• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem merupakan konsep penting dalam mempelajari ilmu ekologi. Ekosistem adalah interaksi yang terjadi antara organisme hidup dengan faktor abiotik dan biotik. Ekosistem terjadi dari yang sederhana, seperti di kolam sampai dengan yang kompleks, yaitu seluruh biosphere bumi (Whitten et al. 1996). Tansley (1935) in Mackenzie et al. (2001) menyebutkan bahwa di dalam ekosistem terdapat interaksi antara faktor biotik dan lingkungan. Para ahli ekologi modern cenderung berpikir bahwa ekosistem merupakan interaksi yang melibatkan faktor aliran energi, aliran carbon dan siklus nutrien (Mackenzie 2001). Keanekaragaman ekosistem dapat dikenali melalui pengamatan terhadap perbedaan lingkungan fisik yang menyebabkan perbedaan komunitas. Sifat fisik, seperti suhu, kejernihan air, pola arus dan kedalaman air adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bentuk komunitas di dalam ekosistem (Dahuri 2003).

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat didaerah tropis. Ekosistem ini mempunyai produktivitas organik yang tinggi untuk dijadikan sebagai sumber makanan bagi organisme laut yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu, ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi.

Komponen yang mempengaruhi ekosistem terumbu karang ini terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Veron (1995) mengemukakan bahwa komponen abiotik yang mempengaruhi ekosistem terumbu karang adalah lingkungan seperti suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi. Pengaruh lingkungan mendorong perubahan pada komposisi komponen biotik untuk bersaing dalam pemakaian tempat. Persaingan tempat yang terjadi di antara komponen biotik tersebut dapat membuat ekosistem terumbu karang mengalami perubahan habitat seperti yang terjadi di Kaneohe Bay, Hawaii. Eutrofikasi dan penurunan kelimpahan ikan herbivor merupakan dua faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan habitat di perairan tersebut. Eutrofikasi yang terjadi membuat laju pertumbuhan makroalga meningkat. Peningkatan laju pertumbuhan makroalga tersebut tidak dapat dikendalikan oleh ikan herbivor. Dimana grazing oleh ikan herbivor adalah

(2)

cara untuk memakan makroalga. Akibatnya, terumbu karang tidak mampu bersaing dengan makroalga dalam memperoleh tempat. Hal ini disebabkan pertumbuhan terumbu karang lebih lambat dibandingkan dengan makroalga. (Stimson et al. 2001; Burkepile & Hay 2006).

Bahan organik yang mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) menjadi sumber makanan tambahan bagi tumbuhan di ekosistem terumbu karang. Kedua unsur tersebut digunakan oleh organisme laut sebagai nutrisi untuk proses metabolisme dan pertumbuhan. Komposisi normal antara kandungan N dan P untuk pertumbuhan tanaman adalah 16 : 1. Studi yang dilakukan oleh Lapointe et al. (2005) berpendapat bahwa jika perbandingan N:P mengalami perubahan dari 16:1, maka perairan akan menjadi lebih subur. Jika terjadi perubahan N:P > 16 maka yang terjadi adalah pertumbuhan tanaman dibatasi oleh kandungan fosfor. Sebaliknya, jika terjadi perubahan N:P lebih kecil dari 14 maka yang terjadi adalah pertumbuhan tanaman dibatasi oleh kandungan nitrogen. Jika perubahan N:P diantara 14 dan 16 maka kedua kandungan tersebut dapat menjadi pembatas bagi tanaman. Perubahan rasio N:P ini disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu pembuangan limbah terutama limbah yang mengandung bahan organik. Peningkatan keseburan perairan ini dapat meningkatkan laju pertumbuhan makroalga.

Penangkapan ikan yang merusak seperti pemboman,peracunan dan overfishing, membuat ikan herbivor menurun jumlah populasinya. Dampak lain dari aktifitas penangkapan yang merusak tersebut dapat menyebabkan kematian pada terumbu karang dan menjadikan tempat bagi planula karang dan spora makroalga untuk menempel, tumbuh dan berkembang (McManus 1996; Jompa & McCook 2002; Lardizabal 2007; Bahtiar 2008). Jompa & McCook (2002) telah melakukan percobaan dengan menutup jalan masuk bagi ikan herbivor, menuju karang Porites cylindrica yang berasosiasi dengan makroalga Lobophora variegata. Dengan tidak adanya ikan herbivor, pertumbuhan Lobophora variegata mencapai lima kali lebih cepat dibandingkan dengan yang ada di alam.

Untuk mengendalikan laju pertumbuhan dari makroalga, ikan-ikan herbivor memakan makroalga, dengan cara grazing dan browsing (Flores 2003). Bentuk tubuh dan tingkah laku ikan herbivor berperan dalam penentuan pola makan (Sale

(3)

3

1991). Famili Pomacentridae memperoleh makanannya dengan cara mempertahankan wilayahnya. Famili Achanturidae dan Scaridae lebih memilih untuk berkelompok dalam mencari makanannya, sedangkan famili Siganidae, lebih memilih soliter untuk mencari makanannya (Smith et al. 2001; Chazottes et al. 2001; Flores 2003). Secara alami, laju pertumbuhan makroalga yang lebih cepat dari karang, dikendalikan oleh ikan herbivor dan nutrien. Littler et al. (2006) menginformasikan bahwa ikan herbivor, melakukan grazing untuk mengendalikan pertumbuhan makroalga (top down control). Peningkatan nutrien memberikan nutrisi bagi metabolisme dan pertumbuhan dari makroalga (bottom up control).

Kepulauan Seribu merupakan wilayah yang mudah terkena dampak pembangunan di sekitar Teluk Jakarta. Fenomena kematian ikan secara masal akibat pencemaran bahan organik telah terjadi di Teluk Jakarta pada bulan Mei 2004 (Mukhtasor 2007). Pembuangan sampah dan pengerukan sungai membuat laut menjadi kotor. Akibatnya terjadi penurunan kualitas perairan seperti sedimentasi dan pengkayaan nutrien yang berdampak pada degradasi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu.

Disisi lain, penangkapan ikan yang merusak dan penangkapan berlebih juga memberikan kontribusi terhadap degradasi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu. Sejak tahun 1970-an, penangkapan ikan dengan bahan peledak merupakan salah satu aktifitas yang membuat ekosistem terumbu karang terus mengalami degradasi ekosistem (Aktani 2003). Hal ini dikuatkan oleh LAPI-ITB (2001) in Estradivari et al. (2007) yang menjelaskan bahwa data Catch per Unit Effort (CPUE) dengan unit alat tangkap yang jumlahnya lebih besar dan lebih modern, menunjukkan nisbah hasil tangkapan pada tahun 1995 relatif sama dengan tahun 1976. Berdasarkan monitoring terhadap kondisi ekosistem terumbu karang yang dilakukan oleh Yayasan Terangi selama periode 2004 – 2005 menunjukkan bahwa populasi alga telah meningkat sebesar 1.50 % (Estradivari et al. 2007).

Faktor manusia cenderung melakukan kegiatan yang dapat membuat kondisi ekosistem terumbu karang terus mengalami degradasi ekosistem. Untuk pencegahan degradasi ekosistem terumbu karang diperlukan satu pengelolaan

(4)

yang dapat menjembatani kegiatan manusia tersebut. Selain faktor yang memberi manfaat bagi manusia, interaksi (hubungan) yang terjadi di ekosistem terumbu karang juga perlu diperhatikan dalam rangka mengelola ekosistem terumbu karang.

1.2 Perumusan Masalah

Keseimbangan ekosistem terumbu karang dipengaruhi oleh faktor Anthropogenic seperti peningkatan nutrien, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, dan penangkapan ikan berlebih. Perairan akan menjadi lebih subur disebabkan oleh peningkatan nutrien (eutrofikasi). Kesuburan perairan ini dimanfaatkan oleh makroalga dalam proses fotosintesis yang menghasilkan asam amino untuk metabolisme dan pertumbuhannya. Sementara itu, ikan herbivor, yang menurun jumlah kelimpahannya menyebabkan laju pertumbuhan makroalga tidak terkendalikan oleh aktifitas grazing. Akibatnya, terumbu karang yang memiliki laju pertumbuhan lebih lambat dibandingkan dengan makroalga, membuat ekosistem terumbu karang terus mengalami degradasi karena kalah bersaing dalam pemakaian tempat untuk tumbuh dan berkembang..

Berdasarkan penjelasan di atas maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah :

1 Pembuangan limbah organik dan pengerukan pantai oleh manusia menyebabkan peningkatan kandungan nutrien dan sedimentasi di perairan.

2 Aktifitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti pemboman, peracunan, dan muroami, menyebabkan kelimpahan ikan herbivor di perairan menurun.

3 Peningkatan kandungan nutrien menyebabkan makroalga tumbuh lebih cepat. Sedikitnya jumlah kelimpahan ikan herbivor di perairan membuat pertumbuhan makroalga tidak terkendalikan. Akibatnya, terumbu karang yang memiliki pertumbuhan lebih lambat dibandingkan dengan makroalga lebih sulit mendapatkan tempat untuk menempelkan planulanya dan selanjutnya mengalami kesulitan untuk berkembang. 4 Sulitnya terumbu karang mendapatkan tempat untuk tumbuh,

(5)

5

1.3 Tujuan

Berangkat dari permasalahan yang telah dijelaskan maka penelitian ini bertujuan untuk:

1 Mengkaji kondisi lingkungan perairan akibat adanya pembuangan limbah organik oleh manusia ke perairan.

2 Mengkaji kondisi ikan herbivor akibat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

3 Mengkaji komposisi terumbu karang dan makroalga akibat dampak dari perubahan kondisi lingkungan dan ikan herbivor.

4 Mengkaji peran lingkungan dan ikan herbivor pada pembentukan asosiasi antara terumbu karang dengan makroalga.

5 Menyusun rekomendasi strategi pengelolaan terumbu karang.

1.4 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir yang mendasari penelitian ini adalah adanya peran faktor lingkungan dan herbivor di dalam pembentukkan asosiasi antara karang keras dan makroalga. Secara ekologi, keduanya berkompetisi dalam pemakaian tempat di ekosistem terumbu karang. Lebih cepatnya pertumbuhan yang dimiliki oleh makroalga, membuat karang keras mengalami kesulitan dalam menghadapi kompetisi tempat.

Makroalga adalah tumbuhan yang dapat berfotosintesis, yaitu dengan bantuan cahaya matahari makroalga dapat mengolah nutrien (nitrogen dan fosfat) sebagai sumber energi. Ikan herbivor juga membutuhkan nitrogen untuk metabolisme dan pertumbuhannya, namun ikan herbivor memiliki jaringan hewan yang tidak mampu untuk mengolah nutrien menjadi sumber energi. Oleh karena itu, dengan jalan memanen (grazing) makroalga, ikan herbivor dapat memenuhi kebutuhan akan nutrien.

Kelebihan nutrien dan rendahnya kelimpahan ikan herbivor, dapat memacu perubahan fungsi habitat terumbu karang. Oleh karena itu, perlu kajian mengenai pola pengelolaan pengelolaan yang berbasis ekosistem. Sehingga degradasi ekosistem terumbu karang dapat dicegah.

(6)

Secara ringkas, kerangka pikir lingkupnya adalah sebagai berikut

1 Mendeskripsikan kondisi lingkungan dengan melihat faktor fisika dan kimia terutama nutrien

2 Mendeskripikan kondisi ikan herbivor dengan melihat kelimpahan ikan herbivor, suku

3 Mendeskripsikan tutupan karang keras 4 Mendeskripikan kondisi

dan komposisi kelompok fungsi dan kelas makroalga 5 Menganalisis hubungan

6 Menganalisis hubungan 7 Menganalisis hubungan 8 Menganalisis hubungan

dengan makroalga.

9 Menyusun rekomendasi pengelolaan ekosistem terumbu karang

Gambar

kerangka pikir ini ditunjukkan pada Gambar satu dengan lingkupnya adalah sebagai berikut:

Mendeskripsikan kondisi lingkungan dengan melihat faktor fisika dan nutrien (Nitrogen dan Phospor).

Mendeskripikan kondisi ikan herbivor dengan melihat kelimpahan suku ikan herbivor dan keanekaragamannya.

ikan kondisi terumbu karang dengan melihat persentase tutupan karang keras dan lifeform karang keras

Mendeskripikan kondisi makroalga dengan melihat persentase dan komposisi kelompok fungsi dan kelas makroalga.

Menganalisis hubungan parameter lingkungan dengan makroalga Menganalisis hubungan parameter lingkungan dengan terumbu karang Menganalisis hubungan terumbu karang dengan makroalga

Menganalisis hubungan kelimpahan dan keanekaragaman ikan herbivor dengan makroalga.

omendasi pengelolaan ekosistem terumbu karang

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.

ini ditunjukkan pada Gambar satu dengan

Mendeskripsikan kondisi lingkungan dengan melihat faktor fisika dan

Mendeskripikan kondisi ikan herbivor dengan melihat kelimpahan jenis

kondisi terumbu karang dengan melihat persentase

dengan melihat persentase tutupan

makroalga. terumbu karang

ikan herbivor

(7)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Terumbu Karang

Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh aktifitas hewan karang (Filum Cnidaria, Klas Anthozoa, Ordo Madreporaria, Famili Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Proses pembentukan karang yang terjadi adalah sebagai berikut :

Ca2+ + 2HCO3? Ca(HCO3)2 CaCO3 + H2CO3

Umumnya karang-karang ini hidup berkoloni. Walaupun ditemukan aktifitas hewan karang namun tidak semua karang dapat menghasilkan terumbu. Oleh karena itu karang-karang tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan ahermatipik. Karang ahermatipik adalah karang yang tidak dapat menghasilkan terumbu dan jenis karang ini tersebar di seluruh dunia, sebaliknya karang hermatipik merupakan karang yang dapat menghasilkan terumbu dimana jenis karang ini hanya ditemukan di wilayah yang beriklim tropis. Perbedaan yang mencolok antara kedua jenis karang ini terdapat pada jaringan tubuhnya, dimana jaringan karang hermatipik mempunyai sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis dengan karang yang dinamakan zooxanthellae sedangkan ahermatipik kebanyakan bersifat karnivora sehingga tidak ditemukan zooxanthellae (Nybakken 1992).

Zooxanthellae merupakan tumbuhan bersel satu (uniseleur) yang termasuk kedalam jenis dinoflagellata dan berada pada individu karang (polip). Polip tersebut terdiri dari bagian lunak dan bagian keras berbentuk kerangka kapur. Polip karang adalah hewan sederhana yang berbentuk tabung, mempunyai tentakel untuk menangkap mangsa, terdiri dari dua lapisan tubuh yaitu lapisan epidermis dan lapisan gastrodermis yang dipisahkan oleh lapisan mati (mesoglea). Dalam lapisan gastrodermis inilah terletak zooxanthellae yang dapat menghasilkan bahan organik melalui proses fotosintesis kemudian disekresikan sebagian kedalam usus polip sebagai makanan (Gambar 2). Bagi zooxanthellae karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbon dioksida, fosfat dan

(8)

nitrogen yang sangat berguna dalam proses fotsintesis dan pertumbuhannya (Nontji 2007).

Gambar 2 An

2.1.1 Morfologi terumbu karang

Menurut Nybakken

karakteristik masing-masing genera dari terumbu karang adalah : 1 Tipe bercabang (

Karang ini memiliki cabang dengan ukuran dibandingkan dengan ketebalan atau

2 Tipe Padat (Massive

Karang ini berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa bagian dari karang tersebut mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan, sedangkan bila berada didaerah dangkal bagian atsnya akan berbentuk seperti cincin. Permukaan terumbu adalah halus dan padat.

3 Tipe Kerak (Encrusting

Karang seperti ini tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu. Karang ini memiliki permukaan yang kasar dan k

4 Tipe Meja (Tabulate

Karang ini berbentuk menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang olehsebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

nitrogen yang sangat berguna dalam proses fotsintesis dan pertumbuhannya

Anatomi polip karang (Nybakken 1992).

terumbu karang

1992 tipe pertumbuhan karang (Gambar 3) masing genera dari terumbu karang adalah :

Tipe bercabang (Branching)

Karang ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya.

Massive)

Karang ini berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa bagian dari karang tersebut mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan, angkan bila berada didaerah dangkal bagian atsnya akan berbentuk seperti cincin. Permukaan terumbu adalah halus dan padat.

Encrusting)

Karang seperti ini tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu. Karang ini memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubang-lubang kecil.

Tabulate)

Karang ini berbentuk menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang olehsebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

nitrogen yang sangat berguna dalam proses fotsintesis dan pertumbuhannya

ambar 3) dan

cabang lebih panjang diameter yang dimilikinya.

Karang ini berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa bagian dari karang tersebut mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan, angkan bila berada didaerah dangkal bagian atsnya akan berbentuk

Karang seperti ini tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu. Karang lubang kecil.

Karang ini berbentuk menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang olehsebuah batang yang berpusat atau

(9)

5 Tipe Daun (Folio

Karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran

pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar. 6 Tipe Jamur (Mushroom

Karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung buk

Gambar 3 Tipe-tipe

2.1.2 Faktor pembatas kehidupan

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi

lainnya. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat berlindung, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai biota karang, ekosis

karang yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang dan tiram mutiara (Dahuri

ini dapat tercapai apabila pertumbuhan terumbu karang dinamis. menunjukkan bahwa kehidupan

antara lain:

Foliose)

Karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar.

Mushroom)

Karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

tipe pertumbuhan karang batu (Nybakken 1992).

kehidupan terumbu karang

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat berlindung, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi kosistem terumbu karang memliki berbagai macam biota karang yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang dan tiram mutiara (Dahuri 2003). Fungsi optimum ini dapat tercapai apabila pertumbuhan terumbu karang dinamis. Gambar 4

ehidupan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa 9

lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar.

Karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak it beralur dari tepi hingga pusat mulut.

.

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik dan dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat berlindung, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai macam biota karang yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, ). Fungsi optimum Gambar 4 oleh beberapa faktor,

(10)

1 Kedalaman

Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0

permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebi

menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua-benua atau pulau

Gambar 4 Faktor-faktor (Nybakken 1992)

2 Suhu (Temperatur)

Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 23

berkembang pada suhu di bawah 18 ditoleransi berkisar antara 36

3 Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi didalam air adalah sebagai berikut :

CO2

Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0 – 25 m dari permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebih dalam antara 50 – 70 m. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran

benua atau pulau-pulau (Nybakken 1992).

faktor pembatas pertumbuhan terumbu karang (Nybakken 1992).

Suhu (Temperatur)

Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 230C – 250C. Tidak ada terumbu karang yang dapat berkembang pada suhu di bawah 180C. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 360C – 400C (Nybakken 1992).

Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi didalam air adalah sebagai

cahaya

2 + H2O 6HCO3 + 6O2

25 m dari permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang 70 m. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran

Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai C. Tidak ada terumbu karang yang dapat C. Suhu ekstrim yang masih dapat

Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi didalam air adalah sebagai

(11)

11

Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) serta

membentuk terumbu akan semakin berkurang. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15 – 20% dari intensitas di permukaan (Nybakken 1992).

4 Salinitas

Salinitas di perairan sangat penting untuk mempertahankan tekanan osmosis antara tubuh dan perairan, karena itu salinitas dapat memengaruhi ekosistem terumbu karang secara umum. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32 - 35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas (Nybakken 1992). Apabila salinitas lebih rendah dari kisaran diatas terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas lebih tinggi akan menyebabkan cairan yang didalam tubuhnya akan keluar yang mengakibatkan tekanan osmosis tubuh terhadap lingkungan meningkat sehingga energi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri pun meningkat (Supriharyono 2007).

5 Pengendapan

Faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang adalah pengendapan dan jika pengendapan yang terjadi di dalam air atau di atas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Endapan mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Akibatnya, perkembangan terumbu karang di daerah yang pengendapannya lebih besar akan berkurang atau menghilang (Nybakken 1992).

6 Arus Laut

Arus laut merupakan gerakan suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang (Nontji 2007). Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila

(12)

membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang (Nybakken 1992).

Terumbu karang lebih subur pada daerah yang bergelombang besar. Gelombang itu memberi sumber air yang segar, menghalangi pengendapan pada koloni karang (Nybakken 1992). Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk penempelan planula (larva karang) yang akan membentuk koloni baru (Nontji 2007). Pertumbuhan terumbu karang kearah atas dibatasi oleh udara, dan banyak karang yang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga pertumbuhan mereka keatas hanya terbatas sampai tingkat pasang surut terendah (Nybakken 1992).

2.1.3 Tipe ekosistem terumbu karang

Menurut bentuk dan letaknya, pertumbuhan ekosistem terumbu karang dikelompokkan menjadi tiga tipe terumbu karang (Nybakken 1992), yaitu :

1 Terumbu Karang Pantai (Fringing Reef)

Terumbu Karang ini berkembang di pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan ke arah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat di bagian yang cukup arus. Diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang bai. Bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat.

2 Terumbu Karang Penghalang (Barrier Reef)

Terumbu Karang ini terletak agak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 meter). Terumbu Karang ini berakar pada kedalaman yang melebihi kedalaman maksimum dimana karang batu pembentuk terumbu dapat hidup. Umumnya terumbu tipe ini

(13)

memanjang menyus

merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. 3 Terumbu Karang Cincin (

Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu goba (Lagon). K

sekitar 45 meter

ini juga bertumpu pada dasar laut yang dalamnya di kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup (Gambar

Gambar 5 Evolusi geologis atol k (Nybakken 1992 2.2 Makroalga

Makroalga merupakan

alga, yang menempel di dasar perairan. mata telanjang. Menurut

diklasifikasikan sebagai

memiliki persamaan ekologi dengan Makroalga berbeda dengan mangrove karena pada makroalga jaringan darah (Diaz-Pulido & McCook dengan microalga dimana

Namun beberapa diantaranya seperti (Ladrizabal 2007).

Makroalga memiliki bentuk yang luas mulai dari jaringan kulit yang sederhana, foliose (daun melambai) sampai

dengan struktur cabang yang sederhana sampai bentuk yang komplek dengan memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Terumbu Karang Cincin (Atoll).

arang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu Kedalaman rata-rata goba di dalam atol dapat mencapai dan jarang yang mencapai 100 meter. Terumbu karang ini juga bertumpu pada dasar laut yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup (Gambar

Evolusi geologis atol karang menurut hipotesis penenggelaman Darwin 1992)

merupakan jenis tumbuhan seperti rumput laut dan beberapa yang menempel di dasar perairan. Makroalga pada umumnya terlihat oleh mata telanjang. Menurut Diaz-Pulido & McCook (2008) makroalga diklasifikasikan sebagai tumbuhan laut karena mereka berfotosintesis dan memiliki persamaan ekologi dengan tumbuhan lainnya.

roalga berbeda dengan tumbuhan laut lainnya seperti lamun dan makroalga hanya memiliki sedikit akar, daun, bunga dan Pulido & McCook 2008). Selain itu makroalga juga berbeda dengan microalga dimana makroalga memiliki banyak sel dan berkuran besar. Namun beberapa diantaranya seperti Acetabularia dan Caulerpa memiliki satu sel

Makroalga memiliki bentuk yang luas mulai dari jaringan kulit yang (daun melambai) sampai filamentous (menyerupai benang) dengan struktur cabang yang sederhana sampai bentuk yang komplek dengan 13

uri pantai dan biasanya berputar seakan-akan

arang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu dapat mencapai 100 meter. Terumbu karang luar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup (Gambar 5)

arang menurut hipotesis penenggelaman Darwin

rumput laut dan beberapa pada umumnya terlihat oleh makroalga laut karena mereka berfotosintesis dan

laut lainnya seperti lamun dan hanya memiliki sedikit akar, daun, bunga dan juga berbeda memiliki banyak sel dan berkuran besar.

memiliki satu sel

Makroalga memiliki bentuk yang luas mulai dari jaringan kulit yang (menyerupai benang) dengan struktur cabang yang sederhana sampai bentuk yang komplek dengan

(14)

memiliki spesialisasi untuk menangkap cahaya, reproduksi, pengapungan, dan menempel pada dasar perairan seperti karang mati dan bebatuan. Ukuran makroalga dapat mencapai 3 – 4 meter (seperti Sargassum). Makroalga tidak memiliki akar yang kuat untuk tumbuh pada perairan yang berlumpur dan berpasir. Dibandingkan dengan tumbuhan yang memiliki jaringan lebih lengkap, makroalga memiliki siklus hidup yang lebih komplek, termasuk cara reproduksi yaitu: (1) kebanyakan alga bereproduksi secara sexual dan aseksual dengan mengeluarkan gamet dan spores (2) penyebaran vegetasi dan/atau berfragmentasi (membelah bagian tumbuhan untuk memproduksi individual baru) (Diaz-Pullido&McCook 2008).

Berdasarkan pada fungsi karakteristik ekologi (seperti bentuk tumbuhan, ukuran, kekuatan, kemampuan berfotosintesis), kemampuan bertahan terhadap grazing (perumputan) dan pertumbuhan, makroalga dapat diklasifisikasikan sebagai berikut (Rogers et al. 1994, Diaz-Pullido&McCook 2008) :

1 Turf algae : Kumpulan atau asosiasi beberapa spesies dari alga, sebagian besar filamentous algae dengan pertumbuhan yang cepat, produktivitas yang tinggi, dan rata-rata berkoloni. Turf algae memiliki biomass yang rendah per unit area, tetapi mendominasi dalam proporsi yang besar pada area terumbu karang, walaupun dalam terumbu karang yang sehat. Ikan herbivor sangat menyukai kelompok alga ini karena memiliki ukuran kurang dari 2 cm memudahkan ikan untuk memakannya. Disamping itu turf algae tidak mengandung bahan kimia yang dapat menghalangi ikan untuk makan.

2 Fleshy algae : bentuk alga yang besar lebih kaku dan secara anatomi lebih komplek dibandingkan dengan turf algae, lebih sering ditemukan di daerah terumbu karang yang datar. Di daerah ekosistem terumbu karang yang jumlah kelimpahan herbivor relatif rendah, kelompok alga ini relatif dominan, karena fleshy algae diperkirakan memproduksi senyawa kimia yang menghalangi grazing oleh ikan.

3 Crustose algae : Tumbuhan keras yang tumbuh melekat pada karang keras sehingga tampak seperti lapisan cat daripada tumbuhan biasa. Kelompok alga ini memiliki pertumbuhan yang lambat dan

(15)

15

menghasilkan calcium carbonate (batu kapur) serta diperkirakan memiliki berperan dalam sementasi kerangka terumbu karang secara bersama-sama.

Makroalga terutama turf algae di ekosistem terumbu karang merupakan produsen primer penting karena dapat berfotosintesis sehingga menjadikan makroalga sebagai makanan favorit bagi para herbivor (Morissey 1985; McCook 2001)) dan sebagai dasar pada jaring makanan di ekosistem terumbu karang. Disamping itu makroalga membuat habitat bagi para invertebrata dan vertebrata pada kepentingan fungsi ekologi dan ekonomi (Tabel 1). Berbeda dengan biota lain yang menempati ekosistem terumbu karang seperti ikan karang, karang keras dan lamun, jika jumlah organisme tersebut semakin banyak akan lebih baik. Sebaliknya, jika makroalga berlimpah akan menimbulkan degradasi terumbu karang, yaitu terjadi pergantian fase dari terumbu karang menjadi makroalga (Jompa&McCook 2002, Diaz-Pullido&McCook 2008).

Tabel 1 Estimasi keragaman spesies dari makroalga pada Grat Barrier Reef (GBR) dibandingkan dengan seluruh pantai Australia dan dunia (www.algaebase.org in Diaz-Pullido & McCook (2008)

Makroalga Jumlah Spesies (Perairan Laut)

Dunia Australia Great Barrier Reef Alga Merah (Red Algae) 3 900 – 9 500 1 253 323 Alga Coklat (Brown Algae) 1 500 – 2 151 373 111 Alga Hijau (Green Algae) > 800 – 1 597 350 195

Total 6 200 – 13 248 1 976 432– 629

Di dalam hubungan dengan pemangsaan oleh ikan herbivor, makroalgae sebagai pihak yang mempertahankan diri harus mengembangkan upaya evolusioner agar dapat tetap tumbuh dan berkembangbiak. Hay (1997) memberikan kejian (review) yang lengkap tentang bermacam-macam upaya evolusioner yang dilakukan oleh makroalga untuk menurunkan kerugian akibat herbivori. Upaya evolusioner makroalga untuk meningkatkan resistensi terhadap herbivori dilakukan dengan menghasilkan suatu struktur atau bahan kimia yang tidak disukai oleh pemakannya, yang disebut sebagai deterrants (McCook 1999).

(16)

Struktur thallus yang berkapur atau yang berbentuk padat dan keras, misalnya, dapat dihindari oleh herbivora tertentu. Demikian pula dengan dihasilkannya metabolit sekunder yang dapat menyebabkan herbivora mengalami gangguan ketika memakannya. Sebagian makroalga meningkatkan resistensi dengan jalan meningkatkan laju pemulihan (turnover), misalnya turf algae. Strukturnya yang sederhana dan membutuhkan sedikit bahan penyusun membuat turf algae dapat terus bertahan walaupun laju herbivori sangat tinggi

2.3 Ikan Herbivor di Ekoksistem Terumbu Karang

Herbivor adalah konsumen langsung bagi produsen primer. Pada rantai makanan tidak hanya terjadi perpindahan makanan, namun juga terdapat proses pemindahan energi. Melalui proses fotosintesis produsen primer mengolah nutrien menjadi protein dan gula (sumber energi) untuk digunakan dalam metabolisme dan pertumbuhan. Sumber energi tersebut dibutuhkan oleh herbivor dan karnivor. Selain memakan produsen herbivor juga berperan sebagai media transfer energi bagi para konsumen didalam rantai makanan (Sale 1991).

Herbivor terbanyak di ekosistem terumbu karang adalah ikan-ikan herbivor. Pada ekosistem terumbu karang terdapat proses-proses penting yang melibatkan ikan herbivor, yaitu: (1) ikan herbivor terlibat dalam proses trophodynamic, yaitu yang menghubungkan aliran energi bagi para konsumen lainnya di dalam ekosistem; (2) ikan herbivor mempengaruhi pola distribusi dan komposisi tumbuhan di dalam lingkungan terumbu karang; (3) interaksi antar ikan herbivor, terutama dari jenis yang bersifat teritori, digunakan sebagai dasar pengembangan model demografi dan tingkah laku ikan karang secara umum (Sale 1991).

Kebanyakan ikan herbivor menyenangi turf algae sebagai makanannya. Turf algae memiliki ukuran kurang dari 2 cm dan tidak mengandung bahan kimia yang tidak disukai ikan. Ikan herbivor sangat suka memakan tumbuhan yang kecil ukurannya, strukturnya yang sederhana dan berkumpul (Sale 1991).

Aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan menentukan distribusi ikan herbivor. Kelimpahan ikan herbivor menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman air. Ikan herbivor lebih menyenangi daerah dangkal karena aktifitas fotosintesis

(17)

didaerah tersebut sangat cepat, sehingga selalu tersedia makanan baginya untuk metabolisme dan pertumbuhan.

Ikan-ikan herbivor tersebut rata dengan tanda garis menyamping yang padat

Bentuk mulut ikan herbivor membentuk sudut tumpul dan sehingga bukaan mulut yang kecil. Sirip dada pada ika

penting pada saat menjaga keseimbangan dan orientasi pada saat makan. Jenis ikan herbivor yang utama

dari famili Pomacentridae, Acanthuridae, Siganidae

Suku Acanthuridae memiliki 76 jenis, Scaridae memilki 79 jenis memiliki 27 jenis. Dari ketiga famili ini, Scaridae memiliki jumlah terbanyak (9 marga) dan paling banyak adalah dari

famili Scaridae memakan (

Selanjutnya suku ini cenderung memakan semua makroalga terlebih dahulu kemudian baru memilih makanan

Flores (2003) menyebutkan bahwa ikan herbivor dalam memperoleh

dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) mempertahankan area; (2) berkelompok; (3) individu. Flores (2003) juga menambahkan bahwa jenis ikan herbivor memiliki pola makan sebagai grazing

herbivor dengan cara menggaruk dan menghisap makanannya. Browsing

menggigit dan mencabik makroalga.

Gambar 6 Beberapa suku

Kesamaan pola taksonomi dari ikan Scaridae juga ditemui pada famili Acanthuridae. Jumlah marga suku ini lebih sedikit dibandingkan dengan suku Scaridae (6 marga) dan paling banyak adalah dari marga

Pomacentridae Acanthuridae

didaerah tersebut sangat cepat, sehingga selalu tersedia makanan baginya untuk tumbuhan.

tersebut rata-rata memiliki bentuk tubuh yang tinggi garis menyamping yang padat pada kedua sisi samping badannya Bentuk mulut ikan herbivor membentuk sudut tumpul dan rahang yang kecil

bukaan mulut yang kecil. Sirip dada pada ikan herbivor memiliki peran penting pada saat menjaga keseimbangan dan orientasi pada saat makan.

Jenis ikan herbivor yang utama di ekosistem terumbu karang adalah ikan Pomacentridae, Acanthuridae, Siganidae, dan Scaridae (Gambar 6) Acanthuridae memiliki 76 jenis, Scaridae memilki 79 jenis dan Siganidae

. Dari ketiga famili ini, Scaridae memiliki jumlah marga ) dan paling banyak adalah dari marga Scarus. Mayoritas Scaridae memakan (grazing) turf algae yang menempel pada substrat Selanjutnya suku ini cenderung memakan semua makroalga terlebih dahulu kemudian baru memilih makanan lain yang tepat atau disukainya (Sale 1991) Flores (2003) menyebutkan bahwa ikan herbivor dalam memperoleh makanannya dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) mempertahankan area; (2) berkelompok; (3) Flores (2003) juga menambahkan bahwa jenis ikan herbivor memiliki

grazing dan browser. Grazing adalah pola makan ikan dengan cara menggaruk dan menghisap tanpa memilih jenis

adalah pola makan ikan-ikan herbivor dengan cara menggigit dan mencabik makroalga.

suku ikan herbivor pada ekosistem terumbu karang

Kesamaan pola taksonomi dari ikan Scaridae juga ditemui pada famili Acanthuridae. Jumlah marga suku ini lebih sedikit dibandingkan dengan suku Scaridae (6 marga) dan paling banyak adalah dari marga Acanthurus sp. Selain

Scaridae

Acanthuridae Siganidae

17

didaerah tersebut sangat cepat, sehingga selalu tersedia makanan baginya untuk

bentuk tubuh yang tinggi pada kedua sisi samping badannya.

rahang yang kecil n herbivor memiliki peran penting pada saat menjaga keseimbangan dan orientasi pada saat makan.

ekosistem terumbu karang adalah ikan (Gambar 6). dan Siganidae

marga yang . Mayoritas yang menempel pada substrat. Selanjutnya suku ini cenderung memakan semua makroalga terlebih dahulu,

(Sale 1991). makanannya dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) mempertahankan area; (2) berkelompok; (3) Flores (2003) juga menambahkan bahwa jenis ikan herbivor memiliki adalah pola makan ikan-ikan tanpa memilih jenis ikan herbivor dengan cara

ikan herbivor pada ekosistem terumbu karang.

Kesamaan pola taksonomi dari ikan Scaridae juga ditemui pada famili Acanthuridae. Jumlah marga suku ini lebih sedikit dibandingkan dengan suku p. Selain

(18)

memakan (grazing) turf algae, ikan dari famili ini suka memakan polip terumbu karang. Famili ini memiliki insting yang kuat dalam mencari makan, dimana suku ini tidak akan mendekati makroalga yang memiliki zat kimia (Sale 1991).

Famili Siganidae memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit, lebih konservatif dalam kebiasaan makannya serta memiliki pola distribusi yang terbatas. Kebanyakan dari suku ini adalah pemakan turf algae, namun beberapa jenis juga dapat memakan makroalga yang lebih besar (seperti fleshy alga dan crustoese alga). Ikan dari suku ini lebih selektif dalam memilih makroalga dibandingkan dengan suku lainnya (Sale 1991). Kuiter (1992) menginformasikan bahwa ikan-ikan dari famili Siganidae memiliki watak yang tenang seperti kelinci dan tidak agresif oleh karena itu nama lain dari famili ini adalah rabbitfish. Sifat tenang dari ikan ini mempengaruhi pola makannya yang menyeleksi terlebih dahulu jenis makanannya. Selain itu, ketenangannya membuat ikan tersebut menjadi lebih pemalu dibandingkan dengan Pomacentridae dan Scaridae.

Suku Pomacentridae memiliki jumlah jenis lebih banyak dibandingkan dengan famili lainnya. Ikan herbivor dari suku ini bersifat teritori atau menjaga areanya dari jenis lain. Hampir semua jenis ini berinteraksi dengan alga. Kebanyakan dari marga ini juga sebagai planktivores (seperti Chromis sp., Dascyllus sp) yang mencari plankton didaerah turf algae atau karnivor (seperti Pomacentrus sp., Chrysiptera sp.).

2.4 Daur Nutrien

Perairan ekosistem terumbu karang secara umum sangat sedikit kandungan nutriennya, namun produktivitas biotanya adalah yang teringgi dibandingkan ekosistem perairan laut lainnya di dunia (Froelich 2002). Dalam ekosistem terumbu karang dinamika nutrien menjadi penting karena produktivitas primer di kontrol oleh ketersediaan nutrien dan produktivitas primer ini adalah salah satu faktor utama dalam penentuan biomas komunitas serta produktivitas sekunder.

Karbon bersama-sama dengan nutrien seperti fosfor dan nitrogen melalui proses fotosintesis menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan. Keduanya akan menghasilkan zat organik jika mereka mati. Jika terjadi pembusukan maka akan dihasilkan bahan mentah untuk memulai daur

(19)

organik kembali (Romimohtarto & Juwana 2009). nutrien untuk produktivitas primer

nutrien baru dan (2) nutrien daur ulang. Nutrie

terumbu karang berasal dari teresterial dan lautan, untuk daur ulang nitrogen terjadi fiksasi oleh blue-green

Nitrogen adalah sari elemen bagi semua mahluk hidup, karena di dalam nitrogen terdapat asam amino sebagai bahan dasar pembentukan protein dalam tubuh yang digunakan untuk metabolisme tubuh

di alam, tetapi tidak dapat langsung digunakan karena masih dalam bentuk molekul gas. Sekitar 350 cm

percuma karena bentuknya yang kecil. dalam bentuk nitrat (NO3), nitrit

bagi jasad hidup (Romimohtarto & Juna 2009).

digunakan, nitrogen harus dikonversi terlebih dahulu dari N lainnya, seperti ammonia (NH

nitrifikasi (Gambar 7). organisme dari kelas Prokary

Rhizobium. Bakteri ini hidup bebas di tumbuhan (Jones et al. 2008).

Gambar 7

organik kembali (Romimohtarto & Juwana 2009). Umumnya ada dua sumber nutrien untuk produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, yaitu nutrien baru dan (2) nutrien daur ulang. Nutrien baru yang masuk ke ekosistem terumbu karang berasal dari teresterial dan lautan, untuk daur ulang nitrogen

green algae dan bakteri (Froelich 2002).

Nitrogen adalah sari elemen bagi semua mahluk hidup, karena di dalam asam amino sebagai bahan dasar pembentukan protein dalam tubuh yang digunakan untuk metabolisme tubuh. Sekitar 78% nitrogen ditemukan alam, tetapi tidak dapat langsung digunakan karena masih dalam bentuk molekul gas. Sekitar 350 cm3 nitrogen yang terhisap oleh mahluk hidup terbuang percuma karena bentuknya yang kecil. Senyawa nitrogen di perairan laut

, nitrit (NO2) dan ammonia (NH4) tetapi tidak berguna

Romimohtarto & Juna 2009). Oleh karena itu, sebelum dapat nitrogen harus dikonversi terlebih dahulu dari N2 ke bentuk reaktif

lainnya, seperti ammonia (NH3) atau nitrat (NO3-) yang dikenal dengan proses

Proses nitrifikasi ini hanya dapat dilakukan oleh dari kelas Prokaryotes dan yang sangat terkenal adalah bakteri . Bakteri ini hidup bebas di dalam tanah, dan juga di dalam akar

2008).

7 Daur nitrogen di laut (Kasijan & Sri 2009).

19

Umumnya ada dua sumber di ekosistem terumbu karang, yaitu : (1) n baru yang masuk ke ekosistem terumbu karang berasal dari teresterial dan lautan, untuk daur ulang nitrogen

Nitrogen adalah sari elemen bagi semua mahluk hidup, karena di dalam asam amino sebagai bahan dasar pembentukan protein dalam . Sekitar 78% nitrogen ditemukan alam, tetapi tidak dapat langsung digunakan karena masih dalam bentuk ang terhisap oleh mahluk hidup terbuang laut terbagi ) tetapi tidak berguna itu, sebelum dapat ke bentuk reaktif ) yang dikenal dengan proses Proses nitrifikasi ini hanya dapat dilakukan oleh sangat terkenal adalah bakteri dalam akar

(20)

Nutrien lain yang berfungsi sebagai nutrisi bagi organisme adalah fosfor. Mencapai 90% dari seluruh fosfor di laut terlarut dalam bentuk senyawa fosfat dan senyawa fosfat yang berlimpah dalam daur fosfor adalah ortofosfat. Ortofosfat dihasilkan oleh proses pemecahan fosfa

jaringan yang sedang membusuk. Ini merupakan proses yang relatif sederhana dan mudah, karenanya terjadi sangat sering didalam kolom air, sehingga menyediakan fosfor untuk diserap oleh tumbuh

kadarnya jauh di bawah nitrogen tetapi unsur ini dalam keadaan mudah diperoleh dari mintakat tembus cahaya matah

pembatas dalam produktivitas laut (

Dalam daur fosfor (Gambar 8), banyak

tumbuhan dan hewan, antara senyawa organik dan anorganik, dan antara kolom air dan permukaan serta substrat. Misalnya, beberapa jenis hewan membebaskan sejumlah fosfor terlarut dalam kotorannya. Fosfor ini kemudian te

sehingga tersedia bagi tumbuh

mineral ke dasar laut (Romimohtarto & Juwana 2009)

Gambar 8 Daur fosf

berfungsi sebagai nutrisi bagi organisme adalah fosfor. Mencapai 90% dari seluruh fosfor di laut terlarut dalam bentuk senyawa fosfat dan senyawa fosfat yang berlimpah dalam daur fosfor adalah ortofosfat. Ortofosfat dihasilkan oleh proses pemecahan fosfat organik oleh bakteri dari jaringan yang sedang membusuk. Ini merupakan proses yang relatif sederhana dan mudah, karenanya terjadi sangat sering didalam kolom air, sehingga menyediakan fosfor untuk diserap oleh tumbuh-tumbuhan. Jadi meskipun fosfor rnya jauh di bawah nitrogen tetapi unsur ini dalam keadaan mudah diperoleh dari mintakat tembus cahaya matahari. Karena itu fosfor tidak merupakan faktor pembatas dalam produktivitas laut (Romimohtarto & Juwana 2009).

Dalam daur fosfor (Gambar 8), banyak interaksi yang terjadi antara tumbuh tumbuhan dan hewan, antara senyawa organik dan anorganik, dan antara kolom air dan permukaan serta substrat. Misalnya, beberapa jenis hewan membebaskan sejumlah fosfor terlarut dalam kotorannya. Fosfor ini kemudian terlarut dalam air sehingga tersedia bagi tumbuh-tumbuhan dan sebagian lagi mengendap sebagai

(Romimohtarto & Juwana 2009).

Gambar 8 Daur fosfor di laut (Kasijan & Sri 2009).

berfungsi sebagai nutrisi bagi organisme adalah fosfor. Mencapai 90% dari seluruh fosfor di laut terlarut dalam bentuk senyawa fosfat dan senyawa fosfat yang berlimpah dalam daur fosfor adalah ortofosfat.

t organik oleh bakteri dari jaringan yang sedang membusuk. Ini merupakan proses yang relatif sederhana dan mudah, karenanya terjadi sangat sering didalam kolom air, sehingga tumbuhan. Jadi meskipun fosfor rnya jauh di bawah nitrogen tetapi unsur ini dalam keadaan mudah diperoleh ri. Karena itu fosfor tidak merupakan faktor

interaksi yang terjadi antara tumbuh-tumbuhan dan hewan, antara senyawa organik dan anorganik, dan antara kolom air dan permukaan serta substrat. Misalnya, beberapa jenis hewan membebaskan rlarut dalam air tumbuhan dan sebagian lagi mengendap sebagai

(21)

21

2.5 Pengelolaan Berbasis Ekosistem

Pertumbuhan terumbu karang akan menjadi terhambat apabila daerah terumbu karang tersebut mengalami kerusakan. Faktor-faktor yang sangat dominan dalam kerusakan terumbu karang adalah faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan akibat faktor alam bagi terumbu karang terutama disebabkan oleh perusakan mekanik melalui badai tropis yang hebat sehingga koloni terumbu karang tersebut terangkat dari terumbu. Sedangkan kerusakan terbesar kedua adalah adanya fenomena El Nino dimana terjadi peningkatan suhu yang ekstrim sehingga terumbu karang tersebut mengalami proses bleaching. Faktor kerusakan lainnya disebabkan oleh kegiatan manusia secara langsung yang dapat menyebabkan bencana kematian pada terumbu melalui kegiatan penambangan karang batu, penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan kimia beracun, penggunaan jangkar dan eksploitasi berlebihan pada sumberdaya tertentu.

Aktivitas manusia di darat dan di laut mengancam kemampuan ekosistem dalam memberikan manfaat penting kepada masyarakat, seperti hasil laut yang berlimpah dan sehat, bersih pantai, dan perlindungan dari badai dan banjir. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan pengelolaan ekosistem terumbu karang agar fungsi ekosistem terumbu karang tetap terjaga dan berkelanjutan. Ecosystem-Based Management (EBM) adalah suatu manajemen pendekatan inovatif untuk mengatasi tantangan ini (www.ebmtools.org). EBM menganggap seluruh ekosistem, termasuk manusia dan lingkungan, merupakan isu pengelolaan sumber daya yang tidak dapat dipisahkan pelaksanaanya.

Metode EBM yang dapat membantu pelaksanaanya adalah dengan jalan: a. Memberikan model ekosistem atau kunci ekosistem proses.

b. Membuat skenario yang dapat menggambarkan konsekuensi dari berbagai keputusan tentang pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi. c. Memfasilitasi keterlibatan pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan. Berdasarkan metode pengelolaan yang dikembangkan oleh UNEP (2006), pendekatan pengelolaan dalam pengembangan EBM perlu mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan kondisi wilayah, ekologi, sosial dan ekonomi yaitu: (1) integrasi kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan tujuan pengelolaan perlu melibatkan manusia sebagai komponen penting dari ekosistem; (2) batasan

(22)

pengelolaan perlu mempertimbangkan kondisi ekologi dan politik; (3) pengelolaan adaptif perlu dilakukan untuk menghadapi perubahan dan ketidak pastian akibat dari proses alam dan sistem sosial; (4) pemahaman tentang bagaimana proses dan ekosistem merespon gangguan lingkungan; (5) keberlanjutan pengelolaan eksosistem pesisir dan laut.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.
Gambar 2  An 2.1.1 Morfologi terumbu karang
Gambar 3  Tipe-tipe
Gambar 4   Faktor-faktor  (Nybakken 1992) 2  Suhu (Temperatur)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

Pendapat tersebut juga sesuai dengan pendapat Sudjana (2008, p.56) bahwa evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi penca- paian program selama pelaksanaan program

5) Melihat animo masyarakat Kota Suwon yang begitu tinggi terhadap Kesenian Tradisional yang ditampilkan Tim Kesenian Kota Bandung, diharapkan Kota Bandung dapat

3 Scatter plot hasil clustering algoritme PAM untuk k=17 7 4 Scatter plot hasil clustering algoritme CLARA untuk k=19 9 5 Plot data titik panas tahun 2001 sampai dengan