BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
- Spektrofometer FT-IR Shimadzu
- Scanning electron Microscope Hitachi
- Blender National Super
- Desikator
- Neraca Analitis Shimadzu
- Oven Blower Memmert
- Indikator Universal
19
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Isolasi Pati dari Sukun
Buah Sukun yang sudah tua dikuliti dan dihilangkan tangkai buahnya. Setelah
dikuliti buah Sukun dicuci hingga bebas dari kotoran dan getahnya. Kemudian
buah Sukun dipotong kecil-kecil, kemudian ditambahkan air lalu dihaluskan
menggunakan blender. Selanjutnya buah Sukun yang sudah dihaluskan, disaring
menggunakan kain kasa dan dibiarkan sampai terbentuk endapan. Endapan yang
di dapat dicuci beberapa kali dengan air sampai lapisan atasnya jernih. Pati yang
diproleh dikeringkan di dalam oven pada temperatur 450C selama 24 jam. Hal ini dilakukan agar pati tidak gosong dan tergelatinisasi. Pati kasar kemudian digiling
dan diayak dengan ukuran 115 mesh.(Medikasari,et.all, 2011) Selanjutnya pati
dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer FT-IR dan SEM.
3.3.2 Pembuatan Pereaksi
3.3.2.1 Pembuatan HCl 1M
Sebanyak 8,36 mL HCl 37% dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan
dilarutkan dengan aquadest sampai garis tanda, dihomogenkan.
3.3.2.2 Pembuatan NaOH 1M
Ditimbang NaOH pellet sebanyak 10 g dan dilarutkan dengan aqudest dalam labu
takar 250 mL sampai garis tanda, dihomogenkan.
3.3.3 Pembuatan Pati Ikat- Silang
Pembuatan pati ikat silang dilakukan berdasarkan metode (Xiao,H dan Quilu,
2012) dengan sedikit modifikasi yaitu ikat silang pati dengan epiklorohydrin. Pati
sukun sebanyak 30 gram dicampur dengan 45 ml aquadest sampai terbentuk
suspensi, sebanyak 3 gram NaCl,1% epiklorohidrin ditambahklan berturut-turut
dan diaduk. Campuran tersebut dibuat pH=10 dengan meneteskan 1 M NaOH
M HCl dan dicuci keseluruhannya. Pati kemudian dikeringkan pada suhu 450C selama 24 jam. Pati ikat silang kasar digiling dan diayak . Dilakukan prosedur
yang sama untuk 2% dan 3% Epiklorohidrin. Kemudian dianalisa dengan
menggunakan Spektrofotometer FT-IR dan SEM, dihitung Derajat Substitusi (DS)
dan Derajat swelling power-nya.
3.3.4 Penentuan Derajat Substitusi (DS)
Sampel yang ditentukan derajat substitusinya yaitu pati sukun termodifikasi
dengan menggunakan metode titrasi. Ditimbang sebanyak 0,1 gram pati,
dilarutkan dalam 5 mL NaOH 0,5 N dan diaduk selama 30 menit. Kemudian
ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga
mencapai titik ekivalen. Derajat substitusi dihitung menggunakan persamaan
berikut :
% DS =
DS =
3.3.5 Penentuan Derajat Mengembang (Swelling Power)
Pengukuran swelling power menggunakan metode yang di kembangkan oleh
Thontowi (2014), sampel pati ditimbang sebesar 2-3 gram kemudian letakkan
pada cawan kering yang telang diketahui beratnya, kemudian disimpan dalam
desikator yang di dalamnya sudah diberi larutan K2SO4 jenuh atau KCl dan diamati pertambahan berat sampel dengan ditimbang selama kurun waktu 6, 12,
24 48, 72 jam dan dihitung dengan rumus berikut :
(%) W absorpsi =
21
1.3.6 Analisa SEM
Sampel diletakkan pada sel holder dengan perkat ganda. Sampel dimasukkan
kedalam Scanning Electron Miscroscope (SEM), lalu gambar permukaan diamati
dan dilakukan perbesaran sesuai yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan
pemotretan.
3.4.Bagan Penelitian
3.4.2 Pembuatan Pati Epiklorohidrin
30 g Pati
ditambahkan 45 mL aquadest sambil diaduk sampai terbentuk suspensi ditambahkan 3 g Nacl
ditambahkan 0,3 g Epiklorohidrin
diteteskan NaOH 1M sampai pH=10 sambil diaduk dipanaskan pada suhu 30oc selama 3 jam sambil diaduk
dinetralkan menggunakan HCL 1M sampai pH = 6,5
dicuci keseluruhan menggunakan aquadest secukupnya
disaring
Filtrat Residu
dicuci dengan aquadest
dikeringkan pada suhu 45oc selama 24 jam dihaluskan menggunakan alu dan lumpang diayak 115 mesh
Hasil
analisa FTIR dihitung DS swelling power analisa SEM
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Pati Sukun
Pati yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari isolasi pati sukun
(Artocarpus communia ) dimana dari sebanyak 10 kg buah sukun diperoleh
sebanyak 680 g (6,8%) pati sukun. Dari data hasil analisis spektroskopi FT-IR,
pati hasil isolasi memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada
daerah bilangan gelombang 3387cm-1 ; 2931 cm-1 ; 1643 cm-1 ; 1157,29 cm-1( Gambar 4.1).
4.1.2. Pembuatan Pati Ikat Silang
Pati ikat silang merupakan hasil reaksi ikat silang antara pati dan epiklorohidrin
dengan bantuan NaOH sebagai katalis. Hasil analisa spektroskopi FT-IR data
spektrofotometer FT-IR menggunakan pereaksi Epiklorohidrin 1 % membentuk
spektrum (Gambar 4.2) ; Epiklorohidrin 2 % membentuk spektrum (Gambar 4.3)
dan Epiklorohidrin 3 % membentuk spektrum (Gambar 4.4) telah menunjukkan
puncak vibrasi pada bilangan gelombang 3000-3500 cm-1, 1630-1650 cm-1, 1010-1160 cm-1.
25
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Pati Ikat Silang Epiklorohidrin 2%
4.1.3. Derajat Substitusi
Pada variasi berat Epiklorohidrin didapatkan hasil DS paling tinggi 0,0701 yaitu
pada perlakuan 2% Epiklorohidrin. Perhitungan DS dapat dilihat pada lampiran 2.
Hasil perhitungan penentuan DS seperti pada Tabel 4.1
Tabel 4.1Hasil Penetuan Derajat Substitusi Variasi Berat Epiklrohidrin
Perlakuan Persen Derajat Subsitusi Derajat Subsitusi
1 %Epiklorohidrin 0,33 0,0552
2%Epiklorohidrin 0,415 0,0701
3% Epiklorohidrin 0,365 0,0613
4.1.4. Uji Morfologi Permukaan menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM)
Pengujian SEM dilakukan terhadap pati dan pati ikat silang dengan DS yang
tertinggi yaitu pada perlakuan 2% Epiklorohidrin dapat dilihat pada Gambar
4.5dan 4.6
Gambar 4.5 Morfologi Permukaan Pati Sukun ( Perbesaran 2000 kali)
27
4.1.5. Penentuan Derajat Mengembang (Swelling power)
Derajat mengembang (swelling power) untuk Pati Sukun dan Pati Ikat Silang yang
memiliki derajat subtitusi paling tinggi dapat dilihat pada tabel 4.2. Hasil
Perhitungan kekuatan swelling dapat dilihat pada lampiran 3.
Tabel 4.2 Hasil Penentuan Swelling power Pati Sukun dan Pati Ikat Silang
Waktu (jam) W absorpsi(%)
Pati Sukun Pati Ikat silang
6 1,4842
4.2.1. Analisis Pati dengan Spektrofotometer FT-IR
Pati yang digunakan berasal dari hasil isolasi dari pati sukun. Buah Sukun
diperoleh dari Jermal 10 Medan dengan massa 1-3 kg per buah. Pati yang
diperoleh terlebih dahulu diuji kualitatif dan menghasilkan warna ungu ketika
ditambahkan dengan pereaksi iodin. Dan jumlah pati yang diperoleh per kilogram
nya adalah 6,8 g (6,8%).
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa pati
yang diperoleh memiliki gugus O-H dengan munculnya puncak vibrasi pada
bilangan gelombang 3387 cm-1 , didukung dengan munculnya gugus C-H stretching pada bilangan 2931 cm-1 dan 1157,29 cm-1 yang menunjukkan gugus
C-O-C eter ( Gambar 4.1 ).
4.2.2. Pembuatan Pati Ikat Silang
Pati ikat silang yang dihasilkan merupakan reaksi antara pati sukun dengan
epiklorohidrin. Variasi yang dilakukan pada penelitian ini dalah variasi berat
Pati Ikat Silang yang diperoleh berbentuk serbuk putih , dimana Pati Ikat
Silang hasil sintesis berturut-turut 24,78 g ; 26,20 g ; 25,95 g
Mekanisme reaksi pembentukan Pati Ikat Silang secara teoritis dapat dilihat pada
Gambar 4.7. NaOH berperan sebagai katalis dan Epiklrohidrin berperan sebagai
agen pengikat silang.
Gambar 4.7 Mekanisme reaksi pembentukan Pati Ikat Silang
Terbentuknya Pati ikat silang ditunjukkan pada hasil analisa FT-IR dari
variasi berat epiklorohidrin. Ditandai dengan berkurangnya intensitas puncak
29
dari pati ikatan silang. Ini menunjukkan sudah terjadinya pemutusan ikatan
hidrogen (Liu,et.all, 2014). Perbandingan Epiklorohidrin 1%, 2%, 3% dapat
dilihat pada Gambar 4.8
4.2.3. Penentuan Derajat Substitusi (DS)
Pada penelitian ini hasil DS yang diperoleh berkisar antara 0,0552 -
0,0701. Dimana hasil DS yang paling tinggi yaitu 0,0701 berasal dari pati ikat
silang variasi berat 2%. Pada pembuatan pati ikat silang dipengaruhi oleh
banyaknya agen pengikat silang yang digunakan dan lamanya waktu reaksi. Pada
penelitian ini semakin banyak epiklorohidrin yang digunakan maka semakin
banyak gugus yang dapat mensubsitiusi gugus –OH. Hal ini disebabkan semakin
lama waktu kontak antara epiklorohidrin dengan pati sukun akan semakin
melemahkan ikatan hidrogen pada pati.Tetapi pada epiklorohidrin 3% , Derajat
Subsitusinya tidak sebesar epiklorohdrin 2% dikarenakan nilai maksimal Derajat
Subsitusi terdapat pada konsentrasi epiklorohidrin 2%, sehingga pada
penambahan konsentrasi epiklorohidrin 3% tidak menunjukkan kenaikan nilai
Derajat Subsitusi namun terjadi penurunan Derajat Subsitusi. (Martina,2015).
4.2.4. Analisis Morfologi dengan SEM (Scanning Electron Microscopic)
Analisis SEM dilakukan untuk melihat morfologi dari senyawa hasil modifikasi
pati yang diperoleh. Dalam penelitian ini uji SEM dilakukan untuk pati sukun dan
pati ikat silang hasil DS yang paling tinggi yaitu dengan berat epiklorohidrin 2%,
dengan perbesaran gambar mencakup 250 kali, 500 kali, 1000 kali, 2000 kali,
5000 kali dan 10000 kali. Bentuk pati sukun maupun pati ikat silang hasil sintesis
yaitu berbentuk granula-granula. Bentuk pati sukun dan pati ikat silang berbeda
pada perbesaran 2000 kali dimana pada pati sukun permukaan granula lebih halus
dan jarak antara granula lebih renggang sedangkan pada pati ikat silang
permukaan granula lebih kasar dan jaraknya lebih rapat. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan epiklorohidrin mempengaruhi bentuk granula pati (Syafiatun,
2016)
4.2.5. Analisis Kekuatan Swelling Pati Ikat Silang
Swelling power dipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat air
melalui pembentukan ikatan hidrogen. Setelah gelatinisasi ikatan hidrogen antara
31
pati dalam tergelatinisasi dan granula-granula pati mengembang secara maksimal.
(Herawati, 2010).
Pada penelitian ini dilakukan uji kekuaatan swelling pada pati ikat silang
dengan DS yang paling tinggi yaitu pati dengan epiklorohidrin 2 % karenakan
pada konsentrasi epiklorohidrin 2% merupakan hasil Derajat Subsitusi terbaik.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, didapatkan persen swelling power meningkat
seiring bertambahnya waktu absorbsi. Dilihat dari tabel 4.2 menjelaskan bahwa
swelling power pada pati ikat silang mengalami penurunan dibandingkan dengan
pati sukun, hal ini disebabkan karena semakin banyak terbentuk ikatan silang
dengan molekul amilosa di dalam granula pati,semakin menyebabkan
pembengkakan menjadi terbatas.Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya rongga
pada pati yang dibentuk oleh ikatan silang, sehingga molekul air akan terikat pada
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pada penelitian ini didapatkan kondisi optimum pada perlakuan
Epiklorohidrin 2% dengan derajat substitusi sebesar 0,0701%.
2. Hasil karakterisasi pati ikat silang yaitu berbentuk serbuk putih dimana
analisis spektroskopi FT-IR menunjukkan terdapat gugus C-O-C yang
muncul pada bilangan gelombang 1050-995 cm-.
Hasil perhitungan derajat substitusi berturut-turut dari epiklorohidrin 1%;
2%; 3%; yaitu 0,0552 % ; 0,0701 % ; 0,0613 % . Hasil analisa SEM
(Scanning Electron Microscopy)menunjukkan bentuk morfologi pati ikat
silang. Hasil uji swelling power berturut-turut dari waktu absorbsi 6, 12,
24, 48, dan 72 jam yaitu 0,9925 % ; 1,4611 % ; 1,8054 % ; 2,0049 % ;
3,0124 %.
5.2. Saran
1. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar melanjutkan uji ketahanan termal
menggunakan paste clarity.
2. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar melanjutkan ke aplikasi salah satu