TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Purwowidodo, 1992). Penutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Berdasarkan data yang ada, luas hutan selama periode 1985-1997 untuk tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) telah berkurang seluas ± 1,6 juta ha/tahun. Untuk periode 1997-2000 laju pengurangan hutan di dalam kawasan hutan mencapai angka ±2,84 juta ha/tahun atau 8,5 juta ha selama 3 tahun (Dephut, 2008).
Penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan telah lama menjadi topik utama Ekologi Lansekap (Statuto dkk., 2016). Perubahan penggunaan lahan
adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Munibah, 2008). Deteksi perubahan adalah sebuah proses mengidentifikasi perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada rentang waktu yang berbeda (Sitorus, 2007).
Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Lahan
kawasan. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Tingginya kepadatan penduduk akan meningkatkan tekanan terhadap hutan. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan kegiatan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut.
Pemanfaatan Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis
(SIG)
Penginderaan jauh adalah ilmu dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi mengenai suatu objek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung dengan obyek tersebut. Dalam Sistem Informasi Geografis, data penginderaan jauh sangat berperan penting dalam menyediakan informasi spasial (Ardiansyah, 2015).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang memiliki 4 (empat) kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis yaitu masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data. Dengan keempat kemampuan tersebut maka Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang rawan terhadap bencana (Prahasta, 2005).
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis (SIG) (Sulistiyono, 2008).
Informasi remote sensing yang dihasilkan dari citra satelit untuk analisis lebih lanjutnya menggunakan SIG. Secara umum data dari penginderaan jauh agar dapat digunakan di SIG harus di interpretasi dan dikoreksi geometrik terlebih dahulu (Jaya, 2010). Analisis citra Landsat secara digital dapat dikelompokkan atas (Lilesand dan Kiefer, 1990):
1. Pemulihan citra (image restoration)
Merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli.
2. Penajaman citra (image enhancement)
Kegiatan ini dilakukan sebelum data citra yang digunakan dalam analisis visual, dimana teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras. Pada berbagai langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang didapat secara visual dari data citra.
3. Klasifikasi citra (image classification)
Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan untuk digunakan dengan data Penginderaan Jauh (Lillesand dan Kiefer, 1990)
No Tingkat I Tingkat II
1. Perkotaan atau a. Pemukiman
Lahan Perkotaan b. Perdagangan dan Jasa c. Industri
d. Transportasi
e. Kompleks Industri dan Perdagangan f. Kekotaan Campuran dan Lahan Bangunan g. Kekotaan atau Lahan Bangunan Lainnya 2. Lahan Pertanian a. Tanaman Semusim dan Padang Rumput
b. Daerah buah-buahan, Jeruk, Anggur dan Tanaman Hias
c. Lahan Tanaman Obat d. Lahan Pertanian Lainnya
3. Lahan Peternakan a. Lahan Penggembalaan Terkurung b. Lahan Peternakan Semak dan Belukar c. Lahan Peternakan Campuran
4. Lahan Hutan a. Lahan Hutan Gugur Daun Semusim b. Lahan Hutan Selalu Hijau 7. Lahan Gundul a. Dataran Garam Kering
b. Gisik
c. Daerah Berpasir Selain Gisik
Menurut Lo (1995) satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Pendekatan ini merupakan sistem klasifikasi lahan yang umum digunakan di Amerika Serikat yang diperkenalkan oleh United State Geological Survey (USGS). Sistem klasifikasi yang diperkenalkan oleh USGS seperti yang tertera pada tabel sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan untuk digunakan dengan data penginderaan jauh.
Sifat Spektral Beberapa Penutupan Lahan
Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit range panjang gelombang yang digunakan, maka semakin tinggi kemampuan sensor itu dalam membedakan obyek.
Tabel 2. Aplikasi Prinsip dan Saluran Spektral Thematic Mapper (Lo,1995) bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Juga berguna untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer
2 0,52-0,6 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan
3 0,63-0,69 Saluran absorbsi klorofil yang penting untuk diskriminasi vegetasi
4 0,76-0,9 Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan
untuk deliniasi tubuh air
5 1,55-1,75 Menunjukkan kandungan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan
salju dan awan
6 2,08-2,35 Saluran inframerah termal yang penggunaannya untuk
perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah danpemetaan termal
7 10,45-12,5 Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untukpemetaan hidrotermal
Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk grayscale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat
keabuan yang bervariasi. Untuk penginderaan jauh, skala yang dipakai adalah 256 shade grayscale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Untuk
citra muktispektral, masing-masing piksel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masing-masing piksel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut color composites.
Penelitian Terdahulu
Tutupan lahan diapat diketahui dengan pemanfaatan penginderaan jarak jauh dan SIG. Teknologi ini membantu dalam mengklaisfikasikan tiap-tiap tutupan lahan, sehingga mempermudah dalam menganalisis perubahan tutupan lahan. Teknologi ini sudah banyak digunakan, terutama di Negara India. Pada penelitian Alsaaideh dkk. (2011) di Yordan bagian tengah antara tahun 1987, 1999 dan 2005, terdapat penggunaan lahan yang terdiri dari 6 kelas yatiu perkotaan, air, lahan kosong, vegetasi alam, lahan pertanian dan hutan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui peningkatan terbesar terdapat pada kelas tutupan lahan perkotaan dimana pada tahun 1987 memiliki luas 9%, tahun 1999 meningkat menjadi 13 % dan pada tahun 2005 juga meningkat menjadi 20% yang disebabkan kegiatan migrasi ke wilayah Yordania bagian tengah.
teknologi ini diterapkan dalam penelitian Sulistiyono (2015) di Kepulauan Sumatera tentang Pemodelan Spasial Deforestasi Menggunakan Pendekatan Tipologi Di Kepulauan Sumatera. Dalam penelitian tersebut, terjadi laju deforestasi yang tinggi. Penyebab tingginya angka laju deforestasi di Pulau Sumatera adalah banyaknya hutan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Pembukaan perkebunan kelapa sawit ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam skala besar maupun oleh masyarakat dalam skala kecil.