• Tidak ada hasil yang ditemukan

1) Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2) Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1) Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2) Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN

PERILAKU PERAWAT DALAM PENATALAKSANAAN ENDOTRACHEAL SUCTIONING (ETS) DI

RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI

Rizki Listyarno 1), Setiyawan, S.Kep., Ns., M.Kep.2) dan bc. Yeti Nurhayati, M.Kes 2)

1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2)

Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Kejadian gagal napas banyak terjadi setiap harinya, sehingga perlu mengetahui perilaku perawat dalam memberikan penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) terkait tentang pengetahuannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) di ICU dan IGD.

Penelitian ini dilakukan di ICU dan IGD RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan jenis rancangan descriptif corelational. Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tekhnik sampling jenuh sebanyak 40 orang responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan perawat 45 % dikategorikan baik dan 42,5 % dikategorikan cukup serta 12,5 % dikategorikan kurang. Untuk perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) 50 % dikatakan baik, 37,5 % dikatakan cukup dan 12,5 % dikatakan buruk, uji statistik ini menggunakan uji Chi Square dengan spss 15. Nilai p value= 0,000 (p value <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan

perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS).

Sehingga Intensive Care Unit (ICU) serta Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada khusunya diharapkan dapat meningkatkan keterampilan atau tindakan dan pengetahuan melalui pelatihan intensive care atau kegawatdaruratan serta mengadakan evaluasi kepada perawat tentang tindakan ETS.

Kata Kunci : Endotracheal Suctioning, pengetahuan, perilaku. Daftar pustaka : 29 (2004 - 2015)

(2)

2 BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2016

Rizki Listyarno

THE RELATIONSHIP BETWEEN NURSE’S KNOWLEDGE AND BEHAVIOR IN MANAGING (PENATALAKSANAAN) ENDOTRACHEAL

SUCTIONING (ETS) AT REGIONAL PUBLIC HOSPITAL (RSUD) OF Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO IN WONOGIRI REGENCY

ABSTRACT

Many cases of breath shortage occur every day, and therefore it is required to find out the behavior of nurse when providing Endotracheal Suctioning (ETS) management related to the nurse’s knowledge level. This study aims at investigating the relationship between nurse’s knowledge level and behavior in Endotracheal Suctioning (ETS) management in Intensive Care Unit (ICU) and Emergency Installation at Regional Public Hospital (RSUD) of dr. Soediran Mangun Sumarso in Wonogiri regency.

This study belongs to quantitative research with descriptive co-relational design. The data were taken using saturated sampling technique, with 40 respondents.

The research results indicate that the knowledge levels of 45% nurses are categorized ‘good’, 42.5 % are considered ‘fair’ and 12.5 % are categorized ‘poor’. The Chi Square statistical test using SPSS 15 demonstrates that 50% nurses appear to have ‘good’ behavior, 37.5% nurses have ‘fair’ behavior and 12.5% nurses have ‘poor’ behavior in Endotracheal Suctioning (ETS) management. The p value is 0.000 (p value <0.05), and therefore H0 is rejected, which means that there is a relationship between

nurse’s knowledge level and behavior in Endotracheal Suctioning (ETS) management. Hence, hospital in general, Intensive Care Unit (ICU) and Emergency Installation in particular are expected to improve skill or action and knowledge through intensive care training and evaluate nurse on ETS.

Keywords: Endotracheal Suctioning, knowledge, behavior. Bibliography: 29 (2004 - 2015)

(3)

3 PENDAHULUAN

Intensive Care Unit (ICU)

merupakan ruang rawat rumah sakit dengan tenaga kesehatan dan perlengkapan khusus ditujukan untuk menangani pasien dengan penyakit, trauma, atau komplikasi yang mengancam jiwa. Peralatan standar di ICU meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernafas melalui

Endotrakeal Tube (ETT) atau

trakheostomi (Musliha, 2010).

Pipa Endotrakeal atau Endotracheal tube, disingkat sebagai ETT, adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengamankan jalan nafas atas. Dalam prakteknya, ETT digunakan atas indikasi kepentingan anestesi umum dan pembedahan atau perawatan pasien sakit kritis di unit rawat intensif untuk kepentingan pengelolaan jalan nafas (airway management) dannafas buatan (Ventilasi Mekanik) (Stackhouse & Lofosino, 2011).

Hisap lendir melalui selang

endotracheal atau Endotracheal

suctioning (ETS) adalah salah satu proses dimana kateter dimasukkan kedalam tabung endotracheal dan sekresi dari paru-paru pasien dihilangkan. Proses ini mencegah akumulasi sekresi, sehingga dapat mempertahankan patensi jalan

napas dan memastikan oksigenasi optimal dan menyelamatkan nyawa pasien (Miia, dkk ,2013).

Proses Endotracheal Suctioning (ETS) ini akan berdampak merugikan bagi pasien apabila gagal untuk dilakukan,contohnya: hipoksia, bronkospasme, atelektasis, cedera jaringan trakea, peningkatan tekanan intrakranial, dan disritmia. Oleh karena itu, pelatihan praktek Endotracheal Suctiong (ETS) dinilai dapat mengurangi kejadian gagal (Miia, dkk ,2013)

Menurut penelitian Prayitno (2008) menyatakan ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir sesuai prosedur.

Studi pendahuluan observasi yang dilaksanakan peneliti di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri didapatkan data bahwa sudah ada perawat yang telah mendapatkan pelatihan intensive care atau kegawataruratan, tetapi masih ada perawat yang melakukan tindakan Endotracheal Suctioning (ETS) tidak sesuai teori. Pada bulan November 2015 - Januari 2016 jumlah pasien yang datang ke ICU sebanyak 93 pasien.

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas peneliti ingin mengetahui secara khusus hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku

(4)

4 perawat dalam penatalaksanaan

endotracheal suctioning.

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku perawat dalam pelaksanaan endotracheal suctioning (ETS) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini diharapkan bisa memberi pemahaman kepada perawat mengenai pelaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) terutama pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran sehingga dapat menunjang oksigenasi yang adekuat.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan jenis rancangan descriptif corelational. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tekhnik total sampling.

Penelitian ini dilakukan di Ruang Intensive Care Unit (ICU) dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri bulan Mei- Juni 2016.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja diruang ICU dan IGD RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri sebanyak 40 perawat.

Alat penelitian dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari subjek peneliti yang diukur sesudah pemberian kuesioner tentang penatalaksanaan

Endotracheal Suctioning (Ets).

Kuesioner yang digunakan termasuk kuesioner tertutup dimana jawaban telah tersedia. Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan yaitu 23 soal dan perilaku dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) dengan 40 soal.

Etika penelitian ini yaitu dengan membuat inform consent atau lembar persetujuan menjadi responden dimana lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada partisipan tentang maksud, tujuan, manfaat, serta peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi yang disampaikan partisipan dengan cara tidak mencantumkan identitas partisipan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 25 62,5 % Perempuan 15 37,5 % Jumlah 40 100 %

Dari 40 responden diperoleh hasil bahwa sebagian besar perawat di ICU dan IGD adalah laki-laki berjumlah

(5)

5 25 orang (62,5 %) sedangkan untuk

perempuan terdapat 15 orang (37,5 %). Meskipun jenis kelamin bukan termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan perilaku tetapi di dalam ruangan ICU maupun IGD kebutuhan perawat laki-laki sangat dibutuhkan.

b. Usia Responden

Usia Frekuensi Persentase (%) 25-30 7 17,5 % 31-35 8 20 % 36-40 12 30 % 41-45 6 15 % 46-50 7 17,5 % Jumlah 40 100 % Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan hasil bahwa terdapat perawat yang berusia 25-30 dan 46-50 sama yaitu 7 orang (17,5 %) sedangkan untuk jumlah perawat yang berusia 41-45 mempunyai jumlah paling sedikit yaitu 6 orang (15 %). Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologi atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa (Mubarak 2007 cit Hidayah, 2009 dalam Yanti dan Handayani, 2014).

c. Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) S1 27 67,5 % DIII 13 32,5 % Jumlah 40 100 %

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan

hasil bahwa terdapat 27 orang (67,5 %) memiliki tingkat pendidikan S1 untuk 13 orang (32,5 %) memiliki tingkat pendidikan DIII.

Pendidikan merupakan suatu bentuk intervensi atau upaya atau perlakuan yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh perilaku pendidikan (Notoatmodjo, 2010 dalam Yanti dan Handayani, 2014).

d. Status Kepegawaian Status Kepegawaian Frekuensi Persentase (%) PNS 25 62,5 % Non-PNS 15 37,5 % Jumlah 40 100 %

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan hasil bahwa sebagian besar perawat di ICU dan IGD mempunyai status kepegawaian PNS berjumlah 25 orang (62,5 %) sedangkan untuk non-PNS terdapat 15 orang (37,5 %).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri perawat ICU maupun IGD dominan telah mendapatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Status kepegawaian terbukti memperkuat pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional.

(6)

6 e. Lama Kerja

Lama Kerja Frekuensi Persentase (%) < 2 tahun 12 30 %

2-3 tahun 12 30 %

3-4 tahun 16 40 %

Jumlah 40 100 %

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan hasil bahwa terdapat 16 orang (40 %) perawat di IGD dan ICU telah bekerja selama 3-4 tahun pada masing-masing ruangan.

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu (Yanti dan Handayani, 2014).

f. Pelatihan Intensive Care / Kegawatdaruratan Pelatihan ICU Frekuensi Persentase (%) Tidak 13 32,5 % Ya 27 67,5 % Jumlah 40 100 %

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan hasil bahwa terdapat 13 orang (32,5 %) perawat di IGD dan ICU tidak mengikuti pelatihan sedangkan sebanyak 27 orang (67,5 %) telah mengikuti pelatihan.

Kemudahan seseorang untuk mendapatkan suatu informasi sehingga membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru

(Mubarak, 2007; Hidayah, 2009 dalam Yanti dan Handayani, 2014).

2. Pengetahuan Perawat Tentang Endotracheal Suctioning (ETS)

Distribusi frekuensi tentang pengetahuan perawat tentang Endotracheal Suctioning (ETS) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Kategori tingkat pengetahuan ETS Frekuensi Persentase (%) Baik 18 45% Cukup 17 42,5% Kurang 5 12,5% Jumlah 40 100 %

Dari 40 responden yang telah diuji ada 18 orang (45 %) dengan pengetahuan tentang ETS dikategorikan baik sedangkan pada kategori cukup terdapat 17 orang (42,5 %) dan 5 orang (12,5 %) dengan tingkat pengetahuan dikategorikan kurang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, apabila dilihat dari segi usia, didapatkan hasil bahwa dominan perawat yang berusia 31-35 tahun mempunyai pengetahuan berkategori cukup yaitu sebanyak 8 orang (20 %). Hal ini sesuai dengan pernyataan Mubarak (2007), yang menyatakan bahwa, bertambahnya umur seseorang akan merubah dari aspek fisik dan psikologis (mental) sehingga pikiran

(7)

7 orang menjadi semakin matang dan

dewasa.

Berdasarkan jenis kelamin, peneliti mendapatkan hasil bahwa pengetahuan kategori baik dominan dimiliki oleh perawat yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 12 orang (30 %) sedangkan perawat perempuan hanya berjumlah 8 orang (20 %) untuk pengetahuan kategori baik. Disini terlihat responden laki-laki lebih banyak memiliki pengetahuan baik daripada responden perempuan, hal ini terjadi karena pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara total sampling sehingga proporsi antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak seimbang.

Berdasarkan tingkat pendidikan, peneliti mendapatkan hasil bahwa perawat yang berpengetahuan baik dominan dimiliki oleh perawat yang berpendidikan S1 yaitu sebanyak 13 orang (32,5 %) sedangkan yang mempunyai pengetahuan kurang dimiliki oleh perawat berpendidikan DIII sebanyak 1 orang (2,5 %). Dengan banyaknya perawat ICU dan IGD yang berpendidikan S1, menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sangat menyadari akan pentingnya tingkat pendidikan yang menjadi

jembatan untuk menjadi yang berkualitas termasuk respon terhadap informasi.

Berdasarkan status kepegawaian, peneliti mendapatkan hasil bahwa pengetahuan kategori baik dominan dimiliki oleh perawat berstatus kepegawaian PNS yaitu sebanyak 13 orang (32,5 %). Hal ini dapat tejadi karena salah satunya jumlah perawat PNS lebih banyak dari pada perawat non-PNS yaitu sebanyak 25 orang (62,5 %). Selain itu dari hasil observasi peneliti dilapangan didapatkan hasil bahwa perawat PNS mampu memberikan dukungan dan mampu membimbing guru non PNS untuk tetap memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja serta perawat PNS cepat dalam mengambil keputusan karena sudah berstatus pegawai negeri sedangkan perawat non PNS lebih sering berkonsultasi terlebih dahulu sebelum melakukan pengambilan keputusan khususnya dalam penentuan tindakan pada pasien.

Berdasarkan lama kerja, peneliti mendapatkan hasil bahwa perawat yang mempunyai pengetahuan baik dimiliki oleh perawat yang telah bekerja 3-4 tahun yaitu sebanyak 9 orang (22,5 %). Sedangkan pada masing-masing ruang ICU dan IGD hanya memiliki perawat yang telah bekerja 3-4 tahun sebanyak 16 orang (40 %). Menurut Inayatullah (2014) ,menyatakan bahwa masa kerja

(8)

8 berpengaruh terhadap pengetahuan dan

pengalaman klinik seorang perawat. Berdasarkan karakteristik responden kategori yang terakhir yaitu apabila dilihat dari pelatihan intensive care atau kegawatdaruratan, peneliti mendapatkan hasil bahwa pengetahuan yang berkategori baik dominan dimiliki oleh perawat yang telah mengikuti pelatihan yaitu sebanyak 16 orang (40 %) sedangkan perawat yang tidak mengikuti pelatihan dominan memiliki pengetahuan yang berkategori cukup yaitu sebanyak 6 orang (15 %). Hal ini dapat dilihat pada saat observasi dilapangan yaitu perawat yang telah mengikuti pelatihan lebih mempunyai pengetahuan yang luas dapat dilihat dari melakukan tindakan ETS sesuai teori.

3. Perilaku Perawat Dalam Penatalaksanaan ETS

Distribusi responden tentang perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Perilaku Penatalaksanaan ETS Frekuensi Persentase (%) Baik 20 50% Cukup 15 37,5 % Buruk 5 12,5% Jumlah 40 100 %

Dalam penelitian ini sebagaian besar perawat memiliki perilaku dalam

penatalaksanaan ETS dalam kategori baik yaitu 20 orang (50 %), 15 orang (37,5 %) dikatakan cukup dan 5 orang (12,5 %) dikatakan buruk dalam penatalaksanaan ETS.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, apabila dilihat dari segi usia, didapatkan hasil bahwa perawat yang berusia 25-30 tahun memiliki perilaku kategori baik sejajar dengan perawat yang berusia 46-50 tahun yaitu sebanyak 6 orang (15 %). Seseorang pada usia ini lebih adaptif sehingga dalam melakukan suatu prosedur lebih cepat tanggap dan melakukannya dengan benar. Seseorang yang lebih muda cenderung mempunyai fisik yang kuat dan dapat bekerja keras tetapi dalam bekerja kurang disiplin dan kurang bertanggung jawab.

Berdasarkan jenis kelamin, peneliti mendapatkan hasil bahwa perawat laki-laki dominan berperilaku cukup yaitu sebanyak 13 orang (32,5 %) dan perawat perempuan dominan berperilaku baik yaitu sebanyak 8 orang (20 %). Didukung pula dengan pernyataan Ilyas (2002) dalam Saefulloh (2013) menjelaskan bahwa, jenis kelamin tidak berhubungan langsung dengan kinerja. Robbins (1998) dalam dalam Saefulloh (2013) menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara lakilaki dan perempuan dalam kinerja.

(9)

9 Berdasarkan tingkat pendidikan,

peneliti mendapatkan hasil bahwa dominan perawat yang memiliki perilaku baik yaitu perawat berpendidikan S1 yaitu sebanyak 14 orang (35 %). Perawat yang mempunyai perilaku kategori buruk dominan dimiliki oleh perawat yang tingkat pendidikannya DIII yaitu sebanyak 4 orang (10 %). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku perawat dalam penatalaksanaan ETS, pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

Berdasarkan status kepegawaian, peneliti mendapatkan hasil bahwa perilaku kategoi baik dominan dimiliki oleh perawat yang berstatus kepegawaian PNS yaitu sebanyak 13 orang (32,5 %). Hasil ini senada dengan pernyataan menurut Ilyas (2002) dalam Saefulloh (2013) bahwa, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu motivasi dan kemampuan. Semakin tinggi motivasi kerja dan kemampuan staf maka semakin tinggi pula kinerja yang dihasilkan, sebaliknya semakin rendah motivasi dan kemampuan staf maka semakin rendah pula kinerjanya. Berkaitan dengan perawat yang bekerja di rumah sakit, motivasi kerja seorang perawat dapat mempengaruhi pelaksanaan pelayanan keperawatan

kepada pasien. Hal yang dapat mempengaruhi motivasi perawat salah satunya adalah status dalam hal ini adalah status kepegawaian. Dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila status kepegawaiannya sudah pegawai tetap maka motivasi kerjanya pun baik dan perilaku dalam tindakan keperawatanpun juga ikut baik.

Berdasarkan lama kerja, peneliti mendapatkan hasil bahwa perawat yang bekerja 3-4 tahun memiliki perilaku cenderung kategori cukup yaitu sebanyak 10 orang (25 %) sedangkan pada perawat yang lama bekerja 2-3 memiliki perilaku kategori cukup yaitu sebanyak 3 orang (7,5 %). Hal ini senada dengan hasil penelitian dari Retnoningsih (2000) dalam Ismafiaty (2011) didapatkan bahwa, perilaku perawat dalam merawat pasien diperngaruhi oleh masa kerja perawat, hal ini karena semakin lama perawat bekerja maka kemampuan dan pengalaman dalam merawat juga akan semakin baik.

Berdasarkan karakteristik responden kategori yang terakhir yaitu apabila dilihat dari pelatihan intensive care atau kegawatdaruratan, peneliti mendapatkan hasil bahwa perawat yang telah mengikuti pelatihan akan mempunyai perilaku cenderung berkategori baik, peneliti mendapatkan hasil yaitu sebanyak 18 orang (45 %)

(10)

10 sedangkan perawat yang tidak mengikuti

pelatihan mempunyai perilaku berkategori baik yaitu sebanyak 2 orang (5 %). Hal ini senada dengan pernyataan Simamora (2006) dalam Baharuddi (2013) berpendapat bahwa pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan terdiri atas serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang.

4. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Perilaku Perawat Dalam Penatalaksanaan ETS

Dalam penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah tekhnik Uji Chi-Square. Berikut hasil analisis yang telah diuji : Perilaku Tot al P Baik Cu kup Bur uk Ting kat Penge tahuan Baik 14 3 1 18 0 , 0 0 0 Cuku p 1 15 1 17 Kura ng 1 0 4 5 Jumlah 16 18 6 40

Berdasarkan tabel 4.9 pada uji Chi Square diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai perilaku dalam penatalaksanaan ETS dalam kategori cukup dengan pengetahuan yang termasuk dalam kategori cukup pula yaitu sebanyak 15 perawat (37,5 %). Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p= 0,000 karena nilai p < 0,005 maka H0

ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan tingkat pengetahuan yang baik perawat dapat mengaplikasikan atau mempunyai perilaku yang terampil dalam penatalaksanaan ETS pada pasien. Dalam penelitian ini perawat dengan pengetahuan yang cukup juga memiliki perilaku yang cukup terampil dalam melakukan tindakan ETS. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Paryanti, dkk (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap lendir atau suction. Didukung pula oleh penelitian Prayitno (2008) menyatakan ada hubungan antara tingkat

(11)

11 pengetahuan perawat dengan perilaku

perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir sesuai prosedur.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. P value = 0,000.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara pengetahuan dengan perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal

Suctioning (ETS), maka penulis

memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi Pemberi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi acuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan kepada pasien Intensive Care dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS).

2. Bagi Rumah Sakit

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku perawat dalam penatalaksanaan Endotracheal Suctioning (ETS) sehingga rumah sakit secara umum dan Intensive Care Unit (ICU) serta Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada khusunya diharapkan dapat meningkatkan keterampilan atau tindakan dan pengetahuan salah satunya melalui pelatihan dan evaluasi tindakan baik di ruang ICU dan IGD khususnya evaluasi tentang tindakan Endotracheal Suctioning (ETS). 3. Bagi Institusi Penelitian

Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kasanah perpustakaan serta untuk adik kelas bisa meneruskan penelitian ini agar lebih sempurna. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar menggali informasi yang lebih dalam, seperti menggunakan metode penelitian dengan wawancara mendalam untuk mendapatkan gambaran perilaku yang lebih baik.

(12)

12 DAFTAR PUSTAKA

Ismafiaty. 2011. Hubungan Antara

Strategi Koping dan

Karakteristik Perawat

dengan Stres Kerja di

Ruang Perawatan Intensif

Rumah Sakit Dustira

Cimahi. Jurnal Kesehatan Kartika, Vol. 6 No.2 Stikes Jendral A. Yani Cimahi.

Miia, J., Tero, A., Pekka, Y., Helvi, K. (2013). Evaluation of endotracheal-suctioning practices of critical-care nurses Journal of Nursing Education and Practice.

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: NuMed

Notoatmodjo, soekidjo.(2012). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta

Paryanti, Sri., Haryati, Welas., Hartati. (2007). Jurnal Keperawatan Soedirman. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Keterampilan Melaksanakan Prosedur

Tetap Isap Lendir atau Suction Di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.

Volume 2. No.1. Hal.41-47.

Prayitno, Budi. (2008). Hubungan

Tingkat Pengetahuan

Perawat Tentang Prosedur

Suction Dengan Prilaku

Perawat Dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang. Nomor 18. .

Yanti, Gustri & Handayani, Sri.

(2014). Hubungan

Pengetahuan dan Sikap

dengan Pelaksanaan

Metode Amenorea Laktasi (MAL) pada Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo

Lampung. Volume 05.

Nomor 02. Halaman 181- 192.

Referensi

Dokumen terkait

pada perancangan schedule, cost, quality, stakeholder, resource, dan communication. Perancangan schedule baseline menentukan durasi untuk aktivitas proyek yang selanjutnya

Tergantung dari penggunaan analisa tugas yang diharapkan, struktur yang dibangun dapat berbeda, sebagai contoh, untuk menghasilkan manual perbaikan mobil digunakan taksonomi

Dan pada tanggal 18 Agustus 2009, perusahaan menjual seluruh kepemilikan hak atas saham PT Citra Kendedes Pratama yang berlokasi di Sidoardjo kepada pihak minoritas Bp. Rudy

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai besar laju infiltrasi tanah pada kelas kemiringan lereng dan model yang sesuai digunakan di Hutan Pendidikan

Sediaan kosmetika berbentuk serbuk yang digunakan dengan cara dimasukkan kedalam air mandi untuk berendam, memberikan rasa segar dan wangi pada kulit Sediaan untuk. mandi

Manfaat yang dimiliki jagung sebagai- mana kandungan nutrisinya, menunjukkan bahwa sangat mendukung dalam upaya pen- ganekaragaman pangan yang berbahan baku jagung termasuk

Sementara itu, teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu analisis kualitatif atas kebijakan-kebijakan produksi, jalannya

Sepanjang tahun 2008, pihak Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi telah mengikuti sebanyak 17 pertemuan dan pada tahun 2009 telah diikuti 15