• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keterbukaan Diri Terapis Perempuan Kepada Publik: Studi Kasus Manajemen Privasi Komunikasi Terapis Perempuan di Odyseus SPA Semarang T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keterbukaan Diri Terapis Perempuan Kepada Publik: Studi Kasus Manajemen Privasi Komunikasi Terapis Perempuan di Odyseus SPA Semarang T1 BAB IV"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Profile Narasumber

1. Nama : Retno

Usia : 37 Tahun

Status : Menikah

Jabatan : Achieve of Therapist

Lama bekerja sebagai terapis : 9 tahun

2. Nama : Vira

Usia : 29 Tahun

Status : Menikah

Jabatan : Wakil Achieve of Therapist

Lama bekerja sebagai terapis : 5 tahun

3. Nama : Menikah

Usia : -

Status : Menikah

Jabatan : Manager

Lama bekerja sebagai terapis : -

4.2. Manajemen Privasi Komunikasi

Setiap individu pasti memiliki yang namanya privasi, privasi dalam kamus

besar bahasa Indonesia (KBBI) merujuk kepada kebebasan, keleluasan pribadi:

orang dapat menyewa kamar tanpa kehilangan (KBBI.web.id : 19.30WIB) hal ini

menunjukkan jika privasi merupakan sebuah rasa aman, sedangkkan dalam

kamus Oxford dikatakan jika privacy is a state which one is not observed or

(2)

terga nggu oleh orang la in)(Oxforddictiona ries.com diunduh pa da :19.34 WIB)

hal ini menunjukkan jika privasi merupakan hal yang berada pada ruang lingkup

pribadi atau zona pribadi dimana orang lain tidak bisa mengaksesnya dikarenakan

beberapa faktor seperti memengaruhi kelanjutan sutau hubungan, citra diri dan

sebagainya. Informasi privasi ini bisa saja menyangkut apa saja, karena pada

dasarnya seluruh informasi yang ada pada diri kita merupakan privasi, tetapi

karena dipengaruhi oleh berbagai macam hal informasi itu menjadi mudah untuk

diakses oleh orang lain maupun menjadi sulit untuk diakses, pada umumnya

privaasi merujuk pada sesuatu yang bersifat rahasia atau sulit untuk diakses oleh

orang banyak, hanya orang-orang tertentu yang dapat mengaksesnya.

Hal serupa juga ditemui pada Terapis perempuan di Odyseus Spa, dimana

mereka menjadikan informasi mengenai pekerjaan dan hubungan dengan

pasangan sebagai informasi privasi dalam kehidupan mereka di lingkungan

bekerja mereka. Pada penelitian kali ini, peneliti akan membahasa bagaiamana

para Terapis perempuan melakukan manajemen privasi, melalui manajemen

privasi ini kita akan mengetahui seperti apa seseorang mengatur informasi dalam

diri mereka, serta faktor apa yang memengaruhi menejemn privasi seseorang.

Penelitian ini berfokus pada informasi yang benar-benar privasi bagi ke-dua

informan yaitu mengenai pasangan dan pekerjaan.

4.3. Asumsi Dasar Teori Manajemen Privasi Komunikasi

Teori ini tertarik untuk menjelaskan proses-proses negosiasi orang seputar

pembukaan informasi privat, dimana proses negosiasi itu sendiri adalah suatu

kondisi dalam diri antara apakah informasi tersebut dibagikan atau menjadi

konsumsi pribadi . Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa “apa yang membuat

suatu hal privat adalah sebagian besarnya merupakan pentignnya hal ini bagi konsepsi kita akan diri kita sendiri dan dengan orang lain.”(schoeman, 1984, hal.406). Petronio (2000) menyatakan bahwa orang-orang medefinisikan

informasi privat sebagai informasi mengenai hal-hal yang sangat berarti bagi

mereka. Oleh karena itu, proses mengkomunikasikan informasi pribadi dalam

(3)

Dalam penelitian kali ini, peneliti menemukan dua hal informasi yang

dianggap privasi oleh narasumber yaitu perihal mengenai pekerjaan dan pasangan.

Bagi mereka kedua hal ini menjadi privasi dikarenakan oleh beberapa faktor,

untuk pekerjaan sendiri bagi mereka menjadi hal yang begitu privasi dikarenakan

image yang kurang begitu bagus dimata masyarakat, hal ini diutarakan oleh

manajer dari The Spa tersebut:

“Beberapa terapis di sini memakai nama lain mas bukan nama a slinya , ada ya ng pa ka i na ma a sli a da yang pa ka i na ma sa ma ran sudah seperti a rtis gitu ma s. soa lnya mereka tida k ingin identita s mereka diketa hui. Ada ya ng pa ka i na ma a na k juga ma s bua t mengga nti na ma mereka.” uja r Ibu Menik sela ku ma na jer di The Spa .

Melalui pernyatan tersebut, bisa diasumsikan jika pekerjaan mereka

membuat mereka harus menggunakan nama samaran hal ini dikarenakan citra di

masyarakat yang kurang baik sehingga memutusan mereka untuk memberi

batasan batasan pada informasi yang berkaitan dengan pekerjaan. Bukan hanya

pekerjaan saja melainkan juga mengenai pasangan, bagi mereka hubungan dengan

pasangan merupakan informasi privasi yang tidak mudah untuk di akses.

Berdasarkan temuan di lapangan, peneliti akan melihat bagaimana kedua terapis

ini melakukan proses manajemen privasi komunikasi dalam membua diri mereka

kepada rekan sekerjanya yang dilihat melalui 5 asumsi dasar dari teori manajemen

privasi komunikasi berdasarkan temuan di lapangan.

4.4. Analisis Lima Asumsi Dasar 4.4.1.Informasi Privat

Informasi privat merujuk pada cara tradisional untuk berpikir

mengenai pembukaan : ini merupakan pengungkapan informasi privat.

Petronio (2002) melihat bahwa berfokus pada isi dari pembukaan

memungkinkan kita untuk menguraikan konsep-konsep mengenai privasi

dan keintiman serta mempelajari bagaimana mereka saling berhubungan.

Hal ini menyangkut mengetahui lebih dalam mengenai siapa yang menjadi

lawan bicara kita, melalui emosi, fisik, psikologi, dan perilaku orang yang

(4)

Pekerjaan menjadi sorang terapis tidaklah mudah, citra dari seorrang

terapis sudah tidak baik di masyarakat lantaran mengingat banyak nya kasus

prostitusi berkedok SPA, seperti yang sudah diseutkan pada latar belakang,

terjadi beberapa kasus prostitusi yang terjadi dalam dunia terapis, pada latar

belaknag peneliti menemukan lima contoh kasus serupa dalam berita on-line

yang diunggah pada tahun 2016, bahkan dalam beberapa berita di internet

baru baru ini juga didapati kasus prostitusi berkedok spa di Bali, dilansir

pada metronews.com:

“Metrotvnews.com, Bali: Sa tua n Tuga s (Sa tga s) II Opera si Penya kit Ma sya ra ka t (Peka t) Agung Polda Ba li mengungka p ka sus dugaa n prostitusi berkedok Spa di ka wa sa n Sentra l Pa rkir Kuta , Ka bupa ten Ba dung. Bela sa n tera pis, seora ng mana jer serta sejumla h ka rya wa n setempa t dita ha n untuk diminta i ketera nga n.

"Sa a t ini pa ra tera pis, ma na jer, OB (office boy), 'ma rketing' da n ba ra ng bukti suda h dia ma nka n di Polda Ba li untuk pemeriksaa n lebih la njut," ka ta Ka bid Huma s Polda Ba li AKBP Hengky Widja ja seperti dila nsir Antara, Kamis 1 Juni 2017.” (news.metrotvnews.com, dia kses pa da : 10.13 WIB)

Melalui pemberitaan yang dilakukan oleh media, maka membentuk

sebuah pola pikir terkait citra diri dari seorang terapis itu sendiri, bahkan

pengamatan yanng saya dapatkan di lapangan orang-orang di sekitar

lingkungan mereka bekerja juga memiliki pemahaman yang sama mengenai

citra yang buruk yang dimiliki oleh terapis perempuan. Padahal tidak semua

pekerja terapis melakukan pekerjaaan tersebut, dari hal itu maka berdampak

kepada kehidupan sosial mereka. Mereka harus menyembunyikan idetitas

pekerjaan dari lingkungan sekitar, salah satunya ialah Mbak Retno dan

Mbak Vira yang bekerja sebagai terapis di Kota Semarang mereka

menyembuyikan pekerjaan mereka dari lingkungan sekitar mereka bahkan

dari orang orang terdekat.

(5)

“Saat saya bekerja sebagai terapis tidak ada yang mengetahui, mereka ha nya ta hu saya bekerja di Hotel, sua mi, a na k , kelua rga serta lingkunga n tempa t sa ya tingga l tida k a da ya ng mengeta hui sa ya bekerja seba ga ia terapis, ya ng mengetahui ha nya tema n -teman di tempa t kerja sa ya .” ujar Mbak Vira pada saat wawancara.

Dalam wawancara mbak Retno dan Mbak Vira mengatakan jika tidak

ada satupun dari keluarga yang mengetahui jika mereka bekerja sebagai

seorang terapis, bahkan teman-teman serta orang di lingkungan sekitar

merek tidak mengetahui jika mereka bekerja sebgaia seorang terapis.

Melalui hal ini bisa dilihat bagaimana sebuah pekerjaan menjadi sebuah

informasi yang begitu privasi bagi mereka. Informasi tersebut menjadi

sangat informasi bagi mereka karena mereka memikirkan dampak yang bisa

ditimbulkan terhadap hubungan mereka dengan orang-orang terkait seperti

yang dikatakan yaitu keluarga, pasangan serta orang di lingkungan sekitar

mereka.

Bagi kedua narasumber informasi privasi bukan saja mengenai

pekerjaan mereka tetapi juga mengenai hubungan dengan pasangan, hal ini

dipaparkan oleh ke dua narasumber:

“Tentang pasanga n itu menurut sa ya priva si Ma s. Ka ya a ib gitu ya a ib, ha haha ! uja r Mba k Vira .

Apa yang diutarakan oleh mbak Vira hampir sama dengan yang

dikatakan oleh mbak Retno dimana bagi mbak Retno informasi privasi

buakn saja mengenai pekerjaan tetapi mengenai hubungan dengan suami,

hal ini diperkuat oleh pernyataan mbak Retno

Tenta ng ruma h ta ngga ma s, bia sa nya hubunga n denga n suami” ujar Mbak Retno.

Melaui apa yang disampaikan oleh mbak vira dan bak retno, bagi

mereka mengenai rumah tangga merupakan sebuah hal yang privasi,

dikarenakan menyangkut urusan rumah tangga yang bagi mereka tidak baik

jika diketahui oleh orang lain atau adalah sebuah aib yang bisa

memengaruhi hubungan mereka dan pasangan ke depannya, dikarenakan

(6)

tangga mereka, seperti dilansir di detik.com edisi 19 Januari 2017, dikatakan

jika:

Wa ktu berkumpul bersa ma teman wa nita , suda h pa sti semua ha l dibica ra kan. Mula i da ri curha ta n tenta ng pa sa nga n sa mpa i ma sa la h pekerja a n. Na mun jika Anda sudah berkelua rga , ada beberapa ha l yang tida k la ya k diungkap ke ora ng la in. Bisa sa ja curha tan Anda tenta ng ha l-ha l di ba wa h ini ma la h berda mpak buruk ba gi hubunga n Anda sendiri.” (Detik.com dia kses, 17 Juli 2017: 18.3)

Menurut detik.com yang ditulis oleh Alissa Safiera ketika kita

menceritaka hubungan kita dengan pasangan akan berdampak kepada

hubungan kita dengan orang lain bahkan bisa memengaruhi hubungan

dengan pasangan. ketika

4.4.2.Batasan Privat

Teori ini bergantung pada metafora batasan untuk menjelaskan bahwa

terdapat garis antara bersikap publik dan bersikap privat. Pada satu sisi

batasan ini, orang menyimpan informasi privat untuk diri mereka sendiri

(Petronio, Giles, Gallois, & Ellemers, 1998); dan pada sisi yang lain, orang

membuka beberapa informasi privat kepada orang lain dalam relasi sosial

mereka.

4.4.2.1. Batasan Privasi Mengenai Pekerjaan

Sa a t sa ya bekerja seba ga i tera pis tida k a da ya ng mengeta hui, mereka hanya ta hu sa ya bekerja di Hotel, sua mi, a na k , kelua rga serta lingkungan tempa t sa ya tingga l tida k ada ya ng mengetahui sa ya bekerja seba ga ia tera pis, yang mengeta hui ha nya tema n-teman di tempa t kerja sa ya” ujar Mba k Vira .

Hal ini menunjukan jika batasan-batasan yang dimiliki oleh

beliau, batasan tersebut di bagi menjadi dua yaitu, batasan kolektif

dimana batasan ini diketahui oleh orang orang yang berada di

sekitarnya, informasi mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh mbak

Vira hanya diketahui oleh teman-teman yang seprofesi dengan

(7)

informasi itu diketahui oleh beberapa orang dan tidak diberitahukan

kepada anggota keluarganya. Ketika informsi yang bersifat pribadi

bagi seseorang dibagikan kedalam suatu hubungan relasi maka

informasi tersebut bukan hanya menjadi milik mereka saja tetapi

menjadi milik bersama, sehingga informasi mengenai pekerjaan yang

dimiliki oleh mbak Vira yang diketahui oleh rekan sekerjanya

mengartikan jika informasi tersbeut bukan hanya dimiliki oleh beliau

tetapi juga dimiliki oleh rekan sekerjanya. Begitu pula yang dilakukan

oleh mbak Retno,

Tema n sa ja ya sih ma s (ya ng mengetahui pekerja a n), itupun ya ng deka t. Ka lo kelua r ga ema ng senga ja ga k diberita hu.uja r mba Retno.

Hal ini juga menunjukkan sebuah pola yang sama dimana

informasi mengenai pekerjaan memiliki batasan kolektif dimana

bukan hanya diri sendiri yang mengetahui tetapi juga dimiliki oleh

orang lain, dimana oran laintersebut ialah orang-orang yang berada di

lingkungan mereka bekerja serta mantan rekan sekerja mereka.

4.4.2.2.Batasan Privasi Mengenai Hubungan dengan Pasangan Pada bagian di atas sudah dijelaskan mengenai batasan privat,

jika dalam konteks pekerjaan mereka memiliki batasan kolektif,

begitu pula dengan dengan batasan mengenai pasangan yaitu kolektif,

akan tetapi dengan rekan kerja ada beberapa hal bagi mbak Retno yag

tidak dapat diceritakan secara keseluruhan, bagi infromasi tersebut

seperti menyangut dengan urusan rumah tangga, bagi mbak Retno jika

itu tidak pantas dibagikan maka akan menajdi konsumsi sendiri, hal

ini menjadi batasan personal bagi mbak Retno.

(8)

Berbeda dengan mbak Vira yang lebih terbuka kepada mbak

Retno sehingga mejadi batasan kolektif walaupun batasan kolektif itu

sangat tipis, hal ini terlihat dari bagaimana mbak Vira menanggapi isu

rumah tangga, baginya tidak bermasalah jika diceritakan dengan

teman sekerja dikarenakan bagi dirinya sudah seperti keluarga. Ga k a da ma s, ta hu semua mereka . Sa ya terbuka sa ma mereka , ga k a da ra ha sia ra ha siaa n.uja r mba k Vira .

4.5. Kontrol dan Kepemilikkan

Asumsi ketiga ini bergantung pada ide bahwa orang merasa memiliki

informasi privat mengenai diri mereka sendiri. sebagai pemilik informasi ini,

mereka percaya bahwa mereka harus ada dalam posisi untuk mengontrol siapa

saja yang boleh mengakses informasi ini. hal ini ditunjukkan oleh Mbak Vira dan

Mbak Retno, hal ini ditunjukkan sebagai berikut:

4.5.1.Kontrol dan Kepemilikan terhadap lingkungan sekitar.

a) Mbak Vira terhadap lingkungan sekitar (keluarga, anak, pasangan dan

ligkungan tempat ia tinggal)

Terhadap lingkungan keluarga, informasi mengenai pekerjaan

menjadi hal yang privat bagi Mbak Vira, dia tidak pernah membagikan

kepada lingkungan sekitar nya seperti keluarga, anak, pasangan serta

lingkungan tempat dia tinggal. Dia tidak memberikan akses kepada

anggota keluarga serta lingkungan sekitar ia tinggal untuk mengetahui

hal tersebut. Menurut John Caughlin dan Tamara Afifi (2004)

menyatakan jika membahas kepemilikan, mereka menemukan bahwa

menghindari pembukaan atau mempertahankan pembukaan dikarenakan

untuk melindungi hubungan yang sudah ada. Hal ini lah yag dilakukan

oleh mbak Vira, ia memilih untuk tidak memberikan akses kepada

informasi mengenai privasi hal ini dikarenakan untuk menjaga hubungan

(9)

b) Mbak Retno terhadap lingkungan sekitar ( keluarga, anak, pasangan dan

ligkungan tempat ia tinggal):

Dalam hal yang sama pula, mbak Retno juga tidak memberikan

akses kepada anggota keluarga, pasangan serta lingkungan ia tinggal

untuk dapat mengakses informasi mengenai pekerjaan. Mbak Retno

cenderung untuk mengontrol siapa saja yang bisa dia beri akses untuk

mengetahui informasi tersebut, hal inipun didasari oleh hal yang sama

yaitu menjaga hubungan yang sudah ada agar tetap harmonis, mengingat

sebuah citra yang buruk dapat memengaruhi hubungan yang sudah ada.

4.5.2.kontrol dan kepemilikan di lingkungan kerja.

Terdapat pola yang berbeda dengan kontrol dan kepemilikan di

lingkungan kerja, jikaberada di tempat kerja akan ada perbedaan dalam

kontrol dan kepemilikan informasi privasi oleh terapis, jika pada lingkungan

sekitar tempat mereka tinggal atau merujuk pada pemaparan di atas terlihat

jika pekerjaan menjadi informasi privasi bagi mereka, dimana merek

mengontrol hal tersebut sedemikian rupa. Beda halnya dengan di tempa

kerja, mereka melepas satu unsur dari informasi privasi, dimana informasi

tersbeut menjadi milik bersama yaitu informasi mengenai pekerjaan.

4.6. Sistem Manajemen berdasarkan Aturan

Sistem ini adalah kerangka untuk memahami keputusan yang dibuat orang

mengenai informasi privat. Sistem manajemen berdasarkan auran memungkinkan

pengelolaan pada level individual dan kolektif serta merupakan pengaturan rumit

yang terdiri dari tiga proses: karakteristik aturan privasi, koordinasi batasan, dan

(10)

4.6.1.Karakteristik Aturan Privasi

Karakteristik aturan privasi memiliki dua fitur utama: pengembangan

dan atribut. Pengembangan aturan dituntun oleh kriteria-kriteria keputusan

untuk mengungkap atau menutupi sebuah informasi. Terdapat lima kriteria

keputusan yang digunakan untuk mengembangkkan aturan-aturan privasi:

4.6.1.1. Kriteria Berdasarkan Budaya

Kriteria berdasarkan budaya tergantung pada norma untuk

privasi dan keterbukaan di dalam sebuah budaya. Individu-individu

dituntun di dalam harapan mereka akan privasi dengan adanya

nilai-nilai yang mereka pelajari dalam budaya mereka. Penelitian yang

dilakukan oleh Geertz yang dijelaskan pada suatu presentasi seminar

yang disebukan oleh Westin pada tahun 1970 menerangkan privasi

keluarga pada masyarkat Jawa dan Bali, dimana pada budaya jika kita

melihat dari sisi privasi maka kita akan melihat pada budaya dari

daerah tersebut seperti lingkungan sekitar, serta rumah adat. Dalam

pemaparannya Geertz menemukan jika privasi keluarga pada

masyarakat Jawa:

Di Ja wa , ora ng tingga l di rumah kecil denga n dinding da ri ba mbu. Ha mpir semua rumah terdiri da ri kelua rga inti tungga l, ya ng terdiri da ri ibu, a ya h, da n a na k ya ng belum menika h... Ruma h-rumah berha da pan denga n ja la n denga n ha la ma n yang bersih di depan ruma hnya . Tida k terdapa t dindin a ta u paga r di sekeliling ruma hnya , dinding-dinding (ba mbu) ruma hnya tipis da n dia nya m seca ra longga r, dan umumnya ba hka n ta npa pintu. Di da la m ruma h sepanja ng ha ri a ta u pada sore ha ri. Singka tnya , priva si menurut isila h kita ada la h tentang ketida ktertutupa n ya ng diperoleh. Anda dapa t berja la n beba s menuju rua ng dima na pria da n wa nita tidur berba ring (da la m kea daa n berpaka ia n tentunya ). Bila a nda mema suki da ri bela ka g a ta upun da ri depa n ruma h, ma ka anda a ka n menerima lebih banya k peringa ta n da ripada sa mbutan yang ya ng a ka n memperma luka n keha dira n anda .

(11)

Ja wa , ma ka a kan memiliki pera saa n ba hwa a nda seperti berada di sua tu a lun-a lun teta pi ha rus berperila ku sopan-sa tun yang sepa nta snya . Ora ng Ja wa menutup dirinya terha da p orang la in dengan sutau “dinding etiket” (di mana sopan-santun a da la h ha l ya ng dija ga denga n ba ik), dengan emosi terkenda li, da n umumnya denga n kekura ngterusterangan a ta u tida k memiliki nila i priva si. Aka n tetapi mereka memiliki sema ca m meka nisme untuk mega tur pengha lang seca ra fisik da n sosia l terha da p ora ng lua r ya ng ma suk seca ra fisik menuju ruma h ta ngga mereka . mereka ha rus menga turnya seca ra psikologis denga n ca ra berbeda .

(sumber: elea rning.gunada rma .ac.id., dia kses pada 13 Juli 2016: 11.05)

Di dalam penelitian, peneliti menemukan jika hal ini hampir

sama seperti yang dialami oleh ke dua narasumber yaitu mbak Vira

dan mbak Retno, dimana ketika peneliti mengamati mereka mereka

cenderung menjaga jarak dengan orang-orang yang bekerja di Hotel,

di dapati mereka akan menundukkan wajah mereka atau tersenyum

agak canggung, mereka tidak membaur dengan karyawan yang

bekerja di Hotel. Hal ini berbanding kebalik ketika mereka bersama

dengan teman dekat mereka atau yang sama sama bekerja di Spa,

mereka memiliki kecenderungan untuk lebih terbuka dibandingkan

dengan orang lain yang tidak mereka kenal atau asing bagi mereka.

sata mereka berbicara dengan klien pun, terlihat jika mereka

membatasi percakapan secara psikologis. Hal ini seperti diungkapkan

Geertz did alam hasil penelitiannya dimana dia mengungkapkan jika

budaya privasi masyarakat Jawa bersifat psikologis dimana kedekatan

psikologis juga menjadi suatu acuan bagi ketidaktertutupan mereka

akan suatu informasi, serta dendang dinding etiket dimana mereka

menunjukkan sopan santun sehingga orang akan sedikit lebih segan

kepada mereka sehingga area privasi mereka tidak begitu terganggu

(12)

4.6.1.2. Kriteria berdasarkan Gender

Kriteria berdasarkan gender merujuk pada perbedaan perbedaan

yang mungkin muncul antara pria dan perempuan dalam menarik

batasan privasi mereka. (Petronio & Martin, 1986) Dalam temuan di

lapangan tidak terjadi perbedaan dalam menarik batasan privasi, hal

ini dikarenakan seluruh pekerja yang berada di Odyseus ialah

perempuan semua, sehingga tidak menimbulkan perbedaan dalam

penarikkan batasan privasi.

4.6.1.3. Kriteria berdasarkan Motivasi

Kriteria berdasarkan mengenai motivasi, dimana orang membuat

keputusan untuk membuka sesuatu berdasarkan motivasi mereka.

Beberapa orang mungkin akan memiliki motif-motif seperti kontrol,

manipulasi, dan kekuasaan untuk membuka atau menutupi informasi

privat.

Dalam konteks ini, motivasi bagi mbak Retno dan Mbak vira

dalam mebagikan informasi privasi kepada klien seperti mengenai

pekerjaan dikarenkaan memiliki motivasi untuk lebih dekat dengan

klien yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik agar

tidak merasa dirugikan. Begitu pula ketika mereka saling berbagi

informasi privasi antara mbak Retno dan Mbak Vira terkait dengan

keluarga, selain bertujuan untuk mendapatkan respon satu sama lain

untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda juga memiliki

motivasi untuk kedekatan hubungan.

4.6.1.4. Kriteria Kontekstual

Kriteria kontekstual memiliki pengaruh terhadap keputusan

yang dibuat oleh orang. Hal tersebut di dasari oleh lingkungan sekitar

(13)

Soa lnya citra nya uda h kura ng ba gus dulua n, mereka kura ng pa ha m soa l tera pis ta hunya pijet da n uda h jelek dulua n ma s.uja r Mba k Vira .

Dalam kriteria kontekstual dikenal ada 2 elemen yaitu

lingkungan sosial dan latar belakang fisik. Pernyataan yang diberikan

oleh mbak Vira mnejelaskan lingkungan sosial, dimana lingkungan sosial ini ditunjukkan dengan kata “citra nya suda h kura ng bagus” kata ini merujuk pada pada lingkungan, dimana kondisi lingkungan

sosial membuat mereka untuk tidak terbuka pada lingkungan sekitar

mereka seperti keluarga, teman, tetangga dan orang lain kecuali teman

seprofesi, lingkungan sekitar mereka yang mmemiliki pemahaman

kurang bagus mengenai terapis membuat atau mendorong mereka

untuk tidak membuka mengenai pekerjaan mereka, hal ini juga

didorong oleh pemahaman mereka yang kurang mengenai apa itu

terapis membuat Mbak Vira untuk tidak membuka atau memberi tahu

mengenia pekerjaannya kepada lingkungan sekitar.

Soa lnya citra nya uda h kura ng ba gus dulua n, wa wa sa n mereka tentang tera pis kura ng, mereka lebih mengerti denga n pijet tida k mengeta hui a pa itu tera pi, pa da ha l kan SPA itu ka n untuk pengoba tan ma s buka n ya ng a neh-a neh, ha nya dika rena ka n prostitusi berkedok SPA ja dinya kena semua . Saya a khirnya lebih memilih untuk mencerita ka n pekerja a n sa ya ya pa ling denga n tea m-tema n ya ng deka t a tau denga n ora ng-orang ya ng memiliki pemaha man yang ba ik tenta ng SPA. Mbak Retno.

Begitu juga yang dialami oleh Mbak Retno, dia memilih untuk

tidak membuka informasi mengenai pekerjaan kepada keluarga, suami

dan anak bahkan lingkungan tempat ia tinggal dikarenakan lingkungan

sosial di sekitar dirinya tidak mendukung dirinya untuk membuka

informais tersebut, citra kurang baik yang telah melekat kepada

pekerjaan terapis ini membuat mbak Retno memilih untuk

(14)

menggambarkan pekerjaan seorang terapis membuat mbak retno

untuk memilih tidak membuka mengenai pekerjaannya.

“Kalo sa ma klien bia sanya topik seputa r pekerja a n, sudah bera pa la ma bekerja , sbeelum di sini dima na , suda h menika h a ta u belum, ana knya bera pa , teruss mengena i ma ssa ge a pa sa ja ya ng ba ik gitu gitu mas.” uja r mba k Retno

Lingkungan sosial juga terkadang menuntut mereka untuk

membuka informasi mengenai pekerjaan mereka, ketika mereka

diperhadapkan dengan rekan kerja, mereka memilih untuk lebih

terbuka mengenai pekerjaan mereka, hal ini dikarenakan lingkungan

sosial mereka yang juga sama yaitu seprofesi dan memiliki

pemahaman yang cukup baik dengan dunia SPA serta citra yang tidak

buruk bagi lingkungan mereka, serta rasa memiliki kondisi yang sama

sehingga membuat mereka untuk jauh lebih terbuka dibandingkan

dengan lingkungan sosial yang tidak memiliki pemahaman yang baik.

Serta kepada klien, hal ini mendorong mereka untuk menjelaskan

mengenai pekerjaan mereka seperti yang dikatakan oleh mbak Retno.

4.6.1.5.Kriteria Risiko – Keuntungan

Aturan-aturan yang dipengaruhi oleh penilaian kita akan rasio

dari risiko terhadap keuntungan yang didapat dari pembukaan. Dalam

tahap ini, mbak Retno dan Mbak Vira memiliki sebuah pola yang

sama dimana mereka melihat respon atau feedback seperti apa yang

diberikan oleh teman sekerja dalam menanggapi perihal yang mereka

sampaikan. Apakah responnya baik sehingga mereka mendapatkan

masukkan atau diskusi dalam menyelesaikan sebuah permasalahan

yang dihadapi salah satu diantaranya. Hal ini ditunjukkan oleh Mbak

Retno dalam wawancaranya.

(15)

Dalam apa yang diutarakan oleh mbak Retno menunjukkan jika

resiko-keuntungan lebih banyak dipertimbangkan oleh kelanjutan

hubungan yang ada, apakah akan memengaruhi hubugan yang sudah

ada. Hal ini juga dialami atau dilakukan oleh mbak Vira, dalam

wawancaranya beliau mengatakan:

Pa ling rea ksinya mereka sih ma s, ka la u moodnya pa s jelek sa ya mending diem dulu beda ka la u moodnya pa s ba gus.

Bagi beliau risiko yang ditakuti adalah respon atau reaksi dari

rekan kerja, takut tidak sesuai seperti yang diharapakan oelh beliau

menjadi kekhawatiran tersendiri bagi mbak Vira, sedangakn

keuntungan yang berusaha didapatkan ialah merasa menjadi lebih

lega serta mendapatkan solusi atau tanggapan terkait permasaahan

yang didapati.

4.6.2.Koordinasi Batasan

Koordinasi Batasan ini merujuk pada bagaimana kita mengelola

informasi yang dimiliki bersama. Koordinasi batasan memiliki beberapa

tahap, dimana tahap tahap ini menjelaskan batasan batasan dari setiap

informasi yang sudah dimiliki oleh seseorang secraa pribadi maupun

informasi yang sudah dibagikan. Tahap tahap tersebut ialah:

4.6.2.1. Pertalian Batasan

Pertalian batasan merujuk pada aliansi aliansi yang terbentuk

saat kita membagikan informasi privasi. Hal ini menunjukkan siapa

saja yang memiliki informasi tersebut. dalam penelitian ini, terjadi

ebberapa pertalian batasan antara Terapis Perempuan di lingkungan

kerja terkait informasi privasinya. Hal ini bisa dilihat melalui

(16)

1. Ketika Mbak Retno danMbak vira terlibat di dalam obrolan

makan siang, maka informasi yang dibagikan memiliki pertalian

batasan antara Mbak Vira dengan Mbak Retno saja.

2. Ketika Mbak Vira menceritakan permasalahan terkiat dengan

pasangan kepada mbak Retno, maka pertalian batasan juga

terlibat diantara keduanya.

3. Ketika Mbak Retno dan Mbak Vira membagikan informasi

terkait pekerjaan dan informasi keluarga seperti jumlah anak,

usia , status hubungan, asal daerah kepada klien.

Melalui data diatas maka akan terlihat jika pada 1 dan 2, Mbak

vira maupun Mbak Retno terlibat sebagai aliensi pemilik informasi

tersebut, hal ini dikarenakan informasi itu sudah dibagikan dan sudah

menjadi miik bersama sehingga batasan individu semakin jelas yaitu

antara Mbak Retno dan Mbak Vira. Lain halnya ketika mbak Vira atau

mbak Retno terlibat komunikasi dengan klien terkait informasi

mengenai keluarga dan pekerjaan, di sini menjadi batasan individu

antara Mbak Retno atau Mbak Vira dengan klien.

Terdapat perbedaan di sini, jika nomer 1 dan 2 batasan individu

dimiliki hanya oleh mbak Vira maupun mbak Retno, maka berbeda

ketika terjadi batasan individu dengan klien, hal ini dikarenakan klien

menjadi bagian aliensi baru dalam mengetahui mengenai pekerjaan

dan hal umum seperti usia, jumlah anak, status hubungan, asal daerah

dan teknik teknik seputar terapi itu sendiri. klien menjadi aliensi baru

dikarenakan, sebelum klien sudah ada beberapa orang yang

mengetahui mengenai informasi tersebut.

4.6.2.2.Kepemilikan Batasan

Kepemilikan batasan atau boundary ownership merujuk pada

hak-hak keistimewaan yang diberikan kepada pemilik pendamping

dari informasi privat. Kepemilikan batasan terkait apakah informasi

(17)

dengan instruksi yang jelas maupun instruksi yang semu. Instruksi

yang jelas ialah mengenai boleh tidaknya informasi tersebut dibagikan

ke orang diluar batasan individu, jika semu menandakan pemilik

informasi tidak memberikan kepastian mengenai boleh tidaknya

informasi tersebut dibagikan kepada orang diluar aliansi.

Ka mi bia sa nya ka la u cerita ya ka la u berdua ya berdua a ja , sa ma mba k Retno sa ya deka t seka li. Ka mi ga k perna h ngomongin temen di bela ka ng ma s, saya percaya kok sa ma Mba k Retno ka rena suda h sering cerita dan ga k ta kut ka la u sampai ke yang lainnya (teman rekan kerja lainnya)” ujar Mba k Vira .

Hal ini terlihat dari bagaimana mbak Vira dan Mbak Retno

dalam berbagi informasi privasi, ketika Mbak Vira memberitahukan

terkait permasalahannya dengan pasangan terjadi batasan yang semu,

dimana mbak Vira tidak memberitahu kepada mbak retno apakah

informasi tersebut boleh dibagikan kembali atau tidak akan tetapi

tanpa ada instruksi yag jeals, mbak Retno mengetahui jika hal tersebut

tidak dapat diceritakan kepada orang lain.

Begitu juga dengan kepemilikan batasan dengan klien, terlihat

dari apa yang diutarakan oleh mbak Retno seperti berikut:

“Kalau sama klien kita gak takut disebarkan sih mas, soa lnya ka n mereka keba nya ka n buka n ora ng sema ra ng, bia sa nya da ri lua r kota keba nya kan sih da ri lua r negri. Ada yang biasanya balik nyarinya kita lagi kalau pas mau spa.” Uja r mba k Retno.

Dalam pernyataan diatas terlihat jika mbak Retno tidak memiliki

ketakutan jika informasi yang diberikan kepada klien diberikan

kepada individu lainnya, walaupun instruksinya semu, pemili

infromasi memiliki pemahaman jika si klien bukanlah menjadi satu

ancaman bagi informasi privasi mereka, dikarenakan kedekatan

hubungan yang dimiliki anatar klien dengan terapis bukan suatu

hubungan yang cukup dekat dan klien berasal dari luar kota sehingga

(18)

4.6.2.3. Permeabilitas batasan

Permeabilitas batasan menunjukkan tingkat sebuah informasi

apakah informasi tersebut memiliki batasan yang tertutup atau

terbuka. Bagi mbak Retno dan Mba vira, ada kesamaan dan perbedaan

bagi permeabilitas batasan.

Bagi Mbak Retno:

Sa ya a khirnya lebih memilih untuk mencerita kan pekerja a n sa ya ya pa ling denga n tea m-tema n ya ng deka t a ta u denga n orang-ora ng ya ng memiliki pema ha ma n ya ng ba ik tenta ng SPA, a wa l sa ya bercerita ke mereka itu bia snaya mereka bertanya sih ma s.” ujar Mba k Retno.

Hal ini menunjukkan jika informasi mengenai pekerjaan

memiliki permeabilitas batasan yang cukup sulit untuk ditembus jika

ini dikaitkan dengan lingkungan sekitar. Akan tetapi menjadi batasan

yang tipis saat berada di tempat kerja, dikarenakan lingkungan sosial

yang berbeda membuat hal ini memiliki batasan yang berbeda sesuai

lingkungan sosial. Berbeda lagi dengan informasi seputar hubungan,

bagi Mbak Retno hubungan dengan pasangan harus dipilah dulu jika

ingin dibagikan, menandakan jika informasi mengenai huubungan

dengan pasangan ataupun urusan rumah tangga memiliki batasan yang

sulit untuk di tembus. Hal ini dijelaskan oleh mbak Retno sebagai

berikut:

Ka la u soa l ya ng berba u priva si sih bia sa nya sa ya pila h pila h, ga semua saya bagika n serta merta kepada reka n kerja , ha l priva si bua t saya itu ya hubunga n denga n pasa nga n. Saya bia sa nya ka la u mau curha t dipikir dulu ma s, diper tibangka n resikonya , panta s ga k sih bua t sa ya ba gika n, ka la u semisa l tida k a pa a pa ya ng sa ya cerita teta pi ka la u mema ng terla lu berisiko sa ya keep sendiri ma s, deka t buka n bera rti terla lu membuka diri teta p a da ba ta sa n ba ta sa nnya ma s.” ujar Mba k Retno

Lain halnya dengan mbak vira, dalam kasus ini, Mbak Vira

memiliki persamaan dalam urusan pekerjaan, bagi Mbak Vira

(19)

ditembus, akan tetapi menjadi mudah ditembus ketika di lingkungan

kerja dan bersama dengan rekan sekerjanya. Hal ini juga berlaku

mengenai informasi dengan pasangan, terhadap Mbak Retno, Mbak

Vira mampu mengutarakan segalanya mengenai informasi privasinya.

Ta pi ka la u denga n tema n kerja sa ya teta p terbuka , seperti ya ng saya ka ta kan ka la u teman di tempa t kerja suda h seperti kelua rga sendiri, a pa la gi denga n mba k Retno (sa la h sa tu na ra sumber tera pis) sa ya pa sti cerita semua nya , Ma s.

Melalui pernyataannya, mbak Vira memiliki batasan yang tipis

terkait informasi mengenai hubungan dengan pasangan, hal ini

didukung oleh raasa percaya dan rasa kekeluargaan yang dimiliki oleh

para terapis sehingga membuat mereka lebih terbuka satu sama lain.

4.6.3.Turbulensi Batasan

Turbulensi batasan muncul ketika aturan-aturan koordinasi batasan

tidak jelas atau ketika haraan orang manajemen privasi berkonflik satu sama

lain. Temua di lapnagan, peneliti tidak menemukan turbulensi batasan. Hal

ini dikarenakan ke dua narasumber memahami satu sama lain, hal ini terlihat

dari hasil wawancara dimana mereka tidak pernah membocorkan privasi

satu sama lain serta ketika mereka ingin saling berbagi cerita mereka slaing

melihat situasi dan kondisi satu sama lain.

4.7. Dialetika Manajemen

Hal ini merujuk kepada hasil akhir negosiasi dalam diri seseorang, ketika seluruh faktor-faktor penentu dari pengungkapan apakah kita juga akan memilih

untuk membagikannya atau tidak. Hal ini ditunjukkan ketika Mbak Vira dan

Mbak Retno saling menceritakan satu sama lain pada jam istirahat, dimana Mbak

Vira memulai untuk menceritakan kepada Mbak Retno terkait apa yang

dialaminya, kemudian Mbak Retno memberikan contoh dari pengalaman yang

Referensi

Dokumen terkait

Untuk soal nomor 3, diharapakan siswa mengingat fakta tentang keliling segitiga sebagai jumlah dari seluruh sisi-sisi segitiga. Melalui pemahaman tersebut

perekonomian yang sangat besar serta realisasi harga yang lebih tinggi untuk petani banyak langkah yang diperlukan untuk mencapainya terkait dengan reformasi dari komite

(RIBA), robot nurse yang membantu pasien untuk mobilisasi dalam ruangan (DO-U-MI),robot nurse untuk melayani pasien yang tidak bisa bepergian jauh namun butuh konsultasi

Panitia Masyarakat Hukum Adat Provinsi adalah lembaga yang bersifat ad hoc yang dibentuk untuk melakukan verifikasi terhadap hasil identifikasi sendiri masyarakat hukum adat

Only a small proportion of the many studies that have shown a positive effect of breast feeding on children’s cognitive ability control for maternal intelligence.. By omitting this

that infants who received at least 50 mL/kg per day HM during hospitalization had fewer episodes of feeding in- tolerance and shorter time to reach full enteral feedings, regardless

ena yang menunjukkan bahwa hukum be- lum mampu melindungi hak-hak manusia dan memberi peluang secara bebas kepada manusia untuk mewujudkan keber adaan- nya. Bahkan terdapat

Am J Matern Child Nurs. Ludington Hoe SM, Anderson GC, Simopson S, et al. Skin-to-skin contact beginning in the delivery room for Colombian mothers and their preterm infants.