• Tidak ada hasil yang ditemukan

USULAN PENELITIAN PEMULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USULAN PENELITIAN PEMULA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN

PENELITIAN PEMULA

JUDUL PENELITIAN :

ANALISIS WUJUD VISUAL TOKOH PEWAYANGAN DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DAN WATAK TOKOH SEBAGAI ACUAN DESAIN KARAKTER DALAM KARYA DKV

TIM PENGUSUL :

(Ketua) Toto Haryadi, M.Ds NIDN: 0629038901

(Anggota) Khamadi, M.Ds NIDN: 0608019001

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

FEBRUARI 2015

(2)

HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN DOSEN PEMULA

Judul Kegiatan :

Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Toto Haryadi, M.Ds

b. NIDN : 0629038901

c. Jabatan Fungsional : -

d. Program Studi : Desain Komunikasi Visual

e. Nomor HP : 083877060720

f. Alamat surel (e-mail) : haryadi.dinus@gmail.com Anggota Peneliti

a. Nama Lengkap : Khamadi, M.Ds

b. NIDN : 0608019001

c. Perguruan Tinggi : Universitas Dian Nuswantoro

Biaya Penelitian : - diusulkan ke LPPM Udinus Rp 3.000.000,00 Semarang, 6 Februari 2015

Mengetahui Ketua Peneliti,

Dekan

(Dr. Abdul Syukur, MM) (Toto Haryadi, M.Ds)

NIP:0686.11.1992.017 NIP:0686.11.2011.420

Menyetujui, Kepala LPPM

Prof. Vincent Didiek Wiet Aryanto, Ph.D NPP.0686.11.2014.606

ANALISIS WUJUD VISUAL TOKOH

PEWAYANGAN DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DAN WATAK TOKOH SEBAGAI ACUAN DESAIN KARAKTER DALAM KARYA DKV

(3)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

RINGKASAN ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Luaran Yang Diharapkan ... 3

1.5 Kontribusi Penelitian ... 3

BAB 2 STUDI PUSTAKA ... 4

2.1 Wayang Kulit Dan Tokoh Pewayangan ... 4

2.2 Wujud Visual Wayang ... 5

2.3 Bahasa Rupa ... 8

2.4 Penelitian Serupa Yang Pernah Dilakukan Sebelumnya ... 10

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Tahapan Penelitian ... 11

3.2 Lokasi Penelitian ... 12

3.3 Model Penelitian ... 12

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 12

3.5 Metode Pengembangan Model ... 13

3.6 Kerangka Pemikiran ... 14

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ... 15

4.1 Biaya Penelitian ... 15

4.2 Jadwal Penelitian ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

ii

RINGKASAN

Wayang kulit purwa merupakan salah satu kesenian Jawa yang diakui dunia internasional. Kesenian ini mengandung seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, serta seni perlambang yang dikemas dalam lakon (cerita), catur (narasi dan dialog), gendhing (lagu pengiring), dan sabet (gerak wayang). Seiring waktu, wayang kulit mengalami perubahan yakni menonjolnya aspek sabetan yang diwujudkan melalui boneka wayang. Puncak perkembangan wayang kulit terletak pada unsur seni rupa, yakni munculnya ± 350 tokoh dengan wujud visual yang berbeda, yang dijadikan sebagai acuan dalam penciptaan wayang jenis lain. Fenomena maraknya karya desain komunikasi visual (DKV) bertema wayang merupakan wujud upaya kreatif generasi muda yang perlu diapresiasi. Tokoh pewayangan menjadi elemen wayang kulit yang paling banyak dirujuk untuk perancangan karya DKV, yang dikenal dengan istilah ‘desain karakter’. Di sisi lain, proses desain karakter sebagai upaya revitalisasi wayang kurang memperhatikan esensi penting yang ada pada tokoh pewayangan karena terjebak pada ‘nama’ ketimbang ‘identitas dan watak’ tokoh yang diadaptasi. Padahal, identitas dan watak tokoh wayang menjadi nilai utama sehingga patut dijadikan referensi yang diharapkan bisa menyampaikan nila-nilai tertentu. Hal ini disebabkan belum adanya model atau kerangka acuan yang bisa digunakan pembuat desain karakter bertema wayang, sehingga meskipun karya yang dihasilkan memiliki visual yang menarik, namun tidak memiliki identitas yang khas sesuai dengan tokoh yang diangkat.

Penelitian ini akan menawarkan solusi berupa konsep desain karakter dalam karya DKV tanpa menghilangkan identitas khas dari tokoh wayang yang diadaptasi. Guna mewujudkan konsep tersebut dibutuhkan pemahaman tentang beberapa hal, yakni: 1) wayang kulit purwa, mengingat banyak jenis wayang lain meskipun tidak sepopuler wayang ini untuk mendapatkan gambaran awal; 2) pengetahuan tentang tokoh-tokoh wayang, khususnya yang sering muncul dalam karya-karya desain komunikasi visual; 3) wujud visual wayang, sebagai bekal untuk membreakdown detail visual mulai wajah hingga kaki; 4) desain komunikasi visual, termasuk sub-subnya yakni: desain grafis, advertising, multimedia, animasi, dan game, sebagai penentu arah pengembangan desain karakter; serta 5) semiotika, sebagai salah satu teori yang bisa digunakan untuk menganalisis wujud visual tokoh pewayangan.

Metode pengembangan model yang digunakan yaitu diawali dengan pengambilan sampel tokoh wayang sesuai klasifikasi yang ada, serta komparasi antara satu tokoh dengan tokoh yang lain. Hal ini bertujuan agar penelitian fokus dan bisa menghemat waktu mengingat tokoh pewayangan jumlahnya mencapai 350 nama. Analisis wujud visual dilakukan guna menemukan identitas dan watak yang khas dari tokoh wayang yang diteliti, yang nantinya dibandingkan dengan contoh desain karakter yang sudah pernah dibuat. Sehingga hasilnya nanti akan dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki model.

Luaran yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebuah model atau kerangka acuan desain karakter untuk karya DKV agar karya yang dihasilkan tidak hanya memiliki visual yang bagus, tetapi juga memiliki identitas yang khas sesuai tokoh yang diadaptasi. Sedangkan kontribusi yang diharapkan yaitu dapat memotivasi mahasiswa atau dosen untuk menggunakan model hasil penelitian ini, sehingga desain karakter yang dihasilkan tidak hanya memiliki tampilan yang menarik, tetapi juga memiliki identitas khas sesuai tokoh wayang yang diadaptasi. Kontribusi yang lain yakni agar model yang dihasilkan bisa menjadi bahan rujukan untuk membuat penelitian selanjutnya.

(5)

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wayang kulit purwa merupakan salah satu kesenian Jawa yang mendapat apresiasi di tingkat internasional. Pada tahun 2003, PBB menetapkan wayang kulit sebagai Masterpieceof Oral and Intangible Heritage of Humanity (Susetya, 2007:8). Sejak awal kemunculannya hingga sampai saat ini, wayang kulit tumbuh menjadi kebudayaan yang kompleks. Pertunjukan wayang kulit mengandung proses integrasi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, serta seni perlambang (Kuning, 2011), yang dikemas dalam lakon (cerita), catur (narasi dan dialog), gendhing (lagu pengiring), serta sabet (gerak wayang).

Proses dinamika seiring modernisasi turut mempengaruhi perubahan esensi kesenian wayang kulit. Pertunjukan wayang yang awalnya sebagai tuntunan kini lebih dominan sebagai tontonan (Soetarno, 2011:11). Perubahan ini membuat pertunjukan wayang lebih menonjolkan aspek sabetan dan banyolan dibanding aspek yang lain (Murtiyoso, 2004:79). Sabetan yang dimaksud yakni ragam gerak sebagian atau seluruh tubuh tokoh wayang yang diceritakan. Penyampaian lakon pewayangan kini bukan lagi menjadi bagian utama, melainkan telah bergeser ke penciptaan efek-efek audio visual dalam pertunjukan, dan yang paling tampak atau dominan yakni sabetan (Darmoko: 2004:84).

Efek visual yang dihasilkan dari sabetan dilakukan menggunakan boneka wayang, yang merupakan wujud perpaduan unsur seni rupa dan seni perlambang. Boneka wayang dibuat dengan visualisasi tertentu serta mengandung makna tertentu. Proporsi wayang kulit digambar menggunakan rasio antara 1:3-1:4 untuk perbandingan kepala dengan badan, berbeda dengan rasio manusia normal yakni 1:7 (Haryanto, 1991:32). Anatomi visual yang tidak rasional tersebut justru merupakan kesempurnaan wayang kulit, karena dijadikan sebagai patokan dalam pembuatan wayang beber, wayang gedhog, wayang menak, wayang wahyu, wayang shadat, dan sebagainya.

Unsur seni rupa dalam boneka wayang tampak pada visual wayang yang mengalami perubahan sangat signifikan. Di zaman Hindu wayang kulit digambar realistis dan belum bisa digerakkan, mengacu pada relief Candi Penataran. Sedangkan di zaman Islam, wayang digambar stilasi dekoratif serta bisa digerakkan bagian tangannya. Puncaknya, sampai saat ini terdapat ± 350 tokoh wayang dengan wujud visual yang berbeda satu sama lain (Haryanto, 1991:26).

Fenomena maraknya penciptaan karya desain komunikasi visual (DKV) bertemakan wayang merupakan wujud upaya kreatif generasi muda yang patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa wayang kulit bisa bersinergi dengan kemajuan teknologi, yang merujuk

(6)

2

pada bentuk revitalisasi wayang. Karya-karya yang mengadaptasi tema wayang kulit terwujud dalam spesialisasi meliputi: 1) desain grafis, contohnya logo dan poster; 2) advertising, contohnya iklan produk; 3) multimedia interaktif; misalnya e-learning tentang wayang; 4) animasi 2D atau 3D; serta 5) game.

Tema wayang kulit yang diadaptasi dalam karya DKV memiliki kecenderungan fokus pada lakon (cerita) dan tokoh wayang, yang bisa dipilih salah satu atau keduanya. Karya berupa animasi dan game bisa menggunakan lakon dan atau tokoh wayang; sedangkan karya seperti desain logo, poster, komik, serta e-learning lebih cenderung hanya fokus pada adaptasi tokoh pewayangan, yang diwujudkan dalam bentuk digitalisasi tokoh wayang kulit atau lebih dikenal dengan istilah ‘desain karakter’. Kecenderungan ini memberi pehamanan bahwa tokoh pewayangan menjadi unsur kesenian wayang kulit yang paling dominan dijadikan tema dalam perancangan karya DKV.

Meskipun demikian, proses desain karakter sebagai upaya revitalisasi wayang kurang memperhatikan esensi penting yang terkandung pada tokoh pewayangan. Setiap perancang memiliki cara dan sudut pandang yang berbeda, sehingga desain karakter yang dihasilkan juga menyampaikan informasi yang berbeda. Sebagian besar hanya fokus pada nama tokoh, tanpa memahami identitas dan watak dari tokoh tersebut. Padahal, identitas dan watak tokoh wayang menjadi nilai utama sehingga patut dijadikan referensi yang diharapkan bisa menyampaikan nila-nilai tertentu. Wujud visual tokoh wayang mengandung banyak makna, mulai dari raut wajah hingga kaki. Hal ini berhubungan dengan unsur perlambang yang terkandung dalam wujud visual wayang, bahwa wayang bukan melambangkan fisik manusia, melainkan melambangkan watak manusia (Bastomi, 1995:9). Setiap tokoh memiliki visualisasi wajah yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa dijadikan petunjuk dalam mengenali identitas wayang beserta wataknya, karena sebagian besar penggambaran watak ditentukan oleh bentuk mata, hidung, mulut, warna muka, serta posisi sikap wajah (Soekatno, 1992:23).

Demi mendukung upaya revitalisasi wayang melalui desain karakter dalam karya DKV, maka diperlukan standar acuan yang bisa dijadikan referensi oleh perancang karya. Dengan memanfaatkan keragaman wujud visual tokoh pewayangan, peneliti terdorong melakukan kajian wujud visual tokoh pewayangan guna mendapatkan identitas dan watak yang khas dari tokoh yang diangkat. Sehingga pada penelitian ini akan dihasilkan framework atau model sebagai kerangka acuan desain karakter dalam karya DKV, dengan harapan hasil akhir desain karakter wayang tidak hanya memiliki tampilan yang bagus, tetapi juga menyampaikan identitas dan watak yang khas sesuai dengan tokoh wayang yang diadaptasi.

(7)

3 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses menemukan hubungan antara wujud visual tokoh pewayangan dengan pembentukan identitas dan watak pada tokoh wayang?

2. Bagaimana merancang framework atau model sebagai acuan desain karakter dalam karya DKV agar memiliki ciri khas sesuai dengan tokoh wayang kulit yang diadaptasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara wujud visual tokoh pewayangan dalam pembentukan identitas dan watak tokoh. Penelitian ini juga bertujuan untuk merancang model atau kerangka acuan yang bisa digunakan untuk desain karakter dalam karya DKV agar memiliki ciri khas sesuai dengan tokoh wayang kulit yang diadaptasi. 1.4 Luaran Yang Diharapkan

Secara spesifik luaran yang akan dicapai pada penelitian ini dikategorisasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Model atau kerangka acuan untuk desain karakter yang digunakan dalam karya desain komunikasi visual yang merujuk pada hasil analisis hubungan antara wujud visual tokoh pewayangan dengan identitas dan watak tokoh yang diangkat.

2. Publikasi ilmiah: hasil penelitian ini akan dipublikasikan secara ilmiah melalui konferensi dan dalam jurnal terakreditasi.

1.5 Kontribusi Penelitian Bagi dunia akademik:

- Penelitian ini dapat digunakan sebagai motivasi untuk mahasiswa atau dosen agar menggunakan model atau kerangka acuan hasil penelitian ini dalam proses desain karakter bertema wayang kulit untuk karya DKV, sehingga karya yang dihasilkan tidak hanya memiliki tampilan yang menarik, tetapi juga memiliki identitas khas sesuai tokoh wayang yang diadaptasi.

- Penelitian ini beserta hasilnya bisa menjadi bahan rujukan untuk membuat penelitian selanjutnya.

(8)

4

BAB 2. STUDI PUSTAKA

2.1 Wayang Kulit Dan Tokoh Pewayangan

Wayang kulit merupakan salah satu dari sekian banyak jenis wayang yang ada di Indonesia. Kesenian wayang terpusat di daerah Jawa, yang tersebar di berbagai daerah sepanjang Jawa Barat hingga Jawa Timur. Penelusuran tentang wayang kulit oleh para peneliti baik dari dalam maupun luar negeri telah berperan serta dalam menentukan jenis wayang yang pernah hidup di Jawa, yakni: wayang beber, wayang gedhog, wayang golek, wayang keling, wayang klitik, wayang kulit, wayang mbeling, wayang kancil, wayang sadat, serta wayang wong (Purwadi, 2008:10). Dari jenis wayang tersebut, wayang kulit lebih menonjol dibanding wayang lain, bahkan hingga diakui oleh dunia melalui UNESCO (Susetya, 2007:8).

Wirastodipuro (Haryadi, 2013:52-53) mendefinisikan wayang kulit sebagai suatu pertunjukan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa dengan media berupa boneka wayang dari kulit kerbau, dimainkan dan dipimpin oleh dalang di depan bentangan kelir yang diterangi blencong, yang mengacu pada adegan dalam suatu cerita dengan musik tradisional gamelan,jika dilihat dari belakang layar akan terlihat bayang-bayang wayang sehingga sering disebut wayang bayang-bayang. Wayang kulit juga biasa dikenal dengan nama wayang kulit purwa. Istilah ‘purwa’ berarti: mula-mula atau permulaan, cerita yang bersumber dari kitab Ramayana dan Mahabarata (KBBI, 2008: 1620). Kedua kitab tersebut berasal dari India lalu diadaptasi oleh Prabu Jayabaya dalam Pustaka Raja Purwa, yang telah menjadi rujukan para dalang (Kuning, 2011:15). Dengan kata lain, wayang kulit mendapat pengaruh cukup signifikan dari India baik dari segi cerita maupun tokoh serta penokohannya.

Di daerah Jawa selain Jawa Barat, wayang kulit purwa mengalami perkembangan yang dilatarbelakangi oleh lingkungan masing-masing. Di Surakarta dan Yogjakarta, wayang berkembang dipengaruhi suasana keraton atau kerajaan. Di Banyumas, wayang dipengaruhi oleh lingkungan pesisir. Perkembangan tersebut menciptakan gaya pewayangan sesuai tempat tumbuhnya, sehingga muncul istilah gagrak (Kuning, 2011:20). Di Jawa terdapat gagrak Surakarta, Yogyakarta, Banyumasan, Semarangan, Pesisiran, Jawa Timuran, serta Cirebonan. Perbedaan masing-masing gagrak bisa berupa alunan gendhing, lakon, serta wujud visual tokoh wayang.

Pertunjukan wayang kulit pada dasarnya dilakukan untuk menyampaikan nilai moral dan falsafah kehidupan. Namun seiring turunnya minat masyarakat terhadap wayang, dalang selaku pemimpin pertunjukan mengubah fungsi wayang menjadi sarana hiburan yang bersifat tontonan (Soetarno, 2011:11). Aspek visual menjadi unsur paling utama dibanding unsur

(9)

5

lainnya. Sehingga perlengkapan yang bisa menciptakan efek visual seperti boneka wayang, kelir (layar), dan blencong (lampu sorot) mutlak diperlukan.

Penyampaian lakon (cerita) pada pertunjukan wayang diwujudkan melalui gerakan dan percakapan antar tokoh. Jumlah tokoh wayang yang telah diketahui mencapai ± 350 buah (Haryanto, 1991:26), namun tidak semua tokoh wayang digunakan dalam satu pertunjukan karena harus menyesuaikan lakon yang digunakan serta kepentingan dibaliknya, sehingga tokoh-tokoh wayang yang akan dimainkan menjadi lebih spesifik. Sebagai contoh, pertunjukan wayang untuk hajatan pernikahan cocok menggunakan lakon raben, yaitu lakon yang mengisahkan lika-liku satria dan putri raja hingga menuju perkawinan (Kuning, 200:17-18). Salah satunya yaitu lakon Parta Krama yang menceritakan pernikahan Arjuna dengan Subadra, yang melibatkan tokoh-tokoh wayang yakni Kresna, Baladewa, Karna, Gatotkaca, dan sebagainya (Ismurdyahwati et.al, 2007).

Penjelasan di atas menunjukkan hubungan yang sangat erat antara tokoh pewayangan dengan lakon. Karena jumlah tokoh wayang sangat banyak, perlu strategi agar bisa mengenal dan mempelajari tokoh wayang secara efektif. Salah satunya yaitu klasifikasi tokoh wayang berdasarkan lakon induk atau lakon besar. Klasifikasinya yakni: 1) Purwacarita; 2) Punakawan; 3) Lokapala; 4) Ramayana; dan 5) Mahabharata (Kuning, 2011).

Lakon Purwacarita membahas perihal asal-usul kehidupan para dewa, dengan tokoh di dalamnya yakni Batara Guru, Batara Wisnu, Batara Indra, dan sebagainya. Punakawan bukan merupakan lakon, melainkan sekumpulan tokoh yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, Bagong, dan Togog. Lokapala merupakan induk dari lakon Ramayana, dengan tokoh di dalamnya yakni Arjuna Sasrabahu, Sumantri, Parasurama, Sukesi, dan sebagainya. Ramayana merupakan lakon tentang kisah kepahlawanan Rama, dengan tokoh didalamnya meliputi Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Rahwana, dan sebagainya. Terakhir, Mahabarata merupakan lakon konflik Pandawa dengan Kurawa dalam memperebutkan tahta kerajaan, dengan tokoh Pandawa, Kurawa, Kresna, Srikandi, Sengkuni, dan sebagainya.

2.2 Wujud Visual Wayang

Wujud visual wayang menyangkut penerapan seni rupa dan seni perlambang pada hampir seluruh bagian tubuh boneka wayang. Setiap tokoh wayang memiliki wujud visual yang berbeda-beda sesuai dengan klasifikasinya. Wujud wayang kulit saat ini berada dalam puncak kemajuan (Haryanto, 1991:26), sehingga tidak memungkinkan adanya perubahan unsur visual baik pada elemen wajah maupun tata busana tokoh wayang. Pembahasan tentang wujud visual wayang diawali dari perdebatan asal-usul wayang kulit purwa. Berdasarkan

(10)

6

penelitian pakar pewayangan, wayang kulit purwa merupakan produk asli Indonesia, bukan dari India maupun Cina, namun terbentuk akibat akulturasi Jawa-Hindu (Haryadi, 2013:12).

Boneka wayang kulit yang saat ini digunakan dalam pertunjukan mengalami perubahan bentuk dan wujud visual sejak zaman kerajaan Kediri (pra Majapahit) hingga kerajaan Mataram (Haryanto, 1991:30). Perubahan tersebut dipengaruhi oleh keyakinan dan kebutuhan di era itu, misalnya di zaman Kediri wayang menjadi sarana penceritaan nenek moyang atau leluhur keluarga raja di bawah paham animisme. Perubahan bentuk dan wujud visual wayang kulit bisa dilihat pada tabel berikut:

Pembagian Periode Bentuk dan karakteristik wayang Wujud visual

I Pra Majapahit (± 400 – 903 M)

Berbentuk lembaran pada daun rontal (ukuran 2,5 cm)

II Kerajaan

Kediri-Majapahit (± 903 – 1478 M)

Mulai muncul wayang kulit purwa: mengadopsi bentuk yang ada pada relief candi; gaya realistis–menyerupai anatomi manusia; sabet belum berkembang (tangan wayang masih menjadi satu dengan tubuh);

tokoh wayang terbatas

Gambar 1

Kiri ke kanan: Perbandingan wujud visual wayangIndia, Cina, dan wayang kulit purwa Sumber: Ghosh dan Banerjee (2006: 10 & 88)

Tabel 1

Periodisasi Sejarah Perkembangan Wayang Kulit Purwa Sumber: Haryadi (2013:13-17)

(11)

7

III Kerajaan Demak-Mataram-Belanda (± 1478 – 1945 M)

Bentuk wayang berubah, dari gaya realistis ke bentuk stilasi: penyimpangan anatomi, tidak menyerupai bentuk manusia; sabet

mulai berkembang (tangan dibuat terpisah dan bisa digerakkan); gagrak dan wanda

mulai muncul

IV

Pasca kemerdekaan (± 1945 - sekarang)

Sama dengan periode sebelumnya, karena wayang kulit purwa telah mencapai puncak kesempurnaan di periode III

Penerapan seni rupa dalam wujud visual wayang bisa dilihat dari bentuk wayang dan sunggingan serta tata warna (Suara Merdeka:2014). Bentuk wayang mencakup ukuran tubuh, penggambaran raut muka, posisi tangan, serta atribut busana. Jika dilihat dari ukuran tubuh, secara descending wujud visual wayang diklasifikasikan mulai dari denawa hingga bayen.

Ukuran tubuh tidak hanya membahas tentang klasifikasi, tetapi juga proporsi dan anatomi. Pada zaman kerajaan Mataram, proporsi wayang kulit dibuat dalam perbandingan kepala dan badan yakni antara 1:3-1:4. Wujud visual wayang yang awalnya menggunakan pendekatan realistis diubah menjadi stilasi dekoratif. Hal ini tidak sesuai dengan kaidah penggambaran figur manusia normal yang menggunakan rasio 1:7. Anatomi bagian tubuh

Gambar 2

Perbandingan wujud visual wayang berdasar ukuran tubuh Sumber: (Pramana: 2007, 185)

(12)

8

wayang juga menyimpang dari logika modern, karena dalam satu wujud tokoh wayang terdapat empat sudut pandang penggambaran, yakni: tampak samping, depan, bawah, serta atas. Penyimpangan tersebut lebih jelasnya yaitu: 1) wajah (kecuali biji mata), dada, pinggul, lutut, dan betis digambar tampak samping; 2) bola mata, pundak, dan perut digambar tampak depan; dan 3) telapak kaki digambar tampak bawah; dan 4) jari dan kuku pada kaki digambar tampak atas (Haryanto, 1991:32).

2.3 Bahasa Rupa

Bahasa rupa merupakan ilmu yang dihasilkan dari penelitian Prof. Dr. Primadi Tabrani tahun 1980, digunakan untuk membaca gambar prasejarah, primitif, tradisi, serta anak. Ilmu ini berkembang hingga bisa diterapkan pada bahasa visual modern seperti film, komik, animasi, video, dan sebagainya. Sebelum menuju ke pembahasan lebih jauh, dalam ilmu ini bahasa rupa memiliki tiga aspek utama, yakni: 1) Estetis; 2) Simbolis; dan 3) Bercerita (story telling). Aspek estetis (kaidah estetik) membahas tentang keindahan suatu karya rupa; aspek simbolis (makna simbolis) membahas tentang makna atau pesan yang terkandung dalam bahasa rupa; sedangkan story telling membahas tentang aspek cerita yang disampaikan melalui bahasa rupa.

Bahasa rupa atau juga disebut bahasa gambar merupakan suatu cara berkomunikasi lewat medium gambar, yang diungkapkan melalui imaji dan tata ungkapan. (Ismurdyahwati, et.al, 2007:368). Imaji memiliki cakupan dua cakupan, yakni imaji yang abstrak serta imaji

Gambar 3

Contoh penjelasan proporsi dan anatomi tokoh Bima Sumber: Rekonstruksi (Haryadi: 2013, 38)

(13)

9

yang kasat mata. Imaji yang kasat mata lebih sering digunakan dalam membaca bahasa gambar, yang dibedakan menjadi Isi Wimba dan Cara Wimba (Tabrani, 2005:9). Isi Wimba yaitu objek yang digambar, sedangkan Cara Wimba yaitu cara menggambar objek.

Pengaplikasian ilmu bahasa rupa dalam gambar dua dimensi representatif (bukan abstrak) dibagi menjadi dua system, yakni: 1) Naturalis-Perspektif-Momenopname dan 2) Ruang-Waktu-Datar (Tabrani, 2005:131). Naturalis Perspektif Momenopname atau lebih dikenal dengan NPM merupakan sistem temuan barat yang bersifat modern, dilandasi oleh ilmu prespektif (matematika) dan ilmu fisika (lensa, fotografi) yang bersifat naturalis. Komposisi visual yang diterapkan menggunakan sistem NPM digambar dari satu arah, jarak, serta waktu. Objek hasil sistem ini berupa still picture (gambar mati) yang dibatasi oleh frame, contohnya gambar hasil cepretan kamera.

Berbeda dengan NPM, Sistem Ruang-Waktu-Datar atau RWD merupakan sistem yang didukung teori Relativitas Einstein, yang menyatakan bahwa ruang dan waktu merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sistem RWD menggambar objek dari segala arah, jarak, dan waktu. Sistem ini sangat cocok dengan senirupa tradisi Indonesia, yang tidak mementingkan aspek keindahann, melainkan aspek bercerita dengan memanfaatkan cara wimba dan tata ungkapan.

Perbedaan yang cukup mendasar antara sistem NPM dengan RWD yakni penggambaran objek. NPM lebih menitikberatkan pada mimik wajah, sehingga muncul istilah sudut pengambilan gambar seperti: Close Up, Medium Shot, Long Shot, dan sebagainya. Sedangkan RWD lebih menitikberatkan pada gestur, sehingga banyak karya rupa tradisi yang menggambar manusia tampak utuh dari kepala hingga kaki. Berikut contoh perbandingan antara NMP dengan RWD yang diimplementasikan dalam karya.

Gambar 4

Perbandingan NPM dan RWD dalam karya rupa. Sumber:

Kiri:http://www.isains.com/2014/05/da-vinci-code-lukisan-mona-lisa-gambar.html Kanan:

(14)

10

Gambar di atas merupakan contoh masing-masing karya rupa yang digambar dengan sistem yang berbeda. Lukisan Monalisa (kiri) digambar menggunakan sistem NPM. Monalisa digambar setengah badan dalam sebuah frame yang ditembak dari satu sudut. Kesatuan gambar yang ada di dalam frame lukisan tersebut menggunakan ilmu perspektif yaitu objek yang letaknya jauh akan tampak semakin kecil, semakin jauh semakin hilang. Selain itu, lukisan tersebut lebih menitikberatkan pada ekspresi wajah Monalisa. Sehingga objek lain seperti background akan kurang diperhatikan. Hal ini berbeda dengan relief Lalitavistara panel 49 pada Candi Borobudur yang mengacu sistem RWD. Pada relief sekilas diisi oleh banyak objek manusia dan pohon. Sebenarnya, objek manusia yang berderet tersebut bukan menyatakan jumlah, tetapi aktivitas. Cerita yang terkandung dari relief tersebut yaitu Sidharta Gautama memenangkan kompetisi memanah tujuh pohon lontar. Objek manusia berderet menunjukkan aktivitas Gautama ketika bersiap hendak memanah, yeng menunjukkan gerakan menarik busur hingga melepakan panah.

2.4 Penelitian Serupa yang Pernah Dilakukan Sebelumnya

Penelitian tentang analisis wujud visual tokoh pewayangan dalam pembentukan identitas dan watak tokoh sebagai acuan desain karakter dalam karya DKV belum pernah dilakukan. Namun demikian, terdapat beberapa penelitian yang memiliki keterkaitan dengan tema di atas. Penelitian tersebut masing-masing mengangkat tema tentang studi visual wayang kulit purwa dan bahasa tubuh wayang, serta . Lebih jelasnya berikut penelitian serupa yang pernah dilakukan:

No Peneliti Judul Penelitian

1

Ismurdyahwati, Setiawan Sabana, Primadi, dan Priyanto (2007)

Kajian Bahasa Rupa Berdasar Rekaman Video Pergelaran Wayang Kulit Purwa dalam Lakon ‘Parta Krama’

2 Moh. Isa Pramana, Yustiono, Wiyoso Yudoseputro (2007)

Unsur Tasawuf dalam Perupaan Wayang Kulit Purwa Cirebon dan Surakarta

2 Toto Haryadi, Irfansyah, Imam Santosa (2013)

Implementasi Teknik Sabetan Melalui Kinect (Studi Kasus Pengenalan Gerak Wayang Kulit Tokoh Pandawa)

3 Bima Nurin A, Irfansyah, Alvanov Z. (2013)

Perancangan Ensiklopedia Digital Interaktif Tokoh Wayang Kulit Cirebon pada Mobile Device

(15)

11

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Tahapan pada penelitian ini dibagi menjadi enam tahap sebagai berikut:

Tahap 1: Identifikasi Masalah. Pada tahap ini akan dicari masalah dari kondisi yang sudah ada, pada konteks ini permasalahan tersebut adalah belum adanya model atau kerangka acuan untuk desain karakter dalam karya desain komunikasi visual bertema wayang. Selain itu diadakan survei tentang karya-karya yang menggunakan tokoh pewayangan. Dengan target luaran mendapatkan permasalahan terkait proses desain karakter yang mengadaptasi tokoh pewayangan, dan mendapatkan hal-hal yang dibutuhkan untuk pengembangan model.

Tahap 2: Pencarian Alternatif Solusi. Pada tahap ini dicari solusi yang paling cocok dengan permasalahan yang ada. Metode yang digunakan untuk mencari solusi tersebut adalah penelitian kualitatif dengan melakukan studi pustaka tentang wujud visual tokoh wayang. Dari studi tersebut hasilnya akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu analisis wujud visual tokoh pewayangan serta hubungan analisis visual tokoh wayang dengan identitas dan watak tokoh.

Tahap 3: Pengembangan Model. Pada tahap ini diintegrasikan hasil analisis wujud visual tokoh pewayangan dengan identitas dan watak. Kemudian menggunakan parameter visual, watak, dan pola gerakan yang cocok diterapkan pada tokoh wayang yang dijadikan sampel berdasarkan klasifikasi yang sesuai. Pada tahap ini akan didapatkan framework atau model desain karakter untuk karya DKV bertema wayang.

Tahap 4: Studi Kasus dan Uji Coba Model. Pada tahap ini model akan diuji coba melalui desain karakter yang diawali dengan menentukan lakon atau tokoh wayang yang akan diadaptasi kemudian membuat desain karakter yang sesuai untuk karya DKV misalnya: maskot, poster, animasi, atau game . Hasil dari pengujian ini akan digunakan untuk evaluasi pada tahap berikutnya untuk memperbaiki model.

Tahap 5: Evaluasi dan Finishing. Pada tahap ini model akan diperbaiki sesuai apa yang didapat dari hasil pengujian baik dengan cara penambahan maupun penyederhaan model, sehingga didapatkan model desain karakter untuk karya DKV dalam versi final.

Tahap 6: Pengambilan Kesimpulan dan Saran Topik Penelitian Berikutnya. Pada tahap ini pembuatan model telah selesai selanjutnya dijabarkan secara umum hasil dari model dan potensi untuk menjadi topik penelitian berikutnya. Hal yang didapatkan pada tahap ini adalah pemaparan kesimpulan, saran dan kendala penelitian serta usulan untuk pengembangan penelitian berikutnya.

(16)

12 3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di lingkungan Universitas Dian Nuswantoro misalnya di perpustakaan (sebagai penyedia referensi sampel TA mahasiswa jurusan DKV) dan laboratorium multimedia. Selain itu juga bisa dilakukan di tempat pertunjukan wayang seperti Museum Ronggowarsito, Taman Budaya Raden Saleh, sanggar Sobokarti, dan sebagainya. 3.3. Model Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan meneliti wujud visual wayang, dan mengkaji sampel desain karakter wayang dalam karya DKV yang diperoleh dari tugas mahasiswa, pameran karya, dan internet. Dalam penelitian ini akan dibuat model yang diujicoba melalui desain karakter yang sesuai untuk karya DKV misalnya poster, animasi, dan game. Data yang digunakan dikumpulkan dengan metode observasi, studi literatur dan wawancara.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Sebelum melakukan rancangan penelitian maka harus dicari data untuk kebutuhan penelitian. Data yang akan digunakan ada dua macam:

1. Data primer: pada penelitian ini data primer yang digunakan adalah data hasil wawancara dan dokumentasi dengan melibatkan narasumber yang berhubungan dengan desain karakter, misalnya: mahasiswa DKV atau desainer grafis. Data berupa identitas tokoh wayang yang dijadikan sampel, watak, pola gerakan, serta penggunaannya dalam lakon tertentu. Selain itu juga terdapat data observasi berupa desain karakter dalam karya DKV yang sudah ada atau telah dibuat pihak tertentu. Visual desain karakter yang sudah ada dibedah menggunakan parameter wujud visual, watak, dan pola gerakan.

2. Data sekunder: dalam penelitian ini diambil dari studi pustaka, literatur, maupun diskusi kelompok guna mendapatkan data tambahan atau pelengkap dari data primer. Data ini misalnya ragam visual tokoh pewayangan yang jumlahnya cukup banyak.

Untuk mendapatkan data yang relevan dan akurat, maka pengumpulan data dilakukan dengan metode:

1. Observasi

Pengumpulan data melalui pengamatan terhadap karya-karya mahasiswa DKV yang mengangkat desain karakter wayang. Observasi juga bisa dilakukan pada event pameran karya yang menggunakan wayang sebagai tema.

(17)

13

Pengumpulan data dengan mencari data tokoh-tokoh wayang yang akan dijadikan sampel penelitian, mempelajari jurnal atau artikel-artikel yang membahas tentang wujud visual tokoh pewayangan, identitas dan watak, serta teori yang sesuai guna mencari keterkaitan antara wujud visual wayang terhadap pembentukan identitas dan watak tokoh wayang.

3. Wawancara

Melakukan wawancara dengan narasumber yang sesuai misalnya mahasiswa DKV yang merancang desain karakter wayang baik dalam wujud logo, maskot, poster, animasi, maupun game.

3.5 Metode Pengembangan Model

Penelitian ini akan menggunakan metode pengambilan sampel tokoh wayang yang diadaptasi dan komparasi dengan desain karakter wayang yang sudah ada. Metode dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Berikut ini penjelasan secara detail metode pengembangan model yang dilakukan dalam penelitian ini:

1. Pada langkah ini data berupa wujud visual tokoh pewayangan dibreakdown, kemudian dianalisis perbagian sesuai dengan teori yang digunakan. Elemen visual yang bukan merupakan ciri khas tokoh wayang bisa dieliminasi.

Analisis Data Pengujian Model (sampel) Pengembangan Model Komparasi Desain Karakter Evaluasi Bagan 1

(18)

14

2. Hasil analisis digunakan untuk membangun model dengan mengimplementasikan korelasi antara wujud visual tokoh wayang terhadap identitas dan watak tokoh tersebut. Sehingga setiap tokoh wayang memiliki identitas yang berbeda.

3. Langkah ini dilakukan dengan menentukan sampel tokoh wayang yang ditentukan berdasarkan klasifikasi dan kebutuhan apakah untuk desain maskot atau karakter game. desain karakter mengacu pada model yang telah dihasilkan.

4. Guna mendapatkan masukan dari luar, desain karakter yang dihasilkan pada langkah 3 akan dikomparasikan dengan desain karakter yang sudah ada. Selain itu juga bisa dilakukan dengan menganalisis desain karakter yang sudah ada menggunakan model, sehingga akan menghasilkan pengayaan visual atau referensi.

5. Hasil komparasi langkah 4 digunakan sebagai bahan evaluasi yang akan dianalisis kembali guna menghasilkan rancangan model versi final.

3.6 Kerangka Pemikiran

LATAR BELAKANG

Tingginya semangat revitalisasi wayang dalam bentuk desain karakter untuk karya desain komunikasi visual tidak didorong oleh ketersediaan

model yang bisa dijadikan acuan perancangan. Hal ini menyebabkan desain karakter yang dihasilkan tidak memiliki identitas yang khas.

PENDEKATAN

Menggunakan wujud visual tokoh pewayangan dan teori yang relevan guna mendapatkan analisis visual untuk merancang model.

PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI

Menganalisis elemen pokok visual tokoh untuk mendapatkan korelasi wujud visual tokoh wayang terhadap identitas dan watak tokoh tersebut.

Kemudian diimpelmentasikan melalui desain karakter dengan mengacu pada model.

OUTCOME

Menghasilkan model desain karakter sesuai dengan keperluan bidang DKV agar bisa digunakan mahasiswa atau dosen sehingga dihasilkan karya yang bagus dan memiliki identitas. Selain itu juga bisa diterapkan

(19)

15

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Biaya Penelitian

Untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam penelitian ini diperlukan anggaran dana untuk menunjang jalannya kegiatan tersebut. Berikut merupakan anggaran biaya secara global yang diusulkan pada penelitian ini:

No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp)

1 Gaji dan Upah 600.000,00

2 Bahan habis pakai dan peralatan 1.700.000,00

3 Perjalanan 300.000,00 4 Lain-lain 400.000,00 Jumlah 3.000.000,00 4.2 Jadwal Penelitian No Tahap Penelitian Bulan Ke- 1 2 3 4 5 6 1 Identifikasi Masalah a. Analisis fenomena revitalisasi desain karakter bertema wayang b. Survei desain karakter dalam karya DKV yang telah ada c. Penyusunan list permasalahan dan kebutuhan 2 Pencarian Alternatif Solusi

a. Studi pustaka wujud

visual tokoh wayang b. Analisis wujud

visual wayang tiap elemen

3 Pengembangan Model

a. Perumusan korelasi hasil analisis wujud visual tokoh

pewayangan dengan pembentukan identitas dan watak

(20)

16 b. Rancangan model

tahap alfa 4 Studi Kasus dan Ujicoba Model

Desain karakter wayang untuk kebutuhan: maskot, poster, animasi, atau game (1 kasus)

5 Evaluasi dan Finishing

a. Komparasi hasil desain karakter dengan model

b. Revisi akhir 6 Pengambilan Kesimpulan dan Penulisan Laporan

a. Pengambilan

Kesimpulan b. Penulisan Laporan

(21)

17

DAFTAR PUSTAKA

Adi, F.N. (2014). Wayang dan Simbol Keluhuran Moyang. (Suara Merdeka) Retrieved February 06, 2015, from berita.suaramerdeka.com:

http://berita.suaramerdeka.com/wayang-dan-simbol-keluhuran-moyang-bagian-kedua/ Anonim. (2013). Da Vinci Code, Lukisan Monalisa Gambar 3 Dimensi Pertama Dunia.

Retrieved from: www.isain.com:

http://www.isains.com/2014/05/da-vinci-code-lukisan-mona-lisa-gambar.html Bastomi, S. (1995). Gemar Wayang. Semarang: Dahara Press.

Bhikkhu, A. (2013). Buddhist Art in Java. Retrieved February 09, 2015, from http://www.photodharma.net:

http://www.photodharma.net/Indonesia/05-Lalitavistara-Storyboard/Lalitavistara-Storyboard-2-Birth-and-Youth.htm

Darmoko. (2004). Seni Gerak dalam Pertunjukan Wayang Tinjauan Estetika. Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8[2], p 83-89. Depok: UI.

Ghosh, S. & Banerjee, U. (2006). Indian Puppets. New Delhi: Fine Art Press.

Haryadi, T, dkk. (2013). Implementasi Teknik Sabetan Melalui Kinect (Studi Kasus Pengenalan Gerak Wayang Kulit Tokoh Pandawa). Jurnal TechnoCOM, Vol 12[1], p 51-64. Universtias Dian Nuswantoro: Semarang.

Haryanto, S. (1991). Seni Kriya Wayang Kulit: Seni Rupa, Sunggingan dan Tatahan. Jakarta: Grafiti.

Ismurdyahwati, dkk. (2007). Kajian Bahasa Rupa Berdasar Rekaman Video Pergelaran Wayang Kulit Purwa dalam Lakon ‘Parta Krama’. Jurnal Wimba, Vol 1D[3], p 364-390. Bandung: ITB.

Kepala Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. DEPDIKNAS: Jakarta.

Kuning, B. (2011). Atlas Tokoh-Tokoh Wayang dari Riwayat Sampai Silsilahnya. Yogyakarta: Narasi.

Murtiyoso, B, dkk. (2004). Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang. Surakarta: Citra Etnika.

(22)

18

Pramana, M. dkk. (2007). Unsur Tasawuf dalam Perupaan Wayang Kulit Cirebon dan Surakarta. Jurnal Wimba, Vol 1D[2], p 181-195. Bandung: ITB.

Purwadi. (2008). Seni Pedhalangan Wayang Purwa. Yokyakarta: Panji Pustaka.

Soekatno. (1992). Mengenal WayangKulit Purwa: Klasifikasi, Jenis dan Sejarah. Semarang: Aneka Ilmu.

Soetarno. (2010). Gaya Pedalangan Wayang Kulit Purwa Jawa. Jurnal Mudra, Vol 26[1], p 1-16. Surakarta: ISI.

Susetya, W. (2007). Dhalang, Wayang dan Gamelan. Yogyakarta: Narasi. Tabrani, P. (2005). Bahasa Rupa. Bandung: Kelir.

(23)

19

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Anggaran Penelitian 1. Honor

Honor Honor/ Jam (Rp) Waktu

(Jam/Minggu)

Minggu Honor per 6 Bulan (Rp)

Ketua 10.000,00 2,5 jam 15 minggu 375.000,00

Anggota 7.500,00 2,5 jam 12 minggu 225.000,00

Sub Total (Rp) 600.000,00

2. Peralatan Penunjang

Material Justifikasi Jumlah Harga Satuan (Rp) Harga total Peralatan (Rp)

Flash disk 16GB Perpindahan berkas antar komputer 2 buah 150.000,00 300.000,00

USB Modem Koneksi di luar kampus Udinus 1 buah + kuota 300.000,00 300.000,00

Stopmap Manajemen berkas-berkas file 5 buah 10.000,00 50.000,00

Folder File Penyimpanan berkas-berkas penting 2 buah 50.000,00 100.000,00

Log Book Mencatat kegiatan harian 2 buah 50.000,00 100.000,00

Sub Total (Rp) 850.000,00

3. Bahan Habis pakai

Material Justifikasi Jumlah Harga Satuan (Rp) Harga total Bahan Pakai (Rp)

Tinta printer Mencetak laporan dan dokumentasi 4 buah 60.000,00 240.000,00

(24)

20

Sketch Book A3 Membuat sketsa desain karakter 2 buah 50.000,00 100.000,00

Pensil 1 set Membuat sketsa desain karakter 2 buah 50.000,00 100.000,00

Sewa Printer Mencetak Laporan penelitian 2 hari 140.000,00 140.000,00

Jilid Laporan Menjilid Laporan penelitian 4 buah 50.00000 200.000,00

Sub Total (Rp) 850.000,00

4. Perjalanan

Kegiatan Justifikasi Jumlah Harga Satuan (Rp) Biaya total Transportasi (Rp)

Perjalanan dalam kota Transportasi kegiatan sehari-hari 2 orang 150.000,00 300.000,00

Sub Total (Rp) 300.000,00

5. Lain-lain

Kegiatan Keterangan Jumlah Harga Satuan (Rp) Biaya total Lain-lain (Rp) Jurnal Ilmiah Publikasi hasil penelitian dalam

jurnal

1 kali 250.000,00 250.000,00

Pajak Pajak Anggaran Penelitian 5% 150.000,00 150.000,00

Sub Total (Rp) 400.000,00

(25)

21 Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

No Nama Instansi Bidang Ilmu Alokasi Waktu

(jam/minggu) Uraian Tugas

1 Toto Haryadi, M.Ds UDINUS Desain Komunikasi Visual 2,5 Ketua Penelitian, pengolah instrumen penelitian, dan pengembang model 2 Khamadi, M.Ds UDINUS Desain Komunikasi Visual 2,5 Dokumentasi, kolektor data dan pembuat

(26)

22

Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas Biodata Ketua Peneliti

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Toto Haryadi, M.Ds

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional -

4 NIP/NIK/No. Identitas Lainnya 0686.11.2011.420

5 NIDN 0629038901

6 Tempat dan Tanggal Lahir Semarang, 29 Maret 1989

7 E-mail haryadi.dinus@gmail.com

8 Nomor Telepon / HP 083877060720

9 Alamat Kantor Jl. Nakula I No.5-11 Semarang 10 Nomor Telepon/Faks -

11 Lulusan yang Telah Dihasilkan -

12 Mata Kuliah yang Diampu 1. Tinjauan Desain II

2. Desain Komunikasi Visual I 3. Teori Periklanan

4. Multimedia I 5. Kompuer Grafis I

6. Pengembangan Audio Visual 7. Huruf dan Tipografi II 8. Sejarah Seni Rupa Indonesia

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi UDINUS ITB

Bidang Ilmu Desain Komunikasi

Visual Desain

Tahun Masuk-Lulus 2007-2011 2011-2013

JudulSkripsi/Thesis/Disertasi

Melatih Kecerdasan Kognitif Dan Afektif Anak Usia 10 Sampai 12 Tahun Melalui Game Simulasi Warungku

Implementasi Teknik Sabetan Melalui Kinect (Studi Kasus Pengenalan Gerak Wayang Kulit Tokoh Pandawa) Nama Pembimbing/Promotor Arifin, M.Kom Drs. Irfansyah, M.Ds

(27)

23 C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

- - - - -

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp) 1 2014 Pelatihan SIM (Sistem Informasi Manajemen)

di BP DIKSUS (18 Februari) - -

2 2014 Pelatihan Desain Grafis: Logo, Animasi, dan

Branding Car di BP DIKSUS (7-9 Mei) - -

3 2014

Pengembangan Ketrampilan Desain

Komunikasi Visual Untuk Siswa CI BI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) di BP DIKSUS (24-26 Juni)

- -

4 2013 Keterampilan Desain Grafis (11-13 November) - -

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/

Nomor/Tahun 1 Implementasi Teknik Sabetan Melalui Kinect (Studi

Kasus Pengenalan Gerak Wayang Kulit Tokoh Pandawa)

Jurnal Techno.com

Vol. 12, no. 1, Februari 2013 2 Adaptation of Virtual Digital Technology As a

Learning Medium To Be Dalang of Shadow Puppets

Proceeding

Artepolis Vol. 2, July 2012

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No. Nama Pertemuan

Ilmiah / Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat Seminar internasional

- - - -

Seminar nasional

(28)

24 G. Karya Buku Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

- - - - -

H. Perolehan HKI Dalam 5-10 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

- - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya

yang Telah Diterapkan Tahun Tempat

Respon Masyarakat

- - - - -

J. Penghargaan Dalam 10 Tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

- - - -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipretanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya bersedia menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Penelitian Pemula.

Semarang, Februari 2015 Pengusul,

(29)

25

Biodata Anggota Peneliti A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Khamadi, M.Ds

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional -

4 NIP/NIK/No. Identitas Lainnya 0686.11.2011.417

5 NIDN 0608019001

6 Tempat dan Tanggal Lahir Boyolali, 8 Januari 1990

7 E-mail khamadinus@gmail.com

8 Nomor Telepon / HP 085640571591

9 Alamat Kantor Jl. Nakula I 1-5 Semarang 10 Nomor Telepon/Faks -

11 Lulusan yang Telah Dihasilkan -

12 Mata Kuliah yang Diampu 1. Menggambar I 2. Menggambar II 3. Ilustrasi I 4. Komik 5. Manajemen Desain 6. Graphic Designing B. Riwayat Pendidikan S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi UDINUS ITB

Bidang Ilmu Desain Komunikasi

Visual Desain Tahun Masuk-Lulus 2007-2011 2011-2013 JudulSkripsi/Thesis/Disertasi Game “Semangat Si Semut” untuk Menanamkan Semangat Gotong Royong pada Anak Usia Dini

Adaptasi Permainan Bas-basan Sepur ke dalam Perancangan Permainan Digital Bertema “Amukti Palapa”

Nama Pembimbing/Promotor Sugiyanto, M.Kom Dra. Riama Maslan S, M.Sn Hafiz Aziz A, M.Desg, Ph.D

(30)

26 C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan Sumber* Jml (Juta

R )

- - - - -

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp) 1 2013 Pelatihan Keterampilan Desain Grafis BP

DIKSUS Semarang.

- -

2 2014 Pelatihan Desain Grafis: Logo, Animasi, dan Branding Car” BP DIKSUS Semarang

- -

3 2014 Pelatihan Pengembangan Ketrampilan Desain Komunikasi Visual untuk Siswa CI BI di BP DIKSUS Semarang

- -

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/

Nomor/Tahun 1 Game “Semangat Si Semut” untuk Menanamkan

Semangat Gotong Royong pada Anak Usia Dini

Jurnal Techno.com 2 Perancangan Konsep Adaptasi Permainan

Tradisional Bas-basan Sepur dalam Permainan Digital “Amukti Palapa”

Jurnal Wimba Vol. 5, No. 27

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No Nama Pertemuan

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat Seminar internasional

- - - -

Seminar nasional

- - - -

G. Karya Buku Dalam 5 Tahun Terakhir

(31)

27

J. Penghargaan Dalam 10 Tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

- - - -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipretanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya bersedia menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Penelitian Pemula.

Semarang, Februari 2015 Pengusul,

(32)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Toto Haryadi, M.Ds

NIDN : 0629038901

Pangkat / Golongan : IIIB Jabatan Fungsional : -

Alamat : Jl. Wr. Supratman RT 08 RW XII Gisikdrono Semarang

Dengan ini menyatakan bahwa proposal penelitian saya dengan judul “ANALISIS WUJUD VISUAL TOKOH PEWAYANGAN DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DAN WATAK TOKOH SEBAGAI ACUAN DESAIN KARAKTER DALAM KARYA DKV” yang diusulkan dalam skim Penelitian Pemula untuk tahun anggaran 2015 bersifat original dan belum pernah dibiayai oleh lembaga / sumber dana lain.

Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidak sesuaian dengan pernyataan ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan seluruhbiaya penelitian yang sudah diterima ke kas negara.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya. Semarang, 9 Februari 2015

Mengetahui, Yang menyatakan,

Kepala LPPM

Gambar

Gambar di atas merupakan contoh masing-masing karya rupa yang digambar dengan  sistem yang berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas pelayanan dan tarif berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan, artinya bahwa apabila kualitas pelayanan dan tarif yang ditetapkan oleh Family Fun

BARTIM Barumba Lupakdalam Mandomai Bk.Rawi Tangkiling Lap.Terbang Sp.Kerengbengkirai Berengbengkel Kr.Bengkirai Kotabesi Samuda Kumai Kubu Pangkut Tumbangmanjul Tumbangkunyi Sei

Adapun masalah-masalah yang sering terdapat pada pasien skizofrenia meliputi masalah yang berhubungan dengan gejala penyakit seperti halusinasi, waham, tingkah laku

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka secara keseluruhan kualitas responden pada instrumen parenting stress jika dilihat pada tabel 3.9 person measure

Setelah membaca wacana tulis peserta didik dapat menentukan informasi umum dan informasi khusus tentang wacana tersebut dengan benarA. Setelah membaca wacana tulis peserta didik

Epifit; Batang pendek, scadens, bercabang, ditutupi sisik yang lebat; Sisik berwarna cokelat, panjang sekitar 4 mm, lebar pada bagian pangkal, ujung meruncing; Daun

hasil pada ajang Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidkan Masyarakat (Dikmas) Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional

Dalam ibadah minggu pada sebagian besar gereja pasti memiliki pemain musik dan Song leader (pemandu nyanyian jemaat) yang berperan untuk mengiringi dan memandu