Universitas Sumatera Utara BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi menurut The Sevent h Report of The Joint Nat ional Com m it t ee on Prevent ion, Det ect ion, Evaluat ion and Treat m ent of High Blood Pressure ( JNC VII ) penyakit yang terjadi
akibat peningkatan tekanan darah diatas normal.
2.1.2 Etiologi Hipertensi 2.1.2.1Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus hipertensi esensial. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetic,lingkungan, hiperaktifasi system saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca interseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemoa. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30-50 tahun (Yogiantoro, 2008).
2.1.2.2Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Yogiantoro, 2008).
2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
a. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi dari hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah terserang hipertensi dibandingkan dengan wanita, mungkin dikarenakan gaya hidup pria yang kebanyakan lebih tidak terkontrol dibandingkan wanita, misalnya kebiasaan merokok, begadang, stress kerja, hingga pola makan yang tidak teratur (Sudarmoko, 2010).
b. Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Individu yang berumur diatas 60 tahun, sekitar 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHG. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya (Susilo dan Wulandari)
Penggolongan kategori umur menurut Departemen Kesehatan tahun 2009: Masa Balita = 0-5 Tahun
Masa Anak-anak = 5-11 Tahun Masa Remaja Awal = 12-16 Tahun Masa Remaja Akhir = 17-25 Tahun Masa Dewasa Awal = 26-35 Tahun Masa Dewasa Akhir = 36-45 Tahun Masa Lansia Awal = 46-55 Tahun Masa Lansia Akhir = 56-65 Tahun Masa Manula = 65-Sampai Atas c. Etnis
Hipertensi banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun pada orang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin yang lebih besar (Susilo dan Wulandri, 2011).
d. Merokok
Universitas Sumatera Utara
aktif yang ada di sekeliling mereka, sedangkan perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok. Sedangkan penggolongan berdasarkan jumlah rokok yang dihisap terbagi tiga yaitu:
Perokok Ringan < 10 Batang/hari Perokok Sedang = 10-19 Batang/hari Perokok Berat ≥ 20 Batang/hari
Jadi dibeberapa jurnal jelas disebutkan seseorang yg merokok lebih dari 15 batang perhari memiliki kejadian hipertensi yang tinggi, Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok dapat menyebabkan terjadinya hipertensi (susilo dan Wulandari, 2011).
e. Stres
Stres dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Peningkatan simpatis akan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan tekanan darah (Susilo dan Wulandari, 2011).
f. Kafein
Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menjadi faktor resiko terjadi hipertensi. Kafein dapat menimbulkan perangsangan saraf simpatis, yang pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan gejala jantung berdebar-debar, sesak nafas dan lain-lain (Susilo dan Wulandari, 2011).
2.1.4 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan rekomendasi dari JNC VII klasifikasi dari tekanan darah untuk dewasa diatas 18 tahun sebagai berikut:
Normal : systolic dibawah120 mmHG, diastolic dibawah 80 mmHG
Pre-hipertensi : systolic 120-139 mmHG, diastolic 80-90 mmHG
Stage 1: systolic 140-159 mmHG, diastolic 90-99 mmHG
Stage 2: systolic diatas 160 mmHG, diastolic diatas 100 mmHG
2.1.5 Patofisiologi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
salah satu dari ketiga variabel tersebut dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung, terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus sinoatrium (SA). Peningkatan denyut jantung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme, biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau total peripheral resistance (TPR). Peningkatan volume sekuncup atau curah jantung yang berlangsung lama, terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi yang berlebihan yang dapat meningkatkan volume diastolik akhir, biasa disebut preload jantung. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik. Peningkatan total peripheral resistance (TPR) yang berlangsung lama, terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh. Pada peningkatan total peripheral resistance, jantung harus memompa lebih kuat supaya menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh-pembuluh yang menyempit. Hal ini disebut afterload jantung biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila afterload berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus memompa darah lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, serat-serat otot jantung juga mulai teregang melebihi panjang normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup atau curah jantung (Basha, 2008)
2.1.6 Diangnosa Hipertensi
Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Pemeriksaan yang diperlukan untuk diagnosa hipertensi
TES HASIL
Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah
Untuk menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh hipertensi, atau dapat dianggap hipertensi sekunder.
Glukosa darah Untuk menyingkirkan diabetes atau
intoleransi glukosa Kolesterol HDL dan kolesterol total
serum
Membantu memperkirakan resiko kardiovaskular dimasa depan
EKG Untuk menetapkan adanya hipertrofi
ventrikel kiri
2.1.7 Komplikasi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Faktor Resiko Hipertensi
Dapat Dimodifikasi Tidak Dapat Dimodifikasi
Hipertensi
Riwayat Keluarga dengan penyakit kardiovaskular premature (pria <55 tahun, wanita < 65 tahun)
Sumber : Yogiantoro, 2006
2.1.8 Penatalaksaan
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA)
merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk
pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen, 2008).
2.1.8.1 Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan untuk terapi hipertensi adalah:
1. Diuretika, terutama jenis obat Thiazide atau Aldosterone Antagonist
Universitas Sumatera Utara
antihipertensi lain untuk meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dan mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain (Nafrialdi, 2007).
2. Beta Blocker
Merupakan obat antihipertensi yang populer kedua setelah diuretik. Beta blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya infark miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi (Nafrialdi, 2007).
3. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist pada terapi hipertensi memberikan
efek yang sama dengan antihipertensi yang lain. Calcium Channel Blocker atau Calcium
Antagonist terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti
pada usia lanjut (Nafrialdi, 2007).
4. Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI)
5. Obat golongan ini bermanfaat terutama pada pasien hipertensi yang kronik atau menetap akibat penyakit parenkim ginjal. Hiperkalemia mungkin terjadi pada penggunaaan ACE inhibitor akibat hambatan pada renin (Rahayoe, 2003).
6. Angiotensin II Receptor Blocker AT, receptor antagonist/blocker (ARB)
Angiotensin II Receptor Blocker sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi sepeti hipertensi renovaskular lain dan hipertensi genetik, tetapi kurang efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah (Nafrialdi, 2007).
2.1.8.2. Non Farmakologi
Terapi Non Farmakologi Mengubah gaya hidup merupakan suatu terapi atau pendekatan yang sangat bermanfaat dalam mengatasi tekanan darah tinggi (Lumbantobing, 2008).
Universitas Sumatera Utara
system simpatis dan aktivitas RAAS. Setiap penurunan 1 kg berat badan dapat menurunkan tekanan darah 2/1 mmHg . Universitas Sumatera Utara xxxiv Penurunan berat badan tidak lepas dari modifikasi dietnya. Tujuan utama dari pengaturan diet pada hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat, menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi yang dapat menurunkan tekanan darah. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang diet kaya serat dari buah-buahan dan rendah lemak dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 5,5-11,4 mmHg serrta tekanan diastolik sebesar 3 – 5,5 mmHg (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli, 2011).
b. Meningkatkan Aktivitas Fisik dan Olahraga Olahraga aerobik secara teratur seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan mempertahankan berat badan ideal. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur membuat jantung lebih kuat. Jantung yang kuat dapat memompa darah lebih banyak dengan usaha minimal sehingga resistensi perifer total terjadi penurunan karena gaya yang bekerja pada dinding pembuluh arteri akan berkurang. Aktivitas fisik seperti olahraga aerobik yang dilakukan secara teratur 30-60 menit per hari, 3-5 hari per minggu dapat menu bermanfaat menurunkan tekanan darah 5 mmHg (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli, 2011).
c. Berhenti Merokok Merokok memiliki peran cukup besar dalam peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh nikotin yang terkandung dalam rokok. Tidak merokok mengurangi keseluruhan risiko penyakit kardiovaksular dan dapat menurunkan tekanan darah secara perlahan.
Universitas Sumatera Utara