• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Knowledge Transfer Menggunakan Pendekatan Siemens Maturity Level

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Knowledge Transfer Menggunakan Pendekatan Siemens Maturity Level"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : 2442-8345

Identifikasi Knowledge Transfer Menggunakan

Pendekatan Siemens Maturity Level

Mariska Aprisciliana Widiatuti1), Asri Pertiwi2) Program Studi Sistem Informasi, STIMIK ESQ Jl. TB Simatupang Kav. 1 Cilandak Jakarta Selatan 12560 e-mail: [email protected]), [email protected])

Abstract: This study aims to understand and identify the process of new knowledge creation in Information Systems Program at STIMIK ESQ. Identification is conducted by approach of Siemens Maturity Level through observation and interview to 21 informants at STIMIK ESQ. The result of this research is the model of new knowledge creation at program study of Information Systems which is explained in Siemens Maturity Level at repeated level. Although creation of new knowledge is inhibited, but there is knowledge creation in the subject of technopreneurship, which is occurred through experience learning and exploring.

Keywords: Knowledge Management, Knowledge Sharing, DIKW.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses penciptaan pengetahuan baru di program studi Sistem Informasi STIMIK ESQ. Identifikasi dilakukan dengan model yang dibangun melalui wawancara dengan pendekatan Siemens Maturity Level. Metode penelitian dilakukan secara kualitatif melalui observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap 21 informan pada STIMIK ESQ. Hasil dari penelitian ini adalah model penciptaan pengetahuan baru dengan pendekatan Siemens yang diuji pada STIMIK ESQ, dimana tingkat kematangan yang diperoleh berada pada level repeated sehingga penciptaan pengetahuan baru terhambat. Namun terdapat penciptaan pengetahuan baru khusus untuk matakuliah technopreneurship yang didapat melalui proses experience learning dan exploring. Kata kunci: Knowledge Management, Knowledge Sharing, DIKW. 1. LATAR BELAKANG

Pengetahuan berasal dari informasi yang diolah dari data yang tersedia termasuk pengalaman, nilai-nilai, wawasan, dan informasi kontekstual. Perbedaan utama antara informasi dan pengetahuan adalah bahwa informasi jauh lebih mudah diidentifikasi, diatur dan didistribusikan sementara pengetahuan lebih sulit dikelola karena berada dalam pikiran seseorang.

Pengetahuan dapat dikatakan sebagai gabungan antara informasi dengan pengalaman. Pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu bersifat unik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa faktor yang membentuk dan memengaruhi pengetahuan seseorang [1].

Salah satu tujuan perguruan tinggi adalah mampu menciptakan pengetahuan baru. Perguruan tinggi diharapkan tidak hanya

(2)

menggunakan pengetahuan yang sudah ada, tetapi bisa berinovasi dengan menciptakan pengetahuan yang baru [1]. Dengan adanya penciptaan pengetahuan baru secara terus menerus, maka mengijinkan perguruan tinggi sebagai organisasi untuk memberikan respon cepat bagi kebutuhan bisnis [2]

Namun penciptaan pengetahuan baru sulit untuk terlaksana jika perguruan tinggi tidak mengetahui sudah sejauh mana dan sudah di tingkat mana knowledge management yang dipakai. Diperlukan pengukuran untuk mengukur tingkat kematangan (maturity level) knowledge management yang dipakai. Subjek penelitian ini dilakukan pada mahasiswa dan dosen STIMIK ESQ untuk program studi sistem informasi dengan menggunakan pendekatan Siemens Maturity Level (Siemens KMMM) dengan beberapa tingkatan yaitu initial, repeatable, defined, managed dan optimizing, dengan demikian, tingkat kematangan knowledge management dari Program Studi Sistem Informasi di STIMIK ESQ dapat diketahui.

2. KNOWLEDGE MANAGEMENT

Pengetahuan merupakan gabungan dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi [3], yang sering dikonsptualisasikan sebagai bentuk konten yang paling berharga dalam suatu kontinum yang dimulai dengan data, mencakup informasi dan berakhir pada pengetahuan [4]

Pengetahuan dianggap sebagai proses dinamis yang melibatkan interaksi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan [5] [6] dan di capture, ditransfer dan digunakan [7]. Pengetahuan dianalisis dengan menggunakan beragam dikotomi mikro yaitu pengetahuan dari sudut pandang individu ataupun makro yaitu pengetahuan dari sudut pandang organisasi [8]

3. TACIT DAN EKSPLICIT KNOWLEDGE Pengetahuan diklasifikasikan pertama kali oleh Polanyi (1966) menjadi pengetahuan tacit dan eksplisit. Pengetahuan tacit bersifat pribadi, spesifik dan sulit diformalkan atau dikomunikasikan [9]. Pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan pribadi yang tertanam dalam pengalaman individu dan melibatkan pengetahuan yang tidak berwujud. Mempelajari pengetahuan tacit sama halnya dengan mengetahui bagaimana isi kepala seseorang [10], sehingga tantangannya adalah mencari tahu bagaimana mengenali pengetahuan tersebut, menghasilkan, membagi dan kemudian mengelolannya.

Berbeda dengan tacit, pengetahuan eksplisit lebih mudah dibagikan karena dapat dikodifikasikan, sehingga dapat dengan mudah ditransmisikan, diproses, dipindahkan dan disimpan dalam basisdata [11].

4. TINGKAT KEMATANGAN KM

Penciptaan pengetahuan berfokus pada menghasilkan pengetahuan baru yang dapat digunakan kembali dan terintegrasi dengan pengetahuan terkini untuk mengembangkan nilai lebih dan meningkatkan kinerja. Penciptaan pengetahuan berhubungan dengan penambahan pengetahuan atau mengoreksi pengetahuan yang ada.

Sebagai sebuah proses, penciptaan pengetahuan didefinisikan berdasarkan metode atau sarana dimana pengetahuan dihasilkan dan dapat dibedakan dari output. Penciptaan pengetahuan sebagai output mengacu pada pengembangan gagasan baru yang mencerminkan elaborasi atau pengayaan pengetahuan yang ada [12]. Sebagai output, penciptaan pengetahuan didefinisikan dalam bentuk produk langsung dari proses penciptaan pengetahuan, seperti representasi gagasan, dan dapat dibedakan dampaknya terhadap hasil. Penciptaan pengetahuan sebagai hasil berarti bahwa pengetahuan baru disebar, diadopsi dan disematkan sebagai produk, layanan dan sistem baru [13]

(3)

Penciptaan pengetahuan adalah fenomena kolektif [14], sehingga orang dapat mereproduksi dan menciptakan pengetahuan dengan menggunakan pengalaman mereka sendiri dan orang lain. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan tercipta dalam suatu organisasi, maka perlu diketahui tingkat kematangan dari pengelolaan pengetahuan tersebut. Maturity model menggambarkan perkembangan suatu entitas dari waktu ke waktu, dengan entitas menjadi sesuatu yang menarik. Secara umum, maturity model memiliki sifat berikut [15]:

1. Perkembangan satu entitas disederhanakan dan dijelaskan dengan jumlah tingkat kematangan yang terbatas;

2. Tingkatan dicirikan oleh persyaratan tertentu, yang harus dicapai oleh entitas pada tingkat tersebut;

3. Tingkatan diurutkan secara berurutan, dari tingkat awal sampai tingkat akhir (tingkatan terakhir adalah tingkat kesempurnaan);

4. Selama pengembangan, entitas maju dari satu tingkat ke tingkat berikutnya. Tidak ada tingkatan yang bisa dilewati.

Siemen membagi knowledge management maturity level kedalam 5 (lima), yaitu: 1. Initial, dicirikan dengan proses

pengetahuan perguruan tinggi sebagai organisasi yang tidak dikendalikan secara sadar. Aktivitas pengetahuan yang berhasil dipandang sebagai suatu keberuntungan dan bukanlah hasil penetapan tujuan.

2. Repeated, dimana aktifitas dari dosen, tenaga non akademik dan mahasiswa diimplementasikan pada kegiatan tingkat unit (program studi). Pada level ini, fokus diberikan hanya pada tingkat operasional dan hanya bergerak satu arah. Hambatan yang sering terjadi adalah gangguan lingkungan (ekosistem), tidak jelasnya sasaran kerja dan kurangnya pengetahuan yang relevan.

3. Defined, yang dicirikan sudah adanya kegiatan yang stabil dan praktek efektif yang mendukung KM pada masing-masing bagian organisasi. Kegiatan sudah dalam dua arah walaupun dalam area internal.

4. Managed, yang dicirikan dengan pengakuan peran praktek komunitas sebagai sesuatu yang penting untuk membangun budaya pengetahuan dan mendorong adanya pengalihan pengetahuan. Pada level ini, data informasi merupakan hal vital.

5. Optimizing, dicirikan adanya perbaikan terus-menerus yang fokus pada pasar penciptaan pengetahuan baru untuk memunculkan suatu inovasi.

5. PEMBAHASAN

Dari hasil observasi pendahuluan, diperoleh sebanyak 21 informan yang memenuhi kriteria. Informan tersebut terbagi menjadi 5 orang dosen dan 16 orang mahasiswa. Dosen digunakan sebagai informan karena dosen merupakan orang yang memiliki pengetahuan untuk disampaikan ke mahasiswa, sehingga dosen memegang peranan penting terjadinya penciptaan pengetahuan. Sedangkan mahasiswa dipilih karena mahasiswa merupakan salah satu objek yang berinteraksi secara langsung kepada dosen. Mahasiswa juga dianggap mampu membentuk pengetahuan baru secara cepat ketika diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pengetahuan yang didapat dari dosen dan dari eksternal melalui magang.

5.1. Siemen KM Maturity Level

Tingkat kematangan KM dilihat dari sudut pandang cara menyampaikan (delivery way), sumber pengetahuan (material planning) dan penelitian (research).

(4)

Gambar 1. Cara Penyampaian Pembelajaran dengan Tingkat Siemens KM Maturity

Ketika proses pembelajaran tidak dilakukan secara sadar dan terkesan tidak terkoordinasi, maka organisasi berada pada level initial. Proses pembelajaran yang telah terkoordinasi namun dalam prakteknya hanya dilakukan satu arah dengan sedikitnya interaksi terjadi maka organisasi itu berada pada level repeated. Selanjutnya pada level defined, terjadi bila pembelajarannya telah dengan melibatkan diskusi interaktif secara intens tetapi hanya dalam unit/kelas tertentu. Bilamana diskusi interaktif ini juga berdampak pada lintas unit, lintas kelas (luar kelas) tetapi belum ada campur tangan pengetahuan yang datang dari eksternal secara intens, maka organisasi ini berada pada level managed. Sedangkan level tertinggi adalah Optimized dimana terjadi kombinasi antara eksploitasi di dalam dan eksplorasi diluar untuk mendapatkan dan mengolah pengetahuan baru. Gambar 2. Sumber Pengetahuan pada Tingkatan Siemens KM Maturity

5.2. Persepsi Mahasiswa terhadap Matakuliah dan Dosen.

Untuk menganalisa ekosistem pembelajaran yang ada, perlu diindentifikasikan matakuliah yang disukai dan tidak disukai dan alasannya.

Wawancara dilakukan dengan

membangkitkan pertanyaan awal “Matakuliah apa yang paling kamu suka dan yang paling kamu tidak suka”. Hasil kualitatif ini kemudian dikelompokan ke dalam kategori:

1.

Kelompok matakuliah logika dan matematika, merupakan matakuliah yang mengandung sisi logika dan teknis yang sangat kuat.

2.

Kelompok matakuliah terapan, merupakan matakuliah yang mengintegrasikan beberapa aplikasi, bahasa pemrograman dan desain untuk menghasilkan sebuah produk. Contohnya adalah Multimedia Interaktif dan Pemodelan Web.

3.

Kelompok matakuliah bisnis enterprise dan manajemen, merupakan matakuliah sistem informasi yang lebih mengarah pada organisasi dan manajemen.

(5)

4.

Kelompok matakuliah technopreneurship, merupakan matakuliah yang langsung berinteraksi dengan industri, komunitas dan jaringan startup. Sifat matakuliah ini sangat fleksibel.

Dari hasil wawancara mendalam, kelompok satu adalah matakuliah yang paling tidak disukai oleh mahasiswa tetapi juga yang paling disukai oleh mahasiswa. Alasan mengapa disukai adalah lebih kepada praktikal, kebenaran yang sudah pasti tidak monoton. Namun untuk sebagian mahasiswa mengatakan bahwa tidak menyukai matakuliah ini karena sulit dipahami. Menariknya, walaupun mahasiswa mengatakan tidak menyukai kelompok matakuliah 1 (satu), namun informan tersebut mengatakan berminat, bila mengerti.

Sebagian yang mengatakan tidak menyukai matakuliah kelompok 1, mengatakan lebih menyukai matakuliah terapan dan technopreneurship serta hanya sebagian kecil yang menyukai kelompok bisnis enterprise dan manajemen karena sifat belajarnya yang monoton, kurang interaktif dan tidak ada praktek.

5.3. Persepsi Mahasiswa terhadap Proses Transfer Ilmu Pengetahuan

Kesuksesan KM terutama dipengaruhi oleh kesuksesan dari transfer ilmu pengetahuan yang merupakan bagian dari proses penciptaan pengetahuan baru.

Dalam proses pembelajaran, dosen menyampaikan bahan ajar melalui slide presentation dan materi yang diberikan sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan (SAP). Tetapi. fokus dari proses transfer pengetahuan adalah adanya interaktif dari pemberi pengetahuan dan penerima pengetahuan. Sebanyak 60% terjadi komunikasi interaktif sedangkan sisanya mengatakan cenderung membosankan bila hanya mendengar dari dosen. Dari materi yang diberikan, hanya 13.3% yang melakukan review perkuliahan terencana sedangkan

73.3% mereview materi menjelang waktu assessment dan ujian akhir semester. Hanya 13.3% mahasiswa yang berusaha melakukan eksplorasi materi perkuliahan diluar dari bahan presentasi dosen. Jadi, pada proses delivery materi bahan ajar ini, mahasiswa baru melakukan eksploitasi satu arah dan kurang melakukan eksplorasi. Namun, hal ini tidak terjadi pada matakuliah Technopreneur, sebagian besar nara sumber mengatakan bahwa walaupun tertekan untuk matakuliah ini namun mahasiswa selain melakukan eksploitasi dari dosen dan dosen tamu, juga memiliki pengalaman melalui eksplorasi secara bebas dengan eksternal. Tertekan disini maksudnya, mahasiswa dipaksa keluar dari zona nyaman untuk bertemu dan berinteraksi orang-orang di luar lingkungannya secara individu. Proses interaksi ini ternyata mendorong mahasiswa untuk melakukan eksplorasi sendiri melalui jaringan baru yang dibentuk (komunitas), sosial media, internet dan youtube.

5.4. Persepsi Mahasiswa terhadap Keahlian Dosen

Dalam proses transfer knowledge, diharapkan dosen mempu melakukan transfer pengetahuan, bukan sebaliknya hanya menyampaikan informasi. Knowledge terbentuk dari informasi dan pengalaman, untuk itu keahlian dosen penting bagi proses transfer pengetahuan.

Menurut nara sumber, dosen memiliki keahlian yang sangat baik, namun kurang bisa menyampaikan materi ke mahasiswa. Bagi mahasiswa yang tergolong cepat tanggap, dosen dianggap menyampaikan materi yang berulang-ulang. Hal ini dapat dipahami karena kemampuan mahasiswa di dalam kelas berbeda-beda, sehingga bagi mahasiswa yang pandai, pembelajaran terkesan lambat sedangkan bagi mahasiswa yang kurang, penyampaian materi terkesan cepat sehingga harus diulang-ulang.

Dari hasil wawancara, kondisi nyata yang menyebabkan mahasiswa menyukai matakuliah adalah sebagai berikut:

(6)

1. Practical & Case Study Matakuliah yang mengandung praktek dan studi kasus nyata.

2. Structured Material, Materi yang akan disampaikan, terencana sehingga dapat dipersiapkan oleh mahasiswa.

3. Interactive, terjadi interaksi antara dosen dan mahasiswa sehingga suasana kelas lebih ke arah diskusi.

4. Passion, sesuai dengan passion

5.5. Persepsi Dosen terhadap Keahlian dan Kesesuaian Matakuliah yang diampu. Menurut wawancara yang dilakukan kepada informan, didapatkan bahwa informan mengajar sesuai dengan latar belakang pekerjaan dan kemampuan yang dimilikinya. Namun ada beberapa informan yang ditugaskan untuk mengajarkan matakuliah yang tidak sesuai dengan latar belakang pekerjaan dan kemampuannya. Ketidaksesuaian tersebut membuat informan berusaha untuk mempelajari materi baru tersebut dari awal sehingga baik dosen maupun mahasiswa sama-sama belajar dari awal. Ketika hal ini terjadi, yang dibutuhkan adalah pengetahuan yang berasal dari eksternal (best practice)

5.6. Persepsi Dosen terhadap Transfer Ilmu Pengetahuan

Sebagian dosen merasa mendapat pengetahuan baru dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mahasiswa, beberapa dosen mengungkapkan bahwa matakuliah yang mereka ajarkan tidak memperkaya area penelitian mereka. Pengetahuan baru juga didapatkan dosen dalam berjalannya menyusun materi. Namun, bila hal ini dipasangkan dengan informan mahasiswa, maka pengetahuan hanya dapat terbentuk ketika mahasiswa aktif berinteraksi.

Gambar 3: Interaksi Ideal terjadinya penciptaan pengetahuan

Gambar 1 memperlihatkan interaksi ideal untuk dapat menciptakan pengetahuan baru. Sumber pengetahuan dari dosen didapatkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan studi kasus perusahaan, buku literatur, workshop dan komunitas, internship di industri serta pengetahuan baru hasil dari diskusi dengan professional maupun mahasiswa yang pernah menjalankan internship. Pengetahuan ini diberikan kepada mahasiswa dengan harapan diterima oleh mahasiswa dan mendapatkan feedback dari mahasiswa berupa pengetahuan yang baru. Sedangkan mahasiswa mendapatkan pengetahuan tidak hanya dari dosen tetapi juga dari kalangan professional, komunitas dan jaringan yang dibangun.

5.7. Analisis Domain

Analisis domain yang dilakukan berdasarkan wawancara, maka didapatkan bahwa untuk terciptanya pengetahuan dilihat dari sudut metode pembelajaran, maka dosen yang ideal dilihat dari cara menyampaikan pelajaran (delivery way), perencanaan material (material planned) dan penelitian yang sejalan dengan area bidang pengajaran. delivery way, dilihat dari 2 hal penting yaitu harus ada diskusi interaktif dan mendisain materi yang menarik dengan praktek dan studi kasus sehari-hari, Untuk membuat kelas menjadi interaktif dengan praktek dan studi kasus, maka dosen perlu memiliki experience learning dan melakukan eksplorasi secara terus menerus. Sedangkan materi yang akan disampaikan, harus terencana dan

(7)

terstruktur. Kedua hal ini didukung oleh penelitian.

6. KESIMPULAN

Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebanyak 60% matakuliah melakukan pembelajaran melalui praktikal dan studi kasus terbatas di internal kecuali untuk matakuliah Technopreneurship. Pengetahuan baru akan tercipta bilamana terdapat pengetahuan yang datang dari eksternal baik untuk dosen dan mahasiswa.

Walaupun dosen dirasakan memiliki keahlian yang cukup baik, tetapi penyampaiannya dilakukan berulang-ulang, terdapat kecenderungan tidak adanya perbaikan materi kecuali untuk matakuliah Technopreneur. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mendalam sesuai dengan

kelompok matakuliah dan

mengidentifikasikan apakah yang dilakukan di matakuliah Technopreneurship juga dapat dilakukan di kelompok matakuliah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

[1]

A. Pertiwi, "Model DKIW dalam berbagi pengetahuan," Journal I-Statement STIMIK ESQ , vol. Vol 2. No. 2, pp. 25-29, 2016.

[2] M. Zeleny, "Knowledge-Information autopoietic cycle: towards the wisdom systems," International Journal of Management and Decision Making, vol. 7(1), pp. 3-18, 2006.

[3] T. H. Davenport and P. Laurence, "Working knowledge: How Organisations Manage What They Know," p88 ed., Harvard Business School Press, 1998, p. 88.

[4] V. Grover and T. H. Davenport, "General Perspectives on Knowledge Management: Fostering a Research Agenda.," Journal of Management Information Systems, pp. 5-21, 2001.

[5] C. Bason, Leading Public Sector Innovation: Co-creating for a Better Society, Chicago: Policy Press, 2010. [6] I. Nonaka, "A Dynamic Theory of

Organisational Knowledge Creation," Organization Science, vol. 5, pp. 14-37, 1994.

[7] M. E. Jennex, Knowledge Management: Concepts, Methodologies, Tools and Application, Pennsylvania : Information Science Reference, Pennsylvania State University, 2008.

[8] H. T. Ikujiro Nonaka, The Knowledge-Creating Company: How Japan Companies Create the Synamics of Innovation, Oxford University Press, 1995.

[9] A. Datta, "Combining Networks, Ambidexterity and Absorptive Capacity to Explain Commercialization of Innovations: A Theoritical Model from Review and Extension," Journal of Management and Strategy, vol. 2, no. 4, pp. 2-25, 2011.

[10] M. Y, "Knowledge Management and New Organization Forms: A Framework for Business Model Innovation.," Information Resources Management Journal, vol. 13, no. 1, pp. 5-14, 2000. [11] S. a. T. H. Allameh, "The Factors

Influencing Knowledge Exchange among Employees of an Organization (case study, Isfahan Center of Research of Agriculture Campaign)," Journal of Economic and Administrative Sciences of University of Isfahan, vol. 3, 2007. [12] R. B. G. W. D. S. J. M. H. Michael Parent,

"Knowledge Creation in Focus Groups: Can Group Technologies Help ?," Information and Management, pp. 47-58, 2000.

[13] B. B. Rebecca Mitchel, "Knowledge Creation Measurement Method,"

(8)

Journal of Knowledge Management, vol. 14, no. 1, pp. 67-82, 2010.

[14] I. Coromina Soler, "Social Networks and Performance in Knowledge Creation. An Application and Methodological Proposal," Doctoral Disertation, Department of Economics, University of Girona, Girona, 2006.

[15] G. Klimko, "Knowledge Management and Maturity Models: Building Common Understanding," in Proceeding of the 2nd European

Conference on Knowledge

Management, 2001.

Gambar

Gambar	1.	Cara	Penyampaian	Pembelajaran	dengan
Gambar	3:	Interaksi	Ideal	terjadinya	penciptaan	 pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

3UHVLGHQ 1RPRU 7DKXQ WHQWDQJ 3HQJDGDDQ%DUDQJ-DVD3HPHULQWDK3HUSUHV 1R 7DKXQ 0HVNLSXQ SHQJDGDDQ EDUDQJMDVD WLGDN ZDMLE XQWXN GLODNXNDQ VHFDUDHOHNWURQLN 3DVDOD\DW3HUSUHV1R 7DKXQ

Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis instruksional yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk

[r]

Menurut Sugiyono (2010:92) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian

Jurnal Krtha Bhayangkara, Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 194 Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat

Pada tahun akhir pengajian di JKKP (Semester VII dan VIII), mereka akan mengharungi satu PB yang lebih menyeluruh dan menggabungkan teori dan kefahaman kursus

Untuk mendapatkan data mengenai Pengaruh Perilaku Pemimpin Dan komitmen Guru Terhadap Prestasi Kerja dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Pada MTS Negeri Terusan, Kecamatan

Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi... Identitas Komunitas Masjid Di