BAB III
STATUS HUKUM TANAH WAKAF YANG BELUM TERDAFTAR DI BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN)
A. Status Tanah Wakaf Yang Belum Terdaftar di Badan Pertanahan Nasional.
Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman terjangkau,
mutakhir dan terbuka. Asas mendasari terjadinya sesuatu dan merupakan dasar dari
suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran tanah. Oleh karena, dalam
pendaftaran tanah ini terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar dalam
melakukan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana.
Pendaftaran tanah juga meliputi penerbitan sertifikat tanah sebagai alat bukti
yang kuat.99 Hal ini menunjukkan keadaan pembuktian pemilikan tanah yang tidak
menentu yang tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengenai
kepastian hukum dalam undang-undang. Kekuatan berlakunya sertipikat sangat
penting, setidak-tidaknya karena sertifikat memberikan kepastian hukum pemilikan
bagi orang yang namanya tercantum dalam sertifikat. Penerbitan sertipikat dapat
mencegah sengketa tanah karena dilindungi dari tindakan sewenang-wenang oleh
siapapun. Pemberian sertipikat dimaksudkan untuk mencegah terjadinya sengketa
tanah dan dengan pemilikan sertipikat.100
99
AP Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Cetakan Kedua, Bandung, Mandar Maju, 1990. Hlm 9.
Keadaan yang demikian menggambarkan bahwa suatu sertipikat sebagai suatu
dokumen berada di luar kendali sistem administrasi pendaftaran tanah itu, apabila
dimaknai, sertifikat adalah suatu dokumen/arsip otoritas pendaftaran tanah (buku
tanah) yang membuktikan kepemilikan. Karena sertifikat merupakan hasil akhir dari
suatu proses pendaftaran tanah, di dalam sertifikat itu sendiri terkandung suatu
riwayat penguasaan/pemilikan tanah yang hasilnya menjadi alas hak pada pendaftaran
tanah, yang telah diseledikinya. Setelah dilakukan penyelidikan, proses peralihan hak
selanjutnya dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dimana
pendaftaran tanah memberikan status kepada pemiliknya yang sah dan namanya
tercantum dalam sertifikat. Pemilik sertipikat tanah sebagai pemegang hak-hak milik
atas tanah.101
Instansi/lembaga yang mengatur dan menata masalah pertanahan di Wilayah
Indonesia dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan bernama Badan Pertanahan Nasional
(BPN) yang dibentuk melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki tugas salah satunya melaksanakan
pengukuran, dan pemetaan serta pendaftaran tanah dalam upaya memberikan
kepastian hak di bidang pertanahan. Secara teknis dilaksanakan oleh Kantor
Pertanahan Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota (Pasal 19 UUPA). Kemudian melalui
Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 11/Ka.BPN/88 mengenai susunan organisasi
BPN, bagian yang menangani pendaftaran tanah dinamakan Deputi Bidang
Pengukuran dan Pendaftaran Tanah sementara untuk pelaksanaan pendaftaran hak,
instansi pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).102
Berdasarkan wawancara dengan ahli waris H. Edy Warman mengatakan
bahwa dalam permasalahan sengketa atas tanah wakaf yang tidak didaftarkan kepada
Kantor Urusan Agama dan hanya mempercayakan kepada para Ulama pada saat itu
waktu mendiang nenek dari ahli waris, dimana sertifikat hak milik atas nama dari
pewakif pada saat itu orang tua dari ahli waris telah dirubah peruntukan dan nama
dari pemilik sertifikat hak milik atas nama Kepala Sekolah MTS pada saat itu
Achmad yang ingin menjual sebagian tanah dari wakaf, mengetahui hal tersebut ahli
waris yang bernama H. Edi Warman ingin mengambil kembali sertifikat tersebut
tetapi sertifikat hak milik tersebut sudah berada ditangan Kementrian Agama
Kabupaten Rokan Hulu karena terdapatnya sengketa dari para pihak, yang tidak
dimengerti oleh para ahli waris yakni yang semula MTS tersebut milik swasta tetapi
ingin dirubah peruntukan tanah wakaf tersebut yang didirikan sekolah ingin dirubah
menjadi sekolah negeri, oleh Pemerintah.103
Berdasarkan uraian kasus diatas, diketahui bahwa Badan Pertanahan Nasional
dalam hal ini tidak dapat melakukan bantuan hukum terhadap tanah wakaf serta tidak
dapat memberikan kepastian hukum atas sengketa yang terjadi dikarenakan awal dari
pendaftaran tanah wakaf yakni dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
102
Proposal Kolokium saudara Yusniaman Hareva,Pengenaan Pajak Ganda Terhadap Permohonan Hak Baru Atas Tanah Yang Akan di Alihkan, Program Magister Kenotariatan, 2015. Hlm 5.
dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf tidak terpenuhi dari awal
status tanah wakaf tersebut.
Ahli waris juga dapat menggugat pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
terhadap pengambilan sertipikat milik yang diambil oleh Kementrian Agama
Kabupaten Rokan Hulu atas sengketa tanah wakaf dimana terdapat dalam pasal 1 ayat
9, 10, Undang-Undang 15 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi :
1. Ayat 9 mengatakan : Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang dan badan hukum perdata;
2. Ayat 10 mengatakan : sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara dengan orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik dipusat maupun didaerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mempunyai
hubungan dalam pemeriksaan perkara pertanahan yang mana menguasai dan
memahami ketentuan hukum pertanahan sesuai dengan perkara yang bersangkutan.104
Apabila terhadap gugatan tersebut mengeluarkan putusan pengadilan harus segera
dilaksanakan sesuai dengan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang
menyatakan :
1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14(empat) belas hari kerja.
2. Apabila setelah 60(enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90(sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administratif.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 6. Di samping diumumkan pada media cetak setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), Ketua Pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi untuk memerintahkan Pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan,dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
7. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Terhadap status tanah wakaf yang tidak terdaftar di Badan pertanahan
Nasional, jika terjadi gugatan di Pengadilan Agama, BPN dalam hal ini Kantor
Pertanahan akan melihat sertipikat hak milik pertama kali atas tanah wakaf. Karena
gugatan kepada pengadilan tersebut dikarenakan sertipikat mempunyai 2 (dua) sisi,
yakni disatu sisi secara keperdataan sertipikat merupakan alat bukti kepemilikan,
(beschiking)105 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai Pejabat Tata
Usaha Negara.106
Keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini berusaha
memberikan kepastian hukum terhadap pemilik atau yang menguasai tanah untuk
melakukan pendaftaran tanah. Hal ini terlihat dengan adanya sistem pendaftaran
tanah secara sporadik, pemilik tanah yang aktif untuk melakukan pendaftaran tanah.
Serta pendaftaran tanah wakaf untuk tanah yang belum terdaftar haknya dapat
melakukan seperti kegiatan diatas agar tidak terjadi permasalahan yang muncul
dikemudian hari.
B. Usaha Untuk Mendapatkan Status Tanah Wakaf Yang Terdaftar di Badan Pertanahan Nasional
Sebelum menjawab status tanah wakaf yang belum terdaftar di Badan
Pertanahan Nasional, ada baiknya dilihat dari pengertian Wakaf berdasarkan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Menurut Undang-Undang-Undang-Undang tersebut
yang dimaksud dengan “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”107 adapun unsur wakaf
sebagaimana tertera pada Pasal 6 antara lain :
105 Beschiking adalah perbuatan hukum publik yang besegi satu dilakukan oleh alat-alat pemerintah berdasarkan suatu kekuasaan istimewa.
106
S.F. Marbun,Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi Indonesia Cetakan Kedua, Yogyakarta, UII Press, 2003. Hlm 100.
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Peruntukan Harta Benda Wakaf;
e. Jangka Waktu Wakaf;
Ketika unsur dari proses pelaksanaan wakaf terpenuhi dan terlaksana
termasuk terbitnya tanda bukti pendaftarannazhiroleh Badan Wakaf Indonesia, maka
biasa dikatakkan bahwa tanah yang diwakafkan tersebut telah memenuhi syarat untuk
dikatakan sebagai tanah wakaf berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai prosedur, maka tanah wakaf
tersebut harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat dalam hal ini Kantor
Pertanahan Kabupaten Rokan Hulu. Pendaftaran tanah wakaf dilakukan oleh PPAIW
atas nama nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang berwenang
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.108
Adapun persyaratan usaha untuk mendapatkan status tanah wakaf di Badan
Pertanahan Nasional dalam hal ini Kantor Pertanahan adalah109:
1. Mengisi formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon
atau kuasanya di atas materai cukup;
a. Identitas diri
108Lihat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
b. Luas, letak dan pengadaan tanah yang dimohon
c. Pernyataan tanah tidak sengketa
d. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik.
2. Menunjukkan surat kuasa apabila dikuasakan;
3. Menyerahkan fotocopi identitas pemohon/Nadzir dan kuasa apabila
dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
4. Menunjukkan bukti pemilikan tanah/alas hak milik adat/bekas milik adat;
5. Akta Ikrar Wakaf/Surat Ikrar Wakaf;
6. Menunjukkan fotocopi SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan
dengan aslinya oleh petugas loket;
7. Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan.
8. Dan lama waktu yakni 98 (Sembilan puluh delapan) hari.
Tanah yang diwakafkan disyaratkan terbebas dari pembebanan, terbebas dari
ikatan, terbebas dari sitaan, serta terbebas pula dari perkara. Dalam pelaksanaan
wakaf tanah ini di tentukan pula bahwa pihak yang berwakaf diharuskan melakukan
ikrar wakaf di depan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), ketika
mengucapkan Ikrar wakaf, Waqif haruslah menyerahkan sertipikat hak milik atau
bukti pemilikan tanah yang akan diwakafkan, dan mempunyai surat keterangan dari
kepala desa yang diperkuatkan oleh kepala kecamatan setempat yang menerangkan
kepemilikan tanah dan tidak tersangkut sengketa, surat pendaftaran tanah, surat izin
dari bupati/walikota madya kepala daerah tingkat II cq. Kepala sub Direktorat
Agraria setempat.110
Sehubungan dengan analisis diatas apabila kegiatan untuk pendaftaran tanah
wakaf untuk tanah yang belum terdaftar haknya adalah wakif datang ke Kantor
Urusan Agama (KUA) untuk diadakan ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW) disertai dua (2) orang saksi, penertiban akta ikrar wakaf oleh
PPAIW, dan pendaftaran tanah wakaf kekantor pertanahan, wakif mengajukan
permohonan dua sekaligus yang harus diajukan bersama-sama yaitu permohonan
pendaftaran tanah wakaf dan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang
diwakafkan, melakukan pembayaran, pemeriksaan panitia keabsahan surat tanah
tersebut dan penyelidikan riwayat mengenai asal usul tanah, kemudian diumumkan
kantor pertanahan memberikan jangka waktu 60 hari terhitung dari hari pengumuman
tersebut, jika dalam jangka waktu tersebut tidak ada sanggahan, maka dilaksanakan
pembuatan sertipikat hak milik, setelah jadi pada sertipikat hak milik dan buku tanah
dimatikan berdasarkan akta ikrar wakaf mencoret nama atau nama pemegang lama,
menuliskan kata wakaf dengan huruf besar dibelakang nomor hak milik tanah yang
bersangkutan, pada sertipikat wakaf nama pemegang hak ditulis namanadzir: ketua,
sekretaris, bendahara, anggota 1 dan 2 setelah selesai sertipikat diserahkan kepada
nadzir.111
Mendapatkan status tanah wakaf dari Badan Pertanahan Nasional, tentu
setelah proses perwakafan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,
tanah wakaf tersebut didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat wakaf agar lebih
memberikan kepastian serta perlindungan hukum bagi tanah tersebut.
Dalam mengajukan permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Kantor
Pertanahan tersebut, PPAIW harus menyerahkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
1. Salinan Akta Ikrar Wakaf;
2. Sertifikat tanah yang bersangkutan atau surat-surat dan bukti-bukti lain
kepemilikan tanah;
3. Surat pengesahannadzirdari Kantor Urusan Agama Kecamatan Setempat;
4. Kartu Identitas paranadzir dan para saksi;
5. Serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan.
Prosedur pendaftaran tanah wakaf di Kantor Pertanahan tergantung pada
keadaan dan status tanah yang diwakafkan112:
1. Hak milik atas tanah yang telah terdaftar dapat langsung didaftarkan menjadi
tanah wakaf atas namanadzir.
2. Tanah milik adat yang belum terdaftar, harus terlebih dahulu di
konversi/penegasan hak kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama
nadzir.
3. Untuk sebagian dari hak atas tanah, harus dilakukan pemecahan terlebih
dahulu kemudian baru didaftarkan menjadi tanah wakaf atas namanadzir.
4. Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atas tanah harus
ditingkatkan menjadi hak milik.
5. Untuk pemegang Hak Guna bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atas
tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Milik maka harus
dilakukan pelepasan dan dilakukan penegasan hak sebagai tanah wakaf.
6. Hak Milik atas satuan rumah susun dilakukan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7. Untuk tanah negara harus dilakukan permohonan hak terlebih dahulu.
Ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menunjukkan bahwa konstruksi hukum
mensyaratkan adanya alat bukti tertentu yang dapat dijadikan alas hak (title) yang
dapat dipergunakan bagi seseorang atau badan hukum. Warga Negara dapat menuntut
kepada Negara adanya keberatan hak atas tanah yang dipegang atau dimiliki. Secara
hukum dengan berpegang pada alat bukti sertipikat, maka alat bukti tersebut akan
berfungsi sebagai landasan yuridis formal yang dapat dipergunakan untuk
melegalisasi asetnya, artinya bahwa merupakan hak bagi warga negara yang
mempunyai tanah untuk dapat diterbitkan sertipikat tanda bukti sekaligus alat bukti
kepemilikan hak atas tanah.113 Selain hak milik atas tanah terdapat pula hak
pengelolaan atas tanah negara. Instrument yuridis atau alat bukti kepemilikan dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Pembuktian pemberian hak baru yang disebut sebagai hak baru atas tanah di
sisi adalah hak atas tanah yang masih berstatus tanah negara, maka status
haknya harus dibuktikan dengan penetapan pemerintah yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang atas hak pengelolaan tersebut. Wujud konkret dari
penetapan pemerintah ini adalah Surat Keputusan Pemberian hak kepemilikan
atas tanah (Surat Keputusan Hak Milik, HGU, HGB, HP atau HM atas
Sarusun);
2. Pembuktian pemberian hak baru yang kedua adalah akta otentik PPAT
(Pejabat Pembuat Akta Tanah), di mana akta PPAT menurut ketentuan hukum
termasuk alat bukti kepemilikan hak baru (hak yang muncul karena dilakukan
berdasarkan peralihan hak), akta otentik tersebut memuat pemberian hak baru
dari pemilik lama kepada pemilik baru dilakukan oleh pemegang hak milik
kepada penerima hak yang bersangkutan. Peralihan haknya bisa mengenai
Hak Milik, HGU, HGB, HP atau HM atas satuan rumah susun);
3. Pemberian hak baru yang didasarkan atas alat bukti tertulis lainnya yang
disebut sebagai hak atas tanah yang “lama” (Pasal 24 Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997), yang diakui keberadaannya oleh hukum sebagai alat
bukti tertulis kepemilikan hak atas tanah. Instrument Yuridis tentang
keberadaan alat bukti kepemilikan tersebut secara terinci diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Agraria (PMNA)/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional (KBPN) No. 3 tahun 1997. Didalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah
No.24 Tahun 1997 dan Pasal 60 dari PMNA/ KBPN No.3 tahun 1997, beserta
penjelasan pasalnya disebutkan alat bukti kepemilikan lama yakni :
groose/salinan akta eigendom, surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan
berdasarkan peraturan Menteri Agraria No.9 tahun 1959, surat keputusan
pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang baik sebelum maupun sejak
berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak
yang diberikan, tetapi telah memenuhi semua kewajiban yang disebut
didalamnya, hak milik tersebut adalah hak milik yang dibuktikan berdasarkan
surat-surat petok D/ girik, pipil, kitir, dan verpondingIndonesia (v.i) sebelum
berlakuknya Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997, termasuk pembuktian
atas terjadinya peralihan hak berdasarkan akta pemindahan hak dibawah
tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh kepala Adat/desa/kelurahan yang
dibuat sebelum berlakunya peraturan pemerintah (PP No. 24 Tahun 1997)
dengan disertai alas hak yang dialihkan, juga pembuktian yang di dasarkan
akta pemindahan yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan,
dengan disertai alas hak yang dialihkan, termasuk juga suatu pembuktian yang
di dasarkan alat bukti yang berupa akta ikrar wakaf/ surat ikrar wakaf yang
dibuat sebelum atau sejak dimulai dilaksanakannya Peraturan Pemerintah No.
28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan. Alat-alat bukti
kepemilikan hak ini pada hakekatnya merupakan pengakuan negara terhadap
hak kepemilikan yang dipunyai oleh warga negara Indonesia.114
Begitu juga dengan tujuan pendaftaran tanah, yang semula menurut Pasal 19
ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria hanya bertujuan tunggal semata-mata untuk
menjamin kepastian hukum, maka berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan tujuan dari pendaftaran
tanah itu antara lain :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggarakannya tata tertib administrasi pertanahan dimana setiap
bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah
wajib didaftar.115
Artinya dapat dikatakan bahwa status tanah wakaf yang telah melalui proses
dan tahapan sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah sah.
Namun jika dilihat dari dalam praktik dilapangan terkait kepemilikan tanah wakaf
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan
efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara
sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara
melawan hukum.116 Keadaan demikian itu, tidak hanya kelalaian atau
ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status
harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum
sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Setelah surat permohonan pendaftaran diterima oleh Kepala Kantor
Pertanahan setempat dan semua persyaratan dokumen telah dianggap lengkap, maka
oleh Kantor Pertanahan akan dicatat pada buku tanah dan dibuatkan sertipikat tanah
wakaf. Sehubungan dengan pencatatan ini, hal-hal yang harus dilakukan oleh Kantor
Pertanahan berdasarkan Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah adalah :
1. Mencoret nama pemegang hak lama yaitu wakif.
2. Mencantumkan akta wakaf dengan huruf besar dibelakang nomor hak milik
tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertipikatnya.
3. Menuliskan kata : “Diwakafkan untuk…..…, berdasarkan Akta Ikrar Wakaf
PPAIW Kecamatan mana……… tanggal,……… nomor yang mana pada
kolom untuk perubahan dalam buku tanah dan sertipikatnya.
4. Mencantumkan nama nadzir, serta kedudukannya dalam buku tanah dan
sertifikatnya.117
116
Maksudnya permasalahan tanah wakaf yang terjadi Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu antara ahli waris H. Edy Warman dengan pengurus pemegang yayasan sekolah MTS.
Dengan dicatatnya dan didaftarkannya tanah wakaf di Kantor Pertanahan
setempat dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hulu atas tanah wakaf
telah diterbitkannya sertipikat/tanda bukti haknya, berarti tanah wakaf tersebut telah
memiliki alat bukti yang kuat untuk melindungi eksistensi dan keberadaannya dari
kemungkinan terjadinya persengketaan tanah wakaf oleh ahli waris dikemudian hari.
Oleh karenanya untuk memberi kepastian dan perlindungan hukum atas tanah wakaf
yang didaftarkan di Kantor Pertanahan agar benih-benih konflik yang akan muncul
dapat diminimalisir.
C. Hubungan Hukum Antara Pewakif Atau PPAIW dan Kantor Pertanahan
Memang sering kita dengar bahwa timbulnya konflik tentang tanah ini karena
orangnya tidak menuruti hukum tanahnya. Boleh jadi soalnya timbul karena sengketa
batas, pemberian hak yang salah, penguasaan hak atas tanah yang bertentangan
dengan hukum, dan sengketa bukti kepemilikan, atau boleh jadi juga karena ada
konversi lantas tidak dikonversi. Dan paling mendasar karena tidak punya sertifikat
atau sertipikatnya atau sertifikatnya telah dirubah tanpa prosedur hukum dengan
tujuan kepentingan masing-masing. Semacam inilah yang diatas yang tidak ikut
peraturan tanah yang sudah ada.118 Pada pendaftaran tanah wakaf ini lebih baik
mengenal tentang hubungan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dengan Kantor
Pertanahan.
Hubungan hukum antara pewakif dengan PPAIW dapat dilihat pada
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dimana wakif berkewajiban melakukan Ikrar Wakaf
baik lisan maupun tulisan dihadapan PPAIW dan 2 (dua) orang saksi (Pasal 17). dan
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik menentukan setiap pihak yang akan mewakafkan tanahnya harus menyatakan
kehendaknya untuk mewakafkan tanah (menyampaikan ikrar wakaf) kepada Nadzir
di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), dan selanjutnya setelah
dibuat Akta Ikrar Wakafnya berdasarkan ketentuan Pasal 32 Undang-undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
berkewajiban untuk mendaftarkan tanah wakaf tersebut kepada Badan Pertanahan
Nasional setempat untuk diterbikan sertipikat tanah wakafnya.
Dengan demikian Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
mewajibkan Nadzir membawa wakif di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf yang selanjutnya oleh Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) atas tanah dimaksud.
Lebih lanjut dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah milik, ditentukan bahwa :
1. Pihak yang mewakafkan tanah harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (2) yang kemudian menuangkannya dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
2. Dalam keadaan tertentunya, penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.119
Dengan demikian merupakan kewajiban dari Nadzir untuk membawa orang
yang hendak mewakafkan tanahnya (wakif) untuk melaksanakan ikrar wakaf di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk dibuatkan Akta Ikrar
Wakafnya (AIW), hal ini penting karena dengan berdasarkan Akta Ikrar Wakafnya
(AIW) dan surat keterangan kepemilikan tanah pihak Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) dapat mendaftarkan tanah wakaf tersebut ke Badan Pertanahan
setempat untuk diterbitkan sertipikat tanah wakafnya sehingga ada kepastian hukum
atas tanah wakaf tersebut.
Selain itu wakif juga berkewajiban menyerahkan surat dan/atau bukti
kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW (Pasal 19). Kemudian dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 215 ayat 6 menyebutkan terkait kewajiban PPAIW
dimana Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) adalah petugas pemerintahan
yang diangkat berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, berkewajiban menerima
ikrar wakaf dari wakifdan menyerahkan kepadanadzirserta melakukan pengawasan
untuk kelestarian perwakafan. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan
bahwa PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen
pelengkap lainnya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat
dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling
D. Akibat atau Kosekuensi Pendaftaran Tanah Wakaf dan Kelemahan dari
Tidak Di Daftarkan Tanah Wakaf
Konsekuensi terhadap tanah wakaf sudah disertipikatkan yaitu tanah tersebut
telah memiliki kepastian dan perlindungan hukum, dapat meminimalisir konflik yang
akan muncul terhadap tanah wakaf tersebut. Maka dapat diasumsikan bahwa
kelemahan dari tidak didaftarkannya tanah milik wakaf adalah akan menimbulkan
peluang konflik pada kemudian hari atas tanah yang diwakafkan.120
Fakta yang terjadi didalam praktik, ditemukan bahwa apa yang dapat
dipahami hanyalah pada aturan prosedurnya artinya untuk kegiatan pendaftarannya
sendiri masih memenuhi kendala jangka waktu yang panjang, bahkan dalam
perjalanannya prosedur pendaftaran tanah tidak selesai disebabkan adanya kendala
biaya atau syarat tambahan. Ada beberapa alasan diantaranya sebagai contoh yaitu
alasan perbedaan luas tanah antara data yuridis dan data fisik setelah dilakukannya
pengukuran. Sehingga tujuan asas sederhana yang telah dikemukakan diatas tadi
tidaklah tepat penempatan dan belum bisa tercapai.
Tentang tanah wakaf yang tidak didaftarkan lalu tidak diakui sebagai tanah
wakaf apabila ingin kembali diakui sebagai tanah wakaf. Pada permasalahan ini tidak
didaftarkannya tanah wakaf dan bagaimana penyelesaian permasalahan tersebut bisa
dilihat pada penetapan Pengadilan Agama Nomor 281/Pdt.P/2011/.PA.Clg. dimana
duduk perkara terhadap gugatan menimbang, bahwa pemohon dalam surat
permohonannya tertanggal 06 Oktober 2011 yang didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Agama, dimana permasalahan perwakafan tanah secara lisan untuk tanah
makam, dan yang ditunjuk untuk mengelola tanah wakaf tersebut (nadzhir) . dalam
penetapan tersebutwakifdannadzhirtersebut telah meninggal dunia.
Analisa dari permasalahan diatas berhubungan dengan permasalahan terhadap
status tanah wakaf yang belum terdaftar bila terjadi gugatan yang diteliti di
Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dimana status tanah tidak memiliki
akta ikrar wakaf dan sertipikat tanah wakaf dari kantor pertanahan. Karena
pendaftaran tanah wakaf merupakan prasyarat dalam upaya menata dan mengatur
peruntukan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah wakaf termasuk untuk
mengatasi berbagai masalah pertanahan. Pendaftaran tanah wakaf ditujukan untuk
memberikan kepastian hak dan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat wakaf
yakninadzir.
Semua perbuatan yang mempengaruhi suatu milik dicatat dalam satu
dokumen, yakni dilakukan pendaftaran tanah yang kemudian diterbitkan suatu
sertipikat tanah, yang merupakan surat bukti kepemilikan.121 Terhadap sertipikat
tanah wakaf sempurnakanlah setiap kegiatan perwakafan ini dengan ekstra upaya
sampai terbitnya sertipikat tanah wakaf dari kantor pertanahan khususnya kantor
pertanahan kabupaten Rokan Hulu untuk pencegahan dari perbuatan-perbuatan usil
yang melencengkan penguasaan atau penggunaan tanah wakaf dari yang seharusnya.
Dengan telah terbitnya sertipikat tanah wakaf tersebut telah terdaftar dalam sistem
administrasi negara melalui administrasi pertanahan di Kantor Pertanahan (BPN)
Kabupaten Rokan Hulu. Sesuai dengan obyek pendaftaran tanah Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Dan berusaha
menyempurnakan suatu ibadah dan kesabaran dalam mengamalkannya memang
BAB IV
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP TANAH WAKAF SETELAH ADANYA UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
A. Kepastian Hukum Dalam Perolehan Pendaftaran Perwakafan Tanah Milik Setelah Adanya Undang-Undang No 41 Tahun 2004
Ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan
perundang-undangan dicantumkan kembali dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 dengan berupa peraturan baru. Dikemukakan pula dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tersebut, semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004. Secara umum banyak hal baru dan berbeda yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini bila dibandingkan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 maupun Kompilasi Hukum Islam,
walaupun banyak pula kesamaannya. Dapat dikatakan bahwa Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 mengatur substansi yang lebih luas dan bila dibandingkan
dengan peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya.122
Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hukum, sehingga
segala pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan akan ditindak dan diberi sanksi,
baik sanksi pidana maupun sanksi administrasi sesuai dengan perbuatan yang
dilakukan. Demikian pula pelanggaran yang dilakukan dalam permasalahan wakaf
terutama wakaf tanah. Ada 2 (dua) bentuk sanksi yang diberikan atas pelanggaran
wakaf yakni bentuk sanksi administratif dan sanksi pidana. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ketentuan pidana dalam hukum wakaf masih terbatas
sasaran Nadzhir dan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Hal ini dijelaskan dalam
pasal 67 ayat (1) dan ayat (3) :
1. Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telahdiwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah),
3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Demikian juga sebagaimana yang diungkapkan ahli waris dari sengketa tanah
wakaf atas sekolah MTS dimana ahli waris H. Edi Warman mengatakan status
kepemilikan tanah milik wakaf adalah nama dari orang tua yakni Hj. Suduk yang
mana telah berubah nama atas sertifikat hak milik tersebut, dan sertipikat tersebut
sudah berada pada Kementrian Agama Kabupaten Rokan Hulu.
Dalam kondisi dimana nilai dan penggunaan obyek semakin besar dan
surat-surat dan tidak jelas secara hukum, sering mengundang kerawanan dan peluang
terjadinya penyimpangan dan hakikat dari tujuan perwakafan sesuai dengan ajaran
agama islam, sehingga untuk mengamankan dan melindungi obyek-obyek wakaf.
Tujuannya adalah untuk terjaminnya perlindungan dan ketertiban wakaf umat islam.
Maka dari itu setiap wakaf harus dicatat. Hal yang dilakukan adalah bagaimana agar
wakaf-wakaf ada itu diamankan sedemikian rupa, sehingga obyek-obyek tersebut
tidak jatuh ketangan atau pihak yang tidak berhak, yang mungkin berniat merebut
atau mengambil dengan paksa terhadap obyek-obyek wakaf. Maka, untuk melindungi
obyek-obyek tersebut sebagai berikut :
1. Segera memberikan sertipikat harta benda wakaf yang ada di seluruh pelosok
tanah air. Banyak obyek wakaf yang jatuh ketangan atau pihak-pihak yang
tidak berhak. Fenomena ini harus dihentikan dengan memberikan sertipikat
terhadap obyek-obyek yang memiliki status wakaf. Secara teknis, pemberian
sertipikat wakaf memang membutuhkan keteguhan para nazhir wakaf dan
biaya yang tidak sedikit. Sehingga diperlukan peran semua pihak yang
berkepentingan terhadap eksistensi obyek-obyek wakaf, khususnya Badan
Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah agar memudahkan
pengurusannya. Peran BPN sangat signifikan dalam usaha memudahkan
proses pembuatan sertipikat wakaf. Sedangkan peran Pemda di
masing-masing wilayah wakaf dalam kerangka otonomi daerah juga sangat penting
dalam ikut menanggulangi pembiayaan sertipikat, pengelolaan, pemberdayaan
2. Memberikan advokasi secara penuh terhadap obyek-obyek wakaf yang
menjadi sengketa atau bermasalah secara hukum. Dukungan advokasi ini
melibatkan banyak pihak, seperti pihak nazhir wakaf, pemerintah, ahli-ahli
hukum yang perduli terhadap harta wakaf dan masyarakat banyak.
3. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan
Peraturan Pemerintah, pelaksanaan peraturan perundang-undangan wakaf
tersebut sangat penting bagi perlindungan obyek-obyek wakaf secara umum.
Karena perlindungan, pemanfaatan dan pemberdayaan obyek wakaf secara
maksimal dapat dilakukan.
4. Pemanfaatan dan pemberdayaan obyek wakaf secara produktif. Di samping
pengamanan di bidang hukum, pengamanan dalam bidang peruntukan dan
pengembangannya harus juga dilakukan. Sehingga antara kepastian hukum
dengan aspek hakikat obyek wakaf yang memiliki tujuan sosial menemukan
fungsinya.123
Keempat langkah pengamanan terhadap obyek-obyek wakaf tersebut harus
segera dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan, seperti Nazhir wakaf,
pemerintah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maka
sanksi pidana yang diberikan bagi Menteri Agama, Badan Wakaf Indonesia dan
Instansi lain yang terlibat dalam perwakafan ketika melakukan pelanggaran belum
diatur secara sistematis dan mendalam dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini
berbeda dengan sanksi administratif yang telah terumuskan lebih lengkap, yakni124:
1. Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan dan syari’ah dan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32;
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syari’ah;
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah;
Berdasarkan Undang-Undang wakaf ini Menteri Agama dapat memberikan
sanksi administrasi atas tidak terdaftarkannya harta benda wakaf pertama kepada
Lembaga Keuangan Syariah yang melanggar tidak mendaftarkan harta benda wakaf
benda tidak bergerak. Karena pendaftaran tanah wakaf sangatlah penting artinya, baik
ditinjau dari tertib hukum maupun administrasi penguasaan dan penggunaan tanah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Peran Kantor Pengadilan Agama dalam Menghadapi Gugatan terhadap Sengketa Perwakafan Tanah Milik.
Pengadilan dan hukum memiliki kaitan yang erat. Demikian Pengadilan
Agama memiliki kaitan lansung dengan hukum islam di Indonesia.125 Hukum tidak
ada artinya kalau tidak dilaksanakan. Hukum tidak ada artinya kalau tidak
ditegakkan. Pengadilan Agama di Indonesia hanya dikhususkan bagi orang yang
124Lihat Pasal 68 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
beragama Islam. Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara
perdata tertentu yang diatur dalam Pasal 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.126
Undang-Undang wakaf menentukan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan
ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila penyelesaian
sengketa tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, atau pengadilan
(Pasal 62) Perubahan peruntukan dan status tanah wakaf memungkinkan untuk
menimbulkan perselisihan perwakafan sepanjang yang menyangkut persoalan
perwakafan tanah disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat, sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.127
Dalam konteks muamalah telah berkembang alternatif penyelesaian sengketa
dan yang demikian dikenal dalam hukum Islam yaitu dengansulhu(perdamaian) dan
caraTahkim (Arbitrase).128 Setiap ada persengketaan mengenai hak seseorang sering
kali diselesaikan melalui wasith (juru damai) yang ditunjuk oleh orang yang
bersangkutan. Tahkim (Arbitrase) berlaku juga dalam masalah harta benda wakaf
baik yang menyangkut hak Allah dan hak manusia. Pemikiran tentang kebutuhan
lembaga perdamaian pada masa kini menjadi kenyataan dengan populernyaAlternatif
Dispute Resolution (ADR). Di samping Badan Arbitrase Nasional (BANI) di
126 Pengadilan Agama Tinggi Medan, hukum Islam Dua Negara Indonesia dan Malaysia, bekerja sama dengan Univesiti Malaya, Kuala Lumpur Malaysia, 2012. Hlm 12-13.
127
Abd Shomad,Op.cit, Hlm 387.
Indonesia dikenal juga dengan BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional).129
Apabila terjadi persengketaan terhadap tanah wakaf akan lebih baiknya diselesaikan
pada Arbitrase karena proses yang dilalui cepat dan lebih efisien sehingga tidak
mengeluarkan biaya besar dan apabila tidak terjadi mufakat dalam jalan damai
tersebut baru diselesaikan pada Pengadilan Agama.
Dasar hukum terhadap penyelesaian sengketa dalam Pasal 62 Undang-Undang
41 Tahun 2004 tentang Wakaf :
(1)Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2)Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Untuk melindungi masyarakat atas kepastian hukum dalam perwakafan di
Indonesia, pemerintah melalui Pengadilan Agama menjalankan fungsi dan perannya,
guna memfasilitasi sengketa atas tanah wakaf. Karena penyelesaian wakaf tanah
milik termasuk yurisdiksi Pengadilan Agama, yaitu sepanjang masalah sah atau
tidaknya perbuatan mewakafkan tanah milik sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan masalah-masalah lainnya yang menyangkut
wakaf berdasarkan syari’at Islam.
Adapun dasar hukum bagi penyelesaian sengketa wakaf dapat dilihat dalam
beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut130:
a. Pasal 226 KHI menyebutkan :
129Ibid, M. Hasballah Thaib, Hlm i
penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut benda wakaf dan
Nazhirdiajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal tersebut diatas memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perselisihan mengenai benda wakaf dan nazhir. Kata perselisihan menunjukkan bahwa masalah (perkara) wakaf dannazhir.
b. Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyebutkan
bahwa penyelesaian sengketa perwakafan dilakukan dengan cara musyawarah
untuk mufakat, mediasi atau pengadilan. Pada penjelasan pasal tersebut
berbunyi : yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang
bersengketa.
Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf berkewajiban memeriksa
dan menyelesaikan perkara tentang perwakafan tanah menurut syari’at Islam, yang
antara lain mengenai131:
a. Wakaf, Wakif, Nadzir (nadzhir), Ikrar, dan Saksi;
b. Bayyinah(alat bukti administrasi tanah wakaf);
c. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama
Kabupaten Rokan Hulu yang mengatakan terjadinya persengketaan dipengadilan
agama tentang wakaf adalah132:
131
Lihat Pasal 17 Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Millik.
1. Penggugat mendakwa adanya ikrar wakaf dari pemilik sebidang tanah untuk
kepentingan masyarakat, sedangkan ahli waris dari pemilik kebun itu tidak
mengakui adanya ikrar wakaf dari orang tuanya;
2. Dakwaan adanya penukaran tanah wakaf oleh pihak tertentu;
3. Gugatan pembatalan wakaf karena telah disalah gunakan oleh pihak nazhir
pada hal-hal yang tidak sejalan dengan maksud pihak yang berwakaf;
4. Pihak tergugat tidak secara tegas mengingkari adanya ikrar wakaf dari pihak
orang tua;
5. Kedangkalan pemahaman sebagian umat islam tentang kedudukan dan arti
harta wakaf, baik bagi wakif maupun masyarakat, sementara wakaf
mempunyai dua dimensi, ibadah dan sosial;
6. Harga tanah yang semakin melambung dapat menjadi pemicu timbulnya
masalah wakaf;
7. Sewaktu melakukan ikrar wakaf, pihakwakif tidak memperhitungkan kondisi
ekonomi pihak ahli waris yang akan ditinggalkan, sehingga seluruh hartanya
atau sebagian besarnya diwakafkan. Akibatnya, terjadi pengingkaran oleh ahli
warisnya;
8. Kondisi ekonomi pihak nazhir yang tidak menguntungkan sehingga
mendorongnya untuk menyalahgunakan harta wakaf;
9. Kondisi nazhir yang tidak memahami bahwa penggunaan harta wakaf harus
10. Pihak yang berwakaf tidak secara tegas memberitahukan anak atau ahli
warisnya bahwa tanah tertentu telah diwakafkan kepada pihak tertentu;
11. Nazhir-nya bukan hukum, melainkan bersifat pribadi sehingga lebih leluasa
dan sekehendak hati menyalahgunakan benda wakaf tanpa kontrol.
Peran Pengadilan Agama dalam menghadapi gugatan wakaf adalah
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara sengketa wakaf sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara tegas
menyatakan bahwa : “pengadilan agama bertugas dan berwenang dan memeriksa,
memutuskan dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama islam dibidang :
a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infaq h. Shadaqah
i. Ekonomi Syariah.
Pengucapan Ikrar Wakaf dilakukan di depan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) dan perwakafan tanah tersebut hanya dapat dibuktikan dengan
adanya Akta Ikrar Wakaf (AIW) setelah diucapkan oleh wakif. Menjadi persoalan
pada permasalahan diatas adalah bagaimana kalau tanah wakaf tersebut tidak
meninggal. Maka dalam hal inilah peran Pengadilan Agama dapat memberikan
Penetapan Wakaf yang diajukan oleh Nadzir dan penetapan tersebut dapat menjadi
bahan untuk pembuatan sertifikat.
Pengadilan Agama merupakan benteng terakhir untuk penegakan hukum
Islam di Indonesia. Karena Pengadilan Agama dan hukum Islam di Indonesia
keduanya menjadi denyut nadi kehidupan dengan tidak mengabaikan hukum positif
seperti Kompilasi Hukum Islam (KHI).
C. Peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam Menghadapi Permasalahan
Perwakafan Tanah Milik.
Kegiatan pendaftaran tanah yang menformalkan pemilikan tanah baik
berdasarkan bukti-bukti pemilikan maupun penguasaan atas tanah selain menyangkut
aspek yuridis dan aspek teknis.133Badan Pertanahan Nasional (BPN) sangat berperan
dalam mendaftarkan tanah wakaf didaerahnya masing-masing, setiap menghadapi
permasalahan termasuk tanah wakaf yang disampaikan kepada Badan Pertanahan
Nasional maka dilakukkan pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan
karena hal tersebut merupakan salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia dalam rangka menanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahan
guna mewujudkan kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan pengkajian dan penangan kasus pertanahan merupakan sarana untuk
menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan memperkecil potensi
timbulnya masalah pertanahan.
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 4 Tahun 2006,
tentang Seksi Konflik Sengketa dan Perkara mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
2. Pengkajian masalah sengketa dan konflik pertanahan.
3. Penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara
hukum dan nonhukum, penanganan dan penyelesaian perkara, pelaksanaan
alternatif penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk
mediasi, fasilitas dan lainnya, usulan dan rekomendasi pelaksanaan
putusan-putusan lembaga peradilan serta usulan rekomendasi pembatalan dan
penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan
tanah.
4. Pengkoordinasian penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
5. Pelapor penanganan dan penyelesaian konflik, sengketa dan perkara
pertanahan. Seksi konflik, sengketa dan perkara terdiri dari :
a. Subseksi sengketa dan konflik pertanahan
Tugas dan subseksi ini adalah menyiapkan pengkajian hukum sosial,
budaya, ekonomi dan politik terhadap sengketa dan konflik pertanahan, usulan
rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang
antara orangdan/atau badan hukum dengan tanah, pelaksanaan alternatif
penyelesaian sengketa melalui mediasi.
Tugas dari Subseksi ini adalah menyiapkan penanganan dan penyelesaian
perkara, koordinasi penanganan perkara, usulan rekomendasi pembatalan dan
penghentian hubungan hukum antar orang dan/atau badan hukum dengan
tanah sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan.134
Usaha untuk menghindari terjadinya sengketa sertifikat hak atas tanah
maupun tanah wakaf sebenarnya dapat dilakukan sejak awal, dan secara preventifi135
pada saat permohonan pemberian hak dalam proses pendaftaran tanah wakaf.
Tindakan ini bersifat pencegahan ini sebenarnya lebih efektif dibandingkan dengan
usaha penyelesaian sengketa apabila masalah tersebut telah menjadi kasus (reprensif),
dengan tidak mengesampingkan usaha teknis lain berupa pembinaan peraturan serta
ketentuan yang ada.136
Proses pemberian sertipikat melalui pendaftaran tidak semata-mata hanya
dilihat dengan segi prosedurnya saja. Suatu permohonan penerbitan sertipikat tidak
cukup hanya dianalisa dengan apakah sipemohon memenuhi syarat, permohonan
tersebut diumumkan, diperiksa secara fisik, diukur dibuatkan fatwa dan lain
sebagainya yang bersifat prosedur seperti pesertipikatan tanah wakaf, melainkan
dikaji dari segi hukumnya. Suatu permohonan dapat dinilai menurut hukum layak
untuk diproses, apabila subyek permohonan dapat membuktikan secara hukum bahwa
ia adalah pihak yang satu-satunya berhak atas yang dimohonnya.137
134 http://www.academia.edu/3826862/hukum_tanah_wakaf oleh Ariz Riza, Di Akses pada tanggal 10 Mei 2015.
135
Preventif adalah bersifat pencegahan, dalam Charkie Rudyat, Kamus Hukum, Pustaka Mahardika.
Penilaian terhadap pembuktian yang dilakukan oleh aparat Badan Pertanahan
nasional/ Kantor Pertanahan terhadap permohonan tersebut, adalah dari segi riwayat
perolehan tanah kepada yang bersangkutan secara sah dan dapat
dipertanggungjawabkan. Di sinilah diperlukan aspek perdata di dalam suatu
permohonan penerbitan sertipikat wakaf. Pejabat Badan Pertanahan Nasional/ Kantor
Pertanahan yang berwenang harus menerapkan ketentuan-ketentuan peraturan
maupun hukum yang mengatur, misalnya pesertipikatan tanah wakaf, tanah wakaf
yang dilakukan dihadapan PPAT karena wakaf yaitu, peralihan hak yang terjadi
sebagai akibat dibuatnya Akta Ikrar Wakaf oleh wakif kepada nazir sehingga tanah
tersebut menjadi tanah wakaf.
Untuk menyelesaikan kasus-kasus pertanahan maka Badan Pertanahan
Nasional akan melakukan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan meliputi138:
a. Pelayanan pengaduan dan informasi kasus pertanahan tanah wakaf
Pelayanan, pengaduan dan informasi kasus pertanahan di Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia dilaksanakan dan dikoordinasi oleh Deputi, untuk
wilayah Badan Pertanahan Nasional dilaksanakan oleh Kepala Bidang dan
dikoordinasikan oleh Kepala Kantor Wilayah dan untuk Kantor Pertanahan
dilaksanakan oleh Kepala Seksi dan dikoordinasikan oleh Kepala Kantor Pertahanan.
Pengaduan kasus pertanahan disampaikan kepada kepala Badan Pertanahan
Nasional , Kepala Kantor Wilayah/atau Kepala Kantor Pertanahan baik secara lisan
maupun tertulis. Pengaduan yang diajukan secara lisan harus ditindak lanjuti dengan
pembuatan permohonan secara tertulis. Surat pengaduan kasus pertanahan paling
sedikit membuat identitas pengadu, objek yang diperselisihkan, posisi kasus dan
maksud pengaduan dengan dilampiri fotocopi identitas pengadu. Surat pengaduan
yang diterima melalui loket pengaduan dicatat dalam register penerimaan pengaduan
dan kepada pengadu diberikan surat tanda penerimaan pengaduan kemudian
diteruskan ke satuan organisasi yang tugas dan fungsinya menangani sengketa,
konflik dan perkara pertanahan.
Pihak pemohon atau pengadu dan termohon dapat menanyakan informasi
tentang perkembangan penanganan kasus pertanahan kepada kantor Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia mengenai kasusnya. Informasi mengenai
perkembangan secara tertulis disampaikan dalam bentuk surat informasi
perkembangan penanganan kasus pertanahan yang berisi tentang penjelasan pokok
masalah, posisi kasus dan tindakan yang dilaksanakan dalam hal ini tanah wakaf.
Surat informasi perkembangan penanganan kasus pertanahan disampaikan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permintaan. Informasi kasus pertanahan
yang diminta oleh instansi pemerintah atau lembaga terkait yang berwenang meminta
informasi kasus pertanahan, diberikan Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia, kantor wilayah badan pertanahan nasional atau kantor pertanahan paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permintaan.139
Pemberian informasi kasus pertanahan dilakukan berupa jawaban mengenai
pokok perkara dan permasalahan, atau penjelasan lengkap yang sesuai data yang ada
di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan
pertanahan Nasional atau Kantor pertahanan dan hasil penangananya. Dalam hal
yang diperlukan, pejabat dari instansi yang meminta penjelasan mengenai kasus
pertanahan dapat diundang untuk menghadiri gelar kasus agar dapat memperoleh
keterangan lebih jelas dalam hal ini termasuk pada persengketaan tanah wakaf.
b. Pengkajian kasus pertanahan tanah wakaf
Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah atau Deputi baik
bersama-sama atau sendiri-sendiri melaksanakan pengkajian secara sistematik terhadap akar
dan sejarah kasus pertanahan. Hasil kajian dituangkan dalam peta kasus pertanahan
yang menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan umum atau kebijakan teknis
penanganan kasus pertanahan dengan acuan bersifat strategis atau mempunyai
dampak luas.
Pengadministrasian data dilaksanakan melalui pencatatan, pengelolaan dan
penyajian data yang diselenggarakan dengan sistem informasi di bidang pengkajian
dan penanganan kasus pertanahan yang dibangun secara terintegrasi antara Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan pertanahan Nasional
dan Kantor Pertanahan. Dengan demikian tugas pendaftaran tanah merupakan tugas
administrasi hak yang dilakukan oleh negara dalam memberikan kepastian hak atas
tanah. Sistem administrasi pertanahan yang baik akan dapat memberikan jaminan
keamanan penggunaan bagi pemiliknya.140
Sebagaimana wawancara dengan Bapak Nasrul Kasi HTPT Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Rokan Hulu mengatakan : dalam memberikan upaya kepastian
hukum dalam kepemilikan tanah wakaf Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor
Pertanahan tentu menjadikan pensertifikatan tanah wakaf sebagai salah satu dalam
prioritas pelayanan guna turut serta dalam upaya memberikan kepastian hukum
kepada tanah-tanah wakaf yang hingga saat ini masih banyak menimbulkan polemik
masyarakat.
Hasil penelitian dan analisa data menghasilkan pokok permasalahan sengketa
dan potensi penyelesaian sengketa. Seperti pada penelitian status tanah wakaf yang
digugat oleh ahli waris, dimana ahli waris mempunyai kewajiban dalam atas seripikat
milik atas tanah yang telah diambil oleh Kementrian Agama Kabupaten Rokan Hulu
dikarenakan adanya sengketa atas tanah wakaf tersebut dan juga ahli waris tidak
menyetujui bahwa Kementrian Agama ingin status yayasan dari dulunya dikelola
swasta atas ahli waris ingin diubah menjadi sekolah negeri yang tidak disetujui oleh
para ahli waris.141 Pokok permasalahan pertanahan dilakukan berdasarkan data
yuridis, data fisik atau data pendukung lainnya dimana hasil tersebut dilakukan kajian
penerapan hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan sengketa
140 Novi Sri Wahyuni,Mengenal Sistem Pendaftaran Tanah, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2011, Hlm 122.
141
pertanahan, dalam hal ini tanah wakaf yang besengketa. Sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997142:
1. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya
diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum;
2. Di zaman reformasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan
haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk
suatu bidang tanah baik pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan
pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting
untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu
data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi
tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa
yang saja yang diperlukan atas sebidang tanah/ bangunan yang ada;
3. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu
yang wajar.
c. Penanganan kasus pertanahan tanah wakaf.
Penanganan kasus pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian
hukum atas penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk
memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan tanah. Penanganan kasus
pertanahan untuk memastikan pemanfaatan, penguasaanm penggunaan dan pemilikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bukti kepemilikan
tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan dalam hal ini
sengketa tanah wakaf yang berada di Kabupaten Rokan Hulu Kecamatan Ujung Batu.
d. Penyelesaian kasus pertanahan tanah wakaf.
Pelaksanaan kasus pertanahan tanah wakaf dengan pelaksanakan putusan
pengadilan agama. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia wajib
melaksanakan putusan pengadilan agama yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk melaksanakannya. Alasan yang sah
dimaksud antara lain :
1. Terhadap objek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan.
2. Terhadap objek putusan sedang diletakkan sita jaminan.
3. Terhadap objek putusan sedang menjadi objek gugatan dalam perkara lain.
4. Alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Tindakan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dapat berupa :
1. Pelaksanaan dari seluruh amar putusan;
2. Pelaksanaan sebagian amar putusan.
3. Hanya melaksanakan perintah yang secara tegas dan tertulis pada amar
putusan,
Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap, berkaitan
dengan penerbitan, peralihan atau pembatalan hak atas tanah wakaf, antara lain :
2. Menyatakan batal atau tidak, sah atau tidak, mempunyai kekuatan hukum hak
atas tanah wakaf.
3. Menyatakan tanda bukti hak tidak sah atau tidak berkekuatan hukum.
4. Perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku tanah sertifikat
tanah wakaf.
5. Perintah penerbitan hak atas tanah wakaf.
6. Amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnyam beralihnya atau
batalnya hak.
e. Perbuatan hukum pelaksanaan putusan pengadilan.
Semua bidang tanah wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat. Bukti bahwa suatu bidang tanah telah terdaftar di Kantor
Pertanahan adalah terbitnya sertipikat hak atas tanah seperti sertipikat hak milik. Hal
ini penting karena mengenai subyek dan obyek bidang tanah tersebut akan tercatat
dalam dokumen tata usaha pendaftaran tanah di kantor pertanahan, agar tidak
terjadinya permasalahan atau sengketa dikemudian hari.
Terhadap persengketaan tanah wakaf yang masuk kepada pengadilan agama
dan telah mengeluarkan putusan atas pendaftaran tanah wakaf yang didaftarkan pada
kantor pertanahan. Kantor pertanahan dalam peralihan dan/atau pembatalan hak atas
tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum
tetap. Terdapat dalam Pasal 57, Pasal 58, Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian
Pasal 57 : Ayat (1) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap sebagaimana dimaksud dengan Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 56 yang menyangkut penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah, wajib dilaksanakan oleh pejabat/ pegawai BPN RI paling lambat 2 (dua) bulan setelah diterimanya Salinan Putusan Pengadilan oleh pejabat yang berwenang melakukan Pembatalan; Pasal 58 : Ayat (1) Kepala BPN RI menerbitkan keputusan,
peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sesuai dengan penjelasan dari pasal tersebut, Badan Pertanahan Indonesia
atau Kantor Pertanahan dalam hal ini yang telah melaksanakan perbuatan hukum
pertanahan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan wajib segera melaporkan
kepada Kepala BPN RI, dan memberi tahukan kepada pemohon serta pihak lain yang
terkait dalam penerbitan hak atas tanah tersebut. Karena pengkajian dan penanganan
kasus pertanahan merupakan salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia dalam rangka menanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pendaftaran tanah wakaf menurut UUPA jo. PP No. 24 Tahun 1997 subyeknya
harus memenuhi syarat yakni untuk perwakafan, permohonan hak atas tanah
diajukan secara tertulis dengan memuat keterangan diri pemohon dan mengenai
tanahnya yang meliputi data fisik dan data yuridis dengan dilampirkan identitas
pemohon, akta ikrar wakaf, keterangan tanah yang memuat data fisik (surat bukti
perolehan tanah) dan data fisik (surat ukur) serta surat dari kepala desa. Setelah
dilengkapi persyaratan diajukan pada kantor pertanahan selanjutnya apabila telah
memenuhi syarat, maka diterbitkan surat keputusan tentang penetapan tanah
wakaf kepada nadzir kemudian surat penetapan tanah wakaf didaftarkan dan
dikeluarkan sertipikat tanah wakaf.
2. Tanah wakaf yang belum terdaftar di BPN apabila terjadi permasalahan maka
BPN tidak dapat memberikan kepastian hukum karena awal dari pendaftaran
tanah wakaf tersebut tidak terpenuhi karena terhadap status tanah wakaf yang
belum terdaftar yang diteliti di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu
dimana status tanah tidak memiliki akta ikrar wakaf dan sertipikat wakaf dari
kantor pertanahan. Karena pendaftaran tanah wakaf merupakan prasyarat dalam
upaya menata dan mengatur peruntukan, penguasaan prmilikan dan penggunaan
Pendaftaran tanah wakaf ditujukan untuk memberikan kepastian hak dan
kepastian hukum bagi pemegang sertipikat wakaf yakni nadzir.
3. Guna mendapatkan kepastian hukum setelah adanya Undang-Undang 41 Tahun
2004 tentang wakafadalah dengan memperoleh sertipikat tanah dalam hal ini
sertipikat tanah wakaf guna untuk menjamin segala haknya. Dan adanya
kepastian hukum terhadap aturan berupa sanksi seperti sengaja menjaminkan,
menghibahkan, menjual, mewariskan dan mengalihkan benda wakaf yang telah
diwakafkan. Terhadap penelitian studi di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten
Rokan Hulu masih banyak tidak adanya sertipikat wakaf, karena mempercayakan
kepada para tokoh adat dan mereka hanya mewakafkan tanah wakaf secara lisan
tanpa adanya akta ikrar wakaf. Karena penerbitan sertipikat wakaf yang
berfungsi sebagai alat bukti, merupakan jaminan bagi kepastian hukum atas tanah
termasuk tanah wakaf.
B. Saran
1. Disarankan kepada nadzir agar melaksanakan atas pendaftaran tanah wakaf
dengan sampainya pada terbitnya sertipikat tanah wakaf yang dikeluarkan oleh
Kantor Pertanahan guna untuk pencegahan dari perbuatan-perbuatan usil yang
melencengkan penguasaan atau penggunaan tanah wakaf dari yang seharusnya
2. Disarankan kepada Badan Pertanahan Nasional seperti Kantor Pertanahan di
Kabupaten Rokan Hulu untuk melaksanakan perintah Undang-Undang terhadap
pemohon dan pengecekan bukti kepemilikan yang berada di Kabupaten Rokan
Hulu.
3. Disarankan kepada pewakif yang berada di Kabupaten Rokan Hulu Kecamatan
Ujung Batu agar mendaftarkan tanah wakaf berdasarkan peraturan pemerintah
dan mempercayai nadzhir dalam hal ini Kantor Urusan Agama sebagai Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf dalam pendaftaran wakaf pada kantor pertanahan
serta memperoleh pemberitahuan dari nadzir tentang kepastian hukum terhadap
tanah wakaf setelah adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 setelah