• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH AKADEMIK DAN ALOKASI WAKTU DENGAN PRESTASI REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI RINA APRIANTINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH AKADEMIK DAN ALOKASI WAKTU DENGAN PRESTASI REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI RINA APRIANTINI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH AKADEMIK DAN ALOKASI

WAKTU DENGAN PRESTASI REMAJA PADA

KELUARGA BERCERAI

RINA APRIANTINI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pola Asuh Akademik dan Alokasi Waktu dengan Prestasi Remaja pada Keluarga Bercerai adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Rina Apriantini

(4)

ABSTRAK

RINA APRIANTINI. Hubungan Pola Asuh Akademik dan Alokasi Waktu dengan Prestasi Remaja pada Keluarga Bercerai. Dibimbing oleh DWI HASTUTI.

Perceraian yang semakin meningkat secara tidak langsung menuntut ibu menjadi orang tua tunggal dalam hal pola asuh. Kondisi keluarga tidak utuh membuat alokasi waktu remaja dalam hal pendidikan akan berubah begitupun dengan prestasi di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola asuh akademik, alokasi waktu, dan prestasi remaja Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian cross sectional study di Kota Bogor, dan melibatkan 50 ibu dan anak usia 12-18 tahun dari keluarga bercerai. Penarikan contoh dipilih secara non probality sampling, adapun teknik penarikan contoh dilakukan secara convenience. Metode pengambilan data menggunakan teknik wawancara dan self report dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 58 persen remaja memiliki pola asuh akademik yang cukup. Remaja mengalokasikan waktu 7 jam sehari untuk pendidikan, 2.5 jam untuk kegiatan sosial, dan 5.5 jam sehari untuk waktu luang. Sebanyak 64 persen remaja memiliki prestasi belajar yang cukup (65-79). Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh akademik, alokasi waktu sosial dan pengorganisasian waktu remaja serta sedikit waktu yang dihabiskan remaja untuk waktu luangnya maka semakin baik pula persepsi remaja terkait prestasinya. Persepsi remaja terkait prestasi membuat anak meraih prestasi akademik (rapor) yang baik.

Kata kunci: perceraian, pola asuh akademik, alokasi waktu, prestasi akademik ABSTRACT

RINA APRIANTINI. Relationship between Academic Parenting Practices and Time Allocation with Academic Achievement of Adolescence on Divorced Families. Supervised by DWI HASTUTI.

The increasing number of the divorce demanding mother to be a single parent in terms of parenting. The condition of intact family will change both adolescent’s allocation time and academic performance in school. This research aimed to analyze academic parenting practices, adolescent’s time allocation, and academic performance of adolescent. This research was conducted with a cross-sectional study design in the city of Bogor, and involved 50 mothers and children aged 12-18 years from divorced families. A sample selected by non probality sampling, while the technique was a convenience sampling. The methods of data collection was using interview with self report questionnaire. The results show that 58 percent adolescents had enough academic parenting practices. Adolescents spent time 7 hours per day for education, 2.5 hours per day for social, 5.5 hours per day for leisure time, and 64 percent of adolescents had middle academic performance (65-79). The result showed that the better parenting academic practices. Social time and time organization and less time for leisure the better the perception of their achievements. Adolescent perceptions related to achievement was related with their academic achievement based on report card.

(5)

HUBUNGAN POLA ASUH AKADEMIK DAN ALOKASI

WAKTU DENGAN PRESTASI REMAJA PADA

KELUARGA BERCERAI

RINA APRIANTINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

NIM 124090082

Disetuj ui oleh

r

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Hartovo, M.Sc

Ketua Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(8)

Judul : Hubungan Pola Asuh Akademik dan Alokasi Waktu dengan Prestasi Remaja pada Keluarga Bercerai.

Nama : Rina Apriantini

NIM : I24090082

Tanggal Lulus:

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc NIP. 19630714 198703 1 002

Diketahui oleh

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc NIP. 19630714 198703 1 002

(9)

PRAKATA

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Akademik dan Alokasi Waktu dengan Prestasi Remaja pada Keluarga Bercerai”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahan serta saran motivasi kepada penulis, Ir. Melly Latifah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan nasehat kepada penulis, serta Alfiasari S.P, M.Si dan Dr. Ir. Dyah Krisnatuti M.S selaku dosen penguji skripsi, dan seluruh jajaran dosen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas limpahan ilmu dan pengetahuan selama mengikuti perkuliahan, seluruh staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bantuan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua Kosasih Idja Suhardja dan Mimin Arminah, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan do’a, motivasi, dukungannya, dan kasih sayangnya yang tiada hentinya kepada penulis. Rekan dan sahabat Ikhsan Pragatama dan keluarga yang selalu memberikan do’a, motivasi, dukungannya, dan kasih sayangnya, sahabat seperjuangan yang selalu memberikan dorongan dan mendengarkan keluh kesah penulis; Feni, Nova, dan Julia, teman penelitian; Aliah, Asilah, dan Dinda yang selalu memberi semangat, masukan dan nasehat kepada penulis, teman-teman IKK 46 atas kebersamaan yang telah dibangun selama lebih dari tiga tahun, terima kasih karena telah membangun lingkungan yang bersahabat dan saling mendukung serta kepada seluruh responden, pihak sekolah, dan kantor pengadilan agama Bogor yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya dengan yang lebih baik. Amin

Semoga penelitian ini dapat menjadi arahan dan bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaaat Penelitian 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE PENELITIAN 6

Desain, Lokasi Dan Waktu Penelitian 6

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengambilan Data 6

Analisis dan Pengolahan Data 7

Definisi Operasional 10

HASIL 11

Karakteristik Keluarga dan Remaja 11

Pola Asuh Akademik 12

Fasilitas Akademik 13

Alokasi Waktu 13

Prestasi Akademik 15

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Remaja

dengan Pola Asuh Akademik 16

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Remaja

dengan Alokasi Waktu 17

Hubungan antara Pola Asuh Akademik, Alokasi Waktu dengan

Prestasi Remaja 18

PEMBAHASAN 18

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 5

2 Penarikan Contoh 6

3 Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan fasilitas akademik 13

4 Sebaran contoh berdasarkan alokasi waktu remaja selama 24 jam 14

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Cara Pengambilan Data 7

2 Data dan Cara Pengolahan 8

3 Sebaran Nilai Rata-Rata Karakteristik Contoh 11

4 Sebaran Contoh berdasarkan Pola Asuh Akademik 12

5 Sebaran Contoh berdasarkan Pengorganisasian Waktu 14

6 Sebaran Contoh berdasarkan Prestasi Remaja 15

7 Sebaran Contoh berdasarkan Persepsi Prestasi Remaja 16

8 Koefisien Korelasi antara Karakteristik Keluarga, Karakteristik

Remaja dengan Pola Asuh Akademik 17

9 Koefisien Korelasi antara Karakteristik Keluarga, Karakteristik

Remaja dengan Alokasi Waktu 17

10 Koefisien Korelasi Pola Asuh Akademik, Alokasi Waktu dengan

Prestasi Akademik Dan Persepsi Prestasi 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Grand Theory 25

2 Ringkasan Hasil Studi 26

3 Nilai Minimum, Maksimum, Rata-Rata, dan Standar Deviasi 29

4 Validitas dan Reliabilitas Pola Asuh Akademik 30

5 Validitas dan Reliabilitas Pengorganisasian Waktu 32

6 Validitas dan Reliabilitas Persepsi Prestasi 34

7 Pola Asuh Akademik 36

8 Pengorganisasian Waktu 37

9 Persepsi Prestasi 38

10 Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Remaja dengan Pola

Asuh Akademik 39

11 Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Remaja dengan

Alokasi Waktu 40

12 Hubungan Pola Asuh Akademik, Alokasi Waktu, dengan Prestasi

Remaja 41

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tren perceraian di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama RI tahun 2010, menyebutkan bahwa dari sekitar dua juta orang menikah setiap tahunnya terdapat 285 184 perkara yang berakhir dengan perceraian di Indonesia. Perceraian akan mempengaruhi lingkungan keluarga, khususnya anak karena perceraian bagi anak akan berdampak pada penentuan status anak maupun interaksi anak dengan orang tua setelah perceraian (Maryanti & Rosmiani 2007).

Perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya (Cole 2004). Adanya rasa luka, rasa kehilangan, dan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial (Mu’tadin 2002). Menurut Koper (2005), remaja merasakan beratnya dampak perceraian karena selain perceraian orang tua, mereka juga sedang mengalami masa yang penuh guncangan dan perubahan besar dalam pencarian identitas diri.

Seperti yang diungkapkan Gunarsa dan Gunarsa (2004) bahwa hubungan antara ibu dan anak yang penuh kasih sayang akan memotivasi anak dalam mencapai prestasi belajar. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang berprestasi tinggi sering berinteraksi dengan keluarga dibandingkan remaja yang berprestasi rendah. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan mengakibatkan anak mendapatkan nilai rata-rata yang lebih tinggi, perilaku yang lebih baik di sekolah maupun dirumah (Santrock 2007). Selain itu, keterlibatan orang tua memiliki dampak positif yang signifikan pada anak-anak di seluruh hasil akademik (Jeynes 2003). Penelitian Kordi dan Baharudin (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh akademik dengan prestasi belajar.

Perceraian orang tua dianggap memiliki dampak negatif dalam pencapaian prestasi akademik di sekolah. Anak remaja dari keluarga bercerai cenderung memiliki kesulitan belajar, sehingga nilai yang dicapai di sekolahnya rendah (Barber & Eccles 1992). Selain itu, menurut Gregor (2005) dalam Baskoro (2008) persepsi seorang anak dapat mempengaruhi optimisme masa depannya. Jika seorang anak memiliki persepsi yang tidak baik terhadap perceraian, maka hal itu akan berpengaruh buruk terhadap optimisme masa depannya. Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis bagi anak, terutama menyangkut hubungan dengan orang tua yang tidak tinggal bersama (Baskoro 2008). Hasil meta-analisis konsekuensi pada keluarga bercerai menurut Amato (2000) menunjukkan anak dari keluarga bercerai rendah dalam hal akademik, tingkah laku, penyesuaian psikologis, konsep diri, dan kompetensi sosial.

Perpecahan keluarga merupakan fenomena nyata yang menyebabkan terjadinya kenakalan anak karena tidak lengkapnya kedua orang tua. Penelitian Bojuwoye dan Akpan (2009) menyebutkan bahwa dampak negatif perceraian terhadap penyesuaian sosial lebih kuat untuk anak laki-laki daripada anak perempuan. Dibandingkan dengan keluarga utuh, anak dari keluarga yang

(13)

mengalami perceraian memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah akademik, masalah eksternal maupun masalah internal. Penelitian Nye (1957) dalam Pryor dan Rodgers (2001) menemukan bahwa 13 persen anak-anak dari keluarga bercerai memiliki nilai sekolah yang buruk dibandingkan dengan tujuh persen anak dari keluarga utuh. Evans, Kelly dan Wanner (2001) juga menemukan bahwa anak-anak dari keluarga bercerai lebih cenderung putus sekolah.

Perubahan yang terjadi dalam keluarga akan merubah bentuk aktivitas yang dilakukan anak baik aktivitas pendidikan maupun lainnya yang dapat terlihat dari capaian prestasi belajar anak tersebut. Menurut Bahren (2000) anak perlu mendapatkan kesempatan yang cukup untuk bermain dan bergaul dengan anak lain seusianya agar perkembangan sosialnya tidak terhalang. Hal tersebut tidaklah mudah, walaupun anak sudah mengenal waktu. Penelitian Raley (2006), diacu dalam Price et al (2007) menunjukan bahwa anak-anak dari orang tua tunggal menghabiskan lebih banyak waktu menonton televisi dan terlibat dalam tugas-tugas rumah tangga dan kurang waktu yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, seperti pekerjaan rumah dan membaca. Remaja dengan orang tua tunggal menghabiskan lebih sedikit waktu belajar atau makan malam dengan orang tua, dan lebih banyak waktu untuk tidur, bekerja, dan tanpa pengawasan.

Penelitian terdahulu lebih banyak memperlihatkan dampak negatif dari perceraian dan jarang menemukan dampak positif yang terjadi dalam diri remaja terkait capaian prestasi, alokasi waktu maupun pola asuh akademik yang diberikan oleh ibu. Berdasarkan hal tersebut maka penulis mencoba untuk lebih memaparkan permasalahan tersebut ditinjau dari sudut pandang remaja. Pola asuh akademik dari ibu tunggal apakah berhubungan dengan prestasi remaja disekolah. Alokasi waktu yang dimanajemen oleh remaja untuk pendidikan, sosial, dan juga waktu luang apakah dapat memberikan hubungan dengan prestasi remaja.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola asuh akademik dan alokasi waktu dengan prestasi remaja pada keluarga bercerai.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik remaja pada keluarga bercerai

2. Mengidentifikasi pola asuh akademik, alokasi waktu, dan prestasi remaja pada keluarga bercerai

3. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik remaja dengan pola asuh akademik pada keluarga bercerai

4. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik remaja dengan alokasi waktu remaja pada keluarga bercerai

5. Menganalisis hubungan pola asuh akademik, alokasi waktu dengan prestasi remaja pada keluarga bercerai.

(14)

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terkait. Bagi peneliti, penelitian diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan pemikiran dan keilmuan yang telah diterima di bangku kuliah terutama dalam bidang perkembangan anak. Bagi institusi IPB, penelitian ini diharapkan dapat menyumbang referensi baru bagi civitas akademika khususnya di bidang perkembangan anak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada orang tua terkait dampak yang ditimbulkan dari perceraian terhadap prestasi akademik anak, memberikan gambaran kepada orang tua terkait pola asuh akademik yang diberikan kepada anak setelah menjadi orang tua tunggal agar anak mampu mempertahankan prestasi belajarnya.

Sekolah sebagai sarana pendidikan dapat mendukung dan memfasilitasi anak dalam mencapai prestasi akademik maupun non akademik. Bagi anak, penelitian ini diharapkan dapat mendorong anak untuk dapat terus berprestasi ditengah konflik perceraian yang dialami orang tuanya, membuat anak mengalokasikan waktunya untuk hal-hal yang positif, membuat anak selektif dalam menentukan lingkungan bermainnya agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa atau peneliti yang tertarik dengan topik penelitian sejenis. Meskipun hasilnya tidak dapat digeneralisasi, namun, temuan tentunya dapat memberikan beberapa wawasan yang mungkin akan terjadi dalam dinamika keluarga menyangkut masalah anak pada saat perceraian orangtua.

KERANGKA PEMIKIRAN

Pola asuh pada dasarnya terbentuk oleh adanya interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut akan terbentuk selama kegiatan pengasuhan. Keluarga sangat tergantung dari lingkungan sekitarnya, begitu pula sebaliknya, keluarga juga mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Bronfenbrenner (1981) menyajikan model pandangan dari segi ekologi dalam mengerti proses sosialisasi anak-anak. Dalam pengasuhan ini berarti ibu sebagai orang tua tunggal akan mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Ibu sebagai orang tua tunggal harus dapat memberikan pola asuh yang tepat sesuai dengan perkembangan anak, agar anak dapat mempersepsikan pola asuh yang diberikan kepadanya dengan baik sehingga mencapai prestasi akademik yang baik. Perceraian membuat anak-anak merasa tidak aman atau membuat anak merasa bahwa masa depan akan suram dan mereka menjadi tak berdaya karena mereka takut bahwa sesuatu yang buruk bisa terjadi pada mereka (Wallerstein & Blakeslee 2003).

Karakteristik keluarga yang yang mengalami perceraian yang terdiri dari usia ibu, pendidikan ibu, pendapatan ibu, pekerjaan ibu, lama perceraian, perkawinan ke/riwayat nikah, serta usia menikah diduga menentukan bagaimana pola asuh akademik orang tua terhadap anaknya. Besar keluarga diduga berhubungan dengan pola asuh akademik yang akan berdampak pada prestasi akademik anak. Menurut Hurlock (1980) besar keluarga akan mempengaruhi

(15)

pengasuhan dan fasilitas belajar yang mampu disediakan orang tua. Lama perceraian berhubungan dengan resiko hasil perkembangan anak. Secara khusus, anak-anak korban perceraian lebih cenderung mengalami kecemasan, kesepian, rendahnya harga diri, dan kesedihan (Kim 2011). Namun, penelitian Wadsby dan Svedin (1996) menyatakan bahwa lamanya waktu sejak perceraian tampaknya tidak memiliki relevansi untuk nilai akhir yang diterima oleh anak-anak.

Anak-anak dari keluarga yang mengalami perceraian menunjukkan sulitnya penyesuaian diri dengan lingkungannya akibat perceraian dibandingkan dengan keluarga utuh. Penelitian Price et al (2006) menemukan bahwa remaja pada keluarga bercerai menghabiskan lebih banyak waktu tanpa pengawasan dibandingkan dengan remaja pada keluarga utuh. Selain karakteristik keluarga, karakteristik remaja yang meliputi usia dan jenis kelamin juga diduga berhubungan dengan alokasi waktu anak dalam mengatur waktunya untuk mencapai hasil yang baik pada aspek prestasi akademik di sekolah. Anak remaja dari keluarga bercerai cenderung memiliki kesulitan belajar hal ini dapat disebabkan oleh tekanan yang ada dalam keluarga. Pola asuh akademik yang diberikan oleh keluarga yang mengalami perceraian diduga akan berbeda dengan pola asuh akademik pada keluarga utuh, sehingga prestasi akademik yang dicapai di sekolahnya rendah, hal ini dapat diduga karena kurangnya pola asuh akademik yang diberikan orang tua.

Alokasi waktu diduga berhubungan dengan prestasi akademik anak di sekolah, alokasi waktu yang digunakan oleh anak cenderung berbeda ketika sebelum dan sesudah orang tua mengalami perceraian. Begitu pun dengan kebiasaan-kebiasaan orang tua kepada anak. Orang tua perlu memperhatikan kesibukan anak yang bermanfaat setiap harinya, misalnya dengan mengatur jadwal waktu belajar, berorganisasi, main, dan nonton TV, sehingga aktifitas yang dilakukan oleh anak seimbang dengan hasil prestasi belajar di sekolah. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik perlu membantu anak dalam perencanaan waktu dan pelaksanaannya (Gunarsa 1979).

Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses pembelajaran di sekolah yang dicerminkan dari nilai rapor serta persepsi remaja terkait prestasi. Karakteristik ibu dan remaja diduga memiliki hubungan dengan pola asuh akademik, alokasi waktu, dan prestasi remaja pada keluarga yang bercerai, pola asuh akademik dan alokasi waktu diduga berhubungan dengan prestasi remaja dan persepsi remaja terkait prestasi. Penelitian ini akan melihat bagaimanakah hubungan pola asuh akademik dan alokasi waktu dengan prestasi remaja pada keluarga bercerai. Kerangka pemikiran yang menggambarkan hubungan pola asuh akademik dan alokasi waktu dengan prestasi remaja pada keluarga yang mengalami perceraian dapat dilihat pada Gambar 1.

(16)

5

= variabel yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti

= variabel yang tidak diteliti = hubungan yang diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran Alokasi waktu: - Pendidikan, sosial, luang - Pengorganisasian waktu belajar Prestasi remaja - Nilai rapor - Persespsi prestasi Lingkungan sekolah Gaya pengasuhan Karakteristik keluarga: 1. Pendidikan 2. Pendapatan 3. Status pekerjaan 4. Lama perceraian 5. Usia ibu

6. Usia pada saat menikah 7. Riwayat nikah

8. Besar keluarga

Pola asuh akademik

Karakteristik remaja: 1. Usia anak

2. Jenis kelamin

(17)

METODE

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian cross sectional study di Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dilakukan secara purposive,

dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut memiliki angka perceraian tertinggi di Jawa Barat (SIAK 2011). Kecamatan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal. Sembilan sekolah yang berada di Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal dijadikan lokasi penelitian diantaranya SMA N 5 Bogor, SMA BBS, SMA Pembangunan 1, Mts. Yasiba, SMP N 6, SMP N 14, SMP N 5, SMP N 8, dan SMP N 12. Pengambilan data contoh dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak remaja dari keluarga bercerai yang berada di Kota Bogor. Penarikan contoh dipilih secara non probality sampling, adapun teknik penarikan contoh dilakukan secara

convenience, dengan pertimbangan kesediaan contoh untuk terlibat dalam penelitian. Contoh pada penelitian ini adalah remaja dengan latar belakang keluarga bercerai usia 12-18 tahun. Data contoh yang terkumpul dari sembilan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan dengan cara penyebaran angket terkait status orang tua saat ini (utuh, cerai hidup dan cerai mati) terpilihlah sebanyak 96 contoh yang sesuai kriteria (cerai hidup, tinggal bersama ibu, dan ibu belum menikah kembali), namun hanya sebanyak 50 orang yang bersedia dan dijadikan contoh dalam penelitian.

Gambar 2 Penarikan contoh Jenis dan Cara Pengambilan Data

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian

Keluarga Bercerai di Kota Bogor Kecamatan Bogor Barat Kecamatan Tanah Sareal 6 sekolah 3 sekolah 96 contoh 50 contoh Diperoleh dari angket Purposive Purposive Convenience Convenience Convenience

(18)

7

ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan dengan cara wawancara dan self report

dengan alat bantu kuesioner yang meliputi karakteristik keluarga (usia ibu, pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, lama perceraian, riwayat nikah, usia menikah, besar keluarga), karakteristik anak (usia dan jenis kelamin). Data sekunder yang kumpulkan yaitu nilai rapor dan jumlah data perceraian dari pengadilan agama. Secara rinci jenis dan cara pengambilan data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data

Jenis data Variabel

Cara pengambilan

data

Skala data Sumber informasi Primer Karakteristik keluarga

- Usia ibu - Pendidikan - Pendapatan - Status pekerjaan - Lama perceraian - Riwayat nikah - Usia menikah - Besar keluarga Kuesioner Rasio Ordinal Rasio Nominal Rasio Nominal Rasio Rasio Ibu

Primer Karakteristik remaja - Usia anak - Jenis kelamin Kuesioner Rasio Nominal Remaja

Primer Pola asuh akademik Fasilitas akademik

Kuesioner Ordinal Remaja

Primer Alokasi waktu Recall aktivitas selama 24 jam

- Remaja

Primer Pengorganisasian waktu

Kuesioner Ordinal Remaja Primer Persepsi prestasi Kuesioner Ordinal Remaja Sekunder Prestasi akademik

- Nilai rapor per semester

Nilai rapor per

semester Rasio

Remaja

Sekunder Jumlah keluarga bercerai

Data pengadilan agama Analisis dan Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, entering, cleaning, dan analyzing. Analisis data yang digunakan antara lain analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga dan remaja, pola asuh akademik, pengorganisasian waktu, persepsi prestasi, dan prestasi akademik (rapor). Analisis inferensia menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman untuk menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan remaja, pola asuh akademik, alokasi waktu remaja, pengorganisasian

(19)

waktu dengan prestasi remaja. Penjelasan secara lengkap dalam pengolahan data disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Data dan cara pengolahan

Variabel Kategori data

Karakteristik Keluarga

Usia ibu (Papalia et al 2001, diacu dalam Gunarsa 2004)

1. Dewasa awal (21-40) tahun 2. Dewasa madya (40-65) tahun 3. Dewasa Akhir (> 65) tahun Pendidikan ibu (tingkat pendidikan

terkahir) 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Diploma 6. Sarjana Pendapatan 1. < 1 000 000 2. 1 000 001 – 2 500 000 3. 2 500 001 – 5 000 000 4. 5 000 001 – 7 500 000 5. 7 500 001 – 10 000 000 6. > 10 000 000

Status pekerjaan 0. Tidak bekerja

1. Bekerja

Lama perceraian 1. < 1 tahun

2. 1-5 tahun 3. 6-10 tahun 4. > 10 tahun Riwayat perkawinan/ perkawinan ke- 1. Pertama

2. Kedua

Usia menikah (dalam Gunarsa 2004) 1. Remaja madya (15-18 tahun) 2. Remaja akhir (18-21 tahun) 3. Dewasa awal (21-40 tahun) Besar keluarga 1. Kecil ( < 4 orang)

2. Sedang ( 5-7 orang) 3. Besar ( > 8 orang)

Karakteristik Anak

Usia anak (Monks, Knoers, & Haditono 1996 dalam Marliyah et al 2004)

1. Remaja awal (12-15 tahun) 2. Remaja akhir (15-18 tahun) 3. Remaja akhir (18-21 tahun)

Jenis kelamin 0. Perempuan

1. Laki-laki

Instrumen

Pola asuh akademik (Puspitasari 2008) Terdiri dari 18 pertanyaan dengan pilihan jawaban a, b, dan c yang masing-masing diberi skor 1, 2, dan 3. Skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kurang (18-29), sedang (30-41), dan baik (42-54).

Fasilitas akademik

Terdiri dari 27 item fasilitas penunjang akademik. Skoring : 0=tidak dan 1=Ya. Dikategorikan kurang (0-9), cukup tersedia (10-18), memadai (19-27).

(20)

9

Variabel Kategori data

Alokasi waktu Recall aktivitas selama 24 jam, yang terdiri dari waktu untuk sosial, waktu untuk pendidikan, dan waktu untuk luang atau menjalankan hobinya. Dihitung berdasarkan lamanya waktu yang remaja lakukan untuk setiap aktivitas. Presentase selama 24 jam untuk setiap aktivitas = Rata-rata waktu per aktivitas /1440 menit x 100 %. Lama (jam) per aktivitas dihitung dari rata-rata waktu per aktivitas/60 menit. Pengorganisasian waktu (Buchori 2012) Terdiri dari 15 pernyataan dengan skor

presentase terbesar menunjukan kecenderungan proses yang baik. Skoring : 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = sering, 3 = sangat sering.

Persepsi prestasi (Buchori 2012) Terdiri dari 15 pernyataan dengan skor presentase terbesar menunjukan kecenderungan prestasi akademik yang baik. Skoring : 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = sering, 3 = sangat sering.

Prestasi akademik Dilihat dari nilai rapor sampai semester terakhir. Kriteria dan skala penilaian yang disepakati oleh setiap sekolah yaitu kriteria tinggi dengan skala penilaian 80-100, sedang (65-79) dan rendah (<65).

Untuk pembagian interval pada hasil jawaban kuesioner yang terdiri dari pola asuh akademik, pengorganisasian waktu, dan persepsi prestasi. Sistem

scoring pada seluruh variabel dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor, maka semakin tinggi kategorinya. Setelah itu dijumlahkan dan dikategorikan dengan menggunakan teknik scoring secara normatif. Rumus yang digunakan dalam penghitungan ini adalah :

Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (Sma) – Skor Minimun (Smi) Jumlah Kategori

Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut:

Rendah/Kurang = Smi sampai (Smi + IK)

Sedang = (Smi + IK) + 1 sampai (Smi + 2IK)

Tinggi/Baik = (Smi 2IK) + 1 sampai Sma

Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Pearson dan Spearman. Analisis korelasi memiliki tujuan untuk mengetahui apakah diantara dua variabel atau lebih terdapat hubungan, dan apabila terdapat hubungan, bagaimana arah hubungan dan seberapa besar hubungan tersebut.

(21)

Definisi Operasional

Keluarga bercerai adalah keluarga yang pernah bercerai (cerai hidup) dalam riwayat perkawinannya.

Responden adalah ibu dan anak usia remaja dengan latar belakang keluarga bercerai.

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh keluarga dengan latar belakang keluarga bercerai diukur dari usia ibu, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, lama perceraian, riwayat menikah, usia menikah dan besar keluarga.

Usia ibu adalah umur responden.

Pendidikan ibu adalah pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan ibu yang dilihat dari kepemilikan surat tanda tamat belajar/ijazah.

Status Pekerjaan ibu adalah status pekerjaan ibu setelah bercerai bekerja atau tidak bekerja.

Pendapatan keluarga adalah penghasilan perbulan yang diperoleh oleh ibu, anggota keluarga lain, atau mantan suami yang dinilai dengan rupiah per bulan.

Lama perceraian adalah rentang waktu ibu yang mengalami perceraian terhitung dari keputusan perceraian hingga sekarang (tahun).

Riwayat menikah adalah latar belakang pernikahan (dihitung perceraian dengan urutan pernikahan ke-).

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga inti dari keluarga bercerai yang terdiri dari ibu dan anak.

Usia menikah adalah umur ibu (tahun) saat pertama kali menikah.

Karakteristik remaja adalah ciri yang melekat pada diri remaja yang diukur berdasarkan usia dan jenis kelamin.

Remaja adalah individu yang berusia remaja antara 12 sampai 18 tahun di Kota Bogor yang berasal dari latar belakang keluarga bercerai.

Jenis kelamin anak adalah karakteristik remaja yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.

Pola asuh akademik adalah interaksi yang diberikan ibu dalam memberikan stimuli kepada anak untuk mencapai suatu prestasi dengan pemberian fasilitas akademik yang menunjang.

Fasilitas akademik adalah ketersedian fasilitas penunjang untuk kegiatan belajar anak yang dilihat dari ketersediaan fasilitas sesudah orang tua bercerai.

Alokasi waktu remaja adalah jumlah satuan waktu atau jam dalam sehari (selain hari libur) yang digunakan oleh remaja untuk pendidikan.

Kegiatan sosial adalah kegiatan responden dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun teman sebaya untuk bermain.

Kegiatan pendidikan adalah kegiatan belajar yang dilakukan responden di sekolah maupun di luar sekolah seperti kegiatan belajar di kelas, ekstrakulikuler, organisasi, mengerjakan tugas/PR, kegiatan les atau bimbingan belajar.

Kegiatan pribadi adalah waktu yang digunakan untuk kepentingan pribadi seperti kegiatan makan, minum, beribadah dan tidur.

Pekerjaan rumah tangga adalah kegiatan responden untuk melakukan pekerjaan di rumah dan membantu ibu.

(22)

11

Waktu luang adalah waktu responden untuk kegiatan yang sesuai dengan hobi dan kesukaannya seperti, olah raga, jalan-jalan, atau bermain game.

Pengorganisasian waktu belajar adalah pengelolaan waktu yang dilakukan remaja dalam melakukan berbagai kegiatan baik kegiatan akademik maupun non akademik.

Prestasi remaja adalah capaian hasil belajar (rapor) anak selama di sekolah setelah status orang tua bercerai.

Persespsi prestasi adalah persepsi anak terkait hasil capaian prestasi akademik dan non akademik yang telah ia raih.

HASIL

Karakteristik Keluarga dan Remaja

Karakteristik keluarga dalam penelitian ini adalah usia ibu, tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, status pekerjaan, lama perceraian, riwayat pernikahan, usia menikah, dan besar keluarga. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh ibu berada pada kategori usia dewasa madya (40-65 tahun) sebesar 52 persen. Persentase terbesar pendidikan ibu berada pada kategori tamat SMA sebesar 44 persen. Ditinjau dari status pekerjaan, hampir seluruh ibu (92 %) berstatus bekerja dan hanya delapan persen berstatus tidak bekerja. Keadaan sosial ekonomi keluarga memiliki peranan penting dalam memenuhi pendidikan anak. Hasil penelitian menunjukkan sebaran terbesar (34%) ibu memiliki pendapatan berkisar <Rp 1 000 000. Hampir separuh responden memperoleh pendapatan dari anaknya yang sudah bekerja ataupun dari mantan suami yang masih memberikan pendapatan untuk keluarga.

Lama perceraian dalam penelitian ini didefinisikan sebagai lama waktu ibu setelah perpisahan terjadi sampai saat ini. Hasil penelitian menunjukkan presentase sebaran terbesar lama perceraian sebesar 46 persen berada pada kategori satu sampai lima tahun. Hampir seluruh responden (98%) memiliki riwayat pernikahan pertama dan sebagian besar ibu menikah di usia dewasa awal (21-40 tahun) dengan presentase sebesar 64 persen. Besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (90%) besar keluarga termasuk dalam kategori keluarga kecil (≤4 orang) yang terdiri dari dua sampai tiga orang anak.

Tabel 3 Sebaran nilai rata-rata karakteristik contoh.

Karakteristik keluarga dan

remaja Min – Max Rata-rata+sd

Usia ibu (tahun) 30-50 41.08+5.22

Usia menikah ibu (tahun) 15-38 22.60+4.09

Pendapatan keluarga (Rp) 300 000-12 000 000 2 995 000+2 855 5503.9

Besar keluarga (orang) 2-5 3.18+0.89

Lama perceraian (tahun) 0.3-18 6.52+4.55

Usia remaja (tahun) 12-18 13.68+1.5

Setiap anak memiliki tahapan dalam perkembangannya seiring bertambahnya usia, sehingga pada usia remaja memiliki kecenderungan

(23)

perubahan dalam pola pengasuhan. Remaja yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, terdiri dari remaja laki-laki berjumlah 20 orang (40%) dan perempuan berjumlah 30 orang (60%). Lebih dari tiga perempat responden (78%) termasuk dalam kategori usia remaja awal, sebanyak 18 persen termasuk dalam kategori remaja madya dan 4 persen termasuk kategori remaja akhir.

Pola Asuh Akademik

Pola asuh akademik adalah interaksi antara ibu dan anak selama kegiatan pengasuhan dalam mendidik anak berupa bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan orang tua terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung pada pendidikan dalam keluarga yang diwujudkan dalam pola asuh. Komponen pola asuh yang dilihat dalam penelitian ini mencakup cara orangtua menentukan waktu belajar anak, pengulangan pelajaran, pengerjaan tugas/PR, evaluasi ulangan di sekolah, fasilitas belajar yang disediakan, dan pemberian motivasi pada anak (Puspitasari 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja (58%) memiliki pola asuh akademik sedang. Berdasarkan status pekerjaan ibu, hampir seluruh ibu berstatus bekerja. Hal ini membuat ibu sulit menyediakan waktu untuk sekedar menemani anak belajar ataupun membantu anak dalam mengerjakan tugas/PR yang diberikan sekolah.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh akademik

Pola Asuh Akademik n %

Kurang (18-29) 4 8

Sedang (30-41) 29 58

Baik (42-54) 17 34

Total 50 100

Hasil analisis per item pertanyaan pola asuh akademik (Lampiran 7) dapat dikatakan bahwa cara orang tua mengatur waktu belajar anak sudah cukup baik. Sebanyak 60 persen orang tua mengajarkan anak menyediakan waktu khusus untuk belajar. Lebih dari separuh remaja (60%) memiliki lama waktu belajar di rumah sekitar satu sampai dua jam perhari. Dalam hal pengulangan pelajaran, lebih dari separuh orang tua (54%) menemani anaknya dalam mengulang pelajaran, minimal satu kali sehari. Selain itu, orang tua juga membantu anaknya dalam memahami pelajaran yang sulit dimengerti.

Pengerjaan tugas atau PR yang diberikan sekolah, separuh orang tua (50%) membantu ataupun hanya sekadar mengawasi anaknya mengerjakan tugas/PR agar dapat mengkoreksi jawaban anaknya jika salah. Selain orang tua, terdapat guru les, kakak, atau saudara yang membantu dalam mengerjakan tugas/PR dan ditambah penyediaan fasilitas akademik yang menunjang pendidikan anak.

Evaluasi ulangan di sekolah, sebanyak 64 persen orang tua mengingatkan dan membantu anak untuk belajar jika akan ada ulangan di sekolah. Kemudian, hasil ulangan anak diperiksa oleh orang tua. Jika menerima rapor, separuh orang tua (50%) mengevaluasi secara keseluruhan hasil prestasi belajar anaknya di sekolah. Sebanyak 72 persen remaja juga memilih kamar sebagai ruangan untuk belajar.

(24)

13

Pemberian motivasi belajar, sebanyak 54 persen orang tua menyuruh anaknya untuk belajar lebih giat lagi dan menasehati jika nilai ulangannya rendah. Namun, sebanyak 72 persen anak merasa orang tua mereka hanya kadang-kadang saja puas dengan hasil belajar yang mereka dapat. Hal ini dapat diartikan bahwa orang tua menunjukkan perasaan puas jika hasil belajar anaknya baik. Hasil analisis Kordi dan Baharudin (2010) menunjukkan bahwa kepuasan orang tua dengan prestasi akademik anak-anak dikaitkan dengan persepsi kompetensi akademik anak dari kinerja sekolah.

Fasilitas Akademik

Tersedianya fasilitas akademik yang memadai memungkinkan anak dapat belajar dengan baik, sehingga memungkinkan ia mencapai prestasi belajar yang baik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Darman (1984) bahwa salah satu yang menentukan prestasi belajar anak adalah tersedianya fasilitas akademik yaitu perlengkapan belajar anak. Fasilitas akademik merupakan sarana yang dapat menunjang kegiatan belajar anak serta komponen dalam pemberian pola asuh akademik yang diterapkan oleh ibu. Pemenuhan fasilitas akademik yang dimiliki antara lain penunjang minat dan bakat, buku-buku bacaan, elektronik/teknologi, dan perlengkapan belajar. Ketersediaan fasilitas akademik dilihat dari fasilitas akademik yang dimiliki saat ini sesudah orang tua bercerai. Berdasarkan penelitian, ketersedian fasilitas akademik disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak dalam hal pendidikan.

Ketersediaan fasilitas akademik sesudah orang tua bercerai menunjukkan bahwa responden memiliki fasilitas akademik yang memadai (60%). Berdasarkan penelitian, kebanyakan ibu bercerai pada saat anak masih berusia dini sehingga belum dapat terpenuhi beragam fasilitas yang dapat menunjang pendidikan. Ketersediaan fasilitas akademik berdasarkan lama perceraian menunjukkan bahwa kategori lama perceraian satu sampai dengan lima tahun memiliki fasilitas penunjang belajar yang memadai di rumah. Setelah bercerai, ibu lebih memilih bekerja untuk tetap memenuhi kebutuhan rumah tangga dan juga pendidikan anak.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan fasilitas akademik Alokasi Waktu

Waktu merupakan sumber daya yang dimiliki oleh semua orang dalam jumlah yang sama, rata-rata 1x24 jam perhari (Bahren 2000). Alokasi waktu pada penelitian ini dilihat dari lamanya aktivitas yang dilakukan selama 24 jam perhari (selain hari libur) terutama untuk alokasi waktu pendidikan seperti sekolah,

0% 40% 60% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Kurang Cukup tersedia Memadai

(25)

ekstrakulikuler, organisasi (OSIS, rohis, pramuka), mengerjakan tugas/PR baik secara individu maupun kelompok dan bimbingan belajar. Alokasi waktu sosial seperti bermain dan berkumpul dengan teman. Serta alokasi waktu luang untuk menjalankan hobinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 30 persen atau sekitar 7 jam perharinya remaja mengalokasikan waktu untuk pendidikan. Rata-rata waktu yang dialokasikan remaja untuk kegiatan sosial sebesar 10 persen atau sekitar hampir 2.5 jam perhari. Selain itu, lamanya aktivitas yang dilakukan remaja untuk waktu luang sebesar 23 persen atau sekitar 5.5 jam perharinya.

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan alokasi waktu remaja selama 24 jam

Pengorganisasian waktu belajar merupakan kemampuan remaja dalam mengelola waktu antara akademik dan kegiatan lain seperti bermain ataupun menjalankan hobinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja (82%) memiliki pengorganisasian waktu belajar pada kategori sedang dalam mengelola waktu akademik maupun menjalankan hobinya. Remaja kurang memanfaatkan waktu untuk kegiatan belajar selain disekolah, mengulang pelajaran dirumah, ataupun membuat jadwal belajar rutin setiap harinya.

Kurangnya pengawasan dari ibu karena kesibukan bekerja membuat remaja kurang dapat mengelola waktunya dengan baik, sehingga lebih banyak waktu yang remaja lakukan untuk kegiatan selain belajar. Hal ini menyebabkan remaja hanya terkadang mendapatkan nilai tertinggi di sekolah ataupun nilai harian yang baik, sehingga persepsi remaja terkait prestasi masih dikatakan kurang baik.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pengorganisasian waktu

Pengorganisasian waktu n % Kurang (0-15) 6 12 Sedang (16-30) 41 82 Baik (31-45) 3 6 Total 50 100

Hasil analisis per item pernyataan (Lampiran 8) menunjukkan sebanyak 80 persen remaja terkadang memanfaatkan waktu untuk belajar, 44 persen remaja tidak pernah mengikuti bimbingan belajar, hanya 2 persen remaja yang sangat

4%

10%

30% 33% 23%

Alokasi waktu untuk rumah tangga Alokasi waktu untuk sosial Alokasi waktu untuk pendidikan Alokasi waktu untuk pribadi Alokasi waktu untuk luang

(26)

15

sering dalam mengulang kembali pelajaran. Hampir separuh remaja (44% dan 46%) terkadang membuat jadwal kegiatan dan mengunjungi perpustakaan, lebih dari separuh remaja (56%) sering membagi waktu kegiatan di rumah maupun teman, separuh remaja (50%) dapat membagi waktu antara kegiatan belajar dengan kegiatan lainnya dan memiliki waktu belajar setiap hari. Separuh remaja (50%) terkadang mengerjakan tugas/PR di rumah, hanya 20 persen remaja yang memiliki waktu sangat sering untuk keluarga. Hampir separuh remaja (48%) terkadang mempunyai waktu untuk menjalankan hobinya, hanya 6 persen remaja yang memiliki jadwal rutin belajar, 58 persen remaja terkadang membaca buku di rumah. Sebanyak 74 persen merangkum materi pelajaran, dan 64 persen meluangkan waktu ke toko buku untuk menambah wawasan.

Prestasi Akademik

Prestasi akademik remaja dalam penelitian dilihat dari nilai rata-rata rapor per semester sampai semester terkahir yang ditempuh di sekolah dan persepsi remaja terkait prestasi. Berdasarkan penetapan kriteria ketuntasan minimal (KKM), kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi dengan angka maksimal 100 (seratus). Kriteria ketuntasan minimal merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam laporan hasil belajar (rapor). Kriteria dan skala penilaian yang disepakati oleh setiap sekolah yaitu kriteria tinggi dengan skala penilaian 80-100, sedang (65-79) dan rendah (<65).

Rata-rata keseluruhan rapor adalah 78.31 berada pada kategori sedang. Variabel prestasi dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu rendah, sedang, tinggi. Hasil menunjukkan sebanyak 32 dari 50 remaja (64%) memiliki prestasi akademik yang cukup baik (sedang), 34 persen remaja terkategori tinggi dan hanya dua persen remaja yang terkategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa remaja dengan latar belakang keluarga bercerai masih dapat mencapai prestasi akademik yang cukup baik yang terlihat dari laporan hasil belajar disekolah.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan prestasi remaja

Prestasi (nilai rapor) n %

Rendah (<65) 1 2

Sedang (65-79) 32 64

Tinggi (80-100) 17 34

Total 50 100

Persepsi yang dialami seorang anak bersifat subjektif sehingga motivasi berprestasinya tergantung bagaimana anak mempersepsikan pola asuh yang diberikan ibu sebagai orang tua tunggal. Persepsi prestasi akademik remaja menunjukkan bahwa sebanyak 50 persen remaja memiliki persepsi prestasi akademik kurang baik, sedangkan hanya sebanyak 4 persen yang terkategori baik. Hal ini diduga karena pengorganisasian waktu remaja dalam aktivitas belajar dan juga kegiatan lainnya masih terkategori sedang, remaja masih belum dapat mempertahankan prestasinya ataupun prestasi yang diperoleh tersebut hanya sekali dan dalam waktu yang sudah cukup lama, sehingga remaja merasa apa yang telah ia raih merupakan prestasi yang baik. Menurut Baskoro (2008) persepsi

(27)

seseorang terhadap perceraian mempunyai hubungan terhadap optimisme masa depan. Semakin baik persepsi seseorang terhadap perceraian, semakin baik pula optimisme masa depan seseorang.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan persepsi prestasi remaja

Persepsi Prestasi Akademik n %

Kurang (0-15) 25 50

Sedang (16-30) 23 46

Baik (31-45) 2 4

Total 50 100

Hasil analisis per item pernyataan (Lampiran 9) menunjukkan 70 persen remaja terkadang pernah mendapatkan nilai tertinggi, lebih dari separuh remaja (56%) terkadang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, 42 persen remaja sering mendapat nilai PR diatas 80 dan hampir separuh remaja (44%) terkadang mendapatkan rata-rata rapor tinggi (>80) pada lebih dari satu mata pelajaran. Separuh remaja (50%) terkadang mendapatkan nilai ulangan harian yang baik (>80), 68 persen remaja tidak pernah mendapatkan beasiswa/penghargaan atas prestasi di sekolah, 34 persen remaja terkadang mendapatkan peringkat sepuluh besar. Separuh remaja (50%) sering berusaha mempertahankan nilai agar diterima di sekolah favorit, sebanyak 44 persen remaja terkadang mendapatkan kesempatan menjadi ketua panitia. Lebih dari separuh remaja tidak pernah meraih prestasi di bidang seni dan olah raga (58%), tidak pernah mengikuti lomba mata pelajaran (62%), tidak pernah mengikuti lomba non akademik di bidang seni dan olah raga (52%), maupun berprestasi berkat keterampilan/bakat yang dimiliki (44%).

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Remaja dengan Pola Asuh Akademik

Kualitas pengasuhan yang orang tua berikan, umumnya tergantung pada kondisi keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga akan semakin banyak interaksi dalam keluarga yang terjadi. Hasil uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan negatif antara besar keluarga dengan pola asuh akademik (r=0.289, p-value<0.01). Hal ini berarti semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin baik pola asuh akademik yang di berikan oleh ibu. Berdasarkan penelitian, sebagian besar keluarga berada pada kategori keluarga kecil sehingga ibu lebih fokus dalam hal pengasuhan untuk anak dan pemenuhan kebutuhan khususnya pendidikan.

Dehyadegary et al (2012) menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh orang tua dapat memberikan bimbingan yang lebih baik untuk perkembangan positif remaja, terutama dalam prestasi akademik. Keadaan sosial ekonomi orang tua mempengaruhi pembentukkan kepribadian anak, respon anak terhadap pelajaran dan berhasil tidaknya anak dalam memperoleh prestasi (Mark, Rand & Lucas 1992). Karakteristik remaja (usia dan jenis kelamin) hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara karakteristik remaja dengan pola asuh akademik. Hal ini diduga bahwa usia dan jenis kelamin tidak sepenuhnya menjadi alasan bagi ibu untuk memberikan pola asuh akademik kepada anaknya.

(28)

17

Tabel 8 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik remaja dengan pola asuh akademik

Variabel Pola Asuh Akademik

Karakteristik keluarga Usia ibu -0.194 Status pekerjaan -0.097 Pendapatan -0.075 Pendidikan 0.038 Besar keluarga -0.289* Usia menikah 0.121 Riwayat nikah -0.127 Lama perceraian 0.171 Karakteristik remaja Usia anak -0.244 Jenis kelamin -0.228

Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05, **signifikan pada p-value<0.01

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Remaja dengan Alokasi Waktu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perceraian berhubungan positif signifikan dengan alokasi waktu pendidikan (r=0.389,p-value<0.01), alokasi waktu sosial (r=0.322,p-value<0.05), dan berhubungan negatif signifikan dengan waktu luang (r=0.397,p-value<0.01). Hal ini berarti semakin lama masa perceraian maka semakin baik alokasi waktu remaja untuk pendidikan, kegiatan sosial dan semakin sedikit waktu luang remaja dalam menjalankan hobinya.

Pada karakteristik remaja, hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia remaja dengan alokasi waktu pendidikan. Namun, terdapat hubungan positif signifikan antara usia remaja dengan alokasi waktu sosial (r=0.339,p-value<0.05). Hal ini berarti semakin bertambahnya usia remaja maka semakin banyak waktu yang remaja habiskan untuk terlibat dalam aktivitas sosial.

Tabel 9 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik remaja dengan alokasi waktu

Variabel Alokasi Waktu

Sosial Pendidikan Luang

Karakteristik keluarga Usia ibu 0.251 0.095 0.010 Status pekerjaan 0.084 0.032 -0.062 Pendapatan -0.121 0.057 0.078 Pendidikan -0.015 -0.072 0.132 Besar keluarga -0.027 0.019 0.166 Usia menikah 0.267 -0.025 0.003 Riwayat nikah 0.094 0.108 -0.083 Lama perceraian 0.322* 0.389** -0.397** Karakteristik remaja Usia 0.339* 0.276 -0.135 Jenis kelamin -0.121 -0.100 0.024 Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05, **signifikan pada p-value<0.01

(29)

Hubungan antara Pola Asuh Akademik, Alokasi Waktu dengan Prestasi Remaja

Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pola asuh akademik (r=0.457,p-value<0.01), alokasi waktu sosial (r=0.296, p-value<0.05), dan pengorganisasian waktu (r=0.690,p-value<0.01), serta hubungan negatif antara alokasi waktu luang dengan persepsi prestasi (r=0.390, p-value<0.01). Terdapat hubungan positif signifikan antara persepsi prestasi dengan prestasi akademik (r=0.403,p-value<0.01). Namun, hasil uji hubungan menunjukkan tidak terdapat hubungan antara alokasi waktu pendidikan dengan prestasi remaja dan persepsi remaja terkait prestasi. Selain itu, pola asuh akademik, alokasi waktu, dan pengorganisasian waktu tidak menunjukkan hubungan dengan prestasi remaja (rapor). Penelitian Elias (2009) menunjukkan bahwa gaya pengasuhan ibu yang dilakukan secara demokratis, permisif atau otoriter tidak berhubungan signifikan dengan prestasi akademik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh yang ibu terapkan kepada remaja maka semakin baik pula persepsi remaja terkait prestasi. Begitupun dengan alokasi waktu sosial, semakin baik remaja mengalokasikan waktunya untuk aktivitas sosial seperti bermain bersama teman-temannya dan sedikit waktu dalam menjalankan hobinya, maka semakin baik persepsi prestasi remaja. Teman-teman yang berada dalam lingkungannya turut memberikan pengaruh positif pada remaja sehingga remaja tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif.

Pengorganisasian waktu yang dikelola dengan baik oleh remaja akan membuat remaja memiliki persepsi prestasi yang baik pula. Persepsi remaja terkait prestasi yang semakin baik, membuat remaja dapat memperoleh capaian hasil belajar di sekolah dengan baik. Hal ini diduga karena lingkungan pertemanan yang membawa remaja ke arah positif dan menjadi penyemangat dalam meraih prestasi. Selain itu, lingkungan keluarga yang memberikan pola asuh yang baik turut berperan dalam memperoleh hasil belajar disekolah.

Tabel 10 Koefisien korelasi pola asuh akademik, alokasi waktu, pengorganisasian waktu dengan prestasi akademik dan persepsi prestasi

Variabel Prestasi Akademik Persepsi Prestasi

Pola asuh akademik 0.070 0.457**

Alokasi waktu untuk sosial -0.031 0.296* Alokasi waktu untuk pendidikan 0.010 0.077 Alokasi waktu untuk waktu luang -0.086 -0.390** Pengorganisasian waktu 0.135 0.690**

Persepsi prestasi 0.403** -

Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05, **signifikan pada p-value<0.01

PEMBAHASAN

Pola asuh akademik adalah praktik pengasuhan berupa jenis dan frekuensi kegiatan serta curahan waktu yang diberikan orang tua atau anggota keluarga lain dalam membimbing, mengarahkan, serta mengawasi kegiatan belajar anak (Hastuti 2009). Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh remaja

(30)

19

(58%) memiliki pola asuh akademik cukup baik (sedang). Hal ini tercermin dari pola asuh orang tua dalam memberikan bimbingan, arahan, dan perhatian dengan tidak memaksa kehendak, melainkan memberi kasih sayang dan penghargaan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga anak mampu mandiri dan turut dalam pengambilan keputusan (Heydemans 2010). Dehyadegary et al (2012) menyatakan bahwa pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh orang tua sehingga mereka dapat memberikan bimbingan yang lebih baik untuk perkembangan positif remaja mereka, terutama dalam prestasi akademik.

Pola asuh akademik berhubungan negatif signifikan dengan besar keluarga. Artinya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin baik pola asuh akademik yang diterapkan di rumah karena orang tua dapat lebih fokus dalam hal pendidikan anak. Pola asuh akademik memiliki kecenderungan yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya besar keluarga (Srinovita 2011). Namun, pola asuh akademik tidak berhubungan dengan usia dan jenis kelamin remaja. Hal ini diduga bahwa usia dan jenis kelamin tidak sepenuhnya menjadi alasan bagi ibu untuk memberikan pola asuh akademik kepada anaknya. Hasil juga menunjukkan bahwa ketika anak-anak tumbuh, dan karena perceraian orang tua berlangsung lama, mereka tidak lagi memiliki kenangan peristiwa saat itu. Namun, menurut Bojuwoye dan Akpan (2009) bagi anak-anak yang berada pada usia remaja tengah atau akhir dan orang tua mereka baru saja bercerai, kenangan peristiwa terakhir dapat memungkinkan mereka untuk menceritakan pengalaman pada saat perceraian orang tua mereka.

Rata-rata waktu yang dialokasikan remaja untuk kegiatan pendidikan sebesar 30 persen atau sekitar 7 jam perhari. Rata-rata waktu yang dialokasikan remaja untuk kegiatan sosial sebesar 10 persen atau sekitar hampir 2.5 jam perhari. Selain itu, lamanya aktivitas yang dilakukan remaja untuk waktu luang sebesar 23 persen atau sekitar 5.5 jam perharinya. Usia remaja berhubungan positif signifikan dengan alokasi waktu sosial. Hal ini berarti semakin bertambahnya usia remaja maka semakin banyak waktu yang ia habiskan untuk aktivitas sosial. Remaja dengan ibu bekerja menghabiskan jauh lebih sedikit waktu belajar dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja (Price et al 2007). Studi yang menggunakan recall cenderung melupakan durasi atau panjangnya waktu yang digunakan sehingga menjadi tidak akurat, karena responden lupa terhadap kejadian secara lengkap dan detail. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari penelitian ini.

Lama perceraian berhubungan positif dengan alokasi waktu pendidikan dan alokasi waktu sosial serta berhubungan negatif signifikan dengan alokasi waktu luang. Hal ini berarti semakin lama masa perceraian maka semakin baik alokasi waktu remaja untuk pendidikan dan kegiatan sosialnya namun semakin sedikit waktu remaja meluangkan waktu dalam menjalankan hobinya. Hasil penelitian Price et al (2007) menunjukkan bahwa remaja dengan ibu berpendidikan tinggi lebih menghabiskan banyak waktu belajar dan makan malam dengan orang tua dan kurang waktu menonton televisi. Namun, pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sebaliknya, remaja dengan ibu yang berpendidikan tinggi lebih sedikit dalam melakukan aktivitas belajar di rumah.

Sering terjadi perbedaan pendapat mengenai dampak ibu bekerja terhadap pengasuhan anak. Sebagian besar masyarakat sering beranggapan bahwa status ibu bekerja selalu negatif akibatnya terhadap pengasuhan anak. Sedangkan yang

(31)

lain mengemukakan bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja justru menjadi sangat mandiri. Maccoby menyimpulkan dari beberapa penelitian bahwa bekerjanya ibu bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya perkembangan negatif pada anak (Amal 1990). Pada ibu bekerja, yang terpenting adalah pembagian waktu antara pekerjaan dan perhatian terhadap anak.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 64 persen remaja memiliki prestasi belajar yang cukup baik dengan penyediaan waktu ibu dalam menemani dan memotivasi remaja dalam belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dan karakteristik remaja dengan prestasi remaja. Kesibukkan ibu dengan status bekerja membuat ibu terkadang hanya menemani remaja belajar pada saat ibu sedang berada dirumah atau libur. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) bahwa hubungan suasana antara ibu dan anak dengan penuh kasih sayang akan memotivasi anak dalam mencapai prestasi belajar.

Persepsi remaja terkait prestasi membuat remaja dapat memperoleh capaian prestasi yang baik seperti remaja yang berasal dari keluarga utuh. Terdapat hubungan positif signifikan antara pola asuh akademik, alokasi waktu sosial dan pengorganisasian waktu serta berhubungan negatif antara alokasi waktu luang dengan persepsi prestasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh akademik, alokasi waktu sosial dan pengorganisasian waktu remaja serta sedikit waktu yang dihabiskan remaja untuk waktu luangnya maka semakin baik pula persepsi remaja terkait prestasinya. Selain itu, persepsi remaja terkait prestasi yang semakin baik membuat remaja dapat memperoleh hasil akademik yang baik pula di sekolahnya. Sesuai dengan penelitian Wadsby dan Svedin (1996) yang menunjukkan bahwa perceraian orang tua itu sendiri berarti tidak menunjukkan hubungan signifikan dapat memperburuk hasil akhir sekolah anak-anak. Selain itu, anak-anak dari keluarga bercerai tidak menunjukkan prestasi sekolah yang rendah, jika dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga utuh.

Penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan signifikan antara perceraian orang tua dengan prestasi akademik begitupun dengan pola asuh akademik, alokasi waktu, dan pengorganisasian waktu. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Kordi dan Baharudin (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh dengan prestasi akademik. Namun, sesuai dengan penelitian Hammond (1979), Watts (1991), diacu dalam Wadsby dan Svedin (1996) melaporkan tidak menemukan hubungan yang signifikan antara perceraian orang tua dengan nilai akhir anak-anak dari sekolah, terlepas dari waktu yang telah berlalu sejak perceraian. Hasil ini didapatkan ketika waktu yang telah berlalu antara perceraian dan ketika anak-anak mendapatkan nilai akhir tidak melebihi 5 tahun.

McLanahan dan Booth (1991), diacu dalam Price et al (2007) meninjau beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa orang tua tunggal kurang terlibat dalam memantau kegiatan anak-anak mereka. Status keuangan yang buruk diduga sangat mempengaruhi rutinitas sehari-hari anak-anak dan upaya untuk merencanakan dan membangun masa depan (Bojuwoye & Akpan 2009). Hasil akademik dapat mencerminkan kendala ekstrinsik pada anak-anak dari keluarga yang bercerai dalam menyelesaikan pendidikan mereka, yang mungkin termasuk kurangnya sumber daya sosial-ekonomi dalam keluarga tersebut dalam memfasilitasi kegiatan belajar (Pryor & Rodgers 2001).

(32)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh remaja dengan latar belakang keluarga bercerai (58%) memiliki pola asuh akademik cukup. Pola asuh akademik berhubungan negatif signifikan dengan besar keluarga. Jumlah anggota keluarga yang kecil membuat ibu dapat lebih fokus dalam hal pengasuhan khususnya pendidikan. Rata-rata waktu yang dialokasikan remaja untuk pendidikan sekitar 7 jam perhari dengan pengorganisasian waktu belajar yang cukup baik antara kegiatan akademik maupun dalam menjalankan hobinya. Bertambahnya usia remaja membuat remaja lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk kegiatan sosial di lingkungannya. Lama perceraian ibu membuat remaja lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk pendidikan dan sedikit waktu luang remaja untuk menjalankan hobinya.

Prestasi remaja dengan latar belakang keluarga bercerai berada pada kategori cukup (64%) dengan rentang nilai 65 sampai 79. Penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh akademik dan alokasi waktu dengan prestasi remaja. Status ibu bekerja membuat ibu kurang dapat memberikan pengawasan dalam kegiatan belajar remaja. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh akademik, alokasi waktu sosial dan pengorganisasian waktu remaja serta sedikit waktu yang dihabiskan remaja untuk waktu luangnya maka semakin baik pula persepsi remaja terkait prestasinya. Persepsi remaja terkait prestasi membuat anak meraih prestasi akademik (rapor) yang baik di sekolah.

Saran

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pola asuh akademik tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik, sehingga diperlukan pemberian pola asuh yang lebih baik dari ibu kepada anak, ibu menyediakan waktu untuk kebutuhan pendidikan anak dan penyediaan fasilitas akademik agar prestasi akademik menjadi lebih baik. Remaja dapat mengatur waktunya lebih baik lagi untuk meningkatkan kegiatan pendidikan dan mengurangi waktu luang dalam menjalankan hobinya agar dapat mempertahankan dan meningkatkan prestasi akademiknya. Sebaiknya penelitian selanjutnya tidak hanya melihat capaian prestasi akademik dari hasil rapor saja, tetapi dari prestasi non akademik juga, misalnya penghargaan.

DAFTAR PUSTAKA

Amal SH 1990. Sosialisasi dalam Keluarga : Para Ibu yang Berperan Tunggal dan yang Berperan Ganda. UI. Jakarta (ID).

Amato PR. 2000. The consequences of divorce for adults and children. Journal of Marriage and the Family. 62. 1269-1287.

Astawan M. 1985. Hubungan antara peranan ayah dalam mengasuh anak dengan prestasi belajar anak di Taman Kanak-Kanak Mexindo-Bogor [skripsi].

(33)

Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

[Badilag] Badan Pengadilan Agama. 2010. www.badilag.net. [20 Oktober 2012] Bahren I. 2000. Jenis dan alokasi waktu kegiatan anak sekolah dasar pada sekolah

favorit dan non favorit di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID). Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bandura A. 1995. Social Learning Theory. Prentice-Hall. New Jersey.

Barber BL and Eccles JS. 1992. Long-term influence of divorce and single parenting on adolescent family and work-related values, behaviors, and aspirations. Psychological Bulletin. 111 (1), 108-126.

Baskoro KA. 2008. Hubungan antara persepsi terhadap perceraian orang tua dengan optimisme masa depan pada remaja korban perceraian [skripsi]. Surakarta (ID). Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bochari I. 2012.Hubungan karakteristik keluarga, gender dan peer-group dengan kecerdasan musikal dan prestasi akademik siswa SMA di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID). Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bojuwoye O and Akpan O. 2009. Children’s reactions to divorce of parents. The Open Family Studies Journal. (2), 75-81.

Bronfenbrenner U. 1979. The Ecology of Human Development. Harvard University Press. Cambridge.

Cherlin AJ. 2002. Public and Private Families : An Introduction. Mc. Graw-Hill. New York.

Cole K. 2004. Mendampingi Anak Menghadapi Perceraian Orang Tua. Jakarta (ID) : PT. Prestasi Pustakaraya.

Darman S. 1984. Latar belakang keadaan gizi dan hubungannya dengan prestasi belajar serta persentasi matematika anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri Cokroya Sari, Jawa Tengah [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.

Dehyadegary E et. al. 2012. Relationship between parenting style and academic achievement among Iranian adolescents in Sirjan. Asian Social Science 8 (1). Malaysia. Department of Human Development & Family Studies Faculty of Human Ecology, University Putra Malaysia (UPM).

Elias H dan Yee HT. 2009. Relationship between perceived paternal and maternal parenting style and student academic achievement in selected secondary schools. European Journal of Sosial Sciences. 9 (2). Malaysia. Faculty of Educational Studies. University Putra Malaysia.

Evans MD, Kelly J, and Wanner RA. 2001. Educational attainment of the children of divorce: Australia, 1940-90. Journal of Sociology , 37 , pp.275-297. Frankl V E. 1972. Man’s Search For Meaning : An Introduction to Logotherapy.

Beacon Press. Boston.

Gunarsa SD dan Gunarsa YS . 1979. Psikologi Remaja. Jakarta (ID): PT BPK Gunung Mulia.

Gunarsa SD dan Gunarsa YS . 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta (ID): PT BPK Gunung Mulia.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran Alokasi waktu: -  Pendidikan, sosial, luang -  Pengorganisasian waktu belajar  Prestasi remaja  -  Nilai rapor  -  Persespsi prestasi  Lingkungan sekolah Gaya pengasuhan Karakteristik keluarga: 1
Gambar 2 Penarikan contoh  Jenis dan Cara Pengambilan Data
Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data  Jenis data  Variabel
Tabel 2 Data dan cara pengolahan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan

HIDROLISIS ENZIMATIS TEPUNG TAPIOKA MENJADI MALTODEKSTRIN DENGAN SISTEM PEMANAS

[r]

Awalnya saya mau daftar haji ONH pemerintah lalu bertemu teman yang sudah bergabung dengan Armina lebih dulu,.. kemudian dia menawarkan pada saya bisnis

pidana mati mati dijatuhkan atas tindak korupsi yang dilakukan saat negara berada dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode CALDEA dan metode EVAMECAL merupakan suatu kakas yang dapat digunakan untuk menganalisis sistem

Setelah dilakukan analisis dari segi citraan pada kumpulan puisi Mangkutak di Negeri Prosaliris karya Rusli Marzuki Saria, ditemukan bahwa citraan yang paling banyak