telah dipotong dengan biaya jasa pengurusan yang telah dilakukan oleh pihak III.

(13)

2. Pihak Kepolisian

Kepolisian yang dimaksud disini yang menangani korban kecelakaan lalu lintas angkutan jalan. Menurut pihak kepolisian biasanya menangani kasus kecelakaan lalu lintas jalan sehubungan dengan pengajuan klaim ke pihak Perusahaan Jasa Raharja mengalami kesulitan terutama terhadap “kesulitan untuk mengetahui identitas korban, ini dikarenakan kesalahan korban bila akan bepergian tidak membawa identitas diri sehingga pihak kepolisian mengalami kesulitan bila akan mengidentifikasikan diri korban. Sedangkan hambatan lain pihak kepolisian yakni dalam hal untuk mendapatkan visem et repertum dari Rumah Sakit setempat yang menangani korban kecelakaan sampai korban meninggal dunia memakan waktu yang lama”1. Karena hambatan-hambatan tersebut maka proses untuk mengajukan klaim kepada Jasa Raharja menjadi terhambat sehingga pengajuan klaim menjadi terlambat. Dalam hal ini sangat merugikan pihak korban atau ahli warisnya sehingga berakibat gugurnya permohonan tersebut.

3. Pihak PT. Persero Jasa Raharja

Hambatan atau kendala yang paling banyak dialami oleh PT Persero Asuransi Jasa Raharja yakni keterbatasan akan data-data mengenai korban dan sebab musabab terjadinya kecelakaan guna memberikan santunan terhadap korban sering kali terlambat dikarenakan harus menunggu hasil visem et repertum dari rumah sakit atau dokter yang merawat korban sampai meninggal dunia. “Hambatan lainnya berupa surat-surat bukti diri atau surat bukti dari ahli waris apabila korban meninggal dunia dan yang harus diajukan ke Jasa Raharja tidak disertai bukti yang ada, misalnya tentang status istri atau suami, orang tua korban atau anak-anak yang sah dari korban”2. Hal tersebut diatas dapat mempengaruhi jumlah santunan yang akan diberikan oleh Jasa Raharja kepada mempengaruhi jumlah santunan yang akan diberikan oleh Jasa Raharja kepada diri korban atau ahli warisnya yang sah.

Karena terlambatnya data-data dari korban sebagai akibat habisnya bataswaktu 6 bulan sebagaimana ditetapkan oleh Jasa Raharja menjadi daluwarsa, tetapi di dalam hal ini ada kebijaksanaan dari Direksi Jasa Raharja masih bersedia

1

Wawancara denganSutardji Anggota Satlantas Kota Blitar pada Tanggal, 21 Juni 2008. 2

(14)

menerima klaim dengan mempertimbangkan sebab keterlambatan dan penyelesaian katerlambatan pengajuan klaim adalah sepenuhnya menjadi wewenang dari Direksi Perusahaan yang menentukan apakah korban atau ahli waris dari korban masih dapat memperoleh santunan atau tidak.

Hambatan lain adalah apabila korban atau ahli waris yang berhak mendapat santunan dari Jasa Raharja dan telah mendapat pengakuan dari Jasa Raharja disebabkan sesuatu hak dari korban atau ahli waris korban tidak dapat hadir untuk menerima secara langsung ganti kerugian tersebut, sedangkan ganti kerugian tersebut tidak dapat dikuasakan sehingga jasa raharja harus mengantarkan langsung ke alamat korban yang tidak mustahil medan yang sulit harus dijalani oleh Jasa Raharja untuk mengantarkan santunan dana tersebut dengan disaksikan oleh Pamong Pradja setempat.

4. Pihak Rumah Sakit atau Dokter

Hambatan dari pihak Rumah Sakit atau Dokter disebabkan karena masalah teknik dalam menangani korban, terutama sekali dalam hal korban meninggal dunia. Sehingga untuk mendapatkan visem et repertum harus menunggu lama disamping itu terbatasnya tenaga operasional dari Rumah Sakit.

Menurut pengamatan penulis hal tersebut di atas terjadi karena terlalu banyak pihak yang berwenang untuk menangani diri korban, disamping korban sendiri atau ahli warisnya sebagian besar masih pasif dalam arti pihak Perusahaan Jasa Raharja menunggu pihak-pihak yang mengajukan klaim ganti rugi kerugian, barulah setelah itu pembayaran dilakukan. Menurut penulis seharusnya pihak perusahaan aktif bekerja sama dengan instansi pembantu jasa raharja seperti pihak Kepolisian, Rumah Sakit atau Dokter yang merawat korban, pengusaha atau pemilik angkutan umum serta pihak lainnya, tidak perlu menunggu klaim yang diajukan pihak korban atau ahli warisnya.

I. Kesimpulan

Adanya asuransi sosial Jasa Raharja dalam kecelakaan lalu lintas, baik itu yang menyebabkan matinya seseorang atau luka dan cacatnya korban dapat diberikan santunan berdasarkan keputusan pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan RI No. 416 / KKM.06 / 2001 tanggal 17 Juli 2001 sangat membantu bagi masyarakat yang

(15)

membutuhkan. Sedangkan untuk membantu bagi masyarakat yang kena musibah kecelakaan lalu lintas jalan unang yang diberikan kepada si korban atau ahli warisnya berasal dari iuran wajib bagi penumpang kendaraan umum, pemilik kendaraan atau pengusaha perusahaan dan lain-lainnya. Dalam memberikan santunan kepada korban atau ahli warisnya terdapat kendala yang dihadapinya yaitu sering ditemui dalam rangka pemberian dana jasa raharja di dalam praktek di lapangan bisa terjadi atau ditimbulkan dari : pihak korban atau ahli warisnya hal ini karena kurang tahunya cara pengurusan untuk mendapatkan uang santunan yang sudah ditetapkan oleh pemarintah disamping itu pihak korban tidak membawa identitas diri apalagi berpergian, sehingga akan mempersulit petugas dalam mencari data yang diperlukan pihak perusahaan asuransi jasa rahardja. Dari akibat ketidaktahuan atau keterlambatan data yang didapat dari data korban yang diperlukan, maka akan memperlambat daripada pemberian santunan itu sendiri.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Arsel Beljard, Dan Nico Agani, , Profil Hukum Perasuransian di Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 1985.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, 2004.

……….., Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, 1982.

………., Pertanggungan Wajib / Sosial, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, 1980.

………., Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia Dalam Perkembangan, Bandung : Bina Cipta, 1979.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 17/KMK 013/1991, Tentang Jumlah Santunan Dana Besarnya Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum di Darat, Perairan Pedalaman, Laut dan Udara.

HMH. Purwasucipta, Hukum Pertanggungan, Jakarta : Djambatan, 1986.

Muhammad Hejatullah Siddiqi, Asuransi di Dalam Islam, Bandung : Pustaka, 1985.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Gadjah Mada Pres Yogyakarta 2004.

Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1965, Tentang Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1965. Tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Ramdhon Naning, Kesadaran Hukum Dan Tata Tertip Hukum Masyarakat, Ghalia Indonesia Yogyakarta, 1998

Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pres, Jakarta, 1990.

Siti Soemartini Hartono, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Peraturan Kepailitan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, 1983.

Soebekti, Dan R. Tjiptrosudibio, R., Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 1983.

---, Hukum Perjanjian , Intermassa Jakarta, 1999

(17)

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, Madra Madju Bandung, 2000

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan dan uraian sebagaimana yang telah dijelaskan penulis pada bagian di atas, dengan menyajikan judul artikel seperti tersebut, hal ini dapat menggugah

Sikap siswi SMP Negeri 15 Kota Yogyakarta tentang pencegahan kanker serviks setelah diberikan penyuluhan, kategori baik berjumlah 34 responden (94.5%), kategori cukup

Peranan Polisi Air dan Udara dalam Tindak Pidana Perikanan (Illegal Fishing) Ditinjau dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ...

Menurut kisah para orang tua, ada tiga dewa yang menjadi puyang (nenek moyang) orang Besemah, yaitu Dewa Gumay, Dewa Semidang, dan Dewa Atung Bungsu.. Mereka bertigalah yang

Sistem multimedia yang baru yaitu Penggunaan media pembelajaran tersebut akan dapat membantu pemahaman peserta didik dalam penguasaan konsep materi, dan dapat dijadikan sebagai

Informan yang berasal dari SD N Jabungan hanya memahami kandungan gizi yang terdapat di dalam sayur hanyalah vitamin, padahal kandungan gizi di dalam sayur tidak

Iya, saya mampu menguasai materi training kepada karyawan baru dengan menjelaskan visi misi toko Keris Ambarawa, menjelaskan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan,

[r]