• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang membentuk suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang membentuk suatu"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang membentuk suatu ekosistem yang kompleks dan berperan penting dalam kelangsungan mahkluk hidup. Simon (2010) menyatakan hutan memiliki nilai tangible benefits yaitu hasil hutan yang dapat dinilai dengan uang, seperti hasil hutan berupa kayu maupun non kayu. Hutan juga memiliki nilai intangible benefits yaitu hasil hutan yang tidak mudah dinilai dengan uang, seperti sebagai penyedia udara bersih yaitu oksigen (O2) dan sebagai penyerap karbon (CO2).

Sebagai negara tropis, Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa hutan seluas 134,2 juta ha, sebagian besar berada di Kalimantan yang tersebar mulai dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah mempunyai hutan seluas 12,7 juta ha atau 83 % dari total wilayah seluas 15,3 juta ha, dari luasan hutan tersebut terdapat 2,5 juta ha atau 19,69 % hutan rawa gambut (Profil kehutanan provinsi Kalimantan Tengah, 2012).

Memasuki era tahun 1970 pengelolaan hutan dilakukan dengan sistem HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan selama lebih dari 3 dasawarsa hutan tersebut telah memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan di Kalimantan Tengah pada umumnya. Namun demikian keberadaan HPH tersebut ternyata tidak berpengaruh signifikan bagi kehidupan masyarakat desa sekitar hutan.

(2)

Seperti pada umumnya di Kalimantan, sebagian besar desa-desa di Kalimatan Tengah berada di dalam kawasan hutan yaitu sebanyak 1.365 buah desa dari total 1.366 buah desa yang ada, dari total tersebut masing-masing 11,86% berada di kawasan hutan lindung dan konservasi, 57,76 % berada di kawasan hutan produksi dan 29,58 % berada di kawasan hutan produksi terbatas (Hariadi, 2009). Masyarakat desa di Kalimantan Tengah sebagian menggantungkan kehidupannya dari hasil hutan, sebanyak 20-40% dari jumlah penduduk di beberapa desa, terutama yang berada di daerah lahan rawa gambut tergolong dalam masyarakat miskin (Sjarkowi, 2005). Dapat disimpulkan bahwa pengelolaan hutan dengan sistem HPH tidak membawa perubahan pada perikehidupan masyarakat desa hutan, justru malah membuat hutan semakin rusak seperti keadaan sekarang ini.

Beberapa kesalahan telah terjadi pada pengelolaan hutan di masa lalu, seperti penebangan dalam waktu yang singkat sebanyak-banyaknya dan tidak mengindahkan batas diameter tebangan, menyebabkan kondisi hutan terus mengalami penurunan (Forest Watch Indonesia, 2001). Kesalahan juga terjadi pada pengelolaan hutan rawa gambut berupa inkonsistensi pengaturan batas diameter tebangan, rotasi tebang dan pohon inti, yang penentuannya tidak didukung dengan data riap atau pertumbuhannya (Istomo et al., 2010). Di Kalimantan Tengah setiap tahun luas tutupan lahan hutan semakin menurun yaitu dari 9, 3 juta ha pada tahun 2000 menjadi 8,7 juta hapada tahun 2009 atau rata rata setiap tahun berkurang 63 ribu ha (Laporan Gubernur Kalimantan Tengah, 2012). Berkurangnya luasan

(3)

tutupan lahan ini diikuti dengan munculnya lahan-lahan kritis. Sampai dengan tahun 2013 lebih dari 95 % lahan rawa gambut berada dalam kondisi kritis dan agak kritis (BP DAS Kahayan, 2013). Selain itu penebangan yang dilakukan cenderung pada jenis-jenis komersial, mengakibatkan menurunnya kuantitas dari jenis-jenis seperti ramin, meranti, jelutung, kapur naga, kempas dan keruing (Simbolon, 2002).

Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah berusaha meningkatkan kembali potensi hutan rawa gambut dengan melakukan pembangunan kembali kawasan hutan rawa gambut yang telah rusak tersebut. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah membuat suatu ketetapan melalui kebijakan pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Realisasi dari kebijakan tersebut kurang lebih 1,1 juta ha dari kawasan pengembangan lahan gambut harus dikonservasikan dan dikembalikan pada keadaan semula.

Sehubungan dengan kebijakan tersebut, maka kemudian muncul ketentuan bahwa kawasan gambut dalam sampai sangat dalam atau yang ketebalannya lebih dari 3 m ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Di sisi lain hal ini dirasa kurang menguntungkan masyarakat desa hutan karena ternyata mempersempit ruang gerak masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan.

Salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk menghadapi kondisi seperti ini adalah memanfaatkan hasil hutan dengan tidak melakukan penebangan-penebangan

(4)

terhadap pohonnya. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menjadi prioritas yang harus dijalankan agar masyarakat mendapatkan keuntungan dari HHBK dan pemerintah dapat menjalankan kebijakannya. Salah satu jenis tumbuhan dari hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah yang prospektif memberikan keuntungan HHBK adalah jelutung. Getah jelutung dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan antara lain untuk bahan permen karet, plastik pembungkus kabel, kerajinan tangan dan kosmetik serta digunakan untuk memberi sifat mudah teremas pada komposisi karet (William, 1963; Najiyati et al., 2005). Nilai ekonomis lainnya dari jelutung adalah daun dan kulit dapat digunakan sebagai bahan pengobatan untuk mengatasi peradangan, demam dan nyeri (Wong et al., 2011). Umumnya penggunaan terhadap kayu jelutung antara lain adalah untuk meja gambar, ukiran, meubel, pensil, kayu lapis, peti, sampan, sirap dan lain-lain, selain itu kayu jelutung juga bisa digunakan sebagai komponen pembuatan gitar dan biola (Yahya et al., 2010).

Pemanfaatan HHBK berupa getah jelutung paling tidak bisa mengadopsi tiga kepentingan sekaligus yaitu kepentingan konservasi, produksi dan ekonomi untuk masyarakat sekitar hutan. Prospek lainnya yang lebih penting adalah karena jelutung merupakan tumbuhan asli dari hutan rawa gambut, maka jelutung mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lahan rawa, baik yang tergenang maupun tidak tergenang (Bahtimi, 2009). Menurut Sofiyuddin et al. (2012), penanaman jelutung di

(5)

lahan gambut lebih mudah diadopsi karena dapat tumbuh bersama-sama dengan tanaman lain seperti kopi, karet, pinang dan sawit.

Beberapa penelitian tentang laju pertumbuhan baik pada pohon jelutung maupun spesies lain yang berkaitan dengan tempat tumbuh seperti pada tanah gambut maupun lainnya dan pengaruh lingkungan antara lain oleh Sofiyuddin et al. (2012) di Tanjung Jabung, provinsi Jambi, laju pertumbuhan jelutung pada pola tanam monokultur 1,9 cm/tahun, pada pola tanam campuran dengan sawit 1,6 cm/tahun dan pada pola tanam campuran dengan sawit dan pinang 1,0 cm/tahun. Penelitian Bastoni dan Riyanto, (1999) dalam Bahtimi (2009), yang menyatakan bahwa jelutung mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, dalam kondisi alami riap diameter mencapai 1,5 - 2,0 cm/tahun. Hasil penelitian Sarkkola et al. (2009) pada tanah gambut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara volume tegakan dengan tingginya permukaan air tanah pada lahan gambut. Penelitian Hidayati et al. (2013) pada pohon jati dari dua tempat tumbuh yang berbeda, menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter batang, tinggi pohon dan volume pohon. Hasil penelitian Die et al. (2012) tentang fluktuasi aktifitas kambium dalam hubungannya dengan curah hujan menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tebal kambium dengan curah hujan bulanan pada pohon jati. Marcati et al. (2006) yang melakukan penelitian pada Cedrela fissilis menyatakan bahwa kambium memiliki masa aktif dan masa tidur (dorman) masing-masing satu kali per tahun, periode aktif terjadi pada musim hujan sedangkan periode dorman pada musim

(6)

kemarau atau kering. Norline et al. (2011) yang mengamati tentang dimensi sel menyatakan bahwa terdapat perbedaan dimensi sel sebelum dan sesudah dilakukan pinning

Permasalahannya adalah salah satu faktor yang memengaruhi kesuburan tanah gambut adalah ketebalan gambut, dimana gambut yang dangkal lebih subur daripada gambut yang dalam (Page et al., 1999). Terdapat hubungan yang erat antara ketebalan gambut dengan kandungan beberapa unsur hara, semakin tebal gambut semakin rendah kandungan unsur hara (Sajarwan, 2007). Tanah gambut mempunyai sifat-sifat yang khas yaitu jenuh air, kelebihan air dalam tanah adalah faktor utama yang membatasi pertumbuhan pohon di lahan gambut (Hokka et al., 2008). Sifat gambut lainnya adalah pH rendah, bobot tanah yang ringan dan miskin unsur hara. Berdasarkan sifat fisik dan sifat kimianya, tanah gambut mempunyai kemampuan yang terbatas untuk pertumbuhan tanaman (Radjagukguk, 2004). Kondisi ketebalan gambut dan sifat-sifat tanahnya diduga akan memengaruhi terhadap laju pertumbuhan jelutung.

Selain itu beberapa ahli menyatakan bahwa laju pertumbuhan pohon tergantung pada kondisi lingkungan dimana pohon tersebut tumbuh seperti iklim, curah hujan dan suhu serta kondisi tanah. Menurut Tata et al. (2010) terdapat perbedaan riap antar jenis dan antar lokasi tumbuh, sedangkan Marsoem (2010) mengatakan bahwa pembentukan kayu pada pertumbuhan pohon ditentukan oleh jenis, genetik dan kondisi lingkungan. Menurut Harris (1981) dalam Zobel dan

(7)

Buijtenen (1989) bahwa, tempat tumbuh dengan kondisi lingkungan yang berbeda dapat menjadi sumber variabilitas kayu. Menurut Die et al. (2012) masih sedikit diketahui tentang faktor lingkungan yaitu curah hujan yang memengaruhi differensiasi sel. Laju pertumbuhan pohon ditentukan oleh lajunya aktivitas pembelahan sel dalam kambium. Aktivitas sel yang dimaksud yaitu banyaknya sel membelah diri dan membesarnya diameter sel yang menyebabkan membesarnya diameter batang. Secara umum laju pertumbuhan semakin menurun dengan semakin besar pohon atau semakin bertambah umur pohon (Krisnawati et al., 2011).

Berdasarkan pada kondisi di atas maka sangat penting untuk dilakukan penelitian yang bisa menjelaskan pengaruh ketebalan gambut dan diameter batang terhadap laju pertumbuhan pohon, sifat-sifat kayu dan hasil getah jelutung kapur dan jelutung sanaman yang tumbuh di hutan rawa gambut, serta bagaimana keterkaitan antara laju pertumbuhan dan hasil getah dengan suhu dan curah hujan. Penelitian ini didahului dengan pengamatan terhadap distribusi ketebalan gambut dan sifat-sifat tanah gambut di lokasi penelitian. Selain pengamatan laju pertumbuhan secara makroskopis juga dilakukan pengamatan secara mikroskopis, agar dapat menjelaskan pembentukan sel yang terjadi pada periode pertumbuhan tertentu. Pengamatan ini sekaligus agar memahami lebih dalam karakter jelutung melalui pengamatan terhadap sifat anatomi kayu kedua jenis jelutung khususnya susunan dan ukuran sel-sel penyusun kayu.

(8)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas pemanfaatan hasil hutan bukan kayu mempunyai keunggulan yaitu kerusakan pada hutan sangat minimal karena tidak melakukan penebangan, sekaligus tidak merusak ekosistem, teknologi yang digunakan murah dan sederhana, dapat dilakukan oleh semua kalangan masyarakat. Namun pemanfaatan hasil hutan non kayu tersebut akan tidak optimal apabila belum diketahui potensi, sebaran, pertumbuhan maupun produksinya. Jelutung merupakan salah satu jenis pohon yang mempunyai hasil selain kayu yaitu getah. Jenis pohon hutan rawa gambut ini mempunyai prospek untuk dikembangkan karena merupakan tumbuhan asli dari hutan rawa gambut, sehingga mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lahan rawa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan laju pertumbuhan yang beragam dengan berbagai pola tanam, akan tetapi belum diketahui bagaimana kondisi tempat tumbuh, khususnya ketebalan gambut serta bagaimana keterkaitannya dengan kondisi lingkungan lainnya yaitu suhu dan curah hujan. Selain itu juga belum diketahui untuk hasil getah dari berbagai pola tanam tersebut. Permasalahannya adalah ketebalan gambut berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah gambut, sedangkan sifat-sifat tanah gambut serta kondisi lingkungan lainnya seperti curah hujan dan suhu berpengaruh terhadap laju pertumbuhan pohon. Terdapat dua jenis jelutung yang tumbuh menyebar secara alami di hutan rawa gambut dengan ketebalan gambut yang beragam yaitu jelutung kapur dan jelutung sanaman. Di dalam satu kawasan dengan jarak 50 m terdapat

(9)

perbedaan ketebalan antara 10-50 cm. Kondisi ketebalan gambut baik yang terkait dengan sifat-sifat fisik maupun kimia tanah dan kondisi lingkungan seperti suhu dan curah hujan diduga akan mempengaruhi laju pertumbuhan kedua jelutung.

Sifat-sifat tanah baik sifat fisik maupun sifat kimia, kondisi iklim seperti suhu dan curah hujan, sistem eksploitasi, jenis, pemeliharaan dan umur, merupakan faktor-faktor yang memengaruhi produktifitas getah. Faktor-faktor tersebut menentukan laju pertumbuhan, makin cepat laju pertumbuhan, makin besar diameter batang dan makin tebal kulit, maka makin banyak getah yang dihasilkan. Namun informasi tentang laju pertumbuhan dan hasil getah jelutung baik jelutung kapur maupun jelutung sanaman, menurut kelas diameter pohon dan menurut ketebalan gambut serta bagaimana keterkaitan suhu dan curah hujan terhadap laju pertumbuhan dan hasil getah masih terbatas. Oleh karena perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana laju pertumbuhan kedua jelutung dengan mengukur pertambahan diameter batang. Pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat sel ditandai dengan adanya pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Proses tersebut dapat diketahui dengan pengamatan laju pertumbuhan secara mikroskopis. Melalui pengamatan tersebut dapat secara lebih detil diketahui aktivitas kambium seperti pembentukan sel baik jumlah, proporsi sel dan dimensi sel yang terbentuk dalam suatu periode pertumbuhan. Metode yang dapat dilakukan untuk pengamatan secara mikroskopis adalah metode penusukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jenis pohon, ketebalan gambut dan kelas diameter pohon

(10)

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan hasil getah jelutung. Tujuan lainnya untuk mengetahui sifat anatomi kayu jelutung melalui pengamatan secara mikroskopis. Pengetahuan tentang riap dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan agar nantinya didalam pemanfaatan jelutung tidak dilakukan penebangan melebihi dari riap. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat mengetahui jenis yang mana, pada ketebalan gambut berapa dan kelas diameter batang berapa, jelutung dapat tumbuh cepat dan menghasilkan getah yang maksimal. Di sisi lain juga dapat mengetahui berapa hasil getah yang akan diperoleh masyarakat dari jelutung, selanjutnya dapat menghitung berapa pendapatan petani dari hasil getah tersebut.

1.3 Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang laju pertumbuhan pohon melalui pengamatan pertambahan diameter, laju pertumbuhan melalui pengamatan aktivitas kambium serta hasil getah jelutung menurut jenis, kelas diameter pohon maupun yang membedakan tempat tumbuh yaitu ketebalan gambut belum pernah dilakukan. Selain itu keterkaitan laju pertumbuhan jelutung baik secara makroskopis maupun mikroskopis dengan suhu dan curah hujan juga belum pernah di lakukan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di lokasi yang sama dan atau yang berkaitan dengan jelutung pernah dilakukan tetapi tidak dengan fokus yang sama dapat dilihat pada Tabel 1.1.

(11)

Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang berkaitan dengan jelutung

No Peneliti

(Tahun)

Judul Desain Hasil

1 Simbolon,H

(2002)

Proses Awal Pemulihan Hutan Gambut

Kalampangan Kalimantan Tengah Pasca Kebakaran Hutan Desember 1997 dan September 2002 Pengamatan struktur dan komposisi tegakan pasca kebakaran

Kerapatan tegakan tergolong tinggi, pohon tersusun dari pohon yang berdiameter kecil. Pengamatan laju pertumbuhan beberapa jenis antara lain

Dyera lowii Hook.f 1,12

mm/tahun untuk pohon dengan diameter rata rata 11, 97 cm. 2 Imam Wahyudi,Rudi Hartono, Totok Waluyo (2009) Teknik penyadapan getah jelutung yang efektif dan ramah lingkungan untuk menghasilkan lateks bermutu tinggi, bagian 1 kaitan pola

penyebaran saluran getah dengan teknik penyadapannya

Percobaan lapangan

Metode penyadapan Setengah Spiral dari kanan ke kiri dgn sudut 37º terhadap sumbu batang ditetapkan sebagai metode atau teknik penyadapan yg direkomendasikan 3 Burhanudin (2010) Assosiasi jamur mikoriza arbuskula dengan Perepat (Combrecartus

rotundus Miq) dan

jelutung (Dyera lowii Hook.f.) di lahan gambut

Percobaan lapangan dan laboratorium

inokulasi dengan JMA jenis Glomus sp 3 yang

dikombinasikan dengan pemberian pupuk P takaran 100 ppm dan penanaman pada jeluk muka air tanah 20 cm dan 10 cm dapat meningkatkan

pertumbuhan bibit Perepat (C.

rotundatus Miq) dan jelutung

(12)

4 Sofiyuddin,m dan

Janudianto,P., (2012)

Potensi pengembangan dan pemasaran jelutung di Tanjung Jabung Barat.

Pengamatan di lapangan

Jelutung dapat tumbuh dengan baik pada tanah gambut baik tergenang maupun tidak tergenang. Rata-rata laju pertumbuhan berbagai pola penamanan 1,7 cm/tahun.

Tabel 1.1 Lanjutan

No Peneliti

(Tahun)

Judul Desain Hasil

5 Sedik Yahya, Sinin Hamdan ,Ismail Jusoh,Mahbu b Hasan (2010) Acoustic properties of selected tropical wood species Percobaan laboratorium

Berdasarkan pada nilai rata-rata

specific dynamic Young’s modulus (E_/γ ), Endospermum

Diadenum,Cratoxylum

Arborescens, Macaranga Gigantea dan Dyera Polyphylla dapat

digunakan untuk membuat semua komponen biola dan gitar

6 Wawan Halwany (2010) Kedekatan ekologis beberapa lahan tanaman jelutung rawa (Dyera polyphylla miq v Steenis) dengan indicator kelimpahan mikrofauna tanah di Kalimantan Tengah Pengamatan lapangan dan laboratorium

Terdapat kelimpahan makrofauna tanah permukaan terdiri dari

Formicidae dan Gryllidae lebih

banyak pada lahan tanaman jelutung di Jabiren dan Hampangin lahan kosong. Terdapat

kelimpahan makrofauna tanah dalam lahan terdiri dari

Formicidae, Megascolocidae, Aranea dan Blattidae pada lahan

jelutung di Hampangin. Untuk kelimpahan jenis Glossoscolecidae terbanyak pada lahan jelutung Jekan dan Jabiren.

7 Wong.SK, You Yun Lim, Noor Rain.A, Fariza Julian Nordin (2011) Assesment of antiproliferative and anti plasmodial activities of five selected Apocynaceae Species Percobaan Laboratorium

Daun dan kulit dari Dyera

costulata dapat digunakan untuk

mengobati demam radang dan nyeri karena memiliki kandungan total fenolik ( TPC ) dan aktivitas radikal - pemulungan (RSA ) tertinggi.

(13)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk dapat:

1. Mengungkapkan pengaruh perbedaan ketebalan gambut terhadap sifat-sifat fisika dan kimia tanah gambut.

2. Mengungkapkan pengaruh perbedaan jenis pohon, kelas ketebalan gambut dan kelas diameter batang terhadap laju pertumbuhan jelutung kapur dan jelutung sanaman secara makroskopis.

3. Mengungkapkan laju pertumbuhan jelutung kapur secara mikroskpis pada kelas diameter yang sama dan keterkaitan suhu dan curah hujan dengan pembentukan sel, proporsi dan dimensi sel.

4. Mengungkapkan pengaruh perbedaan jenis pohon, kelas ketebalan gambut dan kelas diameter batang terhadap hasil getah jelutung kapur dan jelutung sanaman

5. Menemukan keterkaitan antara suhu dan curah hujan dengan laju pertumbuhan pohon secara makroskpis dan hasil getah jelutung kapur dan jelutung sanaman.

1.5 Manfaat Penelitian

(14)

1. Memahami lebih dalam karakter pohon jelutung baik laju pertumbuhan maupun hasil getah, yang tumbuh pada hutan rawa gambut dengan ketebalan gambut yang beragam.

2. Menyediakan informasi sebagai dasar agar dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil jelutung dapat lebih tepat khususnya yang tumbuh di hutan rawa gambut.

3. Bahan masukan bagi para pemangku kebijakan dalam rangka pengelolaan lahan gambut, dengan tetap mengakomodir kepentingan fungsi lindung dan kepentingan masyarakat.

Gambar

Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang berkaitan dengan jelutung
Tabel 1.1 Lanjutan

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhirnya kondisi tersebut berdampak pada anak-anak, yaitu anak tumbuh dan berkembang dengan kurang memiliki jiwa sosial terutama sikap toleransi terhadap

Bila 100 mL contoh larutan jenuh masing masing garam Pb berikut ini, manakah yang mengandung konsentrasi ion Pb 2+ (aq) paling tinggiA. Berikut ini, manakah pernyataan yang

Konstruksi dari aktuator jenis ini adalah slot pada sisi dari cylinder yang dibungkus dengan sebuah elastomeric seal backed dan juga sebuah potongan stainless steel

Jika tidak ada pemberitahuan tersebut, maka dianggaplah bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama; dan (2) Pengaturan batas waktu hak sewa atas tanah Hak Milik bagi

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Suryono, 2005, Mikrokontroler ISP MCS-5,Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika Undip. Suryono, 2005, Workshop Elektronika Dasar, Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika

Dalam pergaulan kita dengan wanita, baik yang tersurat, tersirat maupun wanita yang ada di alam ketuhanan diri (sirr yang diibaratkan istri sejati) – maka apa yang telah di amanatkan