3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensisJacq.) termasuk golongan tumbuhan palma.
Tanaman kelapa sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad
ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri
sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama sekali oleh
Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritinus (Afrika). Tahun 1912 di Indonesia baru
diusahakan sebagai tanaman komersial dan ekspor minyak pertama pada tahun 1919.
Perkebunan kelapa sawit pertama dibagun di Tanah Hitam, Hulu Sumatera Utara oleh
Schadt orang Jerman pada tahun 1911 (Hartati, 2006).
Areal penanaman kelapa sawit di Indonesia terkonsentrasi di lima propinsi,
yakni di Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh.
Areal penanaman terbesar terdapat di Sumatera Utara (dengan sentra produksi di
Labuhanbatu, Langkat dan Simalungun) dan Riau. Tahun 1997, dari luas areal tanam
2,5 juta hektar, kedua propinsi ini memberikan kontribusi sebesar 44 %, yakni
Sumatera Utara 23,24 % (584,746 ha) dan Riau 20,76 % (522, 434 ha), sementara
Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh masing-masing memberikan
kontribusi 7 % hingga 9,8 % dan propinsi lainnya 1 % hingga 5 %
(Prasetyani dan Miranti, 2004).
Perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia selama tahun 2000-
2011 menunjukkan pola yang cukup berfluktuasi. Produktivitas kelapa sawit tertinggi
4
kembali. Tahun 2011 produktivitas kelapa sawit sebesar 3.450 kg/ha
(Pusat Data Dan Sistem Informasi Pertanian, 2013).
Maraknya perkembangan dan ekspansi perkebunan sawit yang dilatar
belakangi oleh kebijakan pemerintah tidak hanya menimbulkan dampak positif
terhadap perekonomian negara tetapi juga dampak negatif terhadap kelestarian
lingkungan dan kondisi sosial ekonomi rakyat. Berbagai faktor dapat menyebabkan
rendahnya produksi kelapa sawit . Salah satu faktor tersebut adalah serangan hama di
pertanaman. Serangan hama ini di areal perkebunan kelapa sawit menimbulkan
kerugian apabila tidak dikelola dengan baik (Girsang dan Daswir, 1995).
Lubis dan Sipayung (1987) menyatakan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas tandan buah segar (TBS) dilakukan dengan penyerbukan yang
dilakukan oleh manusia dan serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS) (Semangun
dan Mangoensoekarjo, 2003). Thrips hawaiinensis Morg. diketahui sebagai serangga
penyerbuk utama tanaman kelapa sawit sebelum periode penyebaran Elaeidobius
kamerunicus Faust. Disamping itu, lebah dari jenis Apis florea, A. cerana,
A. koschevnicovi, Trigona laeviceps, T. melina, dan T. itama (Sih Kahono, dkk.,
2012). Namun aplikasi SPKS yang dintroduksi ke kawasana Asia dari jenis adalah
E. kamerunicus karena menyukai aroma/bau yang khas dari bunga jantan.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan sebagai bahan
informasi jenis-jenis Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit di Sumatera serta teknik