• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EVALUASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DITINJAU DARI CIPP PADA SEKOLAH DASAR NEGERI DI WILAYAH PEDESAAN KABUPATEN BADUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI EVALUASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DITINJAU DARI CIPP PADA SEKOLAH DASAR NEGERI DI WILAYAH PEDESAAN KABUPATEN BADUNG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EVALUASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DITINJAU

DARI CIPP PADA SEKOLAH DASAR NEGERI DI WILAYAH

PEDESAAN KABUPATEN BADUNG

Km Manik Riptiani

1

, I.B. Surya Manuaba

2

, Made Putra

3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: komangmanikriptiani@yahoo.com

1

, manuabasurya@yahoo.com

2

,

putra_md13@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang tingkat efektivitas komponen konteks, input, proses, dan produk dalam mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Penelitian ini termasuk penelitian evaluatif, yang menunjukkan prosedur dan proses pelaksanaan program. Dalam penelitian ini dianalisis efektivitas masing-masing faktor sesuai dengan model CIPP (konteks, input, proses dan produk). Studi evaluasi ini dilakukan terhadap 45 orang, yakni 15 orang kepala sekolah, 15 orang guru kelas I dan 15 orang guru kelas IV. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama. Untuk menentukan efektivitas program, skor mentah ditransformasikan ke dalam T-skor kemudian diverifikasi ke dalam prototype Glickman. Hasil penelitian menunjukkan (1) implementasi kurikulum 2013 efektif (53,33%) ditinjau dari aspek konteks, (2) implementasi kurikulum 2013 kurang efektif (57,78%) ditinjau dari aspek input, (3) implementasi kurikulum 2013 efektif (51,11%) ditinjau dari aspek proses, dan (4) implementasi kurikulum 2013 kurang efektif (51,11%) ditinjau dari aspek produk. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan disimpulkan bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung kurang efektif dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.

Kata kunci: studi evaluasi, model CIPP, implementasi kurikulum 2013 Abstract

This research was purposed in other to figure out a description of the effectiveness of several components, like context, input, process, and product to support the implementation of curriculum 2013 based on CIPP at goverment elementary schools in the rural areas in Badung Regency. It was an evaluative study which examined the procedures and process of program implementation. In this research analysised about effectiveness each factors based on model of CIPP. This study evaluation involving a total numbers of 45 respondents consisting of 15 headmasters, 15 first class teachers, and 15 fourth class teachers. The effectiveness of every related factor would be analyzed based on CIPP model. The data were collected by using questionnaire as the main instrument. To determine the program effectiveness, the raw scores would be transferred into T-score, then verified into Glickman prototype. The result shows (1) the implementation of curriculum 2013 is effective (53,33%) observed from the context, (2) the implementation of curriculum 2013 is ineffective (57,78%) observed from the input, (3) the implementation of curriculum 2013 is effective (51,11%) observed from the process, (4) the implementation of curriculum 2013 is ineffective (51,11%) observed from the product. Base on the result of data analysis, it can be

(2)

concluded that the elementary schools in the rural areas in Badung regency is found ineffective to implement curriculum 2013.

Keywords : evaluative study, CIPP model, implementation of the curriculum 2013

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 mengisyaratkan pembelajaran berpusat pada siswa yaitu

dengan mempersiapkan manusia

Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu berkontribusi

pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, bernegara, dan peradaban

dunia. Dalam meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan

lembaga-lembaga pendidikan.

Usaha-usaha tersebut ditandai dengan adanya

perubahan-perubahan kurikulum dan

model-model pembelajaran yang

dilakukan oleh para pengelola pendidikan maupun praktisi pendidikan. Hal ini

dilakukan agar pembelajaran dapat

berjalan sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat memunculkan sumber daya manusia yang kompeten dan sesuai

dengan harapan pembangunan di

Indonesia “Pengembangan kurikulum

2013 merupakan bagian dari strategi

meningkatkan capaian pendidikan.

Sehingga pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan

menerapkan kurikulum 2013 dalam

pembelajaran” (Majid, 2014:27).

Kurikulum 2013 yang diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia sudah melalui tahap perubahan beberapa standar kurikulum agar penerapannya bertujuan lebih mengaktifkan siswa dalam

membangun pengetahuannya sendiri.

Menurut Abidin (2014:12-13) orientasi pendidikan dalam konteks kurikulum 2013 juga diperbaharui oleh Kemendikbud. Hal

ini sejalan dengan diberlakukannya

Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan

Pendidikan Dasar dan Menengah,

karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar

Isi sehingga perubahan pada standar kompetensi lulusan akan berpengaruh pada perubahan standar isinya juga. Selain itu, kurikulum 2013 juga mengubah dua standar lain yakni Standar proses yang diatur dalam Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 dan Standar Penilaian yang diatur dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013. Berdasarkan perubahan itulah rumusan standar kelulusan (SKL) pun berubah.

Menurut Abidin (2014:16)

pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 merupakan pembelajaran berbasis sikap, keterampilan dan pengetahuan. Pembelajaran yang demikian diawali dengan pembentukan sikap yang baik pada diri siswa. Atas dasar sikap positif dalam belajar ini, selanjutnya siswa

beraktivitas melalui mempraktikkan

keterampilan tertentu yang berhubungan dengan mata pelajaran yang dipelajarinya. Hasil dari serangkaian aktivitas yang dilakukan tersebut, selanjutnya siswa diharapkan mampu memperoleh beragam pengetahuan. Sedangkan menurut Majid (2014:28) orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan

antara kompetensi sikap (attitude),

keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge).

Dalam uraian di atas, kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran yang berpusat kepada siswa yaitu dengan mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki pribadi yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif dengan menanamkan sikap, pengetahuan dan

keterampilan yang baik dalam

pembelajaran. Sehingga untuk

mewujudkan hal tersebut, ada beberapa

standar yang harus dirubah dalam

kurikulum 2013 diantaranya standar

kompetensi lulusan (SKL), standar isi, standar proses dan standar penilaian

(Majid, 2014 : 35)

.

Penekanan pada sikap,

(3)

dilakukan dengan cara membentuk generasi yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif dalam implementasi kurikulum 2013 melalui berbagai pendekatan atau metode pengajaran yang dilakukan. Pada

kurikulum 2013, pembelajaran lebih

ditekankan pada kegiatan saintifik seperti mengamati, menanya, menalar, mencoba

dan mengkomunikasikan (Abidin,

2014:133). Kegiatan tersebut dapat

berjalan dengan efektif apabila didukung oleh potensi pada masing-masing sekolah. Berhasil tidaknya implementasi kurikulum 2013 dapat dilihat dari potensi suatu

sekolah yang bersangkutan. Potensi

sekolah meliputi siswa, kurikulum, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga

kependidikan, pengelolaan atau

menejemen dan lingkungan sekolah. Dalam hal ini, berhasilnya pelaksanaan kurikulum 2013 dapat dilihat dari potensi

masing-masing sekolah, diantaranya

kompetensi guru yang memadai dalam hal memahami materi pelajaran, pemahaman guru mengenai kurikulum 2013 melalui pelatihan kurikulum 2013, sarana dan prasarana yang mendukung implementasi

kurikulum 2013 seperti penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi TIK

dalam pembelajaran, efektivitas

penggunaan lingkungan sekolah dalam menambah pengalaman belajar siswa. Hal tersebut merupakan beberapa potensi yang semestinya dimiliki oleh sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.

Beberapa sekolah di setiap

Kabupaten/Kota ditunjuk untuk

mengimplementasikan kuriukulum 2013. Menurut Dinas Pendidikan Kabupaten Badung, sekolah dasar negeri di wilayah

pedesaan Kabupaten Badung juga

merupakan salah satu sekolah yang

ditunjuk dalam mengimplementasikan

kurikulum 2013. Sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung sudah mengimplementasikan kurikulum 2013 pada kelas 1 dan kelas 4. Menurut

Bappeda dan Dinas Pendidikan

Kabupaten Badung menyatakan bahwa yang termasuk wilayah pedesaan di Kabupaten Badung adalah Kecamatan Petang. Kecamatan Petang merupakan daerah yang penduduknya masih bermata

pencaharian sebagai petani/agraris.

Daerah ini masih jauh dari kegiatan di perkotaan sehingga segala informasi

masih lambat diterima. Dalam

mengimplementasikan kurikulum 2013, sekolah dasar negeri yang terdapat di Kecamatan Petang sangat sulit dalam

mengakses informasi terkait

penyelenggaraan kurikulum 2013. Selain itu lambatnya penerimaan sarana dan prasarana penunjang kurikulum 2013 seperti buku guru dan buku siswa yang disiapkan langsung oleh Pemerintah,

media pembelajaran yang kurang

mendukung implementasi kurikulum 2013 seperti penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran dan kebanyakan guru jarang mendapat

pelatihan atau seminar mengenai

kurikulum 2013. Hal tersebut merupakan beberapa kelemahan yang dimiliki oleh sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung dalam

mengimplementasikan kurikulum 2013.

Untuk mengetahui efektivitas

implementasi kurikulum 2013 yang

berlangsung di sekolah dasar maka potensi masing-masing sekolah yang bersangkutan harus diteliti. Potensi

sekolah akan menentukan berhasil

tidaknya implementasi kurikulum 2013 pada sekolah yang bersangkutan. Potensi sekolah ini lebih lanjut digolongkan dalam

potensi konteks/latar, input/masukan,

proses dan produk. Produk/output yang

berkualitas merupakan salah satu

indikator berhasilnya penerapan kurikulum 2013. Kualitas output ditentuan oleh kualitas konteks, input dan proses yang terlibat dalam konsep pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat

dilihat bahwa untuk mengetahui

keefektifan penerapan kurikulum 2013 maka perlu dilakukan studi evaluasi tentang implementasi kurikulum 2013 ditinjau dari konteks, input, proses dan produk pada Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Pedesaan Kabupaten Badung.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas komponen konteks, input, proses dan produk dalam mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung.

(4)

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian evaluatif (Suharsimi d

an

Jabar, 2010 : 7),

karena berorientasi pada analisis berdasarkan pendekatan evaluasi

program yang berorientasi pada

pengelolaan suatu program yaitu suatu gambaran yang menunjukkan prosedur dan proses pelaksanaan program, selain itu juga menganalisis persiapan program

dengan menganalisis variabel-variabel

dalam model “CIPP” yang dikonfirmasikan dengan target sasaran yang merupakan ukuran kesiapan suatu program. Dalam

penelitian ini melibatkan empat

variabel/dimensi yaitu konteks, input, proses dan produk (Daryanto, 2008 : 88).

Populasi dalam penelitian ini

sebanyak 27 sekolah dasar yang terdiri atas 81 orang responden yang meliputi 27 orang kepala sekolah, 27 orang guru kelas I dan 27 orang guru kelas IV pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung. Menurut Bappeda Kabupaten Badung, yang termasuk ke

dalam wilayah pedesaan adalah

Kecamatan Petang. Di Kecamatan Petang terdapat 7 (tujuh) desa dengan 27 sekolah

dasar negeri. Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan

non-probability sampling berupa purposive sampling dan quota sampling, sedangkan

probability sampling berupa simple

random sampling dengan cara undian

(

Iskandar, 2010 : 69)

. Jumlah sampel yang didapat adalah 15 sekolah dasar negeri yakni SD No 1 Petang, SD No 2 Petang,

SD No 1 Sulangai, SD No 3 Sulangai, SD No 1 Pangsan, SD No 2 Pangsan, SD No 1 Carangsari, SD No 2 Carangsari, SD No 2 Getasan, SD No 1 Pelaga, SD No 3 Pelaga, SD No 5 Pelaga, SD No 1 Belok, SD No 3 Belok, dan SD No 5 Belok.

Data hasil penelitian dikumpulkan dengan metode kuesioner untuk menggali pendapat warga sekolah terkait dengan implementasi kurikulum 2013 secara ekstensif. Instrumen dalam penelitian ini

terdiri atas empat komponen yaitu

instrumen pada variabel konteks, input, proses dan produk yang terdiri atas beberapa pernyataan terkait implementasi kurikulum 2013. Sebelum digunakan untuk

mengambil data, instrumen-instrumen

tersebut diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.

Teknik analisis data menggunakan

z-score selanjutnya diubah ke dalam T-score

(Arikunto, 2012 : 306)

. Setelah mendapatkan hasil dalam T-score, data diproses secara deskriptif yang dibantu dengan analisis komputer program excel, selanjutnya hasil tersebut dianalisis melalui kuadran model Glickman untuk

menentukan efektif tidaknya suatu

program yang diteliti (Gregory, 2000:99).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disajikan rekapitulasi hasil perhitungan skor variabel konteks, input, proses, dan produk pada tabel 1.

Tabel 1. Tabel Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Variabel Konteks, Input, Proses dan Produk

Variabel Statistik

Konteks Input Proses Produk

Mean 127,9778 106,9556 158,7556 143,7333 Median 129 104 159 140 Modus 132 100 159 133 Standar Deviasi 5,374557 7,154006 12,44653 13,95512 Varians 28,88586 51,1798 154,9162 194,7455 Minimum 116 100 139 109 Maximum 138 119 188 159 Range 22 19 49 50 Jumlah 5.759 4.813 7.144 6.468

(5)

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa pada variabel konteks kecenderungan data memusat pada skor 127,9778, ini berarti secara rata-rata skor yang diperoleh keseluruhan responden adalah 127,9778. Skor yang paling banyak adalah 132, skor yang terletak di tengah-tengah adalah 129, simpangan skor dengan rata-rata 5,374557, dan variasi skor 28,88586. Untuk variabel input, kecenderungan data memusat pada skor 106,9556, ini berarti secara rata-rata skor yang diperoleh keseluruhan responden adalah 106,9556. Skor yang paling banyak adalah 100, skor yang terletak di tengah-tengah adalah 104, simpangan skor dengan rata-rata 7,154006, dan variasi skor 51,1798. Untuk variabel proses, kecenderungan data memusat pada skor 158,7556, ini berarti secara rata-rata skor yang diperoleh keseluruhan responden adalah 158,7558. Skor yang paling banyak adalah 159, skor yang terletak di tengah-tengah adalah 159, simpangan skor

dengan rata-rata 12,44653, dan variasi skor 154,9162. Untuk variabel produk, kecenderungan data memusat pada skor 143,7333, ini berarti secara rata-rata skor yang diperoleh keseluruhan responden adalah 143,7333. Skor yang paling banyak adalah 133, skor yang terletak di tengah-tengah adalah 140, simpangan skor dengan rata-rata 13,95512, dan variasi skor 194,7455.

Untuk menetukan efektivitas

implementasi kurikulum 2013 secara keseluruhan dilakukan transportasi skor mentah masing-masing variabel menjadi standar T-skor. Dari keempat variabel yang diteliti, frekuensi sekolah yang mendapat nilai T-skor positif (+) maupun

frekuensi nilai T-skor negatif (-)

dijumlahkan. Untuk lebih jelasnya hasil analisis data untuk skor variabel konteks, input, proses, dan produk dengan skor-T dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Tabel Rekapitulasi Perhitungan Efektivitas Variabal Konteks, Input, Proses dan Produk pada Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Pedesaan Kabupaten Badung.

No

Variabel

Frekuensi

Keterangan

F +

F -

Hasil

1

Konteks

24

21

+

Positif

2

Input

19

26

-

Negatif

3

Proses

23

22

+

Positif

4

Produk

22

23

-

Negatif

Hasil

+ - + -

Kurang Efektif

Dari hasil perhitungan didapat

variabel konteks hasilnya positif, variabel input hasilnya negatif, variabel proses

hasilnya positif dan variabel produk

hasilnya negatif. Ini berarti implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung ditinjau dari segi konteksnya efektif, inputnya kurang efektif, prosesnya efektif, dan produknya kurang efektif, CIPP = (+ - + -), apabila kriteria ini dimasukkan ke dalam kuadran model Glickman, maka efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung berada pada kuadran III (Kurang Efektif). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kuadran Glickman di bawah

ini. Gambar 1. Prototipe Kuadran Glickman (Gregory, 2000:99)

Kuadran II C I P P + + + - + + - + + - + + - + + + (Efektif) Kuadran I C I P P + + + + + + + + + + + + + + + + (Sangat Efektif) Kuadran IV C I P P - - - - - - - - - - - - - - - - (Sangat Kurang Efektif) Kuadran III C I P P - - - + - - + - - + - - + - - - + + - - + - - + + - + - - + - + - - + + - + + - (Kurang Efektif)

(6)

Pada variabel konteks, secara umum telah mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Ini menunjukkan aspek visi sekolah, misi sekolah, lingkungan sekolah dan program

sekolah mendukung implementasi

kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Walaupun demikian beberapa aspek juga

belum efektif. Dari analisis T-skor

ditemukan frekuensi T-skor (+) = 24 > daripada frekuensi T-skor (-) = 21. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil positif (+). Pada variabel konteks persentase F+ = 53,33% dan persentase F- = 46,67% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 6,66%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung ditinjau dari komponen konteks adalah efektif. Ini berarti faktor yang terkait dengan variabel konteks cukup memberi kontribusi pada implementasi kurikulum 2013. Sehubungan dengan hal tersebut sekolah perlu mempertahankan

dan bahkan meningkatkan efektivitas

konteks yang dalam hal ini terdiri dari visi sekolah, misi sekolah, lingkungan sekolah dan program sekolah, sehingga dapat

meningkatkan efektivitas implementasi

kurikulum 2013.

Pada hakikatnya merumuskan dan

menetapkan visi organisasi adalah

menggali gambaran, keinginan dan cita-cita bersama mengenai masa depan organisasi berupa kondisi, peranan dan cita-cita yang ingin diwujudkan atau peranan yang ingin dilaksanakan yang merupakan komitmen seluruh anggota organisasi tanpa adanya rasa terpaksa atau karena ditekan oleh

pimpinan. Visi adalah masa depan

organisasi, dengan demikian visi harus

menjadi milik bersama, diyakini dan

didukung oleh seluruh anggota organisasi. Visi merupakan keinginan dan pernyataan moral yang menjadi dasar atau rujukan dalam menentukan arah dan kebijakan pimpinan dalam membawa gerak langkah organisasi menuju masa depan yang lebih baik, sehingga eksistensi atau keberadaan organisasi dapat diakui oleh masyarakat.

Dalam konteks organisasi, sehingga

organisasi dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik.

Menurut Kaufman & Thomas (dalam Mukhadis, 2013 : 118) aspek konteks

dalam kegiatan evaluasi program

merupakan berbagai hal yang

keberadaannya bersifat eksternalitas, dan sebagai kondisi sudah ada dalam suatu program (antecedent variable), tetapi akan

dapat berpengaruh terhadap proses

penyelenggaraan dan pencapaian tujuan suatu program yang telah dirancang. Yang tercakup dalam aspek konteks suatu program yang dijadikan objek evaluasi disini misalnya keberadaan nilai-nilai dan norma yang berlaku di suatu masyarakat

dimana program itu dikembangkan,

keberadaan harapan masyarakat terhadap suatu program yang dirancang yang biasanya diwujudkan dalam bentuk visi dan

misi. Aspek konteks dalam evaluasi

program menjadi penting diidentifikasi dan

dipertimbangkan dalam menentukan

karakteristik program, proses suatu

program, hasil suatu program, dan juga

pertimbangan dalam memikirkan

pengambilan keputusan sebagai alternatif tindak lanjut dari suatu program yang dijadikan objek evaluasi.

Selain itu juga terdapat misi yang

merupakan sebuah pernyataan yang

menegaskan visi lewat pilihan bentuk atau garis besar jalan yang akan diambil untuk sampai pada visi yang telah lebih dulu dirumuskan. Sebagai konsep yang ideal visi misi ini harus diterjemahkan lagi dalam konsep yang lebih nyata dan terukur yaitu tujuan (objective). Tujuan dalam konteks ini tidak sama dengan tujuan yang dibahas didepan. Tujuan yang dibahas adalah tujuan dari konsep yang jauh lebih riil.

Proses perumusan visi-misi maupun tujuan dari sebuah organisasi atau program bukanlah proses yang mudah dan tanpa perenungan. Proses ini adalah proses yang

subyektif dan tergantung pada iklim

organisasi. Yang terpenting adalah

bagaimana membangun visi-misi dan

tujuan melalui proses yang sedemokratis

mungkin. Yang selanjutnya adalah

bagaimana visi dan misi dapat mewujudkan sebuah tujuan yang riil dan terukur dalam perjalanan roda organisasi.

(7)

Beberapa aspek pada komponen konteks yang belum efektif adalah belum

sepenuhnya dipahami oleh semua

komponen sekolah terkait penyelenggaraan program kurikulum 2013. Masyarakat belum memahami pentingnya visi sekolah. Misi sekolah berkaitan erat dengan visi, namun belum tersosialisasi dengan baik dan program sekolah belum sepenuhnya bisa terlaksana sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Pada komponen input, secara

umum tampak bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung

kurang efektif dalam mendukung

implementasi kurikulum 2013. Ini

menunjukkan bahwa aspek manajemen sekolah, kompetensi guru, sarana dan

prasarana sekolah belum mendukung

implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung. Dari analisis T-skor dengan frekuensi T-skor (+) = 19 < daripada frekuensi T-skor (-) = 26. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil negatif (-). Pada variabel input persentase F+ = 42,22% dan persentase F- = 57,78% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 15,56%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung ditinjau dari variabel

input adalah kurang efektif. Kurang

efektifnya hasil analisis pada variabel input disebabkan antara lain faktor sarana dan prasarana serta kompetensi. Terbatasnya

bahan ajar dan buku-buku referensi

pendidikan yang berkaitan dengan

kurikulum 2013 seperti buku guru dan buku siswa yang tersedia pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung mengakibatkan sekolah sulit untuk mengembangkan materi pelajaran dalam pembelajaran yang dilakukan, keadaan seperti ini kurang mendukung efektivitas variabel input. Selain itu, sarana dan

prasarana yang menunjang seperti

teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada sekolah dasar negeri di Kecamatan Petang ini sangat minim. Kebanyakan sekolah belum memiliki alat TIK yang cukup untuk membantu guru dalam memfasilitasi siswa belajar sehingga pembelajaran yang

dilakukan hanya sekedar mengamati buku siswa, sehingga mengakibatkan kurang

bertambahnya wawasan siswa dalam

memahami dan mendalami materi yang diajarkan. Kompetensi guru-guru dalam

mengembangkan materi pelajaran

berorientasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung juga perlu ditingkatkan. Sebagian guru belum pernah mengikuti diklat atau seminar tentang implementasi kurikulum 2013 sehingga guru-guru kurang memahami rancangan pembelajaran yang sesuai kurikulum 2013 dan kebanyakan

guru sulit mengimplementasikan

pendekatan dalam kurikulum 2013

sehingga pembelajaran masih mengarah pada kurikulum 2006. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diharapkan sekolah mampu meningkatkan efektivitas program implementasi kurikulum 2013. Hal ini dapat

dilaksanakan dengan meningkatkan

anggaran (dana) untuk seminar, diklat dan pengadaan sarana prasarana sekolah.

Guru sebagai sumber daya manusia yang ada di sekolah mempunyai peran yang sangat menentukan dan merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan institusi karena guru adalah pengelola

pembelajaran bagi para siswa agar

pembelajaran berjalan efektif dan efesien harus disediakan guru yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, baik jumlah, kualifikasi maupun spesialisasi. Posisi strategis guru dalam meningkatkan mutu pendidikan

sangat dipengaruhi oleh kemampuan

profesionalnya. Menurut Kurniasih (2014 : 13) guru memegang peranan sangat vital dalam kesuksesan pembelajaran. Guru dipandang dapat memainkan peran penting terutama dalam membantu peserta didik untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa ingin tahu, mendorong kemandirian dan ketepatan

logika intelektual, serta menciptakan

kondisi-kondisi untuk sukses dalam belajar. Guru merupakan pihak pertama yang paling bertanggung jawab dalam pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Menurut Silverius (dalam Kurniasih, 2014 : 14), guru adalah tokoh sentral pendidikan dalam upaya menyiapkan kader bangsa di masa depan, kunci sukses reformasi pendidikan. Beberapa pendapat diatas

(8)

mengisyaratkan bahwa keberhasilan sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang bermutu harus ditunjang oleh guru dan tenaga kependidikan yang profesional serta sarana dan prasarana.

Menurut Kurniasih (2014 : 21) menyatakan guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Ciri-ciri guru yang profesional yaitu (1) memiliki pendidikan, keahlian dan keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik melalui pendidikan dan dalam jabatan yang dilaksanakan secara terpadu, (2) standar kompetensi sesuai dengan tuntutan kinerja sebagai guru profesional, (3) sertifikasi dan lisesnsi sebagai tanda kewenangan melaksanakan tugas sebagai guru profesional, (4) kode etik guru yang mengatur perilaku guru

sebagai pribadi maupun anggota

masyarakat, (5) pengakuan masyarakat yang menggunakan jasa guru melalui

pemberian kedudukan sosial, proteksi

jabatan, penghasilan dan status hukum yang lebih baik yang dibandingkan ketika

guru masih dianggap sebagai suatu

pekerjaan (vokasionan), dan (6) organisasi profesi guru yang mewadahi anggotanya dalam mempertahankan, memperjuangkan

eksistensi dan kesejahteraan serta

pengembangan profesional guru.

Beberapa aspek pada variabel input yang belum efektif adalah (1) sumber daya manusia (menyangkut jumlah, kulifikasi pendidikan, kesesuaian kulifikasi dengan tugas, kompetensi). Kualifikasi pendidikan masih bervariasi (masih ada yang belum memenuhi standar (D2), masih ada yang kurang relevan dengan bidang tugasnya. (2) sarana dan peralatan pendukung

(menyangkut kualitas, kuantitas dan

kemutahiran. Dari segi kuantitas dan kualitas sarana dan peralatan masih jauh dari harapan ideal. Kemutahiran alat juga belum memenuhi persyaratan.

Pada komponen proses, secara umum tampak bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung

sudah efektif dalam mendukung

implementasi kurikulum 2013. Ini

menunjukkan bahwa aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (assessment) mendukung implementasi kurikulum 2013

pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Dari analisis T-skor dengan frekuensi T-skor (+) = 23 > daripada frekuensi T-skor (-) = 22. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil positif (+). Pada variabel konteks persentase F+ = 51,11% dan persentase F- = 48,89% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 2,22%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung ditinjau dari variabel proses adalah efektif. Ini berarti faktor yang terkait dengan variabel proses cukup memberi kontribusi pada implementasi kurikulum 2013. Sehubungan dengan hal tersebut sekolah perlu mempertahankan

dan bahkan meningkatkan efektivitas

variabel proses. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki proses perencanaan pembelajaran dengan cara memahami cara pencapaian kompetensi spiritual (KI-1), sosial (KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4) dalam pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa, serta

menyusun alat peraga atau media

pembelajaran sesuai indikator dan tujuan yang dicapai. Tidak hanya perencanaan,

pelaksanaan pembelajaran juga perlu

mendapat perhatian dengan cara

memahami pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran untuk mengasah dan

meningkatkan keaktifan siswa seperti

pendekatan saintifik yang digunakan dalam pembelajaran kurikulum 2013, mengaitkan materi dengan realita kehidupan dan

peningkatan keterampilan guru dalam

mengolah dan memfasilitasi media

pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran

yang dicapai. Dalam penilaian

pembelajaran, guru sebaiknya memahami

dan mempraktekkan penilaian yang

berkaitan dengan kurikulum 2013 seperti penilaian autentik dengan menilai proses dan hasil belajar siswa secara keseluruhan. Apabila hal ini dilaksanakan dengan baik maka efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah

pedesaan Kabupaten Badung dapat

berjalan dengan baik sesuai rencana. Sekolah yang bermutu memiliki

(9)

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui

penggunaan pendekatan pembelajaran

yang bervariasi dan berpusat pada peserta

didik. Pengalaman belajar memuat

kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Menurut Kaufman & Thomas (dalam Mukhadis, 2013 : 118) proses dalam kegiatan evaluasi program adalah kejadian atau peristiwa proses terjadinya interaksi secara sistemik, integratif, holistik dan terancang antar variabel konteks dan input yang mengarah pada proses terjadinya perubahan sesuatu input peserta dan pelaksana program menjadi sesuatu yang

sesuai dengan tujuan program.

Berlangsungnya aspek proses dalam suatu

program, efektivitas, efesiensi serta

kemenarikan dalam mencapai suatu tujuan program sangat ditentukan oleh tingkat kualitas dan tingkat relevansi dari setiap jenis aspek input (sumber daya, raw input, dan software input) dan relevansi dan kesesuaian aspek konteksnya.

Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang standar proses mengisyaratkan agar terjadi pembelajaran yang efektif,

pembelajaran harus diawali dengan

perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran meliputi pengembang silabus

dan RPP yang memuat skenario

pembelajaran dan rencana evaluasinya.

Pelaksanaan pembelajaran merupakan

implementasi dari RPP yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

kegiatan penutup. Kegiatan inti

menggunakan metode yang sesuai dengan

karakteristik peserta didik dan mata

pelajaran. Dengan pembelajaran yang seperti itu, siswa akan mengalami belajar melalui pembelajaran individu (individual

learning), pembelajaran melalui komunitas

belajar (community learning) dan

pembelajaran dengan diajarkan (learning by

being taught). Dengan demikian

pembelajaran akan memberikan peluang

kepada siswa untuk mengkontruksi

pemahamannya baik melalui pengalaman belajar langsung maupun tidak langsung.

Penilaian dilakukan secara

konsisten, sistematik dan terprogram

melalui berbagai teknik dengan

menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis ataupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portopolio dan penilaian diri. Implikasi dari semua itu agar pembelajaran menjadi lebih efektif, dalam merancang pembelajaran guru perlu memahami pendekatan saintifik.

Dengan adanya relevansi antara

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran akan menjadikan

pembelajaran lebih bermakna.

Evaluasi merupakan satu tahap siklus pembelajaran yang peranannya tidak bisa diabaikan. Dikatakan demikian karena evaluasi minimal dapat menghasilkan dua hal yaitu: pertama, sebagai umpan balik pada pembelajaran dan kedua, dapat memberikan informasi mengenai kualitas

perolehan pada subjek didik.

Kecenderungan evaluasi di sekolah yang lebih memfokus pada satu jenis sistem evaluasi yaitu penggunaan tes objektif secara berlebihan menimbulkan kerisauan yang serius di kalangan ahli maupun praktisi pendidikan, karena diprediksi hanya

mampu menghasilkan pengembangan

kognitif semata. Slameto (2001 : 40) mengatakan bahwa tes obyektif menuntut

siswa untuk memilih beberapa

kemungkinan jawaban yang telah

disediakan dan/atau memberi jawaban singkat atau mengisi titik-titik di tempat yang tersedia. Tes seperti ini sangat sedikit

kontribusinya terhadap pembelajaran

sehingga tidak tepat digunakan untuk semua penilaian yang dilakukan di sekolah. Evaluasi belajar yang teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi

yang terpenting adalah bagaimana

memanfaatkan hasil evaluasi belajar

tersebut untuk memperbaiki dan

menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus.

(10)

Beberapa aspek dalam variabel

proses yang belum efektif adalah

pembelajaran menyangkut perencanaan

dan pelaksanaan pembelajaran. Guru

sudah mencoba menerapkan standar

proses dalam pembelajaran namun masih

belum didukung oleh perangkat

pembelajaran yang baik. Masih banyak

sarana dan prasarana penunjang

pembelajaran yang belum mendukung pembelajaran seperti buku siswa dan buku

guru serta teknologi informasi dan

komunikasi (TIK) sehingga guru kesulitan dalam memberikan kesempatan peserta

didik untuk mengeksplorasi

kemampuannya. Dalam penilaian

pembelajaran, masih banyak menggunakan bentuk tes. Kurangnya inovasi dalam melakukan penilaian pembelajaran seperti melakukan penilaian autentik.

Pada komponen produk, secara umum tampak bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung

kurang efektif dalam mendukung

implementasi kurikulum 2013. Ini

menunjukkan bahwa prestasi akademik berupa aspek pengetahuan dan prestasi non-akademik berupa aspek sikap dan

keterampilan belum mendukung

implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung. Dari analisis T-skor dengan frekuensi T-skor (+) = 22 < daripada frekuensi T-skor (-) = 23. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil negatif (-). Pada variabel produk persentase F+ = 48,89% dan persentase F- = 51,11% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 2,22%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung ditinjau dari variabel produk adalah kurang efektif. Kurang efektifnya hasil analisis pada variabel produk disebabkan antara lain kurangnya peningkatan pemahaman siswa dalam aspek pengetahuan. Hal ini disebabkan

karena dalam pembelajaran yang

dilakukan, guru kurang menerapkan

pendekatan saintifik yang berkaitan dengan kurikulum 2013 sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran melalui proses

mengingat daripada praktek langsung

seperti mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Pembelajaran lebih diorientasikan pada guru (teacher oriented) sedangkan siswa hanya sebagai objek yang melakukan kegiatan yang diberitahu guru tanpa mengolah sendiri informasi yang didapat. Apabila hal ini terus terjadi maka siswa akan sulit mengembangkan kreativitasnya dalam memahami materi pelajaran. Selain

itu kurangnya peran guru dalam

memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media dalam memahami materi yang disampaikan, kurangnya sarana prasarana penunjang seperti teknologi informasi dan

komunikasi (TIK) dalam memfasilitasi

pembelajaran dan kurangnya pembinaan dari guru dalam melakukan remedial atau

pengayaan pada siswa yang belum

mencapai tujuan kompetensi. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, diharapkan sekolah mampu meningkatkan efektivitas implementasi kurikulum 2013 dalam aspek produk.

Sasaran evaluasi hasil belajar

meliputi tiga ranah pokok yaitu ranah kognitif (pengetahuan/pemahaman), ranah

afektif (sikap dan nilai) dan ranah

keterampilan (Hamalik, 2001 : 161). Ketiga ranah tersebut dapat dinilai berjalan dengan baik sesuai program yang direncanakan apabila menghasilkan kualitas suatu produk yang baik pula.

Menurut Tjiptono dan Diana (dalam Arka, 2011 : 184) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan

produk, jasa, manusia, proses dan

lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Apabila dikaitkan dengan sektor pendidikan sebagai organisasi nonprofit maka kualitas ini dapat dilihat dari bagaimana lembaga pendidikan mampu memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pendidikan yang terukur melalui kualitas tamatan dari lembaga pendidikan tersebut. Pernyataan ini mengisyaratkan

bahwa untuk melihat efektivitas

implementasi kurikulum 2013 pada sekolah

dasar negeri di wilayah pedesaan

Kabupaten Badung dapat dilihat dari kualitas produknya. Dalam manajemen sekolah produk difokuskan pada sekolah yang memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah

(11)

yang dihasilkan oleh pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output prestasi akademik (academic

achievement) berupa aspek pengetahuan

siswa dan output prestasi non-akademik (non-academic achievement) berupa aspek sikap dan aspek keterampilan siswa. Output prestasi akademik misalnya ujian nasional, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara berpikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah).

Output non-akademik misalnya

keingintahuan yang tinggi, kejujuran,

disiplin yang tinggi, bertanggung jawab, peduli sosial dan lingkungan, berperilaku

santun dan percaya diri dalam

pembelajaran, prestasi olahraga, kesenian dan kepramukaan.

Pada komponen produk beberapa indikator yang menyebabkan belum efektif antara lain prestasi akademik siswa berupa

aspek pengetahuan karena sarana

prasarana pendukung pembelajaran yang masih kurang dan kurangnya guru dalam

mengaplikasikan pendekatan saintifik

dalam pembelajaran. Sedangkan pada aspek psikomotor (keterampilan) siswa masih jarang diberikan tugas portofolio dan

tugas proyek untuk menambah

pemahaman mengenai materi yang

diajarkan. Pada aspek sikap sudah efektif

dalam mengimplementasikan kurikulum

2013.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi kurikulum 2013 ditinjau dari CIPP pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung tergolong kurang efektif.

Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu pertama Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Badung sebaiknya

memfasilitasi sekolah-sekolah dalam

bidang sarana dan prasarana pendidikan

sehingga sekolah dapat

mengimplementasikan kurikulum 2013

dengan baik. Kedua, Kepala sekolah senantiasa bekerjasama dengan komite

sekolah atau dengan pihak lain untuk penyediaan dan penambahan fasilitas atau

sarana prasarana sekolah sebagai

penunjang pendidikan dalam

mengimplementasikan kurikulum 2013.

Selain itu Kepala Sekolah sebaiknya memfasilitasi atau memberi kesempatan kepada guru-guru dalam pendidikan dan latihan mengenai kurikulum 2013 sehingga guru dapat memahami dan mendalami kegiatan yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013 baik dalam hal penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran maupun penilaian

yang digunakan dalam mendukung

implementasi kurikulum 2013. Guru dapat

meningkatkan efektivitas implementasi

kurikulum 2013 di sekolah melalui

pembelajaran yang dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran yang berpatokan kurikulum 2013. Ketiga, bagi peneliti lain yang ingin meneliti permasalahan serupa tentang efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung disarankan melakukan penelitian yang lebih mendalam

sampai variabel outcome sehingga

menghasilkan penelitian yang leih

sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem

Pembelajaran dalam Konteks

Kurikulum 2013. Bandung: Refika

Aditama.

Arikunto, Suharsimi

, dan Cepi Safruddin

Abdul

Jabar.

2010.

Evaluasi

Program Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

---, 2012. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arka, I Made. 2011. Studi Evaluasi

Pelaksanaan Program Rintisan

Sekolah Bertaraf Internasional di

RSBI SDN Tulangampiang

Denpasar Bali. Universitas

Pendidikan Ganesha: Program

Pasca Sarjana.

Daryanto, Haji. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

(12)

Gregory, J. Robert. 2000. Psychological

Testing, History, Principles and Applications. Boston: Allyn and

Bacon.

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Iskandar. 2010. Metodologi Penelitian

Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif

dan Kualitatif). Jakarta: Gaung

Persada Press.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014.

Sukses

Mengimplementasikan

Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena.

Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik

Terpadu. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mukhadis.A.2013.

Evaluasi

Program

Pembelajaran Bidang Teknologi.

Malang: Bayumedia Publishing.

Slameto.

2001.

Evaluasi

Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Wikipedia. 2013. “RTRW Kabupaten

Badung”. tersedia pada

www.bappeda.badungkab.go.id/berit a-25-perda-26-tahun-2013-tentang-rtrw-kabupatenbadung.html. (diakses tanggal 2 Januari 2015).

Gambar

Tabel 2. Tabel Rekapitulasi Perhitungan Efektivitas Variabal Konteks, Input, Proses dan  Produk pada Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Pedesaan Kabupaten Badung.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pelaksanaan Tindakan Kelas dalam Penerapan Media Poster untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Selain itu, adanya Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) tentu memiliki hasil atau dampak yang diperoleh dari mengikuti kegiatan FKDT di Kecamatan Bae,

Berdasarkan hasil wawancara animasi 3D ini sudah dinilai baik, penggambaran animasi sudah sesuai dengan informasi yang diberikan oleh para nelayan senior, dan

Pada umumnya konsumen dalam hal ini pasien pelayanan kesehatan tidak dihadapkan pada persoalan ketidakmengertian ataupun ketidakjelasan akan pemanfaatan, penggunaan, maupun

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning (PBL) adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam

Hasil ini juga didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh ( Chiu, 2003; Trevino 1987 dalam Chan and Leung 2006) yang menyatakan bahwa seseorang dengan locus of control internal

Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan yang penting yang harus dilakukan dalam rangka mengasilkan kurikulum yang baik, sebab kurikulum merupakan suatu

[r]