• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art)

Penelitian sebelumnya yang diambil sebagai sebagai dasar, pendukung atau bahan acuan dalam penelitian ini berasal dari jurnal akademik nasional maupun internasional yang diterbitkan oleh berbagai universitas. Tentunya dalam penelitian sebelumnya dan penelitian yang kini dilakukan terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Berdasarkan judul penelitian “Pengaruh Komunikasi Non-Verbal Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kedutaan Besar India di Jakarta”, berikut adalah persamaan dan perbedaan penelitian sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya oleh Sudarto, Suwardi Lubis, Paidi Hidayat

Judul Pengaruh Komunikasi Interpersonal Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Westfalia Indonesia Peneliti Sudarto, Suwardi Lubis, Paidi Hidayat

Tahun November 2009

Penerbit Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 1 No. 1

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (Program Studi Magister Manajemen)

Variabel X1 : Komunikasi Interpersonal X2: Motivasi

Y: Kinerja Karyawan Masalah

Penelitian

Adanya penurunan penjualan perusahaan sehingga perusahaan ingin mencari tahu apakah hal tersebut terjadi karena krisis global, atau oleh kinerja karyawan yang belum maksimal. Hasil

Penelitian

Ada pengaruh antara komunikasi interpersonal terhadap kinerja karyawan dan juga ada pengaruh antara motivasi terhadap kinerja karyawan.

(2)

Penelitian sebelumnya diambil dari Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 1 No. 1 yang berjudul Pengaruh Komunikasi Interpersonal Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Westfalia Indonesia. Penelitian ini dilakukan oleh Sudarto, Suwardi Lubis, Paidi Hidayat pada bulan November tahun 2009. Persamaan jurnal penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu sama-sama mengkaji tentang motivasi kerja, dan juga merupakan penelitian kuantitatif. Sedangkan, perbedaannya terletak pada variabelnya, dimana jurnal penelitian ini menempatkan Motivasi pada variabel X2, sedangkan penelitian yang dilakukan menempatkan Motivasi pada variabel dependen yaitu variabel Y.

Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya oleh Elena Buja

Judul The Influence of a Teacher’s Non-Verbal Behavior on Students’ Motivation

Peneliti Elena Buja Tahun 2009

Penerbit Bulletin of the Transilvania University of Brasof, Vol. 2 (51) Transilvania University

Variabel X: Perilaku Non-Verbal Y: Motivasi

Masalah Penelitian

Menyelidiki bagaimana cara perilaku non-verbal guru di kelas dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa.

Hasil Penelitian

Terdapat pengaruh antara perilaku non-verbal guru terhadap motivasi siswa.

Penelitian sebelumnya diambil dari Bulletin of the Transilvania University of Brasof, Vol. 2 (51) yang berjudul The Influence of a Teacher’s Non-Verbal Behavior on Students’ Motivation. Penelitian ini dilakukan oleh Elena Buja pada tahun 2009. Persamaan jurnal penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu sama-sama mengkaji tentang komunikasi non-verbal dan motivasi. Perbedaan jurnal penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada jenis penelitiannya, dimana penelitian

(3)

sebelumnya merupakan penelitian kualitatif, sedangkan penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kuantitatif. Serta, motivasi yang dibahas pada penelitian sebelumnya adalah motivasi siswa, sedangkan pada penelitian kini dilakukan membahas mengenai motivasi kerja.

Tabel 2.3 Penelitian Sebelumnya oleh Endo W. K. dan Thomas S. Kaihatu

Judul

Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus pada Karyawan Restoran di Pakuwon Food Festival Surabaya)

Peneliti Endo Wijaya Kartika, Thomas S. Kaihatu Tahun Maret 2010

Penerbit

Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.12, No. 1

Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra

Variabel X: Motivasi Kerja Y: Kepuasan Kerja Masalah

Penelitian

Mencari tahu bagaimana pengaruh antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja.

Hasil Penelitian

Ada pengaruh yang signifikan antara variabel motivasi kerja dengan variabel kepuasan kerja.

Penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan penelitian ini diambil dari Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.12, No. 1, Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra. Penelitian ini dilakukan oleh dua orang yaitu Endo Wijaya Kartika, Thomas S. Kaihatu pada bulan Maret tahun 2010. Persamaan jurnal penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada jenis penelitiannya yaitu kuantitatif, dan juga membahas tentang motivasi kerja. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabelnya, dimana pada penelitian sebelumnya ini Motivasi Kerja merupakan variabel X, sedangkan pada penelitian yang kini dilakukan, Motivasi Kerja ditempatkan di variabel Y.

(4)

Tabel 2.4 Penelitian Sebelumnya oleh Ayu Maya P. dan I. G. S. Ketut Netra

Judul

Pengaruh Motivasi, Disiplin Kerja Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Peneliti I Gusti Agung Ayu Maya Prabasari, I Gusti Salit Ketut Netra Tahun 2013

Penerbit

E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana Vol 2, No 4 tahun 2013

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (UNUD), Bali, Indonesia Variabel X1: Motivasi Kerja X2: Disiplin Kerja X3: Komunikasi Y: Kinerja Masalah Penelitian

Mencari tahu bagaimana pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, dan komunikasi berpengaruh terhadap dengan kinerja karyawan.

Hasil Penelitian

Variabel motivasi kerja, disiplin kerja, dan komunikasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

Penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan penelitian ini diambil dari E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana Vol 2, No 4, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (UNUD), Bali, Indonesia. Penelitian ini dilakukan oleh dua orang yaitu I Gusti Agung Ayu Maya Prabasari, I Gusti Salit Ketut Netra pada tahun 2013. Persamaan jurnal penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada jenis penelitiannya yaitu kuantitatif, dan juga membahas tentang motivasi kerja. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabelnya, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Agung Ayu Maya Prabasari, I Gusti Salit Ketut Netra ini Motivasi Kerja merupakan variabel X1 sedangkan pada penelitian ini, Motivasi Kerja ditempatkan di variabel Y. Selain itu, perbedaannya juga terletak pada analisis regresi yang dilakukan, dimana penelitian sebelumnya menggunakan analisis regresi

(5)

berganda, sedangkan penelitian yang kini dilakukan menggunakan analisis regresi sederhana.

Tabel 2.5 Penelitian Sebelumnya oleh Jonathan J. Velez dan Jamie Cano

Judul

Instructor Verbal and Nonverbal Immediacy and the Relationship with Student Self–efficacy and Task Value Motivation

Peneliti Jonathan J. Velez, Jamie Cano Tahun 2012

Penerbit Journal of Agricultural Education, Vol. 53, No. 2

Variabel X1 : Verbal Immediacy X2 : Nonverbal Immediacy Y : Motivation Masalah Penelitian

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara verbal immediacy dan nonverbal immediacy terhadap motivasi siswa. Hasil

Penelitian

Terdapat hubungan antara verbal immediacy terhadap motivasi. Serta terdapat hubungan antara nonverbal immediacy terhadap motivasi.

Penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan pada penelitian ini diambil dari Journal of Agricultural Education. Penelitian ini dilakukan oleh dua orang yaitu Jonathan J. Velez, Jamie Cano pada tahun 2012. Persamaan jurnal penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada jenis penelitiannya yaitu kuantitatif, dan juga membahas tentang motivasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabelnya, dimana pada penelitian sebelumnya ini digunakan tiga variabel yaitu Verbal Immediacy, Nonverbal Immediacy, dan Motivation. Sedangkan pada penelitian yang kini dilakukan, hanya menggunakan dua variabel yaitu Komunikasi Non-Verbal dan Motivasi Kerja.

(6)

2.2 Landasan Teori

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang digunakan sebagai dasar dan acuan dari penelitian yang dilakukan ini. Teori yang dibahas yaitu teori komunikasi, teori komunikasi non-verbal, teori motivasi, serta teori motivasi Abraham Maslow.

2.2.1 Komunikasi

Komunikasi dalam bahasa Inggris yaitu communication, berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”. Oleh karena itu, orang yang terlibat dalam suatu komunikasi harus menyamakan makna agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung dengan baik. Menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid (Wiryanto, 2004 : 6), komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi antara dua orang atau lebih, untuk mencapai saling pengertian yang mendalam.

Shannon dan Weaver (Wiryanto, 2004 : 7) mengatakan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan sebuah interaksi pertukaran informasi yang juga mempengaruhi satu sama lain dalam memahami makna. Komunikasi juga tidak hanya dilakukan secara verbal, namun juga dengan cara non-verbal seperti misalnya ekspresi wajah, gerakan mata, dan gerakan tubuh.

Menurut Harold D. Lasswell (Cangara, 2009 : 2 – 3), terdapat tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab mengapa manusia perlu berkomunikasi. Fungsi yang pertama adalah karena adanya hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya, karena melalui komunikasi tersebut manusia dapat mengetahui seluruh peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindari hal-hal yang mengancam alam sekitarnya. Kemudian, fungsi yang kedua yaitu adalah upaya

(7)

manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Dan fungsi yang ketiga adalah sebagai upaya untuk melakukan perubahan warisan sosialisasi, misalnya dengan melakukan pertukaran nilai, peran, dan perilaku.

2.2.1.1 Tingkatan Komunikasi

Menurut Deddy Mulyana (Mulyana, 2008 : 80) terdapat empat tingkatan komunikasi yaitu komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), komunikasi organisasi, komunikasi massa, komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication), dan komunikasi publik.

a. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan salah satu tipe komunikasi yang dilakukan oleh manusia. Wiryanto (2004 : 32) menjelaskan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. R. Wayne Pace (Cangara, 2009 : 32) mengatakan bahwa “interpersonal communication is communication involving two or more people in a face to face setting” yang berarti bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih dalam situasi tatap muka. Akan tetapi, beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi tidak hanya dapat dilakukan dalam situasi tatap muka saja, namun juga dengan saluran lain seperti telepon, video call, dan peralatan komunikasi lainnya. Oleh karena itu, dalam komunikasi antarpribadi terdapat istilah komunikasi antarpribadi yang beralat, dan tidak beralat. Secara umum, komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai proses pertukaran informasi diantara orang-orang yang umpan baliknya langsung dapat diketahui. Misalnya

(8)

seperti perbincangan antara dua orang, atau diskusi kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih.

b. Komunikasi Organisasi

Menurut Mulyana (Mulyana, 2008 : 83) komunikasi jenis ini terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal. Komunikasi organisasi berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok karena melibatkan orang yang lebih banyak. c. Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sebuah sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti misalnya radio, televisi, surat kabar, dan film. Komunikasi jenis ini biasanya berbiaya, dan biaya tersebut relatif mahal. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi massa sifatnya umum, dan disampaikan secara cepat, serentak dan selintas.

d. Komunikasi dengan Diri Sendiri

Komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication) merupakan proses komunikasi yang terjadi di dalam diri seorang individu. Komunikasi dengan diri sendiri terjadi karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap suatu objek yang diamatinya atau terbetik didalam pikirannya. Misalnya, dalam suatu situasi, seseorang harus melakukan pengambilan keputusan, dan ia mempertimbangkan pilihan Ya atau Tidak, kondisi itulah yang disebut dengan komunikasi dengan diri sendiri.

(9)

e. Komunikasi Publik

Komunikasi ini merupakan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicaranya dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar. Pada komunikasi publik, penyampaian pesan yang terjadi berlangsung secara terus menerus, dan juga sumber dan penerima pesannya dapat diidentifikasi dengan mudah. Pesan yang disampaikan melalui tipe komunikasi publik juga merupakan pesan yang telah terencana dan dipersiapkan lebih awal, bukan merupakan pesan yang spontan.

2.2.1.2 Fungsi Komunikasi

Menurut William I. Gorden (Mulyana, 2008 : 5) terdapat empat fungsi komunikasi yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental.

a. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial yaitu bahwa komunikasi merupakan sesuatu hal yang penting untuk membangun diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, serta komunikasi sosial dapat membuat kita terhindar dari tekanan dan ketegangan. Komunikasi sosial juga penting untuk pembentukan konsep-diri, pernyataan eksistensi-diri, dan juga untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan.

b. Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekspresif dapat dilakukan baik sendiri maupun dalam sebuah kelompok. Komunikasi ini menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan kita. Biasanya perasaan tersebut disampaikan melalui pesan

(10)

non-verbal. Seperti contohnya, seseorang yang sedang merasa senang dan bahagia wajahnya akan tampak berseri-seri dan juga tersenyum.

c. Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif, misalnya seperti komunitas. Biasanya suatu komunitas seringkali melakukan upacara-upacara tersendiri misalnya seperti pernikahan, pertunangan, ulang tahun, dan lain sebagainya. Dan di dalam upacara-upacara tersebut, orang mengucapkan suatu kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku yang simbolik. Misalnya seperti prosesi siraman sebelum melakukan akad nikah, maupun menyanyikan lagu Happy Birthday saat berulang tahun.

d. Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental memiliki tujuan untuk menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan suatu tindakan, dan juga menghibur. Dalam kata lain, komunikasi instrumental memiliki tujuan untuk persuasi (membujuk).

2.2.2 Komunikasi Non-Verbal

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (Mulyana, 2008 : 343) komunikasi non-verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, secara singkat komunikasi non-verbal merupakan semua isyarat yang bukan kata-kata. Komunikasi non-verbal memiliki makna yang tersembunyi, yang terkadang dapat ditafsirkan secara berbeda pada setiap individu.

(11)

2.2.2.1 Fungsi Komunikasi Non-Verbal

Menurut Ekman dan Knapp (DeVito, 2011 : 193) mengatakan bahwa komunikasi non-verbal menjalankan enam fungsi penting yaitu untuk menekankan, untuk melengkapi, untuk menunjukkan kontradiksi, untuk mengatur, untuk mengulangi, dan juga untuk menggantikan.

a. Untuk Menekankan

DeVito (2011 : 194) mengemukakan bahwa komunikasi non-verbal dapat digunakan untuk menekankan beberapa bagian dari sebuah pesan verbal. Misalnya ketika seseorang menyampaikan sebuah kabar baik, maka ia akan tersenyum untuk menekankan informasi atau kabar baik tersebut.

b. Untuk Melengkapi

Komunikasi non-verbal dapat digunakan untuk memperkuat suatu makna yang dikomunikasikan oleh sebuah pesan verbal. Misalnya ketika seseorang tertawa ketika sedang menceritakan sebuah hal yang lucu, atau mengernyitkan dahi ketika sedang merasa bingung.

c. Untuk Menunjukkan Kontradiksi

DeVito (2011 : 194) mengemukakan bahwa komunikasi non-verbal dapat digunakan untuk menunjukkan kontradiksi, yaitu dimana kita dengan sengaja mempertentangkan pesan verbal kita dengan suatu gerakan non-verbal. Misalnya ketika seseorang mengedipkan mata kepada temannya ketika sedang mengatakan suatu hal yang yang bukan fakta. Kedipan mata tersebut mengisyaratkan kepada lawan bicaranya bahwa apa yang ia katakan tersebut tidak benar.

d. Untuk Mengatur

(12)

non-verbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan suatu keinginan untuk mengatur arus pesan verbal. Misalnya seperti membuat gerakan tangan untuk menunjukkan bahwa kita ingin mengatakan sesuatu, atau mengangkat tangan ketika menyeberang jalan untuk mengisyaratkan pada pengemudi kendaraan untuk berhenti. e. Untuk Mengulangi

DeVito (2011 : 194) menyatakan bahwa sebuah pesan verbal dapat diulangi dan dirumuskan kembali makna yang dikandungnya. Misalnya seperti ketika kita hendak mengajak teman kita untuk pergi, maka sambil kita mengucapkan pesan verbal “Ayo kita pergi” maka kita dapat menggerakan tangan untuk merumuskan kembali makna pesan verbal yang disampaikan tersebut.

f. Untuk Menggantikan

Beberapa pesan yang dikomunikasikan secara verbal dapat digantikan dengan menggunakan komunikasi non-verbal. Sebagai contoh, kita dapat mengganti kata “oke” dengan hanya mengacungkan ibu jari tangan.

2.2.2.2 Saluran Komunikasi Non-Verbal

Joseph A. DeVito (2009 : 129) mengemukakan terdapat delapan saluran komunikasi non-verbal yaitu komunikasi tubuh (body communication), komunikasi wajah (facial communication), komunikasi mata (eye communication), komunikasi sentuhan (touch communication), parabahasa (paralanguage), komunikasi ruang dan wilayah (spatial messages and territoriality), komunikasi artifaktual (artifactual communication), dan komunikasi waktu (temporal communication).

1. Komunikasi Tubuh (Body Communication)

(13)

gerakan tubuh (body gestures), dan penampilan tubuh (body appearance).

a. Gerakan Tubuh (Body Gestures)

Menurut Joseph A. DeVito (2009 : 129), gerakan tubuh merupakan suatu komunikasi yang tercipta melalui pergerakan tubuh. Komunikasi melalui gerakan tubuh ini dapat diidentifikasi melalui lima gerakan tubuh yaitu emblem (emblems), illustrator, affect displays, regulators, dan adaptors.

b. Penampilan Tubuh (Body Appearance)

Penampilan tubuh kita tentunya merupakan suatu komunikasi non-verbal, bahkan ketika kita diam dan tidak bergerak. Sebagai contoh, seseorang mungkin tertarik pada kita karena tinggi badan kita, kulit, mata, warna rambut, dan lain sebagainya. Penampilan tubuh kita dapat mengkomunikasikan sesuatu kepada seseorang.

2. Komunikasi Wajah (Facial Communication)

Komunikasi wajah dapat mengkomunikasikan berbagai macam emosi yang kita rasakan. Misalnya seperti sedih, marah, terkejut, maupun senang. Komunikasi wajah terbagi menjadi dua yaitu facial management dan facial feedback.

a. Facial Management

DeVito (2009 : 132) mengemukakan bahwa teknik mengelola wajah (facial management techniques) dapat kita gunakan untuk mengkomunikasikan perasaan kita untuk meraih efek yang diinginkan. Sebagai contoh kita sedang merasa bahagia ketika kita sedang berkomunikasi dengan seorang teman yang sedang merasa duka karena baru saja mendapatkan

(14)

berita buruk. Tentunya pada saat itu, kita akan dapat menyembunyikan rasa bahagia kita, dan mengelola wajah kita agar tidak tersenyum dan memperlihatkan wajah yang tampak prihatin. Hal ini dilakukan karena apabila kita tetap tersenyum dan bahagia didepan teman yang sedang berduka, maka akan melanggar etika yang ada.

b. Facial Feedback

DeVito (2009 : 132) mengemukakan bahwa ketika kita mengekspresikan suatu emosi dengan wajah, maka efek umpan balik akan dapat teramati. Menurut DeVito, hal ini telah melahirkan apa yang disebut dengan hipotesis umpan balik wajah (facial feedback hypothesis), yang menyatakan bahwa ekspresi wajah dapat mempengaruhi gairah fisiologis kita. Seperti contohnya ketika kita melihat suatu kejadian kecelakaan, maka tentunya wajah kita akan memberikan umpan balik berupa ekspresi terkejut. Atau ketika rekan kita bercerita suatu hal yang menyedihkan, maka wajah kita akan memberikan umpan balik yaitu mimik muka yang sedih.

3. Komunikasi Mata (Eye Communication)

Komunikasi mata terbagi menjadi tiga yaitu kontak mata (eye contact), penghindaran kontak mata (eye avoidance), dan pembesaran pupil mata (pupil dilation).

a. Kontak Mata (Eye Contact)

Kontak mata dapat digunakan untuk menyampaikan beberapa fungsi penting seperti mencari umpan balik, menginformasikan pihak lain untuk berbicara, mengisyaratkan sifat suatu hubungan, dan mengkompensasi bertambahnya jarak fisik.

(15)

b. Penghindaran Kontak Mata (Eye Avoidance)

DeVito (2009 : 135) mengatakan bahwa “Bila kita menghindari kontak mata atau mengalihkan pandangan kita, kita membantu orang lain menjaga privasi mereka.”. Penghindaran kontak mata dilakukan misalnya ketika kita melihat seseorang yang bertengkar di muka umum.

c. Pembesaran Pupil Mata (Pupil Dilation)

DeVito (2009 : 135) menyatakan bahwa pupil mata dapat menunjukkan minat dan tingkat kebangkitan emosi seorang individu. Misalnya, ketika kita tertarik pada suatu hal maka pupil mata kita akan membesar. Kemudian contoh lainnya adalah ketika kita sedang terkejut, atau gembira maka ukuran pupil mata kita juga akan membesar.

4. Komunikasi Sentuhan (Touch Communication)

Komunikasi sentuhan terbagi menjadi dua yaitu sentuhan (touch) dan penghindaran sentuhan (touch avoidance). a. Sentuhan (Touch)

Sentuhan merupakan salah satu saluran komunikasi non-verbal. Menurut DeVito (2009 : 136 – 137), sentuhan dapat mengkomunikasikan lima arti utama yaitu sebagai emosi positif, canda (playfulness), ritual, mengarahkan atau mengendalikan sesuatu, dan juga sebagai keterkaitan dengan tugas. Keterkaitan dengan tugas misalnya seperti menyentuh dahi seseorang untuk mengetahui suhu tubuhnya dan mengambil kesimpulan apakah ia sakit demam atau tidak.

b. Penghindaran Sentuhan (Touch Avoidance)

Andersen dan Leibowitz (DeVito, 2009 : 137) mengemukakan bahwa seseorang memang memiliki

(16)

kebutuhan untuk menyentuh dan disentuh, akan tetapi seseorang juga memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran sentuhan dari orang tertentu pada situasi tertentu. Misalnya ketika sedang berbicara dengan orang yang tidak dikenal di dalam sebuah angkutan umum, maka tentunya kita akan menghindari sentuhan darinya.

5. Parabahasa (Paralanguage)

Parabahasa terbagi menjadi tiga yaitu tinggi rendahnya pengucapan kata (pitch), kecepatan (rate), dan volume. Menurut Argyle dan Trager (DeVito, 2009 : 234), parabahasa mencakup berbagai vokalisasi yang dilakukan oleh manusia ketika ia menangis, berbisik, mengerang, menguap, dan juga berteriak.

a. Tinggi Rendahnya Pengucapan Kata (Pitch)

Pitch merupakan tekanan yang kita berikan ketika sedang berbicara. Bagaimana tinggi atau rendahnya suara kita yang terdengar ketika berbicara.

b. Kecepatan (Rate)

Rate merupakan kecepatan yang kita gunakan saat melakukan komunikasi secara verbal. Kecepatan suara ketika berbicara merupakan salah satu saluran komunikasi non-verbal. Sebagai contoh, seseorang yang berbicara dengan cepat dapat mengartikan bahwa ia sedang tergesa-gesa atau sedang panik. c. Volume

Volume suara merupakan salah satu saluran komunikasi non-verbal. Sebagai contoh, apabila seseorang berbicara dengan volume suara yang keras, maka dapat diartikan bahwa ia sedang marah atau kesal.

(17)

6. Komunikasi Ruang Dan Wilayah (Spatial Messages And Territoriality)

Salah satu faktor penting dalam komunikasi interpersonal adalah ruang dan wilayah, karena penggunaan ruang tersebut mengungkapkan diri kita secara jelas seperti kita berkata-kata.

a. Jarak Proksemik (Proxemic Distance)

DeVito (2009 : 216) menyatakan bahwa jarak proksemik merupakan jarak ruang yang dijaga oleh manusia ketika mereka berkomunikasi.

7. Komunikasi Artifaktual (Artifactual Communication) Joseph A. DeVito (2009 : 145) menyatakan bahwa komunikasi artifaktual mengandung makna yang disampaikan melalui benda-benda. Misalnya seperti perhiasan yang digunakan, mobil yang dikendarai, telepon seluler yang digunakan, tata rias wajah, bahkan lokasi rumah juga merupakan komunikasi artifaktual. Dengan adanya komunikasi artifaktual ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi non-verbal tidak hanya dapat terjadi dalam bentuk perilaku yang dilakukan manusia. Komunikasi artifaktual terbagi menjadi tiga yaitu dekorasi ruangan (space decoration), komunikasi warna (color communication), serta pakaian dan perhiasan tubuh (clothing and body adornment).

a. Dekorasi Ruangan (Space Decoration)

Dekorasi ruangan tempat kita berada juga termasuk dalam saluran komunikasi non-verbal. Misalnya seperti dekorasi ruangan rumah sakit yang pada umumnya selalu minimalis dan menggunakan warna-warna yang lembut dan tidak mencolok, kemudian dekorasi taman kanak-kanak yang ceria.

(18)

b. Komunikasi Warna (Color Communication)

Warna yang terdapat pada ruangan atau pakaian yang kita gunakan juga merupakan salah satu saluran (channel) komunikasi non-verbal. Seperti contohnya ketika seseorang yang sedang berduka cita maka ia akan menggunakan pakaian berwarna gelap dan cenderung menghindari pakaian yang berwarna terang. c. Pakaian dan Perhiasan Tubuh (Clothing And Body

Adornment)

Pakaian dan perhiasan yang digunakan oleh seseorang, maupun perhiasan tubuh, atau perhiasan yang ada di suatu ruangan merupakan saluran komunikasi non-verbal. Misalnya seseorang menggunakan banyak perhiasan berupa emas di kedua tangan dan jemarinya, hal tersebut dapat menunjukkan status sosial orang tersebut.

8. Komunikasi Waktu (Temporal Communication)

DeVito (2009 : 148) menyatakan bahwa komunikasi waktu mengandung pesan yang disampaikan melalui orientasi waktu dan penggunaan waktu yang ada.

a. Waktu (Time)

DeVito (2009 : 243) menyatakan bahwa waktu dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu kultural dan psikologis, dimana waktu kultrual tersebut menyangkut bagaimana budaya kita mengajarkan tentang waktu, dan waktu psikologis merupakan orientasi waktu seseorang apakah masa lalu, kini, atau masa depan.

2.2.3 Motivasi

Motivasi atau dalam bahasa inggris yaitu motivation merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni movere, yang

(19)

berarti “menggerakkan”. Mitchell (J. Winardi, 2011 : 1) mengungkapkan bahwa “Motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunteer) yang diarahkan kearah tujuan tertentu”. Jadi motivasi merupakan suatu proses psikologikal dalam diri manusia yang dapat menimbulkan suatu tindakan yang sukarela yang mengarah kepada suatu tujuan tertentu.

Sedangkan motivasi karyawan menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (J. Winardi, 2011 : 1) yaitu “Kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan korganisasian, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu”. Dengan kata lain, motivasi karyawan merupakan kesediaan seorang karyawan untuk melakukan suatu tindakan dan upaya dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan tempat ia bekerja.

Menurut Danang Sunyoto (2013 : 1), motivasi kerja adalah keadaan yang mendorong keinginan seorang individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai keinginannya. Motivasi kerja ini sangat dibutuhkan oleh setiap orang yang bekerja, karena dengan adanya motivasi kerja maka hasil dari pekerjaan yang dilakukan akan menjadi baik. Motivasi kerja yang tinggi pada setiap karyawan dalam sebuah perusahaan atau organisasi sangat diharapkan karena dapat membantu perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya dengan maksimal.

2.2.2.1 Proses Timbulnya Motivasi

Menurut Gitosudarmo dan Nyoman Sudita (Sunyoto, 2013 : 8) proses timbulnya motivasi pada diri seseorang adalah gabungan dari konsep kebutuhan dorongan, tujuan, dan juga imbalan. Proses timbulnya motivasi dalam diri seseorang ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

(20)

1. Timbulnya suatu kebutuhan tertentu dan kebutuhan itu belum terpenuhi.

2. Apabila kebutuhan tersebut belum terpenuhi, maka seseirang itu akan mencari cara bagaimana untuk memenuhinya.

3. Untuk mencapai tujuan prestasi yang diinginkan tersebut, maka seseorang harus memiliki dan didukung oleh suatu kemampuan, keterampilan, atau pengalaman.

4. Melaksanakan evaluasi prestasi secara formal mengenai keberhasilan dalam mencapai tujuan yang dilakukan secara bertahap.

5. Seseorang akan bekerja dengan lebih baik apabila ia merasa apa yang mereka kerjakan dihargai dan diberikan penghargaan yang sesuai.

6. Dari penghargaan atau imbalan yang diterima tersebut maka seseorang akan dapat mempertimbangkan seberapa besarnya kebutuhan yang dapat dipenuhi dari penghargaan atau imbalan yang mereka terima.

2.2.4 Teori Motivasi Abraham Maslow

Dalam penelitian ini, digunakan teori motivasi yang menggunakan pendekatan kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow ini memiliki inti pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Masing-masing kebutuhan ini memiliki tingkatan dari yang paling atas, hingga yang paling dasar. Dimana kebutuhan yang paling mendasar merupakan kebutuhan fisiologis, kemudian diatasnya merupakan kebutuhan akan rasa aman, kemudian kebutuhan sosial, penghargaan, dan pada puncak tertingginya merupakan kebutuhan

(21)

akan aktualisasi diri. Masing-masing tingkatan dari kebutuhan dapat dilihat dengan gambar berikut:

Gambar 2.1 Hirarki Kebutuhan Abraham H. Maslow

Masing-masing tingkatan dalam hirarki kebutuhan Abraham H. Maslow adalah sebagai berikut:

1. Fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan pokok, seperti kebutuhan sandang dan pangan. Kebutuhan ini bersifat universal, dimana semua manusia pasti membutuhkannya. Apabila manusia belum bisa memenuhi kebutuhan ini, maka ia belum hidup secara normal.

2. Rasa Aman

Kebutuhan akan keamanan dilihat dari dua aspek, yaitu keamanan secara fisik dan psikologis. Keamanan secara fisik yaitu seperti jaminan keselamatan dalam tempat kerja, keamanan dirumah, maupun dijalan. Sedangkan keamanan secara psikologis misalnya seperti perlakuan yang manusiawi dan adil di tempat kerja. Dalam dunia kerja, rasa aman dapat didapatkan dari banyak hal,

(22)

misalnya seperti keselamatan kerja, tidak adanya ancaman PHK dari perusahaan atau organisasi tempat kita bekerja.

3. Sosial

Setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah dipenuhi, maka seseorang hendaknya memenuhi kebutuhan sosialnya. Menurut Sondang P. Siagian (2012 : 152), kebutuhan sosial tersebut tercermin dalam empat bentuk “perasaan” yaitu perasaan diterima oleh orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi, harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kebutuhan akan perasaan maju, dan kebutuhan akan perasaan diikutsertakan atau “sense of participation”. Sebagai contoh, seseorang butuh bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungannya dan juga dengan sesama rekan kerjanya di kantor.

4. Penghargaan

Kebutuhan akan penghargaan yaitu kebutuhan akan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Dengan pengakuan tersebut, maka manusia merasa memiliki harga diri. Menurut Hamzah B. Uno (2013 : 42) kebutuhan akan penghargaan apabila dikaitkan dengan dunia pekerjaan, berarti memiliki pekerjaan yang diakui sebagai pekerjaan yang bermanfaat, pengakuan umum dan kehormatan di dunia luar.

5. Aktualisasi Diri

Setelah seluruh kebutuhan tersebut dipenuhi, maka sampailah pada kebutuhan akan aktualisasi diri. Menurut J. Winardi (2011 : 16), kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan individu untuk merealisasikan potensi yang ada pada dirinya untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan dan untuk menjadi kreatif dalam arti kata seluas-luasnya.

(23)

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel bivariat. Dimana variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah Motivasi Kerja. Sedangkan variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah Komunikasi Non-Verbal.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Fenomena Pengaruh Komunikasi Non-Verbal Terhadap

Motivasi Kerja Pegawai Kedutaan Besar India di Jakarta

Komunikasi Non-Verbal (X) • Body • Facial • Eye • Touch • Paralanguage and Silence • Spatial messages • Artifactual • Temporal (Joseph A. DeVito) Metode Analisis Kuantitatif Digunakan untuk menguji pengaruh komunikasi non-verbal terhadap motivasi kerja pegawai Kedutaan Besar India di Jakarta

Hipotesis

Hasil Penelitian

Kesimpulan dan Saran Motivasi Kerja (Y)

• Fisiologis • Rasa Aman • Sosial • Penghargaan • Aktualisasi Diri (Abraham H. Maslow)

(24)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya oleh Sudarto, Suwardi Lubis, Paidi Hidayat
Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya oleh Elena Buja
Tabel 2.3 Penelitian Sebelumnya oleh Endo W. K. dan Thomas S. Kaihatu
Tabel 2.4 Penelitian Sebelumnya oleh Ayu Maya P. dan I. G. S. Ketut Netra
+4

Referensi

Dokumen terkait

kurikulum 2013 seperti buku guru dan buku siswa yang tersedia pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung mengakibatkan sekolah sulit untuk

(e) Pengukuran dan penandaan diameter dan panjang bibit (f) Bibit R.mucronata pada naungan 25% (g) Bibit R.mucronata pada intensitas 0% (h) Pemanenan bibit (i) Akar bibit

sebagai berikut: sebuah struktur yang sangat organik dengan minimal formalisasi; spesialisasi pekerjaan yang tinggi berdasar pendidikan formal; para spesialis akan memiliki

Pembicara yang tidak jelas dapat memberikan redudansi atau suara yang tidak berarti ke dalam informasi dengan cara mengulang kata- katanya, berhenti atau menggunakan

[r]

Permasalahan yang terjadi adalah masih ditemukan sekolah yang kurang mengembangkan kreativitas dan hanya berfokus pada baca, tulis dan hitung sedangkan kreativitas

Berdasarkan penelitian yang telah disebutkan diatas, pada penelitian ini penulis menggunakan metode multi- classifier ensemble learning dengan kombinasi geterogen dari

Berbeda dengan analisis Location Quontient (LQ) yang berpedoman pada kontribusi, sektor pertanian antar Kecamatan di Kabupaten Blora pada tahun 2102-2105 tergolong