• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya ZnO membentuk struktur kristal heksagonal wurtzite

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya ZnO membentuk struktur kristal heksagonal wurtzite"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan ZnO Secara Umum 2.1.1. Struktur Kristal

Pada umumnya ZnO membentuk struktur kristal heksagonal wurtzite (Kai, 2008; Jagadish dan Pearton, 2006; Palomino, 2006; Dengyuan, 2005; Karpina et al., 2004). Struktur ini dapat digambarkan sebagai kombinasi bergantian subkisi hexagonal-close-packed (hcp), dimana tiap subkisi terdiri dari satu jenis atom (misal atom Zn) bergantian dengan atom jenis lain (atom O) sepanjang sumbu c. Tiap satu subkisi meliputi empat atom per unit sel, setiap atom Zn dikelilingi oleh empat atom O dan sebaliknya. Gambar 2.1 memperlihatkan struktur kristal wurtzite ZnO dimana atom O digambarkan sebagai bola putih besar dan atom Zn digambarkan sebagai bola hitam yang lebih kecil dan garis hitam menggambarkan unit sel. Parameter kisi ZnO untuk struktur wurtzite pada temperatur 300 K adalah a = 3,2495 Å dan c = 5,2069 Å (Dengyuan, 2005).

(2)

Selain struktur kristal wurtzite, ZnO juga dilaporkan dapat memiliki struktur kristal kubik zincblende dan rocksalt (Jagadish dan Pearton, 2006; Dengyuan, 2005). Gambar 2.2 memperlihatkan struktur rocksalt (kiri) dan zincblende (kanan) ZnO. Struktur kristal zinckblende ZnO stabil hanya jika ditumbuhkan pada struktur kubik dan konstanta kisi ZnO untuk struktur rocksalt adalah a = 4,280 Å (Dengyuan, 2005).

Gambar 2.2. Struktur rocksalt dan zincblende ZnO

2.1.2. Sifat Optik

Seng oksida adalah semikonduktor dengan celah pita energi langsung (direct band gap). Nilai celah pita energi untuk ZnO monokristal adalah antara 3,1-3,3 eV pada temperatur ruangan dan 3,44 eV pada temperatur 4 K dan untuk film ZnO polikristal adalah antara 3,28 – 3,30 eV (Dengyuan, 2005). Karena memiliki celah pita energi yang lebar maka ZnO transparan terhadap sinar tampak (400-700 nm). Indeks bias ZnO dalam bentuk film adalah sekitar 1,93-2,0 dan untuk material ukuran besar (bulk) adalah ~2,0. Nilai beberapa parameter fisis ZnO diperlihatkan pada tabel 2.1 (Dengyuan, 2005).

(3)

Tabel 2.1. Parameter fisis ZnO Parameter fisis dasar ZnO

Fase stabil pada 300 K Wurtzite

Space group C63mc

Parameter kisi pada 300 K (nm) ao: 0,32495

co: 0,52069

ao/co: 1,602

Massa jenis (g cm-3) 5,606

Konduktivitas termal pada 300 K (W/cm·K) 0,6, 1-1,2 Ekspansi termal linear (/oC) ao: 6,5 x 10-6

co: 3,0 x 10-6

Titik leleh (oC) 1975

Indeks bias 2,008

2,029

2.1.3. Sifat Listrik

Film ZnO murni tanpa didoping adalah semikonduktor tipe-n yang disebabkan oleh cacat alamiah (native defect) yaitu Zn interstisial dan O vakansi (Schmidt et al., 2007; Jagadish dan Pearton, 2006; Dengyuan, 2005). Pada ZnO, Zn interstisial merupakan donor dangkal (shallow donor) dan tingkat donornya terletak sekitar 0,025-0,03 eV dibawah pita konduksi. Oleh karena itu, konduksi ZnO dapat dintulis

e nμn

σ = , (2.1)

dengan n konsentrasi, μn mobilitas, dan e muatan elektron. Massa efektif elektron

dalam pita konduksi adalah 0,28 m0 dan massa efektif hole pada pita valensi

adalah 1,8 m0 dimana m0 adalah massa diam elektron. Resistivitas ZnO murni

tanpa didoping adalah 1025 Ω·cm (Karvina, 2004). Nilai beberapa parameter listrik

(4)

Tabel 2.2. Parameter listrik ZnO Parameter listrik ZnO Massa efektif elektron dalam pita konduksi, *

e

m 0,28 m0

Massa efektif hole dalam pita valensi, *

h

m 1,8 m0

Afinitas elektron (eV) 4,35

Tingkat donor (Ec – Ed) (eV) 0,03

Mobilitas elektron pada 300 K (cm2/V-s) 200 Mobilitas hole pada 300 K (cm2/V-s) 180

2.1.4. Pengaruh Pendopingan Al terhadap Sifat Listrik Film ZnO

Pendopingan merupakan suatu cara untuk merubah sifat-sifat listrik semikonduktor. Ketika semikonduktor didoping dengan impuritas maka semikonduktor menjadi ekstrinsik. Salah satu tujuan dilakukan pendopingan adalah untuk meningkatkan konduksi semikonduktor. Berdasarkan jenis pembawa muatan mayoritas dan minoritasnya, semikonduktor ekstrinsik dibedakan menjadi semikonduktor tipe-n dan tipe-p. Secara alamiah, ZnO tanpa doping adalah semikonduktor tipe-n. Konduksi ZnO tipe-n dapat ditingkatkan dengan dua metode pendopingan yaitu: (i) menciptakan donor intrinsik seperti Zn interstisial dan (ii) menggunakan dopan ekstrinsik (Dengyuan, 2005). Film yang didoping dengan metode pertama memiliki sifat listrik yang tidak stabil dikarenakan film yang kekurangan oksigen mengalami reoksidasi. Selain itu, donor dalam film ZnO yang didoping secara intrinsik masih diperdebatkan. Doping ekstrinsik pada ZnO diperoleh dengan cara substitusi kation atau anion. Kelebihan pendopingan secara ekstrinsik adalah sifat listrik dan optik film relatif stabil.

Tipikal dopan yang banyak digunakan untuk meningkatkan konduktivitas film ZnO adalah atom-atom trivalen ( atom yang memiliki tiga elektron valensi)

(5)

seperti unsur-unsur golongan III A (Al, In, Ga) melalui substitusi kation. Alumunium adalah salah satu dopan yang paling cukup banyak digunakan karena menghasilkan film ZnO dengan konduktivitas tertinggi. Peningkatan konduktivitas yang ditimbulkan doping alumunium disebabkan oleh peningkatan konsentrasi muatan pembawa bebas karena alumunium memiliki satu elektron valensi lebih banyak dari pada seng (Gonzáles et al., 1998).

Gambar 2.3 memperlihatkan struktur kristal ZnO dengan doping atom Alumunium. Pada ZnO yang didoping Al, sebuah kisi yang seharusnya ditempati atom Zn digantikan oleh atom Al (atom donor). Hal itu berdasarkan pada beda keelektronegatifan antara Al (1,61) dan Zn (1,65) sangat kecil dan jari-jari ionik Al (0,530 Å) lebih kecil dibanding jari-jari ionik Zn (0,600 Å).

Gambar 2.3. Struktur kristal ZnO dengan doping alumunium

ZnO juga merupakan semikonduktor yang asimetris dalam pendopingan yaitu mudah dibuat menjadi semikonduktor tipe-n tetapi sukar dibuat menjadi

(6)

semikonduktor tipe-p. Sulitnya ZnO memiliki konduksi tipe-p disebabkan oleh dua sebab yaitu: (1) impuritas yang menghasilkan akseptor dangkal (shallow acceptor) pada satu titik kisi dapat berlaku sebagai donor ketika berada pada titik kisi yang lain atau ketika berada pada interstisial dan (2) akseptor memiliki kecendrungan untuk berpasangan dengan Zn interstisial membentuk complex yang secara kelistrikan tidak aktif (Dengyuan, 2005).

Diantara dopan tipe-p unsur golongan VA adalah yang dianggap paling menjanjikan dan yang dianggap akseptor yang terbaik adalah nitrogen (N) karena

nitrogen memiliki ukuran ion yang hampir sama dengan oksigen (Jagadish dan Pearton, 2006). Akan tetapi, doping tunggal dengan nitrogen

memiliki solubilitas yang rendah dan jumlah hole yang dihasilkan diragukan dapat mengimbangi jumlah elektron bebas sehingga diperoleh ZnO tipe-p (Dengyuan, 2005).

2.1.5. Pengaruh Pendopingan Al terhadap Sifat Optik film ZnO

Selai memiliki pengaruh terhadap sifat listrik oksida konduktif transparan, pendopingan juga memiliki pengaruh terhadap sifat optiknya. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pendopingan dapat meningkatkan konsentrasi muatan pembawa bebas dalam semikonduktor. Pada ZnO muatan pembawa bebas tersebut adalah elektron. Peningkatan konsentrasi elektron juga dapat memperbesar lebar celah pita energi semikonduktor. Itu dikarenakan banyak tingkat keadaan terendah pada pita konduksi ditempati oleh elektron eksitasi dari tingkat keadaan donor dangkal, sehingga sesuai dengan prinsip larangan Pauli tidak terjadi absorpsi cahaya untuk bereksitasi ke tingkat keadaan ini. Efek pelebaran celah pita energi ini disebut

(7)

efek Burstein-Moss dan untuk semikonduktor tipe-n besarnya dinyatakan oleh persamaan (Dengyuan, 2005):

( )

∗ ∗ ∗ ∗ + ≡ = Δ h e vc vc BM m m m n e m E 1 1 1 3 2 3 / 2 2 2 π h , (2.2)

dimana n konsentrasi elektron bebas, massa efektif reduksi, massa efektif elektron, massa efektif hole dan e adalah muatan elektron.

vc m me∗ ∗ h m

Ketika kerapatan donor melewati harga tertentu maka lebar celah pita energi juga akan mengalami penyempitan yang signifikan. Penyempitan ini dikarenakan efek banyak-partikel (many-particle efect) seperti pertukaran energi yang berkaitan dengan interaksi elektron-elektron dan elektron-impuritas. Besar penyempitan celah pita energi akibat efek banyak-partikel memenuhi persamaan (Dengyuan, 2005):

( ) ( )

1/3 1/2 3 2 n e E s EX π πε − = Δ , (2.3)

dimana εs adalah konstanta dielektrik semikonduktor. Dengan demikian lebar

celah pita energi semikonduktor Eg yang didoping merupakan gabungan antara

lebar celah pita energi Eg0, pelebaran celah pita energi ΔEBM dan penyempitan

celah pita energi ΔEEX EX BM

g

g E E E

E = 0 +Δ −Δ . (2.4)

Selain itu, Berdasarkan teori Drude antara resistivitas dan reflektansi oksida konduktif transparan pada panjang gelombang inframerah memenuhi hubungan (Dengyuan, 2005):

(8)

t c R s s ρ ρ ρ ε = − =1 4 0 0 , (2.5)

dimana R adalah reflektansi infra merah, ε0 adalah permitivitas ruang hampa, c0

adalah kecepatan cahaya di ruang hampa, ρ dan t adalah resistivitas dan ketebalan film oksida konduktif transparan. Dengan demikian, film dengan resistivitas yang lebih rendah memiliki reflektansi yang lebih tinggi dan transmitansi yang lebih rendah pada daerah panjang gelombang inframerah dibandingkan dengan film dengan resistivitas lebih tinggi.

2.2. Screen Printing 2.2.1. Pasta

Secara umum, komposisi pasta yang digunakan pada proses screen printing terdiri dari serbuk aktif, binder, frit, dan pelarut (Overstraeten dan Mertens; 1986). Serbuk aktif merupakan elemen fungsional yang setelah proses firing akan menentukan sifat-sifat film yang terbentuk. Pada pembuatan film ZnO yang merupakan serbuk aktif adalah serbuk ZnO. Binder atau organic binder berfungsi menjaga serbuk aktif dalam pasta tidak mengendap. Etil selulosa biasa digunakan sebagai binder pada pembuatan pasta ZnO. Frit berfungsi menimbulkan pelekatan (adhesion) partikel serbuk aktif pada substrat. Pelarut berfungsi untuk mengatur kekentalan pasta selama proses screen printing. Pelarut dan binder akan terbakar dan menguap pada proses pengeringan (drying) atau pembakaran (firing).

(9)

2.2.2. Proses Printing

Tahapan proses printing dibagi menjadi tiga tahap. Gambar 2.4.a memperlihatkan posisi awal dari pasta, squeegee dan substrat. Gambar 2.4.b memperlihatkan gerakan dari squeegee. Pada tahap ini, squeegee mendorong pasta melalui lubang-lubang pada screen ke atas substrat dengan tekanan yang terdefinisi baik dan dapat diatur. Gambar 2.4.c menunjukan gerakan akhir dari squeegee.

Gambar 2.4. Proses screen printing

Parameter-parameter paling penting dalam proses printing adalah jarak snap-off, kecepatan dan tekanan squeegee. Jarak snap-off adalah jarak antara substrat dengan screen. Jarak sanp-off tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil dan bergantung pada tensi screen. Kecepatan dan tekanan squeegee menentukan

(10)

banyaknya material yang tercetak pada substrat. Akan tetapi, banyaknya pasta yang tercetak pada substrat tidak hanya bergantung pada kecepatan dan tegangan squeegee tetapi juga bergantung pada ketebalan screen yang digunakan.

Gambar 2.5 memperlihatkan penampang melintang dari screen. Screen yang digunakan pada proses screen printing dibentuk dari kawat-kawat stainless steel (yang disebut mesh). Mesh ini ditutupi dengan suatu emulsi photosensitive yang dapat dibangun menurut pola tertentu. Melalui lubang-lubang pada pola, pasta akan dicetakkan. Perbedaan screen dikarakterisasi oleh luasnya, jumlah kawat per inci (disebut meshnumber), orientasi kawat terhadap frame dan ketebalan emulsi. Banyaknya kawat per inci menentukan kehalusan mesh.

Gambar 2.5. Penampang melintang screen

2.2.3. Proses Drying dan Firing

Setelah proses screen printing lapisan pasta pada substrat dikeringkan pada temperatur 120-150 oC untuk menguapkan pelarut. Proses pengeringan (drying) dapat dilakukan menggunakan hot-plate, pemanas listrik dan pemanas inframerah. Pengeringan menggunakan hot-plate memiliki kekurangan tidak kontinu atau otomatis. Pengeringan menggunakan pemanas listrik memiliki

(11)

kekurangan karena permukaan lapisan lebih dulu mengering yang membuat penguapan pelarut di bagian dalam lapisan menjadi sulit. Pengeringan dengan pemanas inframerah adalah yang terbaik. Pengeringan dengan pemanas inframerah adalah suatu proses kontinu menggunakan sebuah sabuk (belt) yang bergerak melewati sebuah tungku pemanas inframerah. Dengan memilih panjang gelombang yang tepat radiasi akan menembus ke dalam material sedemikian sehingga pelarut dalam setiap lapisan pasta dapat menguap di dalam tungu.

Setelah proses pengeringan, proses selanjutnya adalah proses firing. Proses firing berlangsung di dalam tungku ban berjalan. Profil temperatur dalam tungku ban berjalan dapat di bagi kedalam tiga fase seperti diperlihatkan pada gambar 2.6 (Overstraeten dan Mertens, 1986).

Gambar 2.6. Profil temperatur dalam belt furnace (skala relatif)

Fase kenaikan temperatur (a). Pada temperatur ini binder akan terbakar dan terlepas dari pasta. Fase suhu puncak (b), Proses sintering atau firing berlangsung. Lama dan tinggi temperatur firing bergantung pada jenis pasta yang digunakan. Pada fase ini, atom-atom serbuk aktif akan bertumbukan akibat energi termal dan akibatnya partikel-partikel serbuk aktif akan saling bergabung dan

(12)

membentuk butir yang lebih besar. Beberapa waktu kemudian proses densifikasi terjadi akibat adanya pertumbuhan butir. Fase terakhir adalah fase penurunan temperatur (c). Proses penurunan temperatur harus berlangsung sedemikian rupa sehingga tidak terjadi ketegangan pada substrat.

2.3. Pengaruh Temperatur Firing terhadap Sifat Listrik dan Optik ZnO:Al Oksida konduktif transparan adalah semikonduktor oksida dengan karakteristik resistivitas listrik yang rendah dan transparansi yang tinggi pada radiasi visible. Agar dapat memiliki aplikasi yang luas film oksida konduktif transparan harus memenuhi persyaratan transmitansi optik yang tinggi dalam interval panjang gelombang dari 350-800 nm dan memiliki hambatan listrik yang rendah. Sebagai oksida konduktif transparan ZnO memiliki transparansi dan tidak memiliki masalah dalam hal transmitansi cahaya, tetapi dalam hal konduksi listrik, ZnO memiliki resistivitas yang besar dan oleh karenanya masih belum digunakan secara komersial.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, konduktivitas film ZnO dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan konsentrasi pembawa melalui pemberian doping. Akan tetapi, peningkatan konsentrasi pembawa memiliki efek langsung terhadap sifat optik film yaitu: (i) peningkatan konsentrasi elektron mempengaruhi absorpsi film karena peningkatan konsentrasi elektron mempengaruhi lebar celah pita energi akibat efek Burstein-Moss dan efek banyak-partikel dan (ii) penurunan resistivitas akan meningkatkan reflektansi dan menurunkan transmitansi film pada daerah panjang gelombang inframerah.

(13)

Cara lain meningkatkan konduktivitas film ZnO:Al adalah dengan memperbesar ukuran butir. Dalam semikonduktor polikristalin, jika

2 / 1 2 0 / ) ( 2 n e kT L L L r D D ε ε = ≥ , (2.6)

dimana L adalah ukuran butir,

ε

r adalah konstanta dielektrik material,

ε

0 adalah permitivitas ruang hampa dan k adalah konstanta Boltzmann maka pada daerah-daerah batas butirnya terdapat barier potensial (back-to-back Schottky barrier) (Seung et al., 2007). Gambar 2.7 memperlihatkan diagram pita energi dari barier potensial dan tiga mekanisme transport yang dapat terjadi pada batas butir.

Gambar 2.7. Diagram pita energi dan transisi pembawa pada batas butir

Tiga mekanisme transport yang dapat rejadi pada batas butir adalah: (i) emisi termionik, (ii) emisi medan termionik dan (iii) emisi medan. Emisi termionik merupakan tipikal mekanisme hamburan pada batas butir untuk film semikonduktor polikristalin. Berdasarkan statistik Maxwell-Boltzmann, konduksi yang dibatasi oleh emisi termionik atas barier potensial Schottky dinyatakan oleh (Seung et al., 2007): ) / exp( ) 2 ( 1/2 2n mkT V kT Le eB = π ∗ − σ (2.7)

(14)

dimana VB adalah tinggi barier pada batas butir dan n konsentrasi pembawa.

Dengan demikian, ukuran butir (L) sangat mempengaruhi konduksi listrik (σ). Dan untuk film ZnO:Al yang dibuat dengan teknik screen printing, ukuran butir sangat ditentukan oleh penentuan temperatur firing (Ismail et al., 2001).

B

2.4. Teknik Karakterisasi 2.4.1. X-Ray Difraction (XRD)

X-Ray difraction atau difraksi sinar-X adalah alat diagnosa yang ampuh dan tidak merusak untuk menganalisa fase kristalin suatu sampel dan menentukan sifat struktural dari fase tersebut seperti orientasi dominan dan ukuran kristal.

Prinsip dasar dari XRD adalah difraksi sinar-X oleh atom-atom kristal. Ketika sebuah sinar-X monokromatik menumbuk atom seperti diperlihatkan pada gambar 2.8, dua proses hamburan terjadi (Cullity, 1978). Elektron-elektron yang terikat kuat akan mengalami osilasi dan memancarkan sinar-X dengan panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang sinar-X datang. Elektron-elektron yang terikat tidak terlalu kuat akan menghamburkan sebagian dari sinar-X yang datang dan dalam prosesnya sedikit menaikan panjang gelombang sinar-X yang dihamburkan. Hamburan yang pertama disebut hamburan koheren dan hamburan kedua disebut hamburan inkoheren; keduanya terjadi secara simultan dan di segala arah.

(15)

Gambar 2.8. Hamburan sinar-X oleh atom

Jika atom tersebut merupakan bagian dari kumpulan atom yang tersusun dalam ruang secara teratur dan periodik seperti dalam sebuah kristal, sebuah fenomena lain terjadi. Radiasi hamburan koheren dari semua atom saling menguatkan pada arah tertentu dan saling meniadakan pada semua arah yang lain, yang menghasilkan sinar difraksi.

Gambar 2.9 memperlihatkan seksi sebuah kristal, atom-atomya tersusun pada bidang bidang paralel A, B, C, ..., yang tegak lurus pada bidang gambar dan terpisah sejauh d. Sinar-X yang benar-benar paralel, benar-benar monokromatik dengan panjang gelombang λ menumbuk kristal ini dengan sudut θB, dimana θB B diukur antara sinar datang dan bidang kristal. Sinar yang terhambur oleh semua atom pada semua bidang yang memiliki fase yang sama akan saling menguatkan satu sama lain (interferensi konstruktif) membentuk sinar difraksi. Pada semua arah yang lain dalam ruang sinar terhambur tidak sefase dan saling meniadakan satu sama lain (interferensi destruktif). Sinar difraksi lebih kuat dibanding dengan jumlah seluruh sinar terhambur pada arah yang sama, karena penguatan yang

(16)

terjadi, tetapi sangat lemah dibanding dengan sinar datang karena atom-atom kristal menghamburkan hanya sebagian kecil energi sinar-X yang datang.

Gambar 2.9. Difraksi sinar-X oleh kristal

Sinar-sinar terhambur misal sinar 1’ dan 2’ akan memiliki fase yang sama jika beda lintasannya sama dengan seluruh jumlah n panjang gelombang, atau jika (Cullity, 1978)

B

d

n

λ

=2 sin

θ

, (2.8)

dimana n disebut orde refleksi. Hubungan ini pertama kali dirumuskan oleh W. L. Bragg dan dikenal sebagai hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan syarat yang harus dipenuhi jika suatu difraksi terjadi.

Skema difraktometer sinar-X diperlihatkan pada gambar 2.10. Sinar X dari sumber dibuat divergen, dan ketika mengenai sampel sinar tersebut dihamburkan ke segala arah. Untuk difraksi yang teramati, maka sudut datang yaitu sudut yang dibentuk oleh sinar-X datang dengan permukaan sampel akan sama dengan sudut

(17)

pantul yaitu sudut yang dibentuk oleh sinar pantul (sinar difraksi) dengan permukaan sampel dan akan memenuhi hukum Bragg. Sinar yang dipantulkan akan dideteksi dan intensitasnya diukur oleh detektor sebagai fungsi dari 2θ. Untuk pergerakan sumber sinar-X sebesar θ maka detektor bergerak sebesar 2θ.

Gambar 2.10. Skema difraktometer sinar-X

2.4.2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambar profil permukaan benda (Abdullah, 2008). Prinsip kerja SEM adalah menembak permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi seperti digambarkan pada gambar 2.11. Berkas elekton dari filamen panas dipercepat pada potensial tinggi V. Elektron menumbuk permukaan benda dengan energi kinetik K = eV. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke

(18)

segala arah. Tetapi ada satu arah dimana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi informasi profil permukaan benda.

Gambar 2.11. Berkas elektron berenergi tinggi mengenai permukaan material

Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron dipindai ke seluruh area daerah pengamatan. Berdasarkan arah pantulan berkas pada berbagai titik pengamatan maka profil permukaan benda dapat dibangun menggunakan program pengolahan gambar yang ada dalam komputer.

SEM memiliki resolusi yang sangat tinggi panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron sangat pendek (Abdullah dan Khairurrijal, 2008). Panjang gelombang de Broglie elektron adalah λ = h/p, dengan h konstanta Planck dan p adalah momentum elektron. Momentum elektron dapat ditentukan dari energi kinetik melalui hubungan K = p2/2m, dengan K energi kinetik elektron dan m massa elektron. Makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin

(19)

tinggi resolusi mikroskop. Umumnya tegangan yang digunakan pada SEM adalah puluhan kilovolt. Misalkan SEM dioperasikan pada tegangan 20 kV maka panjang gelombang de Broglie elektronnya sekitar 9 x 10-12 m.

2.4.3. Four-Poin Probe

Menurut sifat konduktivitasnya material zat padat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu: isolator, konduktor, dan semikonduktor (Sze, 1985). Isolator adalah material yang memiliki konduktivitas yang rendah, dalam orde 10-18 sampai 10-8 (Ω·cm)-1; konduktor adalah material yang memiliki konduktivitas yang tinggi, dalam orde 104 sampai 106 (Ω·cm)-1; dan semikonduktor adalah material yang memiliki konduktivitas diantara isolator dan konduktor.

Konduktivitas zat padat berbanding terbalik dengan resistivitas, σ =1 ρ. Metode untuk mengukur resistivitas semikonduktor adalah metode empat-titik ( four-point probe). Suatu jajaran empat-probe diletakan diatas bahan yang akan diukur resistivitasnya seperti diperlihatkan pada gambar 2.12 (Rio, 1999). Kemudian sumber tegangan dipasang pada dua probe terluar untuk menghasilkan arus I. Sebuah voltmeter dihubungkan pada kedua probe yang ditengah yang masing-masing berjarak S untuk mengukur tegangan jatuh V. Dengan susunan ini resistivitas sampel dapat dihitung dengan rumus:

I V S⋅ = π

(20)

Gambar 2.12. Skema rangkaian four-point probe

2.4.4. Spektroskopi UV-Vis

Jika material disinari dengan gelombang elektromagnetik maka jika energi foton lebih besar atau sama dengan lebar celah pita energi semikonduktor maka foton akan diserap oleh elektron dalam material dan energi tersebut digunakan untuk loncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jika energi foton yang diberikan lebih kecil dari lebar celah pita energi maka foton tidak akan diserap oleh elektron dalam bahan dan radiasi yang diberikan pada material akan ditransmisikan melewati material (Abdullah dan Khairurrijal, 2008).

Lebar celah pita energi semikonduktor umumnya lebih dari 1 eV, energi sebesar ini bersesuaian dengan panjang gelombang dari cahaya tampak ke ultraviolet. Oleh sebab itu, pada umumnya semikonduktor menyerap (mengabsorpsi) panjang gelombang ultraviolet hingga sinar tampak (UV-Vis).

Penyerapan foton oleh semikonduktor akan menyebabkan penurunan intensitas radiasi gelombang elektromagnetik. Misalkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi ω dan intensitas Io(ω) dilewatkan pada

(21)

dan sebagian lagi akan ditransmisikan dengan intensitas (Abdullah dan Khairurrijal, 2008):

( )

[

( )

z I

I(ω)= o ω exp−σ ω

]

(2.10)

dimana σ(ω) adalah koefisien absorpsi yang bergantung pada frekuensi foton dan ketebalan sampel z.

Prinsip dasar dari spektroskopi ultraviolet-visibel atau spektrofotometri ultraviolet-visibel adalah proses absorpsi dan transmitansi gelombang oleh material. Panjang gelombang yang digunakan dalam spektroskopi UV-Vis adalah near-ultraviolet [185-400 nm], visibel [400-700 nm] dan near-infrared [700-1800 nm] (Chun, 2006).

Gambar 2.13 memperlihatkan skema spektroskopi UV-Vis. Sampel yang ingin diketahui informasi absorbsinya ditempatkan dalam spektrofotometer. Sampel yang digunakan dapat berupa zat padat, zat cair dan gas. Lalu panjang gelombang atau rentang panjang gelombang tertentu ditransmisikan melewati sampel. Spektrofotometer mengukur berapa banyak cahaya yang diserap oleh sampel. Dari informasi fraksi gelombang yang ditransmisikan yaitu I/I0 yang

biasanya dinyatakan sebagai persen transmitansi (%T) absorbansi sampel ditentukan untuk panjang gelombang tersebut atau sebagai fungsi dari rentang panjang gelombang.

Ada dua jenis spektrometer yaitu single beam dan split beam (Chun, 2006). Keduanya terdiri dari sebuah sumber cahaya, monokromator, detektor, penguat sinyal (signal amplification) dan perekam. Pada spektrometer jenis single-beam, cahaya hanya melewati sampel sedangkan pada spektrometer

(22)

jenis split beam, cahaya melewati sebuah beam chopper yang mengatur sinar secara berurutan melalui sampel atau referensi beberapa kali per detik.

Gambar

Gambar 2.2. Struktur rocksalt dan zincblende ZnO
Tabel 2.1. Parameter fisis ZnO  Parameter fisis dasar ZnO
Tabel 2.2. Parameter listrik ZnO  Parameter listrik ZnO
Gambar 2.3 memperlihatkan struktur kristal ZnO dengan doping atom  Alumunium. Pada ZnO yang didoping Al, sebuah kisi yang seharusnya ditempati  atom Zn digantikan oleh atom Al (atom donor)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran klinis bermula sebagai bercak/patch eritematosa yang gatal dan lama kelamaan semakin meluas dengan tepi lesi yang aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah

Usulan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan funduskopi dan slit lamp untuk lebih memastikan kekeruhan yang terjadi pada lensa dan

Menurut yurisprudensi, penganiayaan diartikan dengan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Pelaku yang melakukan tindak pidana

Penelitian Preparat Darah natif bertujuan untuk melihat bentuk-bentuk dari komponen darah melalui pengamatan langsung, waktu koagulasi bertujuan untuk melihat waktu

&ejala ADHD lebih jelas terlihat pada akti'itas-akti'itas yang membutuhkan usaha mental yang ter1okus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD tanda dan gejalanya harus

Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bila bukti itu telah cukup maka perkara dilimpahkan ke Kejaksaan. Dilakukannya upaya represif ini bertujuan untuk pemberian sanksi bagi

Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau proram pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan

Dari tabel ini dapat diketahui jumlah metode sendiri dalam penetapan awal Ramadhan Tarekat Naqsabandiyah di Jorong Lareh nan Panjang Kanagarian Padang Gantiang Kecamatan