• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207 Pdt.G 2013 P.A.Stabat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207 Pdt.G 2013 P.A.Stabat)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

AKIBAT HUKUM HIBAH YANG TIDAK DIBUAT SECARA OTENTIK TANPA PERSETUJUAN AHLI WARIS LAIN

A. Sistem Kewarisan di Indonesia

Hukum kewarisan adalah Himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari si meninggal dunia, sebagaimana kedudukan ahli waris, beberapa perolehan masing-masing secara adil dan sempurna.46Peraturan hukum kewarisan di Indonesia terdiri dari tiga macam yaitu hukum adat, hukum agama Islam, hukum KUHPERDATA (Burgerlijk Wetboek).47

1. Pengertian Dan Dasar Hukumnya

a. Menurut Hukum Waris Perdata

Sistem Hukum Waris Perdata Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang disebut dengan “Waris Barat” yang berlaku untuk golongan keturunan Tionghoa dan Timur Asing, bahkan juga terkadang diberlakukan bagi para ahli waris pribumi yang beragama Islam yang memilih perhitungan menurut Waris Barat dengan alasan perhitungan yang simpel.48

Hukum waris perdata adalah suatu rangkaian yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang dan akibat hukumnya yaitu beralihnya harta peninggalan

46 M. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam (Studi Kasus Perbandingan Ajaran Syafii

(Patrilinial) Hazairin (Bilateral) KUH Perdata Praktik di Pengadilan Agama / Negara,( Jakarta : Indah. Hilco, 1987), hal. 49.

47

Oemarsalim,Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hal 9

48Irma Devita Purnamasari,Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum

Waris,(Bandung : Kaifa, 2014), hal 109

(2)

dari seseorang yang meninggal kepada ahli waris, baik didalam hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.49

Dasar hukum waris dalam KUHPerdata diatur dalam Buku II Bab 12 dan 16, terutama Pasal 528 tentang hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, dan ketentuan Pasal 584KUHPerdata menyangkut hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Penempatan hukum kewarisan dalam Buku II KUHPerdata yaitu Pasal 1066 adalah “soko guru” atau sendi pokok dari hukum waris. Pada Pasal 1066 KUHPerdata menjelaskan yaitu:

a. Dalam masalah seorang mempunyai hak atas sebagian sekumpulan harta benda seorang itu dipaksakan sebagian dari harta benda itu dibagi-bagikan diantara orang yang bersama-sama berhak atasnya.

b. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntun meskipun ada suatu perjanjian yang bertentang dengan itu.

c. Dapat diperjanjikan bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama waktu tertentu.

d. Perjanjian selama ini hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapi dapat diadakan lagi jika waktu lima tahun itu telah lalu.

Ciri khas dari hukum waris menurut KUHPerdata adalah “ adanya hak mutlak daripada ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menurut pembagian dari harta warisan” hal ini berarti apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris, yang ketentuan ini tertera dalam Pasal 1066KUHPerdata.50Ciri khas dari hukum waris KUHPerdataadalah menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat

49Ali Afandi, Hukum Waris,

Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Bina Aksara, 1986), hal 7

(3)

mungkin dibagi-bagikan kepada mereka yang berhak atas harta tersebut, kalaupun tidak terbagi maka harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris.

Kematian seseorang menurut KUHPerdatamengakibatkan peralihan segala hak dan kewajiban pada seketika itu kepada ahli waris yang diatur dalam Pasal 833 ayat (1) KUHPerdatayang menegaskan bahwa peralihan hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia kepada ahli warisnya disebutsaisine51

Sistem hukum waris KUHPerdata tidak mengenal adanya istilah harta asal maupun harta gono-gini atau harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan sebab harta warisan dalam KUHPerdata dari siapapun juga merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan peninggal warisan/pewaris ke ahli warisnya, seperti yang dtegaskan dalam Pasal 849 KUHPerdata.

Dasar hukum seseorang ahli waris mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris KUHPerdata ada dua cara yaitu :52

a. Menurut ketentuan Undang-Undang b. Ditunjuk dalam surat wasiat (testament)

Ahli waris menurut Undang-Undang/ab intestatoberdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan yaitu :53

a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka dan suami/isteri yang ditinggalkannya.

b. Golongan kedua yang meliputi orang tua dan saudara serta keturunan mereka. 51R. Subekti,

Pokok-Pokok Hukun Perdata, (Jakarta : Intermasa, 1977), hal 79

(4)

c. Golongan ketiga meliputi kakek, nenek dan leluhur selanjutnya atas dari pewaris.

d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Sedangkan ahli waris menurut testament, jumlahnya tidak tentu sebab ahli waris sebab bagian yang diterimanya bergantung pada kehendak si pemberi wasiat.54

b. Menurut Kompilasi Hukum Islam

Dalam hukum Islam, hukum kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang peralihan harta ini disebut dengan berbagai nama. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan dalam arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan.Kata yang lazim dipakai adalahFaraidyang didasarkan pada bagian yang diterima oleh ahli waris.55

Hukum kewarisan Islam pada dasarnya bersumber kepada beberapa ayat Alqur-an dan hadis Rasulullah yang terdiri dari ucapan, perbuatan dan hal-hal yang ditentukan Rasulullah.56Dalam Alqur-an yang paling banyak ditemui dasar atau sumber hukum kewarisan itu dalam Surat An-Nisaa’, di samping surat-surat lainnya sebagai pembantu.

Dalam Surat An-Nisaa’, yang mengatur mengenai kewarisan antara lain dalam ayat 1-14, 29, 32, 33 dan 176. Dimana dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan dengan jelas bahwa hukum-hukum waris adalah ketentuan dari Allah.57 Sedangkan

surat-54Ibid

55 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Kencana, 2005), hal 5

56

Ibid hal35

57Mochtar Naim, Kompendium Himpunan Ayat-Ayat Alqur-an Yang Berkaitan Dengan

(5)

surat lainnya yang disebut sebagai ayat pembantu antara lain Surat Al-Baqarah ayat 180 - 182, ayat 233, ayat 240, ayat 241; Surat Al-Anfal ayat 75; dan Surat Al- Ahzab ayat 4-6.58

Wujud warisan dalam hukum islam sangat berbeda dengan hukum waris KUHPerdata dan adat, warisan atau harta peninggalan menurut hukum islam yaitu, “sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih artinya peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda dan segala hak setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang dikaibatkan oleh wafatnya si peninggal dunia. Sistem kewarisan menurut hukum Islam adalah sistem individual bilateral yang berdasarkan surat An-Nissa ayat 7,8,11, 12,33 yang merupakan perbaikan dari hukum waris di Negeri Arab sebelum Islam59

Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris menurut Alqur’an adalah :60 a. Karena hubungan darah yang dijelaskan dalam (Q.S An-Nisaa:7,11,12,33

dan 176)

b. Hubungan semenda atau hubungan pernikahan

c. Hubungan persaudaraan karena agama agama yang ditentukan oleh Al-Qur’an bagiannya tidak lebih dari 1/3 harta pewaris. (Q.S Al-Ahzab :6) d. Hubungan kerabat karena sesama hijrah pada permulaan pengembangan

Islam meskipun tidak ada hubungan darah. (Q.S Al-Anfaal : 75)

Secara garis besar maka golongan ahli waris dalam Islam terbagi atas tiga golongan yaitu :

a. Ahli waris menurut AlQur’an atau yang sudah ditentukan didalam AlQur’an yang disebutdzul faraa’idh

58M. Idris Ramulyo.

Loc. Cit. hal 53-55

(6)

b. Ahli waris yang ditarik dari garis ayah, disebut ashabah yaitu golongan ahli waris yang mendapat bagian sisa setelah dikeluarkan bagiandzul faraa’idh. c. Ahli waris yang ditarik dari garis ibu yang disebut dzul arhaamartinya dzul

arhaammewarisi apabila sudah tidak adadzul faraa’idhdanashabah.

Di antara ahli waris yang tidak memenuhi ketentuan untuk bertindak atas hartanya, maka harta warisan yang diperolehnya berada di bawah pengampuan walinya, sedangkan perbelanjaannya dapat diambilkan dari harta warisan yang didapatnya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah dalam surat An-nisa ayat : 5 yang menyatakan tidak bolehnya menyerahkan harta kepada orang“safih”61

Kompilasi hukum Islam merupakan keberhasilan besar umat Islam Indonesia pada pemerintahan orde baru, menurut M. Yahya Harahap tujuan penyusunan KHI adalah : (a) untuk merumuskan secara sistimatis hukum Islam di Indonesia secara konkrit; (b) guna dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di lingkungan peradilan agama; (c) sifat kompilasi berwawasan nasional yang akan diperlakukan bagi seluruh masyarakat Islam Indonesia apabila timbul sengketa didalam sidang peradilan agama; (d) sekaligus akan dapat terbina penegakan kepastian hukum yang lebih seragam dalam pergaulan lalu lintas masyarakat Islam.

Sehingga Indonesia mempunyai pedoman fiqih yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam. Dengan ini, dapat diharapkan tidak akan terjadi kesimpangsiuran keputusan dalam lembaga-lembaga pengadilan agama, juga masalahkhilafiyahyang

61 Abu Abdillah Muhammad al Qurtubi, Al Jami’li Ahkami AlQur’an V, (Cairo: Daru Al

(7)

disebabkan oleh masalah fiqih akan diakhiri seperti halnya dalam pengaturan masalah kewarisan.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.62

Dasar kewarisan dalam kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 171 sampai dengan Pasal 193 yang mengatur tentang hukum kewarisan yaitu mengenai ahli waris, besarnya bahagian ahli waris,auldanrad.

c. Menurut Hukum Waris Adat

Hukum Waris Adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan proses penerusan dan peralihan kekayaan material dan immaterial dari keturunan ke keturunan.63

Hukum waris adat sangatlah erat hubungannya dengan sifat-sifat kekeluargaan daripada masyarakat hukum yang bersangkutan beserta pengaruhnya pada harta kekayaan yang ditinggalkan dan berada dalam masyarakat itu.64

Bangsa Indonesia yang menganut berbagai macam agama yang berbeda-beda mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda.65Secara teoritis sistem keturunan itu berhubungan dengan pembagian harta warisan yang ada pada masyarakat adat di Indonesia. Adapun sistem kekerabatan

62Pasal 171 huruf a KHI 63

Ter Haar,Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1991), hal 202

64

Soerjono Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta : Gunung Agung, 1995), hal 165

(8)

masyarakat adat di Indonesiadibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:66

1. Susunan kekerabatanPatrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki (bapak) dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan.

2. Susunan kekerabatanMatrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan (ibu) dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan.

3. Susunan kekerabatanParental, yaitu dimana garis keturunan padamasyarakat ini dapat ditarik dari pihak kerabat bapak maupun dari kerabat ibu, dimana kedudukan pria maupun kedudukan wanita tidak dibedakan didalam pewarisan.

Hukum Waris Adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan proses penerusan dan peralihan kekayaan material dan immaterial dari keturunan ke keturunan.67

Adapun sistem pewarisan yang dikenal dalam hukum adat yaitu:68

1. Sistem Pewarisan Individual, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan.

2. Sistem Pewarisan Kolektif, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa ahli waris mewaris harta peninggalan secara bersama-sama (kolektif), sebab harta peninggalan yang diwarisi itu tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris.

3. Sistem Pewarisan Mayorat, yaitu sistem pewarisan dimana penerusan danpengalihan hak penguasaan atas harta warisan itu dialihkan dalam keadaan tidak terbagi-bagi dari pewaris kepada anak tertua laki-laki (mayorat laki-laki) atau anak tertua perempuan (mayorat perempuan) yang merupakan pewaris tunggal dari pewaris.

Soepomo merumuskan Hukum Adat Waris sebagai berikut: Hukum Adat Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan harta serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud

66Soerojo Wignjodipoero,

Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta : Haji Masagung, Jakarta, 1987), hal129-130

67

Ter Haar,Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1991), hal 202

68Eman Suparman,Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan KUHPerdata,

(9)

benda dari suatu angkatan manusia pada turunannya dimana proses itu telah mulai dan waktu orang tua masih hidup. Proses meninggalnya pewaris tersebut tidak menjadi akut oleh sebab orang tua meninggal. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut. Proses itu berjalan terus hingga angkatan baru yang dibentuk dengan mencar dan mentasnya anak-anak yang merupakan keluarga-keluarga baru, mempunyai dasar kehidupan materiil sendiri dengan barang-barang dari harta peninggalan orang tuanya sebagai fundamen.69

Hukum Waris Adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan pada masyarakat bersangkutan yang berpengaruh terhadap penetapan ahli waris pembagian maupun bagian harta peninggalan yang diwariskan, dan hukum waris adat berkembang dengan sendirinya di bawah dukungan dari masyarakat bersangkutan untuk golongan sendiri, keragaman hukum dibidang hukum adatnya sendiri-sendiri sesuai dengan sistem kemasyarakatan dan kekerabatan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan, variasinya sangat besar diantara berbagai masyarakat dan lembaganya.70

Sistem Hukum waris Adat yang diatur berdasarkan hukum adat pada masing-masing daerah, berlaku bagi masyarakat pribumi yang berdiam dan menundukkan diri di wilayah hukum adat tersebut.

69R. Soepomo,

Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2000), hal 82

70Rehngena Purba,Hukum Waris Adat Serta Perkembangannya Dalam Yurisprudensi,(Medan

(10)

Meskipun menurut ketiga sistem hukum waris yang berlaku proses pewarisan itu terjadi oleh peristiwa hukum yang sama yaitu kematian sesorang, akan tetapi perbedaannya dalam hal wujud harta peninggalan yang dapat diwarisi oleh para ahli waris, yaitu dalam hukum adat sama dengan hukum Islam yaitu harta benda yang dapat diwarisi adalah harta benda dalam keadaan bersih, artinya ahli waris hanya berhak terhadap peninggalan pewaris setelah dikurangi dengan pembayaran hutang serta semua kewajiban pewaris yang belum sempat dilakukan semasa hidup. Sedangkan dalam KUHPerdata harta peninggalan adalah semua hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang artinya yang dapat diwarisi oleh ahli waris bukan hanya aktiva tetapi juga pasiva.71

Dalam hukum waris adat mengenal adanya anak angkat yang berhak mewarisi harta gono-gini bersama hali waris lainnya tetapi menurut hukum Islam dan KUHPerdata tidak mengenal anak angkat sebagai ahli waris.72

Demikian pula dengan kedudukan janda dan duda yang berbeda bagiannya dalam hukum Islam, sedangkan menurut hukum adat dan hukum Islam kedudukan janda dan duda dalam posisi yang sama sebagai ahli waris.73

Anak yang diluar perkawinan menurut hukum Islam dan hukum adat hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya oleh karenanya anak tersebut hanya mewarisi dari ibunya, sedangkan dalam Hukum perdata KUHPerdata bahwa anak yang lahir diluar perkawinan ada dua kemungkinan yaitu anak diluar perkawinan

71Eman Suparman,

Op.cit, hal 76

(11)

yang diakui selaku anak maka menjadi ahli waris dari orang tua yang mengakuinya sedangkan anak luar perkawinan yang tidak diakui maka tidak mempunyai hubungan hukum dengan siapapun termasuk dengan orang yang melahirkannya.74

2. Hibah Dalam Sistem Hukum di Indonesia

a. Pengertian Hibah Dan Dasar Hukumnya

1). Menurut Hukum Waris Perdata

Pengertian hibah menurut hukum perdata Barat disebutkan dalam Pasal 1666 KUHPerdata:

“Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”

Mengenai penghibahan dalam Hukum Perdata Indonesia, telah diatur dalam beberapa pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun ketentuan tersebut adalah:

1. Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi benda-benda yang baru akan dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal”.75 2. Pasal 1668 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal”.76

3. Pasal 1669 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat

74

Ibid, hal 78

(12)

hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini”.77

2). Menurut Kompilasi Hukum Islam

Ulama Mazhab Hambali lebih detail lagi mendefinisikannya, yaitu pemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang diberi boleh melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, baik harta itu tertentu atau tidak, bendanya ada dan bisa diserahkan. Penyerahannya diserahkan ketika pemberi masih hidup tanpa mengharapkan imbalan.78

Pengertian hibah berdasarkan peraturan Perundang-Undangan di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan menurut Pasal 171 huruf f Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Kata “di waktu masih hidup”, mengandung arti bahwa perbuatan pemindahan hak milik itu berlaku semasa hidup.Dan bila beralih sudah matinya yang berhak, maka disebut wasiat.Adapun kata tanpa imbalanatau sukarela, berarti itu semata-mata kehendak sepihak (si pemberi) tanpa mengharapkan apa-apa.Apabila mengharapkan imbalan maka dinamakan jual beli.79

Jadi dengan demikian dapatlah dipahami bahwa pengertian hibah adalah pemberian hak milik material maupun in material kepada orang lain di waktu hidup

77Ibid 78

Abdul Azis Dahlan,Ensiklopedi Hukum Islam,Cet. Ke-1 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hal II : 540.

79Amir Syarifudin,Pelaksana Hukum Waris Islam dalam Lingkungan Minangkabau(Jakarta :

(13)

tanpa imbalan dari orang yang menerima pemberian itu dengan melalui akad, dengan demikian hibah berbeda dengan jual beli, wasiat pusaka dan sedekah.80

3). Menurut Hukum Waris Adat

Pada seluruh lingkungan hukum adat di Indonesia, diakui bahwa proses pewarisan harta seorang pewaris dapat mulai dilaksanakan sejak pewaris masih hidup.81Meskipun secara umum pembagian harta warisan dilakukan setelah pewaris meninggal, tidak jarang terjadi pembagian tersebut dilaksanakan jauh sebelum pewaris meninggal.Penyerahan harta warisan kepada ahli waris atau seorang yang tidak termasuk ahli waris sebelum pewaris meninggal, disebut hibah.82

Menurut hukum waris adat hibah biasanya dilakukan dalam suatu keluarga dimana tinggal bersama dalam suatu rumah yang terdiri dari suami, isteri serta anak-anak adalah suatu hal yang wajar mengadakan pemberian benda/barang atau uang yag mana tujuannya hanya semata-mata untuk saling menyenangkan dan yang selalu terjadi pemberian hibah ini hendak dilaksnakan jika orang yang memberi merasa cemas seandainya setelah ia meninggal harta kekayaan peninggalanya akan dibagi-bagi oleh para ahli waris, maka orang yang mendapat dibagi-bagian tersebut mungkin tidak memperoleh secara wajar.83

b. Hukum Tentang Hibah

1). Menurut Hukum Waris Perdata

Segala aturan yang digariskan dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata Indonesia diambildari KUHPerdata Belanda yang diambil pula dari

Code-Napoleon-80Hasballah Thaib, Hukum Benda Menurut Islam, (Medan : Fakultas Hukum Universitas

Dharmawangsa, 1992), hal 83

81Eman Suparman,Op.cit,hal 87 82Ibid,hal. 79

(14)

Perancis sedangkan Code-Napoleon mengambil alihnya dari Hukum Islam, sebagaimana ternyata dari kutipan berikut :

“For muslims this will come as no surprise when they realize that 96% of the Code-Civil i.e. The Code-Napoleon is drawn entirely from Islamic jurisprudence based on figh or rulings of Imam Malik.84

Dari kutipan tersebut jelas dapat disimpulkan bahwa apa yang ditentukan secara tersurat dan systematis dalam KUHPerdata Indonesia boleh dikatakan sebahagian besar secara tidak langsung berasal dari hukum Islam.

Dapat diketahui bahwa unsur-unsur hibah adalah:85

a. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma-cuma artinya tidak ada kontra prestasi dari pihak yang menerima hibah.

b. Dalam hibah diisyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk menguntungkan pihak yang diberi hibah.

c. Yang menjadi objek hibah adalah benda milik penghibah. d. Hibah tidak dapat ditarik kembali

e. Dilakukan waktu penghibah masih hidup

f. Pelaksanaaan dari penghibaan dapat juga dilakukan setelah penghibah meninggal dunia.

g. Hibah harus dilakukan dengan akta Notaris.

Hibah antara suami isteri tidak diperbolehkan kecuali mengenai benda-benda bergerak yang harganya tidak mahal, demikian pula hibah tidak boleh dilakukan terhadap anak yang belum lahir kecuali kepentingan anak tersebut menghendaki.

Berdasarkan Pasal 1688 KUHPerdata dimungkinkan bahwa hibah dapat ditarik kembali atau bahkan dihapuskan oleh penghibah yaitu:

84

David Musa Pidcock dalam Kata Pengantar atas buku Christian Cherfils berjudul “Napoleon and Islam, From French and Arab Documents” diterjemahkan dari bahasa Perancis oleh James Gibb Stuart, (Kuala Lumpur : Utusan Publication dan Distributors Sdn.Bhd, 1999), hal XVII.

(15)

a. Karena syarta-syarat resmi untuk penghibaan tidak terpenuhi

b. Jika orang yang diberi hibah telah bersalah melakaukan kejahatan terhadap penghibah.

c. Apabila penerima hibah menolak memberi nafkah kepada penghibah setelah penghibah jatuh miskin.

Pelaksanaan hibah harus dilakukan dengan akta Notaris kecuali pemberian hadiah dari tangan ke tangan secara langsung (Pasal 1682 KUHPer).Berdasarkan ketentuan tersebut, prinsipnya benda yang sudah dihibahkan tidak dapat ditarik kembali menjadi hak milik pemberi hibah. Akan tetapi, untuk kepentingan kewarisan, benda yang telah dihibahkan dapat “diperhitungkan kembali” nilainya ke dalam total harta peninggalan seolah-olah belum dihibahkan (lihat Pasal 916a sampai Pasal 929 KUHPerdata) Ketentuan ini bermaksud agar jangan sampai hibah yang dahulu pernah diberikan oleh pewaris, mengurangi bagian mutlak yang seharusnya dimiliki oleh ahli waris yang disebutlegitime portie.

Apabila harta yang dimiliki pewaris saat meninggal tidak cukup untuk membayar utang, maka bagian warisan untuk ahli waris yang bukan legitime portie, contohnya istri, dapat diambil, apabila masih belum cukup maka diambil dengan cara mengurangkan besarnya wasiat jika ada wasiat. Jalan terakhir adalah dengan mengurangkan dari bagian hibah yang pernah diberikan pewaris sebelum meninggal.Hibah tersebut diperhitungkan kembali kemudian dikurangkan. Urutan hibah yang diperhitungkan kemudian dikurangkan tersebut dihitung dari hibah terdekat dari kematian pewaris sebagaimana diatur dalamPasal 924 KUHPerdata:

(16)

warisan.Apabila kendati itu masihlah harus dilakukan pengurangan terhadap hibah-hibah antara yang masih hidup, maka pengurangan ini harus dilakukan mulai dengan hibah yang terkemudian, lalu dari yang ini ke hibah yang lebih tua dan demikian selanjutnya.”

Benda yang telah dihibahkan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi hibah.Untuk urusan kewarisan hibah yang pernah diberikan pewaris dapat diperhitungkan kembali ke dalam harta peninggalan. Dalam hukum waris perdata barat, ahli waris dapat melakukan penolakan sebagai ahli waris., menurut Pasal 833 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(“KUHPer”) yang mengatur “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.”

Namun, Pasal 1045 KUHPerdata menyebutkan “Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya”.Berarti ahli waris yang tidak mau menanggung utang milik pewaris, dapat melakukan penolakan sebagai ahli waris.Penolakan sebagai ahli waris harus terjadi dengan tegas melalui suatu pernyataan yang dibuat di Panitera Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat terbukanya warisan (Pasal 1057 KUHPerdata).

Dalam pemberian hibah, terdapat pula larangan, di antaranya adalah:

a. Hibah yang dilakukan antara suami dan istri, kecuali sebelumnya sudah dibuat Perjanjian Kawin mengenai pemisahan harta dalam perkawinan karena pada dasarnya antara suami dan istri terdapat percampuran harta (Pasal 1678 KUHPerdata).

(17)

menjual sendiri barang yang dihibahkannya.

Sanksinya adalah hibah tersebut batal demi hukum (Pasal 1668 KUHPerdata). Menurut ketentuan Pasal 1668 KUHPerdata pada asasnya sesuatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan, kecuali:35

1) Tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana hibah telah dilakukan, misalnya tidak diberikan berdasarkan akta otentik, pemberi hibah dalam keadaan sakit ingatan, sedang mabuk, atau usia belum dewasa (Pasal 913 KUH Perdata)

2) jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa penerima penghibah.

3) Apabila penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada penghibah, setelahnya penghibah jatuh dalam kemiskinan.

Dalam hukum waris KUHPerdata jika hibah melanggar legitimatie portie para ahli warisnya maka dapat dilakukan inkorting (pemotongan) untuk memenuhi LP para ahli warisnya, dalam hal pertama si penghibah dapat menuntut hibah kembali, bebas dari beban hipotek beserta hasil-hasil dan pendapatan yang diperoleh si penerima hibah atas benda yang dihibahkan. Dalam hal yang kedua benda yang dihibahkan dapat tetap pada si penerima hibah, apabila sebelumnya benda-benda hibah tersebut telah didaftarkan lebih dahulu. Apabila penuntutan kembali dilakukan oleh si pemberi hibah dan dikabulkan maka semua perbuatan si penerima hibah dianggap batal.Tuntutan hukum terhadap si penerima hibah gugur dengan lewatnya waktu setahun terhitung mulai hari terjadinya peristiwa yang menjadi alasan tuntutan itu, dan dapat diketahuinya hal itu oleh si pemberi hibah.

(18)

2). Menurut Hukum Kompilasi Hukum Islam

Pemberian hibah sifatnya sunah yang dilakukan dengan ijab dan kabul waktu orang yang memberi masih hidup, dan Qadlah yaitu penyerahan milik itu sendiri baik dalam bentuk yang sebenarnya.86

Dasar hibah dalam Islam adalah firman Allah dan juga hadis Nabi yang menganjurkan kepada umat Islam agar berbuat baik dan saling mengasihi kepada sesamanya.Islam menganjurkan agar umatnya suka memberi karena tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah (memberi lebih baik dari pada menerima). Namun pemberian itu harus ikhlas dan tanpa pamrih, tiada tujuan lain kecuali untuk mencari ridha Allah dan mempererat tali persaudaraan.

Berikut dalil-dalil yang digunakan sebagai dasar Hibah:

1. Al-Maidah (5): 2.“Tolong menolonglah kamu sekalian atas kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu sekalian tolong menolong atas sesuatu dosa dan permusuhan”.

2. Al-Baqarah (2): 17. “Dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak-anak orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta”.

Syarat hibah menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi hibah dan sesuatu yang dihibahkan, syarat dari penghibah yaitu penghibah memiliki apa yang dihibahkan, bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan, dewasa, tidak dipaksa sebab akad yang mempersyaratkan keridhaan dalam keabsahannya.87

(19)

Syarat orang yang diberi hibah adalah benar-benar ada atau diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin maka hibah tidak sah, apabila orang yang diberi hibah itu ada diewaktu pemberiannya akan tetapi masih kecil atau gila maka hibah itu diambil oleh walinya, pemeliharanya ataupun orang yang mendidiknya.88

Syarat bagi yang dihibahkan adalah benar-benar ada, harta yang bernilai, dapat dimiliki Dzatnya yakni bahwa yang dihibahkan itu adalah apa yang biasanya dimiliki, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat berpindah tangan, tidak berhubungan dengan dengan tempat milikpenghibah seperti menghibahkan bangunan tanpa tanah, dikhususkan yakni yang dihibahkan itu bukan untuk umum seperti halnya jaminan.89

Hibah dalam hukum Islam dapat dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan seperti hibah untuk harta tidak bergerak dpat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis, tetapi jika dikehendaki bukti yang cukup kuat tentang terjadinya perlaihan maka pernyataan itu dapat dibuat dalam bentuk tertulis, terbagi atas :90

a. Bentuk tertulis yang tidak perlu didaftarkan jika isinya hanya menyatakan telah terjadinya pemberian.

b. Bentuk tertulis yang perlu didaftarkan

Terlepas dari itu, menurut KHI para ahli waris dimungkinkan untuk melakukan pembagian warisan berdasarkan kesepakatan ahli waris. Hal tersebut diatur dalam Pasal 183 KHI yang berbunyi sebagai berikut:

88

Ibid, hal 171

89Ibid, hal 172

(20)

“Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.”

Hukum Islam menganggap kekayaan suami dan isteri masing-masing terpisah satu dengan lainnya, harta benda milik masing-masing pihak pada waktu perkawinan dimulai (berjalan) tetap menjadi miliknya maisng-masing, demikian juga dengan segala barang-barang mereka yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tidak dicampur melainkan terpisah satu sama lainnya artinya atas harta benda milik suami si isteri tidak punya hak dan sebaliknya, jadi konsekuensinya menurut hukum islam status harta benda seorang perempuan tidak berubah dengan adanya perkawinan, harta seorang perempuan tidak menjadi milik bersama antara suami isteri karena pernikahan.91Jadi pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.92

Seorang isteri atau suami dalam hukum islam mempunyai hak penuh atas harta miliknya sehingga dalam hal ini apabila suami atau isteri ingin menghibahkan hartanya terlepas dari kekuasaan orang lain termasuk suaminya/isterinya yaitu berdasarkan Pasal 87 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam , tetapi jika harta benda yang dihibahkan adalah merupakan harta bersama yang didapat setelah perkawinan maka jika salah satu ingin menghibahkan harta tersebut harus mendapat persetujuan pasangannya, hal ini juga didukung dengan peraturan pada Pasal 35 ayat (1)93joPasal 36 ayat (1)94Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tetapi jika salah satu antara suami dan isteri telah meninggal dunia maka jika ingin 91MR Martiman Prodjohamidjojo,Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta : Indonesia Legal

Center Publishing, 2002), hal 36

92

Pasal 86 Kompilasi Hukum Islam

93

Yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

94Yaitu mengenai harta bersama, suami isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah

(21)

melakukan hibah harus berdasarkan persetujuan ahli waris yaitu anak-anaknya karena akibat meninggalnya salah satu orang tua terbukalah hak waris untuk anak-anaknya dan orang tua yang hidup terlama.

Terlebih lagi jika hibah yang dilakukan tersebut pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.95 Hibah yang diberikan tersebut sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.96

Hibah dalam hukum Islam tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya (Pasal 212 KHI).97 Hibah orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan98 Mengenai kewajiban ahli waris untuk membayar utang pewaris, dalam Pasal 175 KHI disebutkan bahwa menyelesaikan utang-utang pewaris merupakan kewajiban ahli waris terhadap pewaris, tetapi kewajiban ahli waris hanya terbatas pada harta peninggalan pewaris. Dengan kata lain, ahli waris tidak wajib membayarkan utang-utang pewaris dengan harta pribadinya apabila seluruh harta pewaris telah habis untuk membayar utang.

3). Menurut Hukum Waris Adat

Pada lingkungan hukum adat di Indonesia diakui bahwa proses pewarisan dapat dilaksanakan sejak pewaris masih hidup yang disebut hibah yang dilakukan dengan tujuan :99

a. Mencegah terjadinya perselisihan diantara para ahli waris

95Wawancara dengan Amelia Prihartini, Notaris Deli Serdang, pada tanggal 17 April 2015 96

Pasal 210 ayat (1) KHI

97

Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam

(22)

b. Sebagai pernyataan rasa kasih sayang c. Sebagai bekal anak-anak dikemudian hari d. Untuk menyempurnakan arwah pewaris

Proses penghibaan menurut hukum adat biasanya terjadi pada saat perkawinan anak pewaris atau pada saat pewaris merasa ajalnya sudah dekat. Penghibaan ini dapat terjadi dengan berbagai macam cara yaitu :100

a. Secara lisan dihadapan mereka yang berkepentingan dan disaksikan oleh Pejabat Desa.

b. Tertulis yaitu dengan menggunakan akta Notaris, akta dibawah tangan dan dihadapan kepala Desa

Dalam hal hibah jatuh kepada ahli waris maka ada beberapa ketentuan yaitu :

a. Hibah yang diterima ahli waris akan diperhitungkan pada saat pelaksanaan pembagian waris (Di daerah Cianjur, Banjar, Cisarua, Baturaja, Krawang, bandung).

b. Hibah tidka akan diperhitungkan pada saat pembagian waris (Ciamis, Wali, Cikoneng, Cileungsi).

c. Perbedaan Hibah dan Hibah Wasiat

Menurut Pasal 957 KUHPerdata hibah wasiat(legaat) adalah suatu penetapan wasiat khusus (een bijzondere testamentaire beschicking) yang memberi kepada seseorang (atau lebih) barang tertentu atau semua barang sejenis sperti seluruh barang bergerak ataupun barang tidak bergerak. Hibah wasiat dapat diberikan pada setiap orang, juga kepada ahli waris ab intestato, dalam hal terakhir ini ini ia merangkap sebagai ahli waris danlegetaris.

(23)

Sifat hibah wasiat ada dua pendapat yaitu :101

a. Menurut pendapat pertama, penerima hibah wasiat adalah pemilik barang yang dihibahwasiatkan segera setelah pewaris meninggal dunia, maka sama seperti para ahli waris yang segera setelah pewaris meninggal menjadi pemilik warisan. b. Menurut pendapat kedua, suatu warisan termasuk hibah wasiat yang terkandung

di dalamnya, demi undang-undang menjadi milik para ahli waris, sedangkan legetaris mempunyai tagihan pribadi (persoonlijke vordering) terhadap mereka untuk menyerahkan apa yang dihibahwasiatkan kepadanya (Pasal 959 ayat 1 KUHPerdata), jadi hak seorang legetaris dapat disamakan dengan hibah sewaktu hidup yang diberikan kepada seseorang tetapi belum diserahkan kepadanya.

Perbedaan hibah dengan hibah wasiat adalah :

a. Jika dilihat cara pemberiannya maka hibah hanya dengan akta hibah tetapi hibah wasiat dibuat melalui surat wasiat atautestamen102

b. jika dilihat pada saat penerimaan harta benda yang dihibahkan maka penerima hibah dapat menggunakan harta yang dihibahkan langsung pada saat benda tersebut dihibahkan setelah memenuhi syarat-syaratnya, sedangkan pada hibah wasiat maka penerima hibah dapat menggunakan harta yang dihibahkan setelah pemberi hibah meninggal dunia.103

c. Hibah dapat diberikan kepada siapa saja termasuk ahli waris berdasarkan persetujuan seluruh ahli waris sedangkan hibah wasiat hanya diberikan kepada orang lain diluar ahli waris dengan pembatasan 1/3 dari harta peninggalan bersih menurut hukum islam dan pembatasanlegitime portiedalam KUHPerdata.104

101 Tan Thong Kie,Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, (Jakarta : Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2007), hal 275

102

Wawancara dengan Amelia Prihartini, Notaris Deli Serdang, pada tanggal 17 April 2015

(24)

d. Menurut hukum islam, dan hukum perdata hibah tidak dapat ditarik kembali namun KUHPerdatamemberikan pengecualian dalam hal tertentu hibah dapat ditarik kembali, demikian pula menurut hukum adat hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali jika hibah tersebut bertentangan dengan hukum adat.105 Sedangkan hibah wasiat dapat ditarik kembali sewaktu-waktu secara tegas maupun secara diam-diam selama pembuat hibah wasiat masih belum meninggal dunia.106

e. Dalam akta otentik perbedaan bahasa penutup akta pada hibah yaitu : “setelah akta ini dibaca oleh Notaris maka segera akta ditandatangani penghadap, saksi-saksi, dan Notaris….” sedangkan pada akta hibah wasiat, “setelah akta ini dibaca oleh Notaris maka segera akta ini ditandatangani penghadap, Notaris, saksi-saksi…..”

B. Akibat Hukum Hibah Yang Tidak Dibuat Secara otentik Tanpa

Persetujuan Ahli Waris Lain

1. Akibat Hukum Hibah Yang Dibuat Secara Otentik

Berdasarkan KUHPerdata pelaksanaan hibah harus dilakukan dengan akta Notaris kecuali pemberian hadiah dari tangan ke tangan secara langsung.107 Berdasarkan ketentuan tersebut, prinsipnya benda yang sudah dihibahkan tidak dapat ditarik kembali menjadi hak milik pemberi hibah. Akan tetapi, untuk kepentingan kewarisan, benda yang telah dihibahkan dapat “diperhitungkan kembali” nilainya ke

105 Eman Suparman,

OP.cit, hal 94

106Ibid, hal 104

(25)

dalam total harta peninggalan seolah-olah belum dihibahkan.108 Ketentuan ini bermaksud agar jangan sampai hibah yang dahulu pernah diberikan oleh pewaris, mengurangi bagian mutlak yang seharusnya dimiliki oleh ahli waris yang disebut legitime portie.

Sebagai contohnya apabila harta yang dimiliki pewaris saat meninggal tidak cukup untuk membayar utang, maka bagian warisan untuk ahli waris yang bukan legitime portie, contohnya istri, dapat diambil. Apabila masih belum cukup maka diambil dengan cara mengurangkan besarnya wasiat jika ada wasiat. Jalan terakhir adalah dengan mengurangkan dari bagian hibah yang pernah diberikan pewaris sebelum meninggal.Hibah tersebut diperhitungkan kembali kemudian dikurangkan. Urutan hibah yang diperhitungkan kemudian dikurangkan tersebut dihitung dari hibah terdekat dari kematian pewaris sebagaimana diatur dalam Pasal 924 KUHPerdata:

Berdasarkan Pasal 833 ayat (1) KUHPerdatayang mengatur “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.”Namun, Pasal 1045 KUHPerdata menyebutkan “Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.”Berarti ahli waris yang tidak mau menanggung utang milik pewaris, dapat melakukan penolakan sebagai ahli waris.Penolakan sebagai ahli waris harus terjadi dengan tegas melalui suatu pernyataan yang dibuat di Panitera Pengadilan Negeri di

(26)

daerah hukum tempat terbukanya warisan,109 begitu juga dengan si penerima hibah maka dapat juga menolak hibah yang diberikan kepadanya dengan akta penegasan hibah.

Sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997, bagi mereka yang tunduk kepada KUHPerdata surat hibah dan hibah wasiat harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris110 karena hak milik atas barang yang dihibahkan meskipun diterima dengan sah, tidak beralih pada orang lain yang diberi hibah, sebelum diserahkan dengan cara penyerahan menurut Pasal 612,613,616 KUHPerdata.111Setelah lahirya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, setiap pemberian hibah tanah harus dilakukan dengan akta PPAT.112 Perolehan atas tanah secara hibah dan hibah wasiat seyogyanya didaftarkan peralihan haknya di kantor Pertanahan sebagai bentuk pengamanan hibah tanah.113

Jika hibah dibuat dengan akta otentik maka akibat hukumnya hibah yang dibuat tersebut menjadi sebagai alat bukti tertulis yang memiliki nilai pembuktian yang sempurna yang harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta hibah tersebut, karena telah dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang sesuai Pasal 38 UUJN.114

109Pasal 1057 KUHPerdata 110Pasal 1005 KUHPerdata 111Pasal 1686 KUHPerdata 112

Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(27)

Terhadap peralihannya maka hibah yang dibuat secara otentik telah mengikatkan diri kedua belah pihak untuk memberi dan menerima hibah tetapi jika syarat-syarat yang diperlukan untuk hibah belum terpenuhi maka hibah masih dilakukan dengan “akta pengikatan diri untuk melakukan hibah” yang dibuat dihadapan Notaris, kewenangan ini berdasarkan Pasal 16 huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, setelah syarat-syarat terpenuhi maka hibah baru dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Terhadap syarat-syarat yang belum terpenuhi akibat pengalihan hak atas tanah115itu maksudnya adalah pengenaan pajak116dan dalam hal ini adalah dikenakan pajak PPh117dan BPHTB

115 Dalam Bidang Perpajakan, menurut Pasal 1 ayat (2), Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 48 tahun 1994, tanggal 27 Desember 1994, yang mulai berlaku pada 1 Januari 1995, bahwa yang dimaksud pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:

a. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.

b. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

c. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

116 Menurut R. Santoso Brotodihardjo, “Pajak adalah iuran pada Negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dengan tugas Negara untuk menyelenggrakan pemerintahan, dalam Santoso Brotodihardjo, R, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT Eresco, 1982), hal 2

117Pengertian PPh mengandung dua kata yang mempunyai pengertian disatukan satu sama

(28)

Besarnya PPh yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tersebut adalah 5 % (lima persen) dari jumlah bruto nilai tertinggi diantara nilai pengalihan berdasarkan akta pengalihan hak dan NJOP atas tanah dan/atau bangunan.

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tidak memberikan pengertian yang terperinci mengenai defenisi PPh, tetapi hanya memberikan pengertian dari objek PPh118

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Undang-Undang PPh yang tidak termasuk objek pajak adalah harta hibaan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.

Mengacu pada ketentuan diatas maka yang tidak termasuk sebagai objek PPh adalah hibah yang memenuhi persyaratan :

1. Penerimaan harta hibah adalah keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 2. Hibah yang dilakukan tidak berhubungan dengan usaha,pekerjaan, kepemilikan

atau penguasaan antar pihak-pihak yang bersangkutan.

Akan tetapi bukan berarti hibah tidak dikenakan pajak, hibah atas tanah dan

dalam tahun pajak, dalam Agus Sambodo, Kewajiban Perpajakan Bagi Badan Usaha Dan Orang Pribadi Tinajauan dari Sisi Wajib Pajak, (yogyakarta:BPFE,1999), hal 22

118

(29)

bangunan dikenakan BPHTB,119karena hibah merupakan objek BPHTB.120

Saat terutangnya pajak atas hibah, dan hibah wasiat adalah terhitung sejak tanggal pembuatan akta, kewajiban membayar pajak bagi penerima hak atas tanah dan/atau bangunan diatur dalam Pasal 9 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB, yang diumumkan pada Lembaran Negara tahun 1997, Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688, diundangkan pada tanggal 29 Mei 1997.

Besarnya BPHTB adalah 5 % (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (yang selanjutnya disingkat dengan NPOPKP). NPOPKP diperoleh dengan cara mengurangi Nilai Perolehan Objek Pajak (yang selanjutnya disingkat dengan NPOP)-Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (yang selanjutnya disingkat dengan NPOPTKP).

NPOPTKP untuk masing-masing daerah tidak sama dan ditentukan secara regional. Undang-Undang hanya mengatur mengenai ketentuan maksimal NPOPTKP, yaitu sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam Puluh Juta Rupiah). Khusus untuk perolehan hak atas tanah yang disebabkan adanya hak waris atau hibah wasiat yang 119BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perbuatan atau peristiwa hukum yang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan Perundang-undangan lainnya

120

(30)

diterima dalam garis keturunan lurus atau derajat ke atas atau satu derajat ke bawah, termasuk suami/isteri ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

Menurut Undang-Undang BPHTB harus telah dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak. PPAT dan Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa Surat Setoran BPHTB, dengan ancaman denda sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran, bagi yang melanggarnya.121PPAT dan Kepala Kantor Lelang Negara selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, wajib melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak, dengan sanksi administratif dan denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

Terhadap harta yang dihibahkan setelah dibuatnya akta otentik maka pemberi hibah menjamin tidak adanya tuntutan dikemudian hari bahwa selain pemberi hibah tidak ada lagi pihak-pihak lain yang mengaku sebagai pemilik harta tersebut dan membebaskan penerima hibah dari segala gugatan atau tuntutan, pemberi hibah menjamin penerima hibah tidak dikenakan sitaan, bebas dari sengketa, gadai dan beban-beban lain yang bersifat apapun dan membebaskan penerima hibah dari segla tuntutan dan tagihan dari pihak lain,dan pihak penerima hibah secara tegas dibebaskan dari segala kewajiban terhadap pemberi hibah terutama kewajiban untuk

121

(31)

memasukkan apa yang dihibahkan ataupun nilainya ke dalam harta peninggalan dari pemberi hibah(vrij van inbreng).122

2. Akibat Hukum Hibah Yang Dibuat Tidak Secara otentik Tanpa

Persetujuan Ahli Waris Lainnya

Pembuktian dapat dilakukan dengan tulisan otentik maupun dengan tulisan di bawah tangan.123Tulisan di bawah tangan atau disebut juga dengan akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di hadapan Pejabat Umum yang berwenang.124Namun tujuan dibuatnya juga bertujuan sebagai alat bukti dan jika hal itu terjadi maka hal itu harus didukung dengan alat bukti lainnya. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari pihak lain atau dari salah satu pihak125 maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik126

Jika ada salah satu pihak yang tidak mengakuinya atau menyangkalnya maka beban pembuktian diserahkan pada pihak yang tidak mengakuinya dan penilaian terhadap penyangkalan tersebuit diserahkan pada hakim.

Penghibahan untuk barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan yang dilakukan oleh para pihak dengan tidak menggunakan akta otentik maka keabsahan penghibahan itu tidak sahkarena hibah harus dibuat dalam akta otentik, tidak bisa 122 Wawancara dengan Amelia Prihartini, Notaris Deli Serdang, pada tanggal 17 April 2015 123 Pasal 1867 KUHPerdata

124

Pasal 1874 KUHPerdata.

125

M.Ali Budiarto,Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Perdata Setengah Abad, (Jakarta : Swa Justitia, 2005), hal 145

(32)

dibuat dalam akta di bawah tangan (Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), apalagi jika hibah yang dibuat dibawah tangan tersebut ada pihak-pihak yang menyangkalnya maka akta hibah tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.

Jika pemberian hibah dilakukan dengan surat di bawah tangan, maka hibah peralihan hak kepemilikan secara yuridis tersebut baru berlaku saat sudah dibuat suatu Akta Hibah di hadapan Notaris/PPAT yang berwenang.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian estrogen peroral, berenang, dan kombinasi keduanya terhadap peningkatan osteoblast pada epiphysis tulang

Kocok putih telur dengan Speedy Chef aduk hingga rata cam- purkan ke dalam adonan terigu. Tambahkan potongan kurma,

Serunting memejamkan matanya. Darah di lengan dan dada kirinya mulai mengering. Namun, ada yang sangat sakit di perut sebelah kirinya. Awan-awan putih yang telah menjauh

Documented digital cultural heritage by using cloud computing technology, which is done by recording and processing large amounts of data and is stored in

Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan representasi matematis mahasiswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan

Persiapan materi Siti Maisaroh adalah menentukan tema, atau judul pembicaraan lalu mengumpulkan bahan-bahan, kemudian menulis materi ceramah urut sesuai dengan kerangka,

Οι τιμές της παραμέτρου α* του χρώματος του φλοιού αυξήθηκαν μετά από 4 μήνες συντήρησης (κύρια στους καρπούς που δέχτηκαν 1-MCP)

Rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah power tungkai dan keseimbangan dinamis secara bersama-sama memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap hasil